PENDAHULUAN
dari 1000 orang diatas usia 50 tahun. Merupakan penyakit terbanyak yang
menyebabkan bedah pada tulang belakang pada usia lebih dari 60 tahun. Pria
lebih tinggi insidennya daripada wanita. Patofisiologinya tidak berkaitan
dengan ras, jenis kelamin, tipe tubuh, pekerjaan dan paling banyak mengenai
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dibuat rumusan masalah
yaitu: bagaimana perkembangan penyakit Lumbal spinal canal stenosis dan
penatalaksanaannya?
C. Tujuan Penulisan
1. Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan penyakit
2. Penulisan referat ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas kepaniteraan
klinik stase ilmu kulit dan kelamin di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr.
Soeharso Surakarta.
3. Penulisan referat bertujuan sebsagai syarat untuk mengikuti ujian
kepaniteraan klinik stase ilmu kulit dan kelamin di Rumah Sakit Ortopedi
Prof. Dr. Soeharso Surakarta.
D. Manfaat Penulisan
1. Referat ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai Lumbal spinal
canal stenosis.
2. Referat ini dapat membantu dalam modalitas terapi bagi pasien Lumbal
spinal canal stenosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Lumbal spinal canal stenosis merupakan penyempitan osteoligamentous
kanalis vertebralis atau foramen intervertebralis yang menghasilkan penekanan
pada akar saraf sumsusm tulang belakang. Penyempitan kanal tulang belakang
atau sisi kanal yang melindungi saraf sering mengakibatkan penekanan knal
menjadi sempit.3
B. EPIDEMIOLOGI
Lumbar spinal stenosis menjadi salah satu masalah yang sering ditemukan,
yang merupakan penyakit degeneratif pada tulang belakang pada populasi usia
lanjut. Prevalensinya 5 dari 1000 orang diatas usia 50 tahun di Amerika.2
Merupakan penyakit terbanyak yang menyebabkan bedah pada spina pada usia
lebih dari 60 tahun. Lebih dari 125.000 prosedur laminektomi dikerjakan untuk
kasus lumbar spinal stenosis. Pria lebih tinggi insidennya daripada wanita.
Patofisiologinya tidak berkaitan dengan ras, jenis kelamin, tipe tubuh,
pekerjaan dan paling banyak mengenai lumbar ke-4 k-5 dan lumbar ke-3 ke-
4.2,3
C. ANATOMI
Vertebra dari berbagai regio berbeda dalam ukuran dan sifat khas lainnya,
vertebra dalam satu daerah pun memiliki sedikit perbedaan. Vertebra terdiri
dari corpus vertebra dan arkus vertebra. Corpus vertebra adalah bagian ventral
yang memberi kekuatan pada columna vertebralis dan menanggung berat
tubuh. Corpus vertebra , terutama dari vertebra thoracica IV ke caudal,
berangsur bertambah besar supaya dapat memikul beban yang makin berat.
Arkus vertebra adalah bagian dorsal vertebra yang terdiri dari pediculus arcus
vertebra dan lamina arkus vertebra. Pediculus arcus vertebra adalah taju
pendek yang kokoh dan menghubungkan lengkung pada corpus vertebra,
insisura vertebralis merupakan torehan pada pediculus arcus vertebra. Insisura
vertebralis superior dan incisura vertebralis inferior pada vertebra-vertebra
yang bertangga membentuk sebuah foramen intervetebrale. Pediculus arcus
vertebrae menjorok ke arah dorsal untuk bertemu dengan dua lempeng tulang
yang lebar dan gepeng yakni lamina arcus vertebrae. Arcus vertebrae dan
permukaan dorsal corpus vertebrae membatasi foramen vertebrale. Foramen
vertebrale berurutan pada columna vertebrale yang utuh, membentuk canalis
vertebralis yang berisi medulla spinalis, meningens, jaringan lemak, akar saraf
Vertebrae lumbalis I-V memiliki ciri khas, corpus vertebrae pejal, jika
dilihat dari cranial berbentuk ginjal, foramen vertebrale berbentuk segitiga,
lebih besar dari daerah servical dan thoracal, prosesus transversus panjang dan
ramping, prosesus accesorius pada permukaan dorsal pangkal setiap prosesus,
prosesus articularis facies superior mengarah ke dorsomedial, facies inferior
mengarah ke ventrolateral, prosesus mamiliaris pada permukaan dorsal setiap
prosesus articularis, prosesus spinosus pendek dan kokoh. Struktur lain yang
tidak kalah penting dan menjadi istimewa adalah sendi lengkung vertebra
articulation zygapophysealis (facet joint), letaknya sangat berdekatan dengan
foramen intervertebrale yang dilalui saraf spinal untuk meninggalkan canalis
vertebralis. Sendi ini adalah sendi sinovial datar antara prosesus articularis
(zygoapophysis) vertebra berdekatan. Sendi ini memungkinkan gerak luncur
antara vertebra. Jika sendi ini mengalami cidera atau terserang penyakit, saraf
spinal dapat ikut terlibat. Gangguan ini dapat mengakibatkan rasa sakit sesuai
dengan pola susunan dermatom, dan kejang pada otot-otot yang berasal dari
miotom yang sesuai5
D. KLASIFIKASI
Kalsifikasi lumbar spinal canal stenosis dapat dibagi berdasarkan etiologi
dan anatomi. Berdasarkan etiologi lumbar spinal canal stenosis dapat dibagi
menjadi stenosis primer dan sekunder.
1. Stenosis primer dibagi menjadi:
Defek kongenital dibagi menjadi
1) Disrapismus spinalis
2) Segmentasi vertebra yang mengalami kegagalan
3) Stenosis intermiten (dAnquin syndrome).
Perkembangan dibagi menjadi
1) Idiopatik hipertrofi tulang pada arkus vertebralis.
2) Kegagalan pertumbuhan tulang
Akondroplasia
Morculo disease
Osteopetrosis
Eksostosis herediter multipel.
2. Sedangkan stenosis sekunder menurut sifatnya dibagi:
Degeneratif yaitu degeneratif spondilolistesis
Iatrogenik yaitu post-laminektomi, post-artrodesis, post-disektomi
Akibat kumpulan penyakit yaitu akromegali, paget diseases,
fluorosis, ankylosing spondylitis
Post-fraktur
Penyakit tulang sisitemik
E. KELAINAN ANATOMI
Struktur anatomi yang bertanggung jawab terhadap penyempitan kanal
adalah struktur tulang meliputi: osteofit sendi facet (merupakan penyebab
tersering), penebalan lamina, osteofit pada corpus vertebra, subluksasi maupun
dislokasi sendi facet (spondilolistesis), hipertrofi atau defek spondilolisis,
anomali sendi facet kongenital. Struktur jaringan lunak meliputi: hipertrofi
ligamentum flavum (penyebab tersering), penonjolan annulus atau fragmen
nukleus pulposus, penebalan kapsul sendi facet dan sinovitis, dan ganglion
yang bersal dari sendi facet.1,4,6,7 Akibat kelainan struktur tulang jaringan
stenosis.1,4,6,7
2. Instabilitas Segmental
Konfigurasi tripod pada spina dengan diskus, sendi facet dan
ligamen yang normal membuat segmen dapat melakukan gerakan rotasi
dan angulasi dengan halus dan simetris tanpa perubahan ruang dimensi
pada kanal dan foramen.7 Degenerasi sendi facet bisa terjadi sebagai
3. Hiperekstensi segmental
Gerakan ekstensi normal dibatasi oleh serat anterior annulus dan
otot-otot abdomen. Perubahan degeneratif pada annulus dan kelemahan
otot abdominal menghasilkan hiperekstensi lumbar yang menetap. Sendi
facet posterior merenggang secara kronis kemudian mengalami subluksasi
F. PATOFISIOLOGI
Tiga komponen biokimia utama diskus intervertebralis adalah air, kolagen,
dan proteoglikan, sebanyak 90-95% total volume diskus. Kolagen tersusun
dalam lamina, membuat diskus mampu berekstensi dan membuat ikatan
intervertebra. Proteoglikan berperan sebagai komponen hidrodinamik dan
elektrostatik dan mengontrol turgor jaringan dengan mengatur pertukaran
cairan pada matriks diskus. Komponen air memiliki porsi sangat besar pada
berat diskus, jumlahnya bervariasi tergantung beban mekanis yang diberikan
pada segment tersebut. Sejalan dengan pertambahan usia cairan tersebut
berkurang, akibatnya nukleus pulposus mengalami dehidrasi dan
kemampuannya mendistribusikan tekanan berkurang, memicu robekan pada
annulus. Kolagen memberikan kemampuan peregangan pada diskus. Nucleus
tersusun secara eksklusif oleh kolagen tipe-II, yang membantu menyediakan
level hidrasi yang lebih tinggi dengan memelihara cairan, membuat nucleus
mampu melawan beban tekan dan deformitas. Annulus terdiri dari kolagen
tipe-II dan kolagen tipe-I dalam jumlah yang sama, namun pada orang yang
memasuki usia 50 tahun atau lebih tua dari 50 tahun kolagen tipe-I meningkat
jumlahnya pada diskus.1,3,4,6,7
Proteoglikan pada diskus intervertebralis jumlahnya lebih kecil dibanding
pada sendi kartilago, proteinnya lebih pendek, dan jumlah rantai keratin sulfat
dan kondroitin sulfat yang berbeda. Kemampatan diskus berkaitan dengan
proteoglikan, pada nuleus lebih padat daripada di annulus. Sejalan dengan
penuaan, jumlah proteoglikan menurun dan sintesisnya juga menurun. Annulus
tersusun atas serat kolagen yang kurang padat dan kurang terorganisasi pada
tepi perbatasannya dengan nukleus dan membentuk jaringan yang renggang
terapi operatif.6,7
2. CT Scan
CT Scan sangat bagus untuk mengevaluasi tulang, khususnya di
aspek resesus lateralis. Selain itu dia bisa juga membedakan mana diskus
dan mana ligamentum flavum dari kantongan tekal (thecal sac).
Memberikan visualisasi abnormalitas facet, abnormalitas diskus lateralis
yang mengarahkan kecurigaan kita kepada lumbar stenosis, serta
membedakan stenosis sekunder akibat fraktur. Harus dilakukan potongan
3 mm dari L3 sampai sambungan L5-S1. Namun derajat stenosis sering
tidak bisa ditentukan karena tidak bisa melihat jaringan lunak secara
detail.1,6,8
3. MRI
MRI adalah pemeriksaan gold standar diagnosis lumbar stenosis
dan perencanaan operasi. Kelebihannya adalah bisa mengakses jumlah
segmen yang terkena, serta mengevaluasi bila ada tumor, infeksi bila
dicurigai. Selain itu bisa membedakan dengan baik kondisi central stenosis
dan lateral stenosis. Bisa mendefinisikan flavopathy, penebalan kapsuler,
abnormalitas sendi facet, osteofit, herniasi diskus atau protrusi. Ada atau
tidaknya lemak epidural, dan kompresi teka dan akar saraf juga bisa dilihat
dengan baik. Potongan sagital juga menyediakan porsi spina yang panjang
untuk mencari kemungkinan tumor metastase ke spinal. Kombinasi
potongan axial dan sagital bisa mengevaluasi secara komplit central canal
dan neural foramen. Namun untuk mengevaluasi resesus lateralis
diperlukan pemeriksaan tambahan myelografi lumbar dikombinasi dengan
H. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik umum
dan neurologis serta pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan diagnosis seawal mungkin, perlu adanya
anamnesis yang terarah yaitu:10
a. Awitan
Penyebab mekanis LBP menyebabkan nyeri mendadak yang
timbul setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi
robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan
karena penyebab lain timbul bertahap.
b. Lama dan frekuensi serangan
LBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai
beberapa bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari
sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak
nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu.
c. Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan LPB akibat gangguan mekanis atau medis terutama
terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah
atau hanya di tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri
yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi
sakroiliaka.Nyeri psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang
tetap.
d. Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan
bertambah saat aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk
memperberat nyeri. Batuk, bersin atau manuver valsava akan
memperberat nyeri. Pada penderita tumor, nyeri lebih berat atau
menetap jika berbaring.
e. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat
membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan
antara LBP dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan
intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan
nyeri radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada LBP
dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin
memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri LBP lebih banyak dari
pada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu
kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan
operatif. Gejala LBP yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh
periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu LBP yang
terjadinya secara mekanis.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan
berat, yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa
menyebabkan suatu LBP, namun sebagian besar episode herniasi
diskus terjadi setelah suatu gerakan yang relatif sepele, seperti
membungkuk atau memungut barang yang ringan.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa
menyebabkan bertambahnya nyeri LBP, yaitu duduk dan mengendarai
mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan
setiap gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-
abdominal akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan
mengejan sewaktu defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-
mekanik.Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan,
karena bisa menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti
adanya suatu keganasan ataupun infeksi.
f. Penyakit penyerta lain
Adakah keluhan nyeri di bagian tubuh lain, gangguan libido,
jika penderita seorang wanita ditanyakan adakah gangguan dalam
siklus haid, atau memakai IUD (kemungkinan inflamasi).
g. Riwayat penyakit yang dahulu dan keluarga
Diabetes Melitus, Hipertensi, penyakit jantung, hati, ginjal, paru dll
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik secara komprehensif pada pasien dengan nyeri pinggang
meliputi pemeriksaan fisik umum, evaluasi sistem neurologi dan
muskuloskeletal.5,
a. Inspeksi
Perhatikan cara berjalan, berdiri, duduk. Penderita HNP
biasanya tertatih-tatih, tungkai yang sakit dalam posisi fleksi lutut dan
panggul untuk mengurangi nyeri. Inspeksi daerah kolumna vertebralis
(thorako-lumbal dan lumbosakral), meliputi lurus tidaknya tulang
belakang, apakah terdapat lordosis, kiphosis, gibus, ataupun
deformitas. Perhatikan pula apakah ada kemiringan pelvis, biasanya
disebabkan oleh panjang tungkai yang tidak sama. Serta kedua tungkai
apakah terdapat atrofi atau tidak.
b. Palpasi
Palpasi sepanjang kolumna vertebralis (ada tidaknya nyeri
tekan pada salah satu prosessus spinosus, atau gibus/deformitas kecil
dapat teraba pada palpasi atau adanya spasme otot para vertebral).
c. Pemeriksaan neurologik
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan apakah
kasus nyeri punggung bawah adalah benar karena adanya gangguan
saraf atau karena sebab yang lain.
1) Motorik
Apakah terdapat kelumpuhan, atrofi, fasikulasi. Kalau ada kelumpuhan
segmen manayang terganggu. Kemudian dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot, tonus otot, pemeriksaan gerakan aktif dan pasif. Pemeriksaan harus
dilakukan dengan seksama dan harus dibandingkan kedua sisi untuk
menemukan abnormalitas motoris yang seringan mungkin dengan
memperhatikan miotom yang mempersarafinya.10
2) Sensorik
Pemeriksaan sensorik akan sangat subjektif karena membutuhkan
perhatian dari penderita dan tak jarang jika terjadi kekeliruan, tapi tetap
penting arti diagnostiknya dalam membantu menentukan lokalisasi lesi
HNP sesuai dermatom yang terkena. Gangguan sensorik lebih bermakna
dalam menunjukkan informasi lokalisasi dibanding motoris.10
3) Refleks
Refleks yang harus diperiksa adalah refleks di daerah Achilles dan
Patella, respon dari pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengetahui
lokasi terjadinya lesi pada saraf spinal.10
4) Tes Provokasi
a) Tes Laseque (straight leg raising)
Tungkai difleksikan pada sendi coxae sedangkan sendi lutut
tetap lurus. Saraf ischiadicus akan tertarik. Bila nyeri punggung
dikarenakan iritasi pada saraf ini maka nyeri akan dirasakan pada
sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung kaki.5
b) Tes Bragard
Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama
seperti tes lasequedengan ditambah dorsofleksi kaki. Bila nyeri
punggung dikarenakan iritasi pada saraf inimaka nyeri akan dirasakan
pada sepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari pantat sampai ujung
kaki.10
c) Tes Sicard
Sama seperti tes laseque namun ditambah dorsofleksi dari ibu
jari kaki. Bilanyeri punggung dikarenakan iritasi pada saraf ini maka
nyeri akan dirasakan padasepanjang perjalanan saraf ini, mulai dari
pantat sampai ujung kaki.10
d) Tes Patrick
Pada tes ini pasien berbaring, tumit dari salah satu kaki
diletakkan pada sendi lutut tungkai yang lain. Setelah ini dilakukan
penekanan pada sendi lutut hingga terjadi rotasikeluar. Bila timbul
rasa nyeri, maka hal ini berarti ada suatu sebab yang non
neurologikmisalnya coxitis. Tes ini dilakukan pada kedua tungkai.9
I. TATALAKSANA
1. Terapi konservatif
Terapi konservatif dilakukan apabila gejalanya ringan dan
durasinya pendek selain itu kondisi umum pasien tidak mendukung
dilakukan terapi operatif (misalnya pasien dengan hipertensi atau diabetes
melitus). Modalitas utama meliputi edukasi, penentraman hati, modifikasi
aktivitas termasuk mengurangi mengangkat beban, membengkokan badan,
memelintir badan, latihan fisioterapi harus menghindari hiperekstensi dan
tujuannya adalah untuk menguatkan otot abdominal fleksor untuk
memelihara posisi fleksi, penggunaan lumbar corset-type brace dalam
jangka pendek, analgesik sederhana (misal acetaminofen), NSAIDs,
kalsitonin nasal untuk nyeri sedang, injeksi steroid epidural untuk
mengurangi inflamasi, golongan narkotika bila diperlukan, penggunaan
akupuntur dan TENS masih kontroversi. Latihan juga sangat penting
antara lain bersepeda, treadmill, hidroterapi misalnya berenang dapat
memicu pengeluaran endorphin dan meningkatkan suplai darah ke elemen
signifikan.1,2,6,7,10
J. REHABILITASI MEDIK
a. Terapi Panas
Menurut penetrasinya, dibedakan 2 jenis:
1) Terapi panas superficial. Pada jenis terapi ini, panas hanya mengenai
kutis atau subkutis saja seperti Infra Red, hot pack, kompres air hangat,
paraffin bath.
2) Terapi panas dalam.Pada jenis ini, panas dapat menembus sampai ke
jaringan yang lebih dalam (otot, tulang, sendi).Ada 3 jenis diatermi
yaitu Micro Wave Diathermy, Short Wave Diathermy, dan Ultra Sound
Diathermy.
b. Terapi Dingin
Paling sering digunakan pada cedera musculoskeletal akut. Teknik
terapi dingin yaitu dengan cara masase es, kompresi es selama 20 menit,
menggunakan vapocoolant spray dan cryokinetics.
c. Traksi
Traksi adalah suatu teknik penerapan kekuatan tarikan pada salah satu
bagian tubuh untuk meregangkan jaringan lunak dan melebarkan ruang
sendi.Kekuatan tarikan dapat ditimbulkan secara manual, dengan baeban
dan system control, maupun secara elektromekanis.
d. Stimulasi Listrik
Yang banyak digunakan adalah TENS (Transcutaneous Electrical Nerve
Stimulation) untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot.
e. Terapi Exercise / Latihan
Beberapa latihan yang dapat diberikan pada penderita Low Back Pain
yaitu sebagai berikut :
1) Lying supine hamstring stretch
2) Knee to chest exercise
3) Pelvic tilt
4) Sitting leg stretch
5) Hip and quadriceps stretch
Edukasi
Edukasi yang dapat diberikan yaitu:
a. Kurangi berdiri terlalu lama tanpa diselingi gerakan seperti menjongkok
b. Kurangi membawa beban berat
c. Kurangi duduk terlalu lama
d. Hindari posisi menulis sambil membungkuk terlalu lama
e. Hindari tidur tanpa menggunakan alas di permukaan yang keras atau
menggunakan kasur yang terlalu empuk
f. Gunakan sepatu yang nyaman
g. Jika ingin duduk dengan jangka waktu yang lama, istirahatkan kaki
dilantai atau apa saja yang menurut anda nyaman
h. Hindari berat badan yang berlebihan
K. KOMPLIKASI
Karena lumbar stenosis lebih banyak mengenai populasi lanjut usia maka
kemungkinan terjadi komplikasi pasca operasi lebih tinggi daripada orang yang
lebih muda, selain itu juga lebih banyak penyakit penyerta pada orang lanjut
usia yang akan mempengaruhi proses pemulihan pasca operasi. Komplikasi
dibagi menjadi empat grup, infeksi, vaskuler, kardiorespirasi, dan kematian.
Kematian berkorelasi dengan usia dan penyakit komorbid. Peningkatan resiko
komplikasi yang berkaitan dengan fusi meliputi infeksi luka, DVT (deep vein
thrombosis) atau emboli paru, kerusakan saraf. Komplikasi pada graft, dan
kegagalan pada instrumen. Komplikasi laminektomi bisa terjadi fraktur pada
L. PROGNOSIS
Prognosis baik bila dekompresi adekuat, stabilitas sendi facet terjaga,
pembedahan lebih awal, pemakaian korset post-op, latihan pasca operasi.
Prognosis buruk bila terjadi dominan back pain, segmen yang terkena
multilevel, penundaan lama pembedahan, terdapat tanda defisit neurologis,
wanita, operasi sebelumnya gagal, pasien dengan penyakit sistemik
kronis.1,3,4,6,7
BAB III
KESIMPULAN
10) Anthony J. Caputy, M.D., Caple A. Spence. The role of spinal fusion in
surgery for lumbar spinal stenosis: a review. Neurosurg Focus 3 (2):Article 3,
1997