Anda di halaman 1dari 19

Referat

SYOK SIRKULASI

oleh:
Rani Iswara, S.Ked

04054821517009

Audy Andana Rosidi, S.Ked04084821618185


Syarifa Aisyah, S.Ked

04054821618018

Pembimbing:
dr. Rizal Zainal, Sp.An, KMN

DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016

Halaman Pengesahan

Judul Referat : Syok Sirkulasi

Disusun oleh :
Rani Iswara, S.Ked

04054821517009

Audy Andana Rosidi, S.Ked04084821618185


Syarifa Aisyah, S.Ked

04054821618018

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Muhammad Hoesin Palembang Periode 13
September 2016 s.d 17 Oktober 2016.

Palembang,

Oktober 2016

Pembimbing

Dr. Rizal Zainal, Sp.An, KMN

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
referat dengan judul Syok Sirkulasi sebagai salah satu syarat Kepaniteraan
Klinik di Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rizal Zainal, Sp.An, KMN
selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan dan
penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah membantu hingga selesainya
referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan referat ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di
masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat memberi manfaat bagi yang
membacanya.

Palembang,

Oktober 2016

Penulis

The New England Journal of Medicine


TERAPI KRITIS
Simon R. Finfer, M.D., dan Jean-Louis Vincent, M.D., Ph.D., Editor
Dari Departemen terapi intensif Rumah Sakit Erasme, Universitas Libre de
Bruxelles, Brussels, Belgia. The New England Journal of Medicine 31 Oktober
2013; 369; 1726-34.
SYOK SIRKULASI
Jean-Louis Vincent, M.D., Ph.D., dan Daniel De Backer, M.D., Ph.D.
Syok merupakan klinis dari kegagalan sirkulasi yang mengakibatkan
penggunaan oksigen pada sel tidak adekuat. Syok merupakan suatu kondisi yang
umumnya ditemukan di terapi kritis, terjadi pada sepertiga pasien ICU (Intensive
Care Unit). diagnosis syok ditegakkan berdasarkan klinis, hemodinamik, dan
tanda biokimia yang dapat disimpulkan menjadi tiga komponen. Pertama,
hipotensi arteri sistemik yang umumnya terjadi, tetapi hipotensi yang terjadi dapat
hanya sebatas hipotensi sedang, terutama pada pasien hipertensi kronis. Pada
orang dewasa, umumnya tekanan sistolik arteri kurang dari 90 mmHg atau
tekanan arteri rata-rata (MAP) kurang dari 70 mmHg, dengan adanya takikardi.
Kedua, terdapat tanda klinis hipoperfusi jaringan yang terlihat pada tiga jendela
pada tubuh, yaitu kulit (kulit yang dingin dengan vasokonstriksi dan sianosis
merupakan temuan yang paling jelas terlihat pada keadaan hipoperfusi), ginjal
(output urin <0,5 ml/kgBB/jam), dan neurologis (perubahan kesadaran yang
biasanya berupa penurunan kesadaran, disorientasi, dan kebingungan). Ketiga,
hiperlaktatemia yang biasanya terjadi menunjukkan metabolisme oksigen sel yang
abnormal. Kadar laktat darah normalnya sekitar 1 mmol/L, tetapi kadar ini dapat
meningkat (>1,5 mmol/L) pada kegagalan sirkulasi akut.
MEKANISME PATOFISIOLOGI
Syok disebabkan oleh empat mekanisme patofisiologi; hipovolemia (dari
kehilangan cairan internal ataupun eksternal), faktor kardiogenik (seperti infark

miokardium akut, kardiomiopati tahap akhir, penyakit katup jantung tahap lanjut,
miokarditis, atau aritmia jantung), obstruksi (seperti emboli pulmonal, tamponade
jantung, atau tension pneumothorax), atau faktor distributif (seperti sepsis berat
atau anafilaksis karena lepasnya mediator inflamasi). Tiga mekanisme pertama
ditandai dengan penurunan cardiac output dan transport oksigen yang tidak
adekuat. Pada syok distributif, defisit utama terletak pada perifer dengan
penurunan resistensi vaskuler dan perubahan pengambilan oksigen. Umumnya,
pada kasus syok distributif, cardiac output tinggi, namun cardiac output dapat
turun karena depresi miokardium. Pasien dengan kegagalan sirkulasi akut dapat
mengalami kombinasi dari beberapa mekanisme ini. Contohnya, pasien dengan
syok distributif karena pankreatitis berat, anafilaksis, atau sepsis dapat mengalami
hipovolemia dan syok kardiogenik karena depresi miokardium.
DIAGNOSIS BANDING
Syok septik, salah satu bentuk syok distributif, merupakan bentuk syok yang
paling sering terjadi pada pasien ICU, diikuti oleh syok kardiogenik dan syok
hipovolemik; sedangkan syok obstruktif relatif jarang terjadi (Gamabar 1E dan
1C). Pada penelitian yang melibatkan 1600 pasien syok yang secara acak
mendapatkan dopamin atau norepinefrin, syok septik terjadi pada 62% pasien,
syok kardiogenik terjadi pada 16% pasien, syok hipovolemik terjadi pada 16%
pasien, tipe lain syok distributif terjadi pada 4% pasien, dan syok obstruktif terjadi
pada 2% pasien.
Jenis dan penyebab syok dapat terlihat jelas dari riwayat perjalanan
penyakit, pemeriksaan fisik, atau manifestasi klinis. Contohnya, syok yang terjadi
setelah trauma biasanya merupakan syok hipovolemik (karena kehilangan darah),
tetapi syok kardiogenik atau syok distributif juga bisa terjadi, berdiri sendiri atau
dengan kombinasi dengan syok lain, disebabkan oleh kondisi seperti tamponade
jantung atau trauma spinal. Pemeriksaan klinis secara keseluruhan, termasuk
pemeriksaan warna kulit dan suhu, distensi vena jugular, dan edema perifer.
Diagnosis dapat dibantu dengan pemeriksaan echocardiography, termasuk
pemeriksaan adanya efusi pericardium, pengukuran besar dan fungsi ventrikel kiri
dan kanan, penilaian respirasi dan dimensi vena kava, dan pengukuran integral

kecepatan- waktu aorta, pengukuran stroke volume. Jika memungkinkan,


pemeriksaan echocardiography harus segera dilakukan pada pasien yang
mengalami syok (Gambar 1A).
PENATALAKSANAAN AWAL PADA PASIEN SYOK
Pada awalnya, memperbaiki hemodinamik pada pasien syok merupakan hal
yang sangat penting untuk mencegah disfungsi dan gagal organ. Resusitasi harus
dimulai bahkan saat penyebab syok sedang dicari. Saat penyebab syok sudah
teidentifikasi, penyebab harus segera diatasi (seperti mengontrol perdarahan,
intervensi koroner perkutaneus pada sindroma koroner, trombolisis atau
embolektomi untuk emboli pulmonal masif, dan pemberian antibiotik dan
mengontrol sumber infeksi pada syok septik).
Kateter arteri harus dipasang untuk mengawasi tekanan darah arteri dan
mengambil sampel darah, serta pemasangan kateter vena sentral untuk terapi
cairan dan memasukkan agen vasoaktif, kecuali jika keadaan umum pasien
memburuk dengan cepat. Penatalaksanaan awal syok dilakukan berdasarkan
masalah penyebab syok, tujuan yang ingin dicapai sama pada semua jenis syok
meskipun terapi yang dipakai untuk mencapai tujuan bisa berbeda. Komponen
resusitasi yang penting yaitu peraturan VIP: ventilasi (pemberian oksigen), infus
(resusitasi cairan), pompa (pemberian agen vasoaktif).
Bantuan Ventilasi
Pemberian oksigen harus segera dimulai untuk meningkatkan transport
oksigen dan mencegah hipertensi pulmonal. Pulse oximetry terkadang tidak cukup
untuk menilai vasokonstriksi perifer dan target kebutuhan oksigen sehingga
dibutuhkan analisa gas darah.
Ventilasi mekanis yang berarti penggunaan sungkup bukan intubasi
endotrakeal memiliki peran yang terbatas dalam penanganan syok karena
kegagalan teknik dapat mengakibatkan henti napas dan jantung. Namun, intubasi
endotrakeal seharusnya dilakukan untuk memperoleh ventilasi mekanis invasif
pada hampir semua pasien dengan dispnea berat, hipoksemia, atau perburukan
asidemia atau asidemia menetap (pH<7,30). Ventilasi mekanis invasif memiliki

manfaat tambahan dalam mengurangi kebutuhan oksigen otot pernapasan dan


mengurangi afterload ventrikel kiri dengan meningkatkan tekanan intrathoraks.
Penurunan tekanan arteri secara tiba-tiba setelah memulai ventilasi mekanis
invasif menunjukkan adanya hipovolemia dan penurunan pengembalian darah
vena. Penggunaan agen sedatif harus lebih minimum untuk menhindari terjadinya
penurunan lebih jauh dari tekanan arteri dan cardiac output.
Resusitasi Cairan
Terapi cairan untuk meningkatkan aliran darah mikrovaskular dan
meningkatkan cardiac output merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan
syok. Bahkan pemberian cairan pada pasien dengan syok kardiogenik dapat
memberikan manfaat, karena edema akut dapat menyebabkan penurunan volume
intravaskular secara berarti. Walaupun pemberian cairan harus diawasi karena
pemberian cairan terlalu banyak dapat meningkatkan risiko edema dan
konsekuensi yang tidak diinginkan lainnya.
Pada umumnya, tujuan pemberian cairan adalah supaya cardiac output
bergantung pada preload (misalnya pada fase plateau di kurva Frank Starling),
tetapi hal ini sulit dinilai secara klinis. Pada pasien yang mendapatkan ventilasi
mekanis, tanda renspon cairan dapat dinilai secara langsung dari setiap
pengukuran stroke volume dengan menggunakan monitor cardiac output atau
secara langsung melihat variasi tekanan nadi pada pengukuran tekanan arteri.
Namun hal ini memiliki beberapa keterbatasan, terutama jika pasien mendapatkan
ventilasi dengan volume tidal yang relatif besar, tidak ada napas spontan (yang
biasanya membutuhkan pemberian sedasi atau pelumpuh otot), dan terbebas dari
aritmia dan disfungsi ventrikel kanan.

Gambar 1. Penilaian awal keadaan syok


Algoritme penilaian awal pasien syok (Gambar 1A), frekuensi relatif tipe-tipe utama syok (Gambar 1B), dan skema te
Tekanan vena sentral (CVP) dan saturasi oksigen vena campuran (SvO2).

Sebuah passive leg raising test (mengangkat kaki pasien secara pasif)
adalah metode alternatif tetapi membutuhkan respon cepat, karena efeknya
bersifat sementara. Terlepas dari uji yang digunakan, tetap ada zona di mana sulit
untuk memprediksi respon pasien terhadap resusitasi cairan intravena.
Sebuah teknik fluid-challenge harus digunakan untuk menentukan respon
pasien yang sebenarnya terhadap cairan, selain membatasi risiko efek samping.
Sebuah fluid-challenge menggabungkan empat unsur yang harus terinci dalam
perbaikan. Pertama, jenis cairan yang harus dipilih. Larutan kristaloid adalah
pilihan pertama, karena ditoleransi dengan baik dan murah. Penggunaan albumin
untuk memperbaiki hipoalbuminemia berat dapat digunakan pada beberapa
pasien. Kedua, tingkat pemberian cairan harus terinci. Cairan harus diinfus cepat
untuk menginduksi respon cepat tetapi tidak begitu cepat sehingga respon stres
buatan berkembang; biasanya, infus 300 sampai 500 ml cairan diberikan selama
periode 20 sampai 30 menit. Ketiga, tujuan dari fluid-challenge harus dijelaskan.
Pada kondisi shock, tujuannya adalah untuk peningkatan tekanan arteri sistemik,
meskipun juga bisa menjadi penurunan denyut jantung atau peningkatan output
urin. Pada akhirnya, batasan tatalaksana dapat diketahui. Edema paru adalah
komplikasi serius dari infus cairan yang paling banyak terjadi. Meskipun ini
bukan pedoman yang sempurna, namun monitor tekanan vena sentral dapat
menjadi pegangan untuk mencegah overload cairan.
Stimulasi pasien dan perubahan hal lainnya dalam terapi harus dihindari
selama uji ini. Fluid-challenge dapat diulang jika dibutuhkan tapi harus
dihentikan dengan cepat dalam kasus nonrespon untuk menghindari terjadinya
overload cairan
Agen Vasoaktif
1. Vasopressor
Jika hipotensi memburuk atau jika terus berlanjut meskipun telah
dilakukan pemberian cairan, penggunaan vasopresor diindikasikan. Pemberian
vasopressor secara sementara dapat dilakukan ketika resusitasi cairan sedang
berlangsung, dan dapat dihentikan setelah hipovolemia telah diperbaiki.
Agonis adrenergik adalah vasopresor lini pertama karena onset cepatnya,

potensi yang tinggi, dan waktu paruh yang pendek, yang memungkinkan
penyesuaian dosis mudah. Efek dari setiap jenis reseptor adrenergik memiliki
potensi menguntungkan dan efek berbahaya. Misalnya, efek -adrenergik dapat
meningkatkan aliran darah tetapi juga meningkatkan risiko iskemia miokard
sebagai hasilnya yaitu peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas. Oleh karena
itu, penggunaan isoproterenol, agen alami -adrenergik, terbatas pada pengobatan
pasien dengan bradikardia berat. Pada kasus ekstrim, efek -adrenergik akan
meningkatkan tonus pembuluh darah dan tekanan darah tetapi juga dapat
menurunkan cardiac output dan merusak aliran darah jaringan, terutama di regio
hepatosplanchnic. Karena itu, phenylephrine, agen -adrenergik yang hampir
murni, jarang diindikasikan.
Kami menganggap norepinefrin menjadi vasopressor pilihan pertama;
yang sebagian besar dipengaruhi efek -adrenergik, tetapi disederhanakan oleh adrenergik yang membantu untuk mempertahankan curah jantung. Perubahan
klinis secara umum adalah peningkatan yang signifikan pada tekanan arteri ratarata, dengan sedikit perubahan pada denyut jantung atau cardiac output. Dosis
umum adalah 0,1-2,0 mg per kilogram berat badan per menit.
Dopamin didominasi oleh efek -adrenergik pada dosis rendah dan efek adrenergik di dosis yang lebih tinggi, namun efeknya relatif lemah. Efek
dopaminergik pada dosis yang sangat rendah (<3 g per kilogram per menit,
diberikan secara intravena) mungkin terjadi dilatasi hepatosplanchnic dan
sirkulasi ginjal, namun dalam penelitian belum didapatkan efek protektif pada
fungsi ginjal, dan penggunaan rutin untuk tujuan ini tidak dianjurkan. Stimulasi
dopaminergik mungkin juga memberikan efek endokrin yang