Anda di halaman 1dari 7

1.

Definisi
Syok merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup kelompok
keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik (Price & Wilson, 2006). Syok dapat
didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang menyebabkan tidak adekuatnya
perfusi dan oksigenasi jaringan. Bahaya syok adalah tidak adekuatnya perfusi ke jaringan
atau tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan.
Syok hipovolemik didefinisikan sebagai penurunan perfusi dan oksigenasi
jaringan disertai kolaps sirkulasi yang disebabkan oleh hilangnya volume intravaskular
akut akibat berbagai keadaan bedah atau medis (Greenberg, 2005). Syok hipovolemik
terjadi apabila ada defisit volume darah 15%, sehingga menimbulkan ketidakcukupan
pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan dan penumpukan sisa-sisa metabolisme sel.
Berkurangnya volume intravaskular dapat diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh
secara akut atau kronik, misalnya karena oligemia, hemoragi, atau kebakaran. Syok
hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum ditandai dengan penurunan volume
intravascular. Cairan tubuh terkandung dalam kompartemen intraselular dan ekstraseluler.
Cairan intra seluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total sedangkan cairan tubuh
ekstraseluler ditemukan dalam salah satu kompartemen intravascular dan intersisial.
Volume

cairan

interstitial

adalah

kira-kira

3-4x

dari

cairan

intravascular.

Syok hipovolemik terjadi jika penurunan volume intavaskuler 15% sampai 25%.
2. Epidemiologi
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya
5 juta kematian diseluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami
syok hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengkap mencapai 6%.
Sedangkan angka kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah
sakit dengan peralatan yang kurang memadai mencapai 36% (Diantoro, 2014).
Syok hipovolemik juga terjadi pada wanita dengan perdarahan karena kasus
obstetri, angka kematian akibat syok hipovolemik mencapai 500.000 per tahun dan 99%
kematian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagian besar penderita syok
hipovolemik akibat perdarahan meninggal setelah beberapa jam terjadinya perdarahan
karena tidak mendapat penatalaksanaan yang tepat dan adekuat. Diare pada balita juga
meruapakan salah satu penyebab terjadinya syok hipovolemik. Menurut WHO, angka
kematian akibat diare yang disertai syok hipovolemik pada balita di Brazil mencapai

800.000 jiwa. Sebagian besar penderita meninggal karena tidak mendapat penanganan
pada waktu yang tepat (Diantoro, 2014).
3. Etiologi
Etiologi syok hipovolemik menurut (Price & Wilson, 2006) :
a. Perdarahan
b. Kekurangan cairan akibat muntah, diare, dehidrasi, diabetes militus, diabetus
insifidus, kekurangan korteks adrenal, peritonitis, pancreatitis, luka bakar, asites,
adenoma vilosa
Syok hipovolemik yang disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah secara akut (syok
hemoragik) sampai saat ini merupakan salah satu penyebab kematian di negara-negara
dengan mobilitas penduduk yang tinggi. Salah satu penyebab terjadinya syok hemoragik
tersebut diantaranya adalah cedera akibat kecelakaan (Lupy, Kumaat, & Mulyadi, 2014).
Menurut Sudoyo et al. (2009), penyebab syok hipovolemik, antara lain:
1) Kehilangan darah
- Hematom subkapsular hati
- Aneurisma aorta pecah
- Perdarahan gastrointestinal
- Trauma
2) Kehilangan plasma
- Luka bakar luas
- Pankreatitis
- Deskuamasi kulit
- Sindrom Dumping
3) Kehilangan cairan ekstraselular
- Muntah (vomitus)
- Dehidrasi
- Diare
- Terapi diuretik yang agresif
- Diabetes insipidus
- Insufisiensi adrenal
4. Patofisiologi
5. Klasifikasi
Klasifikasi syok hipovolemik berdasarkan dari jumlah kehilangan cairan (diare, muntahmuntah atau luka bakar), bisa berakibat dehidrasi. Derajat dehidrasi:
Tanda klinis Ringan
Defisit
3-5%
Hemodinamik Takikardi,
lemah
Jaringan

Lidah

Sedang
6-8%
nadiTakikardi,
lemah,

nadi

Berat
>10%
sangatTakikardi, nadi tak

volume

kolaps,teraba, akral dingin,

hipotensi ortostatik
sianosis
kering,Lidah keriput, turgorAtonia, turgor buruk

turgor turun
pekat
mengantuk

Urine
SSP

kurang
Jumlah turun
apatis

oliguria
coma

Klasifikasi syok hipovolemik akibat dari perdarahan yaitu:


Variabel

Kelas I

Sistolik (mmHg)

>110

Nadi (x/mnt)
Napas (x/mnt)
Mental
Kehilangan darah

<100
16
Anxious
<750 ml
<15%

Kelas II

Kelas III

Kelas IV

>100

>90

<90

>100
16-20
Agitated
750-1500 ml
15-30%

>120
>140
21-26
>26
Confused
Lethargic
1500-2000 ml >2000 ml
30-40%
>40%

6. Gejala Klinis
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi
premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan
kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respon kompensasi. Pasian muda dapat
dengan

mudah

mengkompensasi

kehilangan

cairan

dengan

jumlah

sedang

vasokontriksinya dan takikardia. Kehilangan volume yang cukup besar dalam waktu
lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan
kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. (Toni Ashadi, 2006).
Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera
kembali dalam beberapa menit. Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006
adalah:
1. Kilit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke homeostasis
penting untuk hopovolemia.peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik
dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam

mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan


selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria
pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masi tidak berubah,
kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama.
Karena autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi.
Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada demam berdarah
dengue atau diare dengan dehidrasi akan hemokonsentrasi.
b. Urin
Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin meningkat >1,020.
Sering didapat adanya proteinuria dan toraks
c. Pemeriksaan gas darah
pH, PaO2, dan Hco3 darah menurun,. Bila proses berlangsung terus maka proses
kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan
dengan makin menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3.
Terdapat perbedaan yang lebih jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
d. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada syok seringkali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalsemia pada penderita dengan asidosis.
e. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada syok terutama bila ada tandatanda gagal ginjal.
f. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang dilakukan hanya pada
penderita-penderita yang dicurigai
g. Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan untuk menentukan penyakit primer
penyebab
8. Kriteria Diagnosis
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan tanda berupa ketidakstabilan
hemodinamik dan ditemukan adanya sumber perdarahan (Baren et al., 2009).
Ketidakstabilan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik berupa

penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan tahanan pembuluh


darah, dan penurunan tekanan vena sentral (Leksana, 2015).
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada syok hipovolemik meliputi penilaian ABC, yaitu pada
airway dan breathing, pastikan jalan napas paten dengan ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat. Pemberian oksigen tambahan dapat diberikan untuk mempertahankan saturasi
oksigen di atas 95%. Pada circulation, hal utama yang perlu diperhatikan adalah kontrol
perdarahan yang terlihat, lakukan akses intravena, dan nilai perfusi jaringan (American
College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Akses intravena dilakukan dengan memasang 2 kateter intravena ukuran besar
(minimal nomor 16) pada vena perifer. Lokasi terbaik untuk intravena perifer pada orang
dewasa adalah vena di lengan bawah atau kubiti. Namun, bila keadaan tidak
memungkinkan pada pembuluh darah perifer, maka dapat digunakan pembuluh darah
sentral. Bila kaketer intravena sudah terpasang, contoh darah diambil untuk pemeriksaan
golongan darah dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai, dan tes
kehamilan pada semua wanita usia subur. (American College of Surgeons Committee on
Trauma, 2008).
Setelah akses intravena terpasang, selanjutnya dilakukan resusitasi cairan. Tujuan
resusitasi cairan adalah untuk mengganti volume darah yang hilang dan mengembalikan
perfusi organ (Kelley, 2005). Tahap awal terapi dilakukan dengan memberikan bolus
cairan secepatnya. Dosis umumnya 1-2 liter untuk dewasa. Cairan resusitasi yang
digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau Ringer Laktat. Pemberian cairan terus
dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda vital dan hemodinamik (Hardisman,
2013). Jumlah darah dan cairan yang diperlukan untuk resusitasi sulit diprediksi dalam
evaluasi awal pasien.
Jika setelah pemberian cairan tidak terjadi perbaikan tanda-tanda hemodinamik,
maka dapat dipersiapkan untuk memberi transfusi darah (Harisman, 2013). Tujuan utama
transfusi darah adalah untuk mengembalikan kapasitas angkut oksigen di dalam
intravaskular (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008). Untuk
melakukan transfusi, harus didasari dengan jumlah kehilangan perdarahan, kemampuan
kompensasi pasien, dan ketersediaan darah. Jika pasien sampai di IGD dengan derajat
syok yang berat dan golongan darah spesifik tidak tersedia, maka dapat diberikan tranfusi

darah dengan golongan O. Golongan darah spesifik biasanya dapat tersedia dalam waktu
10-15 menit (Kelley, 2005).
Evaluasi harus dilakukan untuk melihat perbaikan pasien syok hipovolemik.
Jumlah produksi urin merupakan indikator yang cukup sensitif dari perfusi ginjal karena
menandakan aliran darah ke ginjal yang adekuat. Jumlah produksi urin yang normal
sekitar 0,5 ml/kgBB/jam pada orang dewasa (American College of Surgeons Committee
on Trauma, 2008). Defisit basa juga dapat digunakan untuk evaluasi resusitasi, prediksi
morbiditas serta mortalitas pada pasien syok hipovolemik (Privette & Dicker, 2013).
10. Komplikasi
Komplikasi dari syok hipovolemik meliputi sepsis, sindrom gawat napas akut, koagulasi
intravaskular diseminata, kegagalan multiorgan, hingga kematian (Greenberg, 2005).
Dapus :
Price, S., & Wilson. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ed. 6. Jakarta:
EGC.
Diantoro, D.G. (2014). Syok Hipovolemik. RSUD Margono Soekarjo.
Lupy, I.K., Kumaat, L.T., Mulyadi. (2014). Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Syok
Hipovolemik dengan Penatalaksanaan Awal Pasien di Instalansi Gawat Darurat RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado.
Kelley, D.M. (2005). Hypovolemic Shock: An Overview. Critical Care Nursing Quarterly.
28(1): 2-19.
Leksana, E. (2015). Dehidrasi dan Syok. CDK-228. 42(5): 391-394.
Greenberg, M.I. (2005). Hypovolemic Shock. In: Greenberg's Text Atlas of Emergency Medicine.
Philadelphia: Lippicott Williams & Willkins.
Hardisman. (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2(3): 178-182.

American College of Surgeons Committee on Trauma. (2008). Shock. In: Advanced Trauma Life
Support for Doctors (Student Course Manual). 8th Edition. USA: American College of
Surgeons.
Baren, J.M., Rothrock, S.G., Brennan, J.A., & Brown, L. (2007). Circulatory Emergencies:
Shock. In: Pediatric Emergency Medicine. 1st Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
Privette, A. R. and Dicker, R. A. (2013). Recognition of Hypovolemic Shock: Using Base Deficit
to Think Outside of The ATLS Box. Critical Care. 17:124.
Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M. & Setiati, S. (2009). Syok
Hipovolemik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai