Anda di halaman 1dari 17

Annisa Risqi

Amaliya Putri
H2A019109
Primary Survey (penilaian awal) adalah mengatur pendekatan ke klien sehingga klien
segera dapat diidentifikasi tertanggulangi dengan efektif. Pemeriksaan primary survey (penilaian
awal) berdasarkan standar A-B-C dan D-E, dengan airway (A: jalan nafas), breathing (B:
pernafasan), circulation (C: sirkulasi), disability (D: ketidak mampuan), dan exposure (E:
penerapan). Primary survey ditujukan untuk mempersiapkan dan menyediakan metode perawatan
yang tepat dan menjaga agar tim tetap berfokus pada prioritas perawatan. Tindakan ini meliputi
penilaian jalan napas, pernapasan, sirkulasi, defisit neurologis dan pemamaparan dan juga
kontrol lingkungan

1. PRIMARY SURVEY
2. Secondary survey
Secondary survey merupakan aktivitas perawat gawat darurat dapat mengantisipasi termasuk insersi
gastic tube untuk dekompresi saluran pernafasan untuk mencegah muntah, aspirasi dan analisa laboratorium
darah, serta tim resusitasi juga melakukan suatu pengkajian head to toe yang lebih komprehensif.
Pada pengkajian secondary survey biasanya dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil Hipertropi
atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, distrimia, takikardi, fibrilasi atrial. Pada elektrokardiografi
12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran
normal dapat dijumpai pada 10% kasus gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas
ST-T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada
keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dyspnea pada
pasien sangat kecil kemungkinannya.
A. cardiac arrest
Kematian jantung mendadak atau cardiac arrest adalah
berhentinya fungsi jantung secara tiba-tiba pada seseorang yang
telah atau belum diketahui menderita penyakit jantung. Hal ini
terjadi ketika sistem kelistrikan jantung menjadi tidak berfungsi
dengan baik dan menghasilkan irama jantung yang tidak normal.
Secara klinis, keadaan henti jantung ditandai dengan tidak
adanya nadi dan tanda-tanda sirkulasi lainnya.

3. ANAMNESIS, PEMERIKSAAN FISIK, DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


(CARDIAC ARREST, SYOK HIPOVOLEMIK, PARALISIS PERIODIK
HIPOKALEMI, ASIDOSIS METABOLIK)
- Anamnesis
Pasien pasca-henti jantung umumnya mengalami koma setelah ROSC, sehingga tidak dapat memberitahukan
riwayat penyakit atau kondisi medis sebelumnya. Klinisi harus mencari sumber informasi lain dari keluarga, saksi mata,
tenaga kesehatan lain, dan rekam medis. Selain riwayat penyakit, medikasi, dan alergi obat, beberapa kunci informasi
spesifik antara lain: 1. Apakah terdapat gejala prodromal(misalnya nyeri dada, sesak napas)? 2. Apakah henti jantung
disaksikan? 3. Apakah terdapat petugas yang terlatih RJP? 4. Bagaimana irama jantung saat awal henti jantung? 5.
Berapa lama RJP dilakukan? 6. Berapa dosis obat bantuan hidup jantung lanjut yang telah diberikan.
- Pemeriksaan
Elektrokardiogram Pemeriksaan EKG 12 sadapan penting dilakukan setelah ROSC. EKG dapat memberikan
data diagnostik penyebab henti jantung. Klinisi harus dapat mengenali gambaran elevasi segmen ST (ST-elevation
myocardial infarction/ STEMI) atau gambaran iskemik akut lain yang membutuhkan reperfusi emergensi.
Pemeriksaan Laboratorium Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering ditemukan adalah gangguan
elektrolit dan asam-basa. Pemeriksaan analisis gas darah (AGD) arteri harus dilakukan setiap 6 jam selama induksi
hipotermia dan rewarming untuk menilai status asambasa dan memandu manajemen ventilator. Pemeriksaan elektrolit
serum juga setiap 6 jam selama induksi hipotermi dan rewarming.
Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan yang
disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat
disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah diare, luka
bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah satu
syok dengan angka kejadian yang paling banyak dibandingkan syok lainnya.
Pada umumnya, pasien yang menderita hypovolemic shock memiliki tekanan darah yang rendah
(dibawah 100mmHg) dan suhu tubuh yang rendah pada bagian-bagian tubuh perifer. Tachycardia (diatas
100 bpm), brachycardia (dibawah 60 bpm), dan tachypnea juga umumnya terjadi pada pasien-pasien yang
menderita hypovolemic shock. Kandungan haemoglobin yang relatif kurang (<=6g/l) pada darah juga dapat
menjadi pertanda adanya perdarahan dan dapat membantu dalam mendeteksi hypovolemic shock.

B. SYOK HIPOVOLEMIK
C. Paralisis Periodik Hipokalemi

Paralisis periodik hipokalemia adalah bentuk yang paling umum dari kelumpuhan periodic, miopati
metabolik yang ditandai oleh defek otot-otot skelet-sensitif ion channels. Serangan biasanya pada pagi hari saat
bangun tidur danberakhir dalam beberapa jam sampai beberapa hari. Umumnya mengenai otot-otot proksimal
anggota gerak bawah yang secara cepat berkembang menjadi general (diikuti oleh anggota gerak atas, badan dan
leher).
Pada pemeriksaan dijumpai refleks fisiologik menurun atau menghilang, sementara itu sensasi kulit
tetap normal. Kadar Kalium serum < 3,5 mEq/l. Biopsi otot memperlihatkan adanya vakuola yang mengandung
glikogen di dalam serabut-serabut otot selama serangan. EMG menunjukkan penurunan amplitudo unit motor
potensial & potensial polifasik meningkat jumlahnya, serta kecepatan hantar serabut saraf menurun pada saat
serangan. Di luar seranganEMG normal. EKG sesuai dengan hipokalemia
Gangguan asam basa, termasuk asidosis metabolik, merupakan gangguan homeostasis keasaman plasma. Setiap
proses yang meningkatkan konsentrasi ion hidrogen serum merupakan asidosis tertentu. Istilah acidemia digunakan untuk
mendefinisikan status asam-basa total dari pH serum. Asidosis metabolik ditandai dengan peningkatan konsentrasi ion
hidrogen dalam sirkulasi sistemik sehingga menghasilkan HCO3 serum kurang dari 24 mEq/L. Asidosis metabolik
bukanlah suatu kondisi yang jinak dan menandakan suatu kelainan mendasar yang perlu diperbaiki untuk meminimalkan
morbiditas dan mortalitas. Berbagai etiologi asidosis metabolik diklasifikasikan menjadi 4 mekanisme utama: peningkatan
produksi asam, penurunan ekskresi asam, konsumsi asam, dan kehilangan bikarbonat melalui ginjal atau gastrointestinal.

D. ASIDOSIS METABOLIK
4. Tatalaksana secara komprehensif (cardiac arrest, syok hipovolemik,
paralisis periodik hipokalemi, asidosis metabolik)
A. Cardiac Arrest
Ketika mendapati seseorang yang menunjukan gejala gejela hipovolemia maka yang pertama harua
dilakukan adalah mencari bantuan medis,sembari menunggu bantuan medis datang Berikan pertolongan
pertama pada penderita hipovolemia, perlu digaris bawahi bahwa penangan pertama yang tepat pada
penderita hipovolemia sangat dibutuhkan karena dapat menghindari kematian pada penderita. Berikut hal
hal atau langkah langkah untuk memberi pertolongan pertama pada penderita:
1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi minum
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation)
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah hipotermia pada pasien
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan memindahkan posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan pada lokasi perdarahan
dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini dilakukan untuk meminimalisir volume darah yang
terbuang. Jika dirasa perlu kain atau handuk dapat diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan dicabut hal ini ditakutkan
akan menyebabkan perdarahan hebat
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan peredaran darah. Saat akan
dipindahkan ke dalam ambulans usahakan posisi kaki tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju ambulan berulah penyangga
khusus terlebih dahulu.

B. SYOK HIPOVOLEMIK
C. Paralisis Periodik Hipokalemi
Penatalaksanaan asidosis metabolik harus mengatasi penyebab
gangguan asam basa yang mendasarinya. Misalnya, resusitasi cairan
yang memadai dan koreksi kelainan elektrolit diperlukan untuk sepsis
dan ketoasidosis diabetikum. Terapi lain yang perlu dipertimbangkan
termasuk penangkal keracunan, dialisis, antibiotik, dan pemberian
bikarbonat dalam situasi tertentu.

D. ASIDOSIS METABOLIK
5. Konsep ICU

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari Rumah Sakit yang mandiri
(instalasi di bawah direktur pelayanan) dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang
khusus dengan tujuan untuk terapi pasien - pasien yang menderita penyakit, cedera
atau penyulit - penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa
dengan prognosis dubia.
Indikasi pasien yang layak dirawat di ICU adalah: a. Pasien yang memerlukan
intervensi medis segera oleh Tim intensive care b. Pasien yang memerlukan pengelolaan
fungsi system organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat
dilakukan pengawasan yang konstan terus menerus dan metode terapi titrasi c. Pasien
sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk
mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis
KODEKI pasal 17: “Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu wujud tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.”
• pasal 17 butir 6 : “Setiap dokter yang melakukan pertolongan darurat maka kewajiban etis ini
mengalahkan pertimbanganpertimbangan etika lainnya. Dalam menjalankan kewajiban etis ini, dokter
tersebut harus dilindungi dan dibela oleh teman sejawat, mitra bestari dan/atau organisasi profesi,
pemerintah dan/atau masyarakat.”

D. ASPEK HUKUM/ETIK DALAM KEGAWATAN


Perbedaan Gawat dan Darurat
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah kondisi klien yang
meliputi:

A. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang memerlukan
penanganan dengan cepat dan tepat.

B. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan penanganan
cepat dan tepat seperti kegawatan.

C. Gawat darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa disebabkan oleh gangguan ABC
(Airway / jalan nafas, Breathing / Pernafasan, Circulation / Sirkulasi), jika tidak ditolong segera
maka dapat meninggal atau cacat
Gejala Peningkatan TIK
Gejala yang umum dijumpai pada peningkatan TIK 4 :

1. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepala terjadi karena traksi atau distorsi
arteri dan vena dan duramater akan memberikan gejala yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas,
batuk, mengangkat, bersin.

2. Muntah proyektil dapat menyertai gejala pada peningkatan TIK.

3. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus yang berhubungan dengan rongga
subarakhnoid di otak. Hal ini merupakan indikator klinis yang baik untuk hipertensi intrakranial.

4. Defisit neurologis seperti didapatkan gejala perubahan tingkat kesadaran; gelisah, iritabilitas, letargi; dan
penurunan fungsi motorik.

5. Bila peningkatan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan penggeseran jaringan otak maka akan terjadi
sindroma herniasi dan tanda-tanda umum Cushing’s triad (hipertensi, bradikardi, respirasi ireguler) muncul. Pola
nafas akan dapat membantu melokalisasi level cedera.
Daftar Pustaka

1. Little, R.D. 2008. Increased Intracranial Pressure. Clinical Paediatric emergency Medicine. Elsevier, pp. 83-88.

2. Smith, M. 2008. Monitoring Intracranial Pressure in Traumatic Brain Injury. International Anesthesia research Society, Volume 106, No.1:240-248.

3. Kim, BS., Jallo, J. 2008. Intracranial Pressure Monitoring and Management of raised Intracranial Pressure. In Neurosurgical Emergencies. Second edition. Loftus, C.B
editor. New York; AANS, pp. 11-12.

4. Padayachy, L., Figaji, A.A., Bullock, M.R. 2010. Intracranial pressure monitoring for traumatic brain injury in the modern era. Childs Nerv Syst, 26:441-452.

5. Brain Trauma Foundation, 2007. Journal of Neurotrauma, Volume 24, Suplement 1.

6. Raboel, P.H., Bartek Jr. J., Andresen, M., Bellander, B.M., Romner, B.2012. Intracranial Pressure Monitoring: Invasive versus Non Invasive Methods-A Review. Critical
care research and Practice, volume 2012.

7. Eccher, M and Suarez J.I. 2004. Cerebral Edema and Intracranial Dynamics Monitoring and Management of Intracranial Pressure. In: Critical Care Neurology and
Neurosurgery. Surez, J.I. editor. New Jersey:Humana Press. pp 45-55.

8. Lavinio, A. and Menon, D.K. 2011 Intracranial pressure: why we monitor it, how to monitor it, what to do with the number and what’s the future? Current Opinion in
Anestesiology, 24:117-123.

9. Polinsky,S., and Muck, K. 2007. Increase Intracranial Pressure and monitoring. rn.com. San Diego.

Anda mungkin juga menyukai