OLEH:
Aprinia Fajar Sukmawati, S.Kep.
NIM 212311101119
1
Proses terapi pada Lumbal Spinal Stenosis memiliki tujuan untuk mengurangi
rasa nyeri, mengembalikan fungsi pergerakan dan mobilitas, mencegah
kekambuhan serta mencegah timbulnya nyeri kronik. Salah satu terapi yang
menjadi pengobatan LSS yaitu terapi non-farmakologi yang bertujuan untuk
mengurangi nyeri pada punggung bawah (trunk), serta meningkatkan lingkup gerak
sendi, dan lain sebagainya. (Mutia, 2020).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari laporan pendahuluan ini adalah mendiskripsikan tentang
penatalaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan stenosis spinal.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari laporan pendahuluan ini adalah:
a. Mampu menjelaskan konsep dasar penyakit stenosis spinal
b. Mampu menjelaskan konsep asuhan keparawatan pada klien dengan stenosis
spinal.
2
BAB 2. KONSEP PENYAKIT
3
a. Vertebra servikalis
Vertebra servikal terdiri dari tujuh tulang atau ruas tulang leher, ruas tulang
leher adalah yang paling kecil. Ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri
badanya kecil dan persegi panjang, lebih panjang ke samping daripada ke depan
atau ke belakang. Lengkungnya besar, prosesus spinosus atau taju duri ujungnya
dua atau bivida. Prosesus transverses atau taju sayap berlubang-lubang karena
banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis.
b. Vertebra torakalis
Vertebra torakalis terdiri dari dua belas tulang atau nama lainnya ruas tulang
punggung lebih besar dari pada yang servikal dan disebelah bawah menjadi lebih
besar. Ciri khasnya adalah badannya berbentuk lebar lonjong dengan faset atau
lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, taju
duri panjang dan mengarah kebawah, sedangkan taju sayap yang membantu
mendukung iga adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga.
c. Vertebra lumbalis
Vetebra lumbalis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya adalah ruas
tulang pinggang, luas tulang pinggang adalah yang terbesar. Taju durinya lebar dan
berbentuk seperti kapak kecil. Taju sayapnya panjang dan langsing. Ruas kelima
membentuk sendi dan sakrum pada sendi lumbo sacral.
d. Vertebra sakralis
Vertebra sakralis terdiri dari lima ruas tulang atau nama lainnya adalah tulang
kelangkang. Tulang kelangkang berbentuk segi tiga dan terletak pada bagian bawah
columna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata. Dasar dari sakrum
terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi
intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis sakrum membentuk
promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebra.
Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Taju duri
dapat dilihat pada pandangan posterior dan sakrum.
e. Vertebra kosigeus
Vertebra kosigeus nama lainnya adalah tulang tungging. Tulang tungging terdiri
dari empat atau lima vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi satu.
4
2.1.2 Fisiologi Tulang Belakang
Menurut Pearce, fungsi dari columna vertebralis atau rangkaian tulang
belakang adalah bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh sekaligus juga
bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram
intervertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan memungkinkan
membengkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan
yang terjadi bila menggerakan berat seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan
demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindung terhadap goncangan. Gelang
panggul adalah penghubung antara badan dan anggota bawah. Sebagian dari
kerangka axial, atau tulang sakrum dan tulang koksigeus, yang letaknya terjepit
antara dua tulang koxa, turut membentuk tulang ini. Dua tulang koxa itu bersendi
satu dengan lainnya di tempat simfisis pubis (Kurniadita, 2020).
5
Gambar 2.Perbedaan antara spinal normal dan spinal stenosis
2.3 Etiologi
Penyempitan ruang pada tulang belakang disebabkan oleh banyak hal. Meski
begitu, kesemuanya memiliki kesamaan yakni mengubah struktur tulang belakang
sehingga menyebabkan ruang di sekitar tulang belakang menyempit (Dewangga
dan Rahayu, 2018).
Menurut Khasanah (2021), penyebab dari spinal stenosis antara lain:
a. Pertumbuhan Tulang Berlebihan
Peradangan pada tulang, seperti osteoarthritis dapat merusak tulang rawan di
persendian termasuk tulang belakang. Tulang rawan adalah pelindung yang
menutupi sendi. Saat tulang rawan melemah, tulang mulai bergesekan satu sama
lain sehingga tubuh merespons untuk menumbuhkan tulang baru. Tulang baru ini
tumbuh berlebihan (taji tulang) yang terjadi di sekitar tulang belakang dapat meluas
dan mempersempit ruang pada tulang belakang dan menjepit saraf pada area
tersebut. Penyakit paget pada tulang juga dapat menyebabkan pertumbuhan
berlebihan pada tulang belakang yang akhirnya bisa menekan saraf..
b. Disk Hernia
Di setiap vertebra (tulang yang membentuk punggung) terdapat bantalan bulat
yang dapat dan ini disebut dengan disk vertebra. Seiring bertambahnya usia, disk
vertebra akan mengalami retakan di tepi luar yang menyebabkan cairan khusus dari
disk ini menembus lapisan luar yang lemah. Disk akan menggembung, memakan
ruang pada tulang belakang dan menekan saraf di dekat disk.
6
c. Penebalan Ligament
Ligamen adalah pita serat yang menahan tulang belakang. Arthritis dapat
menyebabkan ligamen menebal dari waktu ke waktu sehingga memakan ruang
sehingga penyempitan dapat terjadi.
d. Fraktur atau cedera pada tulang belakang
Tulang patah, terkilir (keseleo), atau peradangan yang terjadi di dekat tulang
belakang dapat mempersempit ruang kanal dan memberi tekanan pada saraf tulang
belakang.
e. Tumor
Pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam dan di antara di sumsum tulang
belakang atau pada tulang belakang itu sendiri dapat mempersempit ruang dan
mengiritasi saraf di sekitarnya.
Selain beberapa penyebab di atas, ada sejumlah faktor yang dapat
meningkatkan risiko seseorang menderita stenosis spinal, yaitu (Tamin, 2020):
a. Berusia 50 tahun ke atas
b. Memiliki kelainan bentuk tulang belakang sejak lahir
c. Mengalami cedera tulang belakang sebelumnya
d. Menderita skoliosis.
2.4 Patafisiologi
Stenosis memberat seiring usia walaupun tidak selalu menimbulkan gejala.
Karena perbedaan kompensasi, dua individu dengan stenosis yang sama bisa tidak
memunculkan gejala yang sama. Kecepatan perubahan tersebut terjadi tampaknya
juga penting. Penderita dapat menjadi simtomatik dengan kompresi yang derajatnya
lebih ringan jika terjadi dengan cepat. Ini menjelaskan mengapa pada pasien dengan
stenosis dapat menjadi simtomatik hanya dengan herniasi diskus akut yang ringan
(Lathif, 2015).
Sejalan dengan pertambahan usia cairan tersebut berkurang, akibatnya nukleus
pulposus mengalami dehidrasi dan kemampuannya mendistribusikan tekanan
berkurang, memicu robekan pada annulus. Kolagen memberikan kemampuan
peregangan pada diskus. Nucleus tersusun secara eksklusif oleh kolagen tipe-II,
7
yang membantu menyediakan level hidrasi yang lebih tinggi dengan memelihara
cairan, membuat nucleus mampu melawan beban tekan dan deformitas. Annulus
terdiri dari kolagen tipe-II dan kolagen tipe-I dalam jumlah yang sama, namun pada
orang yang memasuki usia 50 tahun atau lebih tua dari 50 tahun kolagen tipe-I
meningkat jumlahnya pada diskus. Proteoglikan pada diskus intervertebralis
jumlahnya lebih kecil dibanding pada sendi kartilago, proteinnya lebih pendek,
dan jumlah rantai keratin sulfat dan kondroitin sulfat yang berbeda.
Kemampatan diskus berkaitan dengan proteoglikan, pada nucleus lebih padat
daripada di annulus. Sejalan dengan penuaan, jumlah proteoglikan menurun dan
sintesisnya juga menurun. Annulus tersusun atas serat kolagen yang kurang
padat dan kurang terorganisasi pada tepi perbatasannya dengan nukleus dan
membentuk jaringan yang renggang dengan nukleus pulposus (Apsari dkk., 2018).
8
2.5 Manifestasi Klinik
Pada sebagian besar kasus, stenosis spinal tidak menimbulkan gejala di awal.
Gejala biasanya muncul seiring memburuknya kondisi. Gejala yang dialami tiap
penderita bisa berbeda-beda, tergantung lokasi terjadinya penyempitan. Berikut ini
adalah beberapa jenis stenosis spinal dan gejalanya (Tamin, 2020):
a. Stenosis leher (cervical stenosis)
Cervical stenosis adalah penyempitan yang terjadi di ruas tulang belakang
bagian leher. Gejala yang dapat muncul adalah:
1) Mati rasa atau kesemutan pada bagian tangan, lengan, kaki, atau telapak kaki
2) Lemah pada bagian tangan, lengan, kaki, atau telapak kaki
3) Sakit leher
4) Keseimbangan tubuh terganggu
5) Kehilangan kemampuan untuk menggerakkan tangan, misalnya menulis
b. Stenosis lumbar (lumbar stenosis)
Lumbar stenosis adalah penyempitan yang terjadi di ruas tulang belakang
bagian punggung bawah. Gejala lumbar stenosis dapat berupa:
1) Mati rasa atau kesemutan pada bagian tungkai dan kaki
2) Lemah pada bagian tungkai dan kaki
3) Nyeri punggung bagian bawah (low back pain)
4) Sakit atau kram pada satu atau kedua tungkai ketika berdiri dalam jangka waktu
yang lama atau ketika berjalan
5) Pada kasus stenosis spinal yang cukup parah, stenosis lumbar dapat
menimbulkan gejala lain, yaitu kehilangan kemampuan untuk menahan buang
air kecil atau buang air besar.
2.6 Klasifikasi
Menurut Laras dan Sasongko (2020), spinal stenosis dikelompokkan menjadi
dua yaitu:
a. Spinal stenosis primer yang disebabkan oleh kelainan kongenital atau kelainan
pertubuhan setelah lahir.
9
b. Spinal stenosis sekunder (stenosis didapat) akibat dari perubahan degeneratif
atau konsekuensi dari infeksi lokal, trauma, atau operasi.
Sedangkan menurut Khasanah (2021) yang berdasarkan lokasi terjadinya,
spinal stenosis dibagi menjadi dua yaitu:
c. Stenosis serviks. Dalam kondisi ini, penyempitan terjadi pada bagian tulang
belakang di leher.
d. Stenosis lumbar. Tipe stenosis ini terjadi pada bagian tulang belakang di
punggung bawah. Ini adalah bentuk stenosis tulang belakang yang paling
umum.
2.7 Komplikasi
Meskipun jarang terjadi, stenosis spinal parah yang tidak diobati dapat
menimbulkan beberapa komplikasi antara lain (Khasanah, 2021):
a. Mati rasa di bagian tulang belakang
b. Gangguan keseimbangan
c. Inkontinensia urine
d. Kelumpuhan
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Penatalaksanaan Non Farmakologi
Penatalaksanaan non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien dengan
spinal stenosis antara lain:
a. Terapi Kompres hangat
Kompres hangat biasanya merupakan pilihan yang lebih baik untuk nyeri akibat
osteoartritis. Kompres hangat dapat meningkatkan aliran darah, yang
melemaskan otot dan meredakan nyeri sendi (Anonim, 2020).
b. Terapi kompres dingin
Jika kompres hangat tidak dapat meredakan gejala, dapat menggunakan
kompres dingin (kompres es, paket gel beku, atau kantong kacang polong atau
jagung beku). Biasanya kompres dingin diterapkan ±20 menit. Kompres dingin
dapat mengurangi pembengkakan, nyeri tekan dan peradangan (Anonim, 2020).
