Apex
pulmonis
Bassis
pulmonis
Memiliki 3 lobus: Memiliki 2 lobus:
Lobus superior (3 segmen) Lobus superior (5 segmen)
Lobus medius (2 segmen) Lobus inferior (5 segmen)
Lobus inferior (5 segmen)
Memiliki 2 fissura: Memiliki 1 fissura:
Fissura obliqua Fissura obliqua
- Lobus Superior Inferior - Lobus Superior
- Lobus Media Inferior Inferior
Fissura horizontalis (Costa 4)
- Lobus Superior Media
5
Bangunan pada hillum: Bangunan pada hillum:
Bronchus principalis dexter A.Pulmonalis sinistra
A.Pulmonalis dextra Bronchus principalis sinister
V.Pulmonalis dextra V.Pulmonalis sinistra
Lnn.Bronchopulmonalis Lnn.Bronchopulmonalis
Lig.Pulmonale Lig.Pulmonale
6
TATA LAKSANA
Tatalaksana
7
Pada prinsipnya, tata laksana kasus hampir tenggelam adalah mengatasi gangguan
oksigenisasi, ventilasi, sirkulasi, keseimbangan asam basa, dan mencegah kerusakan sistim
saraf pusat yang lanjut. Segera setelah korban ditolong, harus dilakukan resusitasi jantung
paru. Oksigen harus diberikan secepatnya dan dilanjutkan dalam perjalanan ke rumah
sakit. Setiap menit yang dilalui tanpa pernapasan dan sirkulasi yang adekuat menurunkan
secara dramatis kesempatan luaran yang baik. Semua korban hampir tenggelam harus
dirawat di rumah sakit, bagaimanapun kondisi pasien. Pasien yang tidak bergejala harus
diobservasi, minimal selama 24 jam di rumah sakit. Kematian yang lambat dapat terjadi
akibat atelektasis yang luas, edema paru akut, dan hipoksemia setelah pasien
meninggalkan ruang gawat darurat.
Jalan napas harus bersih dari muntahan dan benda asing. Abdominal thrusts tidak
dianjurkan untuk mengeluarkan cairan dari paru. Bila diduga adanya benda asing, manuver
chest compression atau back blows lebih dianjurkan. Bila pasien dapat bernapas spontan,
berikan oksigen 100% yang dilembabkan, dengan menggunakan masker. Jika korban
tidak bernapas, ventilasi darurat segera dilakukan, setelah membersihkan jalan napas.
Pemberian oksigen selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan analisis gas darah
arteri. Spina servikal dijaga bila terdapat kemungkinan cedera tulang leher. Leher
diposisikan dalam posisi netral.
8
perburukan atau hipoksemia pada 4-8 jam setelah peristiwa tenggelam. Pemantauan suhu
inti tubuh merupakan hal penting, pengukuran terbaik dilakukan pada membrane timpani
karena berkorelasi kuat dengan suhu otak. Alat untuk menghangatkan penderita dapat
digunakan selimut penghangat atau radiant warmer.
Gejala pernapasan atau edema paru lambat yang ringan sampai berat dapat terjadi
meski awalnya penderita menunjukkan pemeriksaan fisik dan x-ray dada normal.
Sebaliknya, kebanyakan anak dengan gejala minimal saat ke UGD dapat menjadi
asimptomatik dalam 18 jam setelah tenggelam.
X-ray dada biasanya didapatkan gambaran edema antar sel atau edema alveolar.
Sebagian besar menunjukkan adanya infiltrate nodular yang berkonfluensi pada 1/3 medial
lapangan paru.
Menurut Model dan kawan-kawan, 70% kasus mengalami asidosis metabolik. Bila
pasien menunjukkan hipotensi atau tidak ada respons, dianjurkan pemberian natrium
bikarbonat dengan dosis 1 mEq/kg BB secara intravena. Jika pemeriksaan analisis gas
darah dapat dilakukan, natrium bikarbonat diberikan sesuai dengan rumus:
Jalan napas harus dibersihkan dari kotoran dan dijamin tetap terbuka. Pada korban
hampir tenggelam yang banyak menelan air, risiko aspirasi muntahan sangat besar. Oleh
karena itu, lambung harus cepat dikosongkan dengan memakai pipa nasogastrik.
Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil evaluasi PaO2, PaCO2, dan pH
darah. PaCO2 lebih dari 60 mmHg merupakan indikasi untuk melakukan bantuan
pernapasan. Bila terjadi kegagalan oksigenisasi meskipun telah diberikan oksigen, perlu
dilakukan intubasi endotrakeal. Inisial positive end-expiratory pressure (PEEP) dimulai
sekitar 5 cm H2O, dapat di naikkan bertahap hingga 10-15 cm H2O bila oksigenisasi masih
belum adekuat (target SaO2>90%).
Anak-anak korban tenggelam menunjukkan irama jantung asistol 55%, ventrikel
takikardi (VT) atau ventrikel fibrilasi (VF) 29% dan bradikardi 16%. Defibrilasi elektrik
atau kardioversi diperlukan pada korban dengan VF atau VT tanpa nadi. Obat-obatan
kardioaktif mungkin diperlukan untuk memperbaiki ritme jantung. Oksigenisasai dan
ventilasi yang adekuat merupakan syarat memperbaiki fungsi miokard. Resusitasi cairan
dan inotropik seringkali dibutuhkan untuk memperbaiki fungsi jantung dan perfusi perifer,
6
namun pada keadaan disfungsi miokard pemberian cairan yang agresif mungkin dapat
memperburuk edema paru. Infuse epinefrin (dosis 0,05-1g/kg/menit) biasanya merupakan
7
pilihan utama pada penderita dengan disfungsi jantung atau hipotensi setelah kejadian
hipoksik-iskemik, dobutamin (dosis 2-20g/kg/menit) dapat memperbaiki cardiac output pada
penderita normotensi.
Pengobatan lain yang perlu dipertimbangkan adalah pemberian bronkodilator dan
antibiotik. Jika pada pemeriksaan fisis didapatkan bronkospasme, pemberian bronkodilator
seperti aminofilin intravena atau nebulisasi agonis-2 akan memberikan hasil yang baik.
Pemberian antibiotik pada saat awal tidak dianjurkan, meskipun seringkali air yang diaspirasi
mengalami kontaminasi. Oleh karena itu perlu pemeriksaan kultur darah, kultur sputum,
jumlah lekosit, dan analisis tanda vital. Pemilihan antibiotik dilakukan berdasarkan
kultur darah atau sputum. Penggunaan obat steroid tidak dianjurkan karena tidak ada bukti
baik secara klinis maupun eksperimental yang menunjukkan bahwa
penggunaannya bermanfaat.