Hipovolemik
A. Pengertian
Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif. Kemudian diikuti perfusi jaringan
dan organ yang tidak adekuat, yang akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa
situasi kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan syok. Seseorang dengan
cidera harus dikaji segera untuk menentukan adanya syok. Penyebab syok harus ditentukan
(hipovolemik, kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).
Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis.
Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume darah, yang terjadi secara langsung karena
perdarahan hebat atau tudak langsung karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma
(misalnya, diare berat, pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan) (sherwood, ) Syok
dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya
perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau
tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan oksigen dan bisacedera.
B. Etiologi
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan
intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1. kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur
femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3. kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis
2. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison
3. Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis
C. Manifestasi klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya
volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh
merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume
yang cukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat
ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan
darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok
adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1. Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis penting
untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi
mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak dibawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada
orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
Karena sifat-sifat khas dari syok sirkulasi dapat berubah pada berbagai derajat keseriusan,
Menurut Guyton, (1997) syok dibagi dalam tida tahap utama yaitu: a. Tahap nonprogresif (atau
tahap kompensasi), sehingga mekanisme kompensasi sirkulasi normal akhirnya akan
menyebabkan pemulihan sempurna tanpa dibantu terapi dari luar. b. Tahap progresif, ketika syok
menjadi semakin buruk sampai timbul kematian. c. Tahap ireversibel, ketika syok telah jauh
berkembang sedemikian rupa sehingga semua bentuk terapi yang diketahui tidak mampu lagi
menolong penderita, meskipun pada saat itu, orang tersebut masih hidup.
E. Penatalaksanaan
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator
tambahan sesuai kebutuhan.
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan
mempertahankan perfusi jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
a) Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin
perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
b) Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan
pencocokan silang, dan hemtokrit.
c) Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah danm pencocockan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebgai
tambahan terapi komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah
telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit
sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan.
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan
dan darah sesuai ketentuan.
1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah,
denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran
koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan.
Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menytakan
perbaikan atau pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera
kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh- Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin
perlu untuk menghilangkan rasa khawatir.- Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan
penggunaan analgesik atau narkotik.- Pertahankan suhu tubuh.
1) Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh
dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi.
2) Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek
metabolik selular terhadap syok.
F. Komplikasi
G. Primari survay
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk
memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila
keadaan penderita mengijinkan.
1. Airway dan breathing prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan
cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi – kontrol perdarahan termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan
perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai
perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan
langsung pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas
bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan
menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk
dapat mengendalikan perdarahan internal.
3. disability – pemeriksaan neurologi dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk
menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan
sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan
kelainan neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral
tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak
yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan
tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.
4. Exposure – pemeriksaan lengkap setelah mengurus prioritas- prioritas untuk
menyelamatkan jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun
sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat
penting mencegah hipotermia.
5. Dilasi lambung – dikompresi.
6. Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak
dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan,
biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung
membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung
membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa
menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa
kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk
mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih
mungkin terjadi aspirasi.
7. Pemasangan kateter urin Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan
adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine.
Darah pada uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh
pada laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum
ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.
H. Skunderu survey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan
memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius
kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu lebih baik
kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan terbesar dengan cepat. Tempat
yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah atau pembulu darah
lengan bawah.
Kalau keadaan tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu
sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan
menggunakan tektik seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung
tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat tidak
bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan
penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki.
Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha
penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu
mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum
menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih prosedur atau
caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita
usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak haris diambil
setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui
posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.
I. Tersieri survey
Terapi awal cairan Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini
mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara
menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan
Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan kedua. Walaupun
NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk
terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang
baik.
Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi Cairan Na+ (mEq/L) K+ (mEq/L) Cl- (mEq/L)
Ca++ (mEq/L) HCO3 (mEq/L) Tekanan Osmotik mOsm/L Ringer Laktat 130 4 109 3 28* 273
Ringer Asetat 130 4 109 3 28: 273 NaCl 0.9% 154 – 154 – – 308
* sebagai laktat
: sebagai asetat
J. Diagnosa
SYOK HIPOVOLEMIK
MAKALAH
TUGAS PADA MATA KULIA METEDOLOGI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SMESTER 2
DISUSUN OLEH
TRI PRATIWI NPM 13142013326
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran allah swt. Yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ syok hipovolemik” tepat pada waktu
nya. Mahkalah ini sebagai salah SATU ugas indipidu dari mata kulia metedologi keperawatan
syok hipovolemik pada Program Studi Ilmu Keperawatan Bina Husada Palembang.
Dalam pembuatan makalah ini saya mengucapkan terimakasi kepada dosen pembimbing yang
telah membimbing dalam penyelesaian makalah ini. Penulisan makalh ini tidak luput dari banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun teknik penyusunan, sehingga
Kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini,
Harapan penulis semoga makalh ini dapat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan dan bagi
siapa saja yang membacanya.
Palembang, 22 maret 2014
Tri pratiwi
1.1.1 Definisi
Syok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan
cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume
intraventrikel kiri pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah
jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari
pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin
memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang
hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan
cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus.
Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena dieresis yang
berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau
peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah
mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respon tubuh terhadap perdarahan
tergantung pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila volume intravaskuler berkurang,
tubuh akan selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan
mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit akan terjadi perubahan-
perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron, system ADH, dan system
saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan
volume intravascular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit)
dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan
adalah menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial. Bila deficit volume
intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi deficit
interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang
berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan
kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.
a) DERAJAT SYOK
1. Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya
perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin
normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2. Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak
dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini
terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran
relatif masih baik.
3. Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk
menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda
hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
1.1.2 Etiologi
Syok hipovolemik disebabkan oleh penurunan volume darah efektif. Kekurangan volume
darah sekitar 15 sampai 25 persen biasanya akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik;
sedangkan deficit volume darah lebih dari 45 persen umumnya fatal. Syok setelah trauma
biasanya jenis hipovolemik, yang disebabkan oleh perdarahan (internal atau eksternal) atau
karena kehilangan cairan ke dalam jaringan kontusio atau usus yang mengembang kerusakan
jantung dan paru-paru dapat juga menyokong masalah ini secara bermakna. Syok akibat
kehilangan cairan berlebihan bias juga timbul pada pasien luka bakar yang luas (john
a.boswick,1998:44).
Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan i 1) Kehilangan darah atau
syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura
limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2) Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500–1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000–1500 ml perdarahan.
3) Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan
gastroenteritis.
Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan
oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan
menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah
pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi
oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan
penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.
1.1.3 Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi :
1.1.4 Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan
perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi
dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi
meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase
kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan
filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga
menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor
utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah
menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return)
menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat
terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak.
Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan
penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi
bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC
bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik.
Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan
asam karbonat di jaringan.
1.1.5 Patoplow
Kecelakan
Perdarahan
Kehilangan cairan
Hipovelemik
Syok hipovelemik
Kematian
Kontaktilitas
Jantung
Ketidak
seimbangan ventilasi suplai o2 kejaringan
Sesak nevrotransimiter
BPH
Ganguan pertukaran gas
Saraf aferen
thalamus
Intoleransi aktivitas
reseptor
Nyeri
1. Pada anamnesis Pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin
hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya,
cari : Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut), Riwayat
penyakit jantung (sesak nafas), Riwayat infeksi (suhu tinggi), Riwayat pemakaian obat
( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan fisik Kulit
3. Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok
berlanjut terjadi hipovolemia). Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada
Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
4. Tekanan darah
5. Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang
sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septic)
6. Status jantung
7. Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba.
8. Status respirasi
9. Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat
(pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
10. Status Mental
11. Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor
sampai koma. Fungsi Ginjal Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
12. Fungsi Metabolik
13. Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai
alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea.
Sirkulasi Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok
kardiogenik.Keseimbangan
asam basa Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea,
penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru). Pemeriksaan Penunjang Darah (Hb,
Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
Analisa gas darah, EKG.
1. Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan
ventilator tambahan sesuai kebutuhan.
2. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan
mempertahankan perfusi jaringan.
1) Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak
sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi
petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk
penggantian volume cairan darurat.
2) Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih
kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan
hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.
Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin
perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik;
penekanan pada penggantian volume.
Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan
pencocokan silang, dan hemtokrit.
Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang
memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis
pasien.
3) Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati
komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk
pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai
tambahan terapi komponen darah.
4) Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah
telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
5) Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit
sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
6) Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan
dan darah sesuai ketentuan.
1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine
menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah,
denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran
koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan.
Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan
perbaikan atau pentimpangan pasien.
4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong
aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera
kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk
meningkatkan kerja kardiovaskuler.
6. Dukung mekanisme devensif tubuh
1) Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa
khawatir.
2) Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.
3) Pertahankan suhu tubuh.
1.1.8 Komplikasi
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia.
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
Respon Vaskuler
Oksigen melekat pada molekul hemoglobin dalam sel-sel darah merah dan dibawa ke sel-sel
tubuh melalui darah. Jumlah oksigen yang dikirimkan ke sel-sel bergantung pada aliran darah ke
area spesifik dan pada konsentrasi oksigen. Darah secara continue didaur ulang kembali melalui
paru-paru untuk direoksigenasi dan untuk menyingkirkan produk-produk akhir metabolism
seluler seperti karbondioksida. Otot jantung memberikan pompa yang dikeluarkan untuk
mengeluarkan darah segar yang dioksigenasi ke luar jaringan tubuh. Vaskulatur dapat berdilatasi
dan berkontraksi sesuai dengan mekanisme pengatur pusat dan local. Mekanisme pengaturan
pusat menyebabkan dilatasi dan konstriksi vaskuler untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat. Mekanisme pengaturan local, disebut sebagai otoregulasi, menyebabkan
vasodilatasi/vasokontriksi dalam berespon terhadap bahan kimia yang dilepaskan oleh sel-sel
yang mengkomunikasikan kebutuhannya akan oksigen dan nutrient.
Pengaturan Tekanan Darah
Tiga komponen utama system sirkulatori yaitu: volume darah, pompa jantung, dn vaskulatur
harus berespon secara efektif terhadap kompleks system umpan balik neural, kimiawi, dan
hormonal untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat dan akhirnya memberikan perfusi
jaringan.
Mekanisme utama yang mengatur tekanan darah melalui baroreseptor (tekanan darah)
terletak pada sinus karotis dan arkus aorta. Reseptor tekanan ini menghantarkan impuls ke pusat
saraf simpatik yang terletak di medulla otak. Pada kejadian turunnya tekanan darah, ketokolamin
(epinefrin dan norepinefrin) dilepaskan dari medulla adrenal yang menyebabkan peningkatan
frekuensi jantung dan vasokontriksi, dengan demikian memulihkan tekanan darah.
Maka dapat disimpulkan bahwa volume darah yang adekuat, pompa jantung yang efektif dan
vaskulatur yang efektif penting untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan. Jika
salah satu dari ketiga komponen ini gagal, tubuh dapat mengkompensasi dengan meningkatkan
kerja kedua komponen lain. Jika mekanisme kompensasi tidak mampu lagi mengkompensasi
system yang gagal, maka jaringan tubuh tidak memperoleh perfusi yang adekuat dan syndrome
syok dimulai. Kecuali jika intervensi cepat dilakukan, syok akan berlanjut dan menyebabkan
kegagalan organ dan kematian (Brunner & Suddarth,2001)
1. Primari survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa dan
meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk
memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,
produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila
keadaan penderita mengijinkan. Metode pengkajian dalam primary survey ini yaitu: cepat, ermat,
dan tepat yang dilakukan dengan melihat (look), mendengar (listen), dan Merasakan (feel).
a) Airway dan breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran ventilasi
dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari
95%.
Airway (jalan napas):
Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau melihat
yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi: (hipoksemia),
penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat bernapas (see saw-
rocking respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan bibir (sianosis), adanya
sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat ada tidaknya darah. Tahapan
kedua yaitu listen atau mendengar, yang didengar yaitu bunyi napas. Ada dua jenis suara napas
yaitu suara napas tambahan obstuksi parsial, antara lain: snoring, gurgling, crowing/stidor, dan
suara parau(laring) dan yang kedua yaitu suara napas hilang berupa obstruksi total dan henti
napas. Terakhir yaitu Feel, pada tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari
lubang hidung pasien.
Breathing (bernapas):
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya. Pada
tahap listen( mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara tambahan napas.
Tahap terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas, lakukan perkusi, dan
pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.
nevrotransmiliter BPH
saraf aferen
thalamus
saraf feren
reseptor
nyeri
perpusi
sesak
ketidak seimbangan
ventilasi
pe suplai o2kejaringan
kelemahan
intoleransi
aktivitas
1.2.3 Diagnosa keperawatan
Nyeri berhubungan dengan kontaksilitas jantung di tandai dengan syok hipovelemik
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi perfusi
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Ganguan pertukaran gas 1.menregion thorak pada klien S:klien mengatakan tidak
berhubungan dengan (kesimetrisan dada kanan dan ada lgi benjolan
ketidakseimb angan dada kiri ) O:klian dapat menghindari
ventilasi perfusi 2. menregion thorak klien (ada aktivitas yang mengakibat
tidakkah benjolan pada dada) kan bahaya bagi kesehatan
3.menregion thorak pada klien klien
4.menregion thorak klien (suara A: masalh teratasi
mengi pada thorak) P:intervensi di hentikan
5. membantu pasien dalam posisi
semi powler
6.memberi tau keluarga klien
untuk tidak banyak beraktifitas
7.memberi oksigen sesuwai
indikasi
http://www.blogdokter.net/2010/06/20/memahami-tanda-dan-gejala-syok-anafilaktik/.
http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-hipovolemik/