10
c. Fisioterapi
Setelah gejala mereda, fisioterapi dapat dilakukan untuk memperkuat otot
punggung dan perut, serta meningkatkan kekuatan dan kelenturan tulang
belakang. Hal ini akan mengembalikan fungsi gerak dan keseimbangan tubuh
yang berkurang akibat stenosis spinal (Tamin, 2020).
d. Terapi holistik
Beberapa pasien ingin mencoba terapi holistik seperti akupunktur, akupresur,
suplemen nutrisi, dan biofeedback. Perawatan untuk stenosis tulang belakang
ini dapat membantu mempelajari mekanisme koping untuk mengelola rasa sakit
serta meningkatkan kesehatan Anda secara keseluruhan(Bohinski, 2020).
e. Operasi
Prosedur operasi dilakukan jika metode pengobatan lain tidak efektif. Operasi
stenosis spinal bertujuan untuk menghilangkan tekanan pada saraf tulang
belakang. Beberapa jenis prosedur operasi yang dapat dilakukan dokter untuk
mengobati stenosis spinal adalah(Tamin, 2020):
1) Laminektomi (operasi dekompresi), untuk mengangkat seluruh bagian dari
ruas tulang belakang (lamina) yang menekan saraf
2) Laminotomi, untuk mengangkat sebagian dari lamina
3) Foraminotomi, untuk mengangkat tulang atau jaringan di tempat keluarnya
saraf pada tulang belakang
11
e. Obat kortikosteroid injeksi, seperti prednison, untuk mengurangi peradangan
dan meringankan nyeri
12
BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
14
c. TTV : mengukur tekanan darah biasanya pada penderita spinal stenosis
dalam batas normal
d. Kepala
Rambut : warna rambut, kebersihan rambut, bau dan tidak ada alopesia
Kulit kepala : adanya benjolan/lesi, dan tekstur kulit kepala
Wajah : simetris dan pucat
e. Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan mata, bulu mata rontok/tidak, konjungtiva
dan sclera perubahan warna anemis, warna iris hitam, reaksi pupil terhadap
cahaya, pupil isokor, dan warna kornea
f. Telinga
Daun telinga masih simetris kanan dan kiri, gendang telinga tidak tertutup,
serumen berwarna putih ke abu-abuan dan masih dapat bervibrasi dengan
baik apabila tidak mengalami infeksi sekunder, pengkajian terhadap
pendengaran, peradangan.
g. Hidung
Tidak terjadi pembekakan, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi
pembesaran polip dan sumbatan hidung kecuali ada infeksi sekunder
seperti influenza, tidak ada kotoran.
h. Bibir
Sianosis, pucat, mukosa bibir kering/lembab, simetris, dan bentuk bibir
i. Thorax dan paru
Bentuk thorax normal chest, tidak ada retraksi intercosta, tidak ada retraksi
suprasternal, tidak ada sternomastoid, dan tidak ada pernafasan cuping
hidung
j. Dada
Inspeksi : bentuk dada simetris, adanya sianosis/tidak
Palpasi : getaran antara kanan dan kiri sama
Perkusi : pekak terjadi apabila cairan atau jaringan padat menggantikan
bagian paru yang normalnya terisi udara, seperti penyakit efusi pleura,
tumor/pasca penyembuhan TBC
15
k. Abdomen
Inspeksi : bentuk abdomen datar, tidak ada massa/benjolan, tidak ada
bayangan pembuluh darah vena
Auskultasi : tidak ada frekuensi peristaltic usus dan tidak ada obstruksi
usus
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran, permukaan halus
Perkusi : normalnya hasil perkusi pada abdomen adalah tympani
l. Integumen
Inspeksi : tidak ada lesi, tidak ada jaringan parut, warna kulit, ada tidaknya
edema, sianosis, pucat, kemerahan, tekstur halus, turgor/kelenturan baik,
struktur tegang, tidak ada nyeri tekan
m. Genitalia
Warna, kebersihan, benjolan seperti lesi, massa, dan tumor, ada tidaknya
inguinal hernia, ada tidaknya femoral hernia, dan ada tidaknya
pembengkakan
n. Ekstremitas
Otot antar sisi kanan dan kiri simetris, ada tidaknya deformitas, ada
tidaknya fraktur, ada tidaknya keterbatasan dalam aktivitas
7. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi Kesehatan
Ketidaktahuan klien tentang informasi dari penyakit yang dideritanya.
Secara umum, spinal stenosis diakibatkan karena terjadi penyempitan pada
tulang belakang. Dan biasanya penyakit ini terjadi pada usia lanjut serta
pekerja kuli, sehingga bisa menyebabkan penyempitan pada punggung.
Kurangnya pengetahuan klien tentang penyebab dan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya spinal stenosis.
b. Pola Nutrisi Metabolik
Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat
c. Pola Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, urin berwarna kuning, feses berbentuk padat.
d. Pola Aktivitas-Latihan
16
Sensitivitas meningkat, otot lemah, kelelahan berat, nyeri saat beraktivitas,
otot lemas, keterbatasan saat beraktivitas
e. Pola Istirahat dan Tidur
Saat nyeri melanda sering kebangun saat tidur
f. Pola Kognitif Perseptual
Adanya rasa khawatir karena nyeri pada bagian punggung
g. Pola Persepsi diri
3.3 Intervensi
Diagnosa (SDKI) Tujuan dan Kriteria Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
Nyeri akut (D.0078) Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1.09290)
perawatan 3x24 jam Observasi
diharapkan tingkat nyeri 1. Identifiksi lokasi,
menurun dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil: frekuensi, kualitas, intensitas
tingkat nyeri (L.08066) nyeri.
1. Kemampuan 2. Identifiksi skala nyeri.
menuntaskan aktivitas 3. Identifikasi respon nyeri non
meningkat. verbal.
2. Keluhan nyeri 4. dentifiksi yang memperberat
menurun. dan memperingan nyeri
17
3. Ekspresi meringis 5. Identifikasi pengetahuan dan
menurun. keyakinan tentang nyeri.
4. Gelisah menurun Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterpi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres, hangat/dingin, terapi
bermain.
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri (mis. Suhu
ruangan,pencahyaan,
kebisingan).
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat.
5. Anjurkan teknik
nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu.
Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi (1.06171)
mobilitas fisik perawatan 3x24 jam Observasi
(D.0054) diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya nyeri atau
meningkat dengan kriterian keluhan fisik lainnya.
hasil: 2. Identifikasi toleransi fisik
mobilitas fisik (L.05042) melakukan ambulasi.
1. Pergerakan ekstremitas 3. Monitor frekuensi jantung dan
meningkat. tekanan darah sebelum
2. Kekuatan otot memulai ambulasi.
meningkat 4. Monitor kondisi umum selama
3. Rentang gerak (ROM) melakukan ambulasi.
meningkat. Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu
(mis.Tongkat, kruk).
18
2. Fasilitasi melakukan mobilitas
fisik, jika perlu.
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi.
2. Anjurkan melakukan ambulasi
dini.
3. Ajarkan ambulasi sederhana
yang harus dilakukan (mis.
Berjalan dari tempat tidur ke
kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi).
Defisit Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan (I.12383)
pengetahuan perawatan 3x24 jam Observasi
(D.0111) diharapkan tingkat 1. Identifikasi kesiapan dan
pengetahuan meningkat kemampuan menerima
dengan kriteria hasil: informasi.
tingkat pengetahuan 2. Identifikasi faktorfaktor yang
(L.12111) dapat meningkatkan dan
1. Perilaku sesuai anjuran menurunkan motivasi perilaku
meningkat hidup bersih dan sehat.
2. Kemampuan Terapeutik
menjelaskan 1. Sediakan materi dan media
pengetahuan tentang pendidikan kesehatan.
Osteoarthritis 2. Jadwalkan pendidikan
meningkat. kesehatan sesuai kesepakatan.
3. Perilaku sesuai dengan 3. Berikan kesempatan untuk
pengetahuan bertanya.
meningkat Edukasi
1. Jelaskan faktor resiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan.
2. Ajarkan perilaku hidup bersih
dan sehat.
3. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
Ansietas (D.0080) Setelah dilakukan asuhan Reduksi ansietas (I.09314)
keperawatan selama 3x 24 Observasi
jam diharapkan tingkat 1. Identifikasi saat tingkat
ansietas menurun dengan ansietas berubah
kriteria hasil: 2. Identifikasi kemampuan
Tingkat ansietas (L. menambil keputusan
09093) 3. Monitor tanda-tanda ansietas
1. Verbalisasi Terapeutik
19
kebingungan menurun 1. Ciptakan suasana terapeutik
2. Verbalisasi khawatir untuk menumbuhkan
terhadap kondisi yang kepercayaan
dihadapi menurun 2. Temani pasien untuk
3. Perilaku gelisah mengurangi kecemasan
menurun 3. Pahami situasi yang membuat
ansietas
4. Dengarkan dengan penuh
perhatian
5. Gunakan pendekatan yang
tenang dan menyakinkan
6. Diskusikan perencanaan
realitas tentang peristia yang
akan dating
Edukasi
1. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
2. Informasikan nsecara factual
tentang diagnosis, pengobatan
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk tetap
disamping pasien
4. Anjuurkan untuk
mengungkapkan peasaan dan
persepsi
5. Latih kegiatan pengalihan untk
mengurangi ketegangan
6. Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
Risiko inkontensia Setelah dilakukan asuhan Manajemen eliminasi urine
urine urgensi keperawatan selama 3x 24 (I.04152)
(D.0051) jam diharapkan koninensia Observasi
urine membaik dengan 1. Identifikasi tanda dan gejala
kriteria hasil: retensi atau inkontinensia
Eliminasi urine (L. urine
04034) 2. Identifikasi faktor yang
1. Kemampuan menyebabkan retensi atau
berkemih meningkat inkontinensia urine
2. Distensi kendung 3. Monitor eliminasi urine
kemih menurun Terapeutik
3. Frekuensi berkemih 1. Catat aktu dan haluran
membaik berkemih
4. Sensasi berkemih 2. Batasi asupan cairan jika perlu
membaik 3. Ambil sampel urine tengan
atau kultur
Edukasi
1. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
20
2. Ajarakan cara mengukur
asupan cairan dan haluaran
berkemih
3. Ajarkan cara mengenali tanda
berkemih atau waktu yang
teoat untuk berkemih
4. Anjurkan minum yang cukup,
jika tidak ada kontraindikasi
5. Anjurkan mengurangi minum
sebelum tidur
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, jika perlu
Risiko konstipasi Setelah dilakukan asuhan Manajemen konstipasi (I.04155)
(D.0052) keperawatan selama 3x 24 Observasi
jam diharapkan eliminasi 1. Periksa tanda dan gejala
fekal membaik dengan konstipasi
kriteria hasil: 2. Periksa pergerakan usus,
Eliminasi fekal (L. 04033) karakteristik feses
1. Keluhan defekasi lama 3. Identifikasi faktor risiko
dan sulit menurun konstipasi
2. Konsistensi feses Terapeutik
mambaik 1. Anjurkan diet tinggi serat
3. Frekuensi defekasi Edukasi
membaik 1. Anjurkan peningkatan asupan
4. Peristaltic usus cairan
membaik 2. Ajarkan acara mengatasi
konstipasi
Kolaborasi
Kolaborasi penggunaan obat
pencahar, jika perlu
21
BAB 4. PENUTUP
22
DAFTAR PUSTAKA
23
Umami, Z. 2021. Penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas short wave
diathermy (swd), transcutaneous electrical nerve stimulation (tens), dan mc
kenzie exercise pada kasus low back pain et causa ischialgia, zahrotul umami
2021. Universitas Muhammadiyah Gresik.
24