Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN SYOK HIPOVOLEMIK


DI RUANG KENCANA
RS. CIREMAI KOTA CIREBON

Nama : Akhmad
NIM : CKR0220169

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2024
A. Syok Hipovolemik

I. Definisi

Syok adalah kondisi hilangnya volume darah sirkulasi efektif.

Kemudian diikuti perfusi jaringan dan organ yang tidak adekuat, yang

akibat akhirnya gangguan metabolik selular. Pada beberapa situasi

kedaruratan adalah bijaksana untuk mengantisipasi kemungkinan

syok. Seseorang dengan cidera harus dikaji segera untuk menentukan

adanya syok. Penyebab syok harus ditentuka (hipovolemik,

kardiogenik, neurogenik, atau septik syok).(Bruner & Suddarth,2002).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi

yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi

jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis (Toni

Ashadi,2006).Syok hipovolemik diinduksi oleh penurunan volume

darah, yang terjadi secara langsung karena perdarahan hebat atau tidak

langsung karena hilangnya cairan yang berasal dari plasma (misalnya,

diare berat, pengeluaran urin berlebihan, atau keringat berlebihan).

(Bruner & Suddarth,2002).

Syok dapat didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang

menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.

Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan atau tidak

adekuatnya aliran darah ke jaringan. Jaringan akan kekurangan

oksigen dan bisacedera.(Az Rifki, 2006).


II. Etiologi

Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat

disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

a) kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang

mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan

kehamilan ektopik terganggu.

b) trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung

kehilangan darah yang besar. Misalnya: fraktur humerus

menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur

menampung 1000-1500 ml perdarahan.

c) kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena

kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:

1) Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis

2) Renal: terapi diuretik, krisis penyakit addison

3) Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis

III. Manifestasi Klinis

Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia,

kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya

berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor

kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat dengan mudah

mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang

vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup

besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut,
masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang

cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).

Apabila syok talah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada

keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak

segera kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah

menurut (Toni Ashadi, 2006) adalah:

a) Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan

pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi

jaringan.

b) Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah

respon homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan

kecepatan aliran darah ke homeostasis penting untuk

hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi

berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

c) Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh

darah sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah

faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah.

Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan

arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.

d) Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok

hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin

kurang dari 30ml/jam


IV. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada syok hipovolemik menurut (Tambunan

Karmell, 1990.) adalah sebagai berikut:

a) Mempertahankan Suhu Tubuh Suhu tubuh dipertahankan dengan

memakaikan selimut pada penderita untuk mencegah kedinginan

dan mencegah kehilangan panas. Jangan sekali-kali memanaskan

tubuh penderita karena akan sangat berbahaya.

b) Pemberian Cairan

1) Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,

mual-mual, muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya

aspirasi cairan ke dalam paru.

2) Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi

atau dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala

(otak).

3) Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan

tidak ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan

bila penderita menjadi mual atau muntah.

4) Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan

pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk

mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan

intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk

meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.


5) Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus

seimbang dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin

diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan yang hilang,

darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air

harus diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan

berupa air dan elektrolit harus diganti dengan larutan isotonik.

Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan kristaloid

memerlukan volume 3–4 kali volume perdarahan yang hilang,

sedang bila menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah

yang sama dengan jumlah perdarahan yang hilang. Telah

diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi

dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah

lengkap.

6) Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah

pemberian cairan yang berlebihan.

7) Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan

ketat, mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan

organ majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan

pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, “Swan

Ganz” kateter, dan pemeriksaan analisa gas darah.

V. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada syok hipovolemik menurut Az

Rifki, (2006) adalah sebagai berikut:


a) Gagal jantung Gagal ginjal

b) Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)

c) Kerusakan otak irreversible

d) Dehidrasi kronis

e) Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular

Coagulation)

B. PENGKAJIAN

I. Primari survay

Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera

yang mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E.

Mencatat tanda vital awal (baseline recordings) penting untuk

memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa

adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.

Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan

penderita mengijinkan.

1. Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten

dengan cukupnya pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan

tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih

dari 95%.

2. Sirkulasi - kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan

perdarahan yang jelas terlihat, memperoleh akses intra vena yang


cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar

biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat

pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat

digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang

pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu

resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan

jumlah cairan resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan

operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.

3. disability – pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk

menentukan tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil,

fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat dalam

menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi

dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral

tidak selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin

mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan

oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat

dianggap berasal dari cidera intra kranial.

4. Exposure – pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan

jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun

sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari cidera. Bila

menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.


5. Dilasi lambung – dikompresi.

Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma,

khususnya pada anak-anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau

disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan, biasanya berupa

bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi

lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang

tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi

lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal.

Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau

pipa kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya

pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun

penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.

6. Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin

akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan

memantau produksi urine. Darah pada uretra atau prostad pada

letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki

merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra

sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.

II. Sekundery survey

Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling

baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran

besar (minimun 16 gaguage) sebelum dipertimbangkan jalur vena


sentral kecepatan aliran berbanding lirus dengan empat kali radius

kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille).

Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat

memasukkan cairan terbesar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa

adalah lengan bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau

keadaan tidak memungkunkan pembulu darah periver, maka

digunakan akses pembulu sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau

vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik

seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki,

tergantung tingkat ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena

sentral didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan dengan

sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan

penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus

diubah atau diperbaiki.

Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang

serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral,

yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin

sudah tidak stabil.Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik

penempatan jarum intra-osseus harus dicoba sebelum menggunakan

jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih

prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan

dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah

untuk jenis dan crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai,

pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.

Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak

haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena

jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian

kemungkinan terjadinya pneumo atau hemotorak.

III. Tersieri survey

Terapi awal cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal.

Jenis cairan ini mengisi intravaskuler dalam wakti singkat dan juga

menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikan kehilangan

cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler. Larutan

Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah

pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan

terbaik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis

hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya

kurang baik.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.

2. Perubahan perfusi jaringn b/d penurunan suplay darah ke jaringan.

3. Nyeri b/d trauma hebat.

4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.


5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.

6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai

pengobatan.

D. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

N DIAGNOS TUJUAN INTERVENSI

O A

1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Evaluasi frekuensi

pola nafas keperawatan diharapkan pola pernafasan dan

tidak nafas klien kembali normal, kedalaman. Catat

efektif b/d dengan kriteria hasil: upaya pernafasan,

penurunan  Area paru bersih contoh adanya

ekspansi  Bebas sianosis dan tanda atau dispnea, penggunaan

paru gejala lain dari hipoksia alat bantu nafas

dengan bunyi nafas sama  Tinggikan kepalat

secara bilateral empat tidur, letakkan

pada posisi duduk

tinggi atau semi

fowler

 Dorong pasien untuk

berpartisipasi selama

nafas dalam, gunakan

alat bantu (meniup

botol), dan batuk


sesuai indikasi

 Auskultasi bunyi

nafas. Catat area yang

menurun/ tidak ada

bunyi nafas dan

adanya bunyi

tambahan, contoh

krekels atau ronchi

 Beri bantuan

ventilator tambahan

sesuai kebutuhan.

Kolaborasi :

 Catat respon terhadap

latihan nafas dalam

atau pengobatan

pernafasan lain, catat

bunyi nafas

(sebelum

/sesudahpengobatan)

2 Perubahan Setelah dilakukan tindakan  Awasi tanda vital,

perfusi keperawatan diharapkan klien palpasi nadi perifer,

jaringan b/d dapat: perhatikan kekuatan

penurunan  Klien menunjukkan perfusi dan kesamaan


suplay jaringan yang adekuat  Lakukan pengkajian

darah ke  Nadi dapat teraba neurovaskuler

jaringan  Kulit hangat dan kering periodic, contoh

 Sensasi normal sensasi, gerakan, nadi,

warna kulit dan suhu.

 Berikan tekanan

langsung pada sisi

perdarahan, bila

terjadi perdarahan.

Hubungi dokter

dengan segera

 Kaji aliran kapiler,

warna kulit dan

kehangatan

Kolaborasi

 Berikan cairan IV/

produk darah sesuai

indikasi

 Awasi pemeriksaan

laboratorium, contoh:

Hb/Ht

3 Nyeri b/d Nyeri berkurang dengan kriteria  Pertahankan

trauma hasil: imobilisasi pada


hebat  TTV dalam batas normal bagian yang sakit

 Sensasi nyeri berkurang dengan tirah baring,

 Menunjukan perasaan santai pembebat.

dan nyaman dengan istirahat  Tinggikan dan dukung

yang tepat ekstremitas yang

terkena

 Evaluasi keluhan

nyeri, perhatikan

lokasi dan

karakteristik termasuk

intensitas

 Dorong menggunakan

teknik manajemen

stress, ex: relaksasi

progresif, latihan

nafas dalam

 Sedikit adanya

keluhan nyeri yang

tidak biasa atau tiba-

tiba

Kolaborasi

 Berikan obat sesuai

indikasi narkotik dan


analgesik non

narkotik NSAID

injeksi (toradol,

flekseril)

 Berikan analgesik

yang dikontrol

4 Gangguan Setelah dilakukan tindakan  Awasi tanda vital,

keseimbang keperawatan diharapkan CVP perhatikan

an cairan menunjukkan perbaikan pengisian kapiler dan

b/d mual keseimbangan cairan kekuatan nadi perifer

muntah  Awasi pemasukan dan

pengeluaran cairan.

 Perhatikan

karakteristik dan

frekuensi muntah juga

kejadian yang

menyertai atau

pencetusnya.

 Tingkatkan

pemasukan cairan

sampai 3 – 4 liter /

hari dalam toleransi

 Berikan penggantian
cairan IV yang

dihitung elektrolit,

plasma, albumin.

Kolaborasi :

 Berikan obat sesuai

indikasi : anti emetik,

contoh :

proklorparazin

( compazin).

5 Gangguan Setelah dilakukan asuhan  Awasi pemasukan dan

polaelimina keperawatan selama 1x 24 jam pengeluaran serta

si urine b/d diharapkan klien tidak karakteristik urin

Oliguria mengalami gangguan eliminasi  Tentukan pola

urin .dengan kriteria hasil: berkemih normal

Ø Berkemih dengan jumlah pasien dan perhatikan

normal dan pola biasanya variasi.

Ø Tidak mengalami tanda  Dorong meningkatkan

obstruksi pemasukan cairan

yang adekuat

Kolaborasi

 Pertahankan patensi

kateter tidak menetap

(ureteral, uretra atau


nefrostomi) bila

menggunakan

 Berikan obat sesuai

indikasi, contoh:

asetazolamid

(diamox), Alupurinol

(ziloprim).

 Irigasi dengan asam

sesuai indikasi

6 Kurangnya Setelah dilakukan tindakan  Kaji ulang prognosis

pengetahua keperawatan, diharapkan pasien dan harapan yang

n b/d memahami tentang pengobatan akan datang

kurangnya dengan kriteria hasil sebagai  Tentukan apakah

informasi berikut: pasien mengetahui

mengenai Ø Klien menyatakan kondisi, tentang kondisi

pengobatan prognosis, dan pengobatan dirinya.

Ø Klien dapat melakukan  Identifikasi tanda /

dengan benar prosedur yang gejala yang

diperlukan dan menjelaskan memerlukan evaluasi

alasan tindakan medik

 Anjurkan penghentian

merokok

 Jaga agar klien


mendapatkan

informasi yang benar

tentang penyakitnya

 Peragakan penerapan

terapi yang

diprogramkan.

DAFTAR PUSTAKA

Toni Ashadi, (2006). Syok Hipovolemik. (online). Http:// www. Medicastore.

Com/med/.detail-pyk. Phd?id. (diakses 12 Desember 2006).

Az Rifki, (2006). Kontrol terhadap syok hipovolemik. (online).Http://www.

Kalbefarma. Com / file/cdk/15 penatalaksanaan. (diakses 12 Desember

2006).
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC,

Jakarta.

Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler.

2002. Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.

Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta

Sibuea, W. H., M. M. Panggabean, dan S. P. Gultom. 2005. IlmuPenyakit

Dalam. Cetakan Kedua. Jakarta: Rineka Cipta.

Tambunan Karmell., et. All., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat

Darurat., FKUI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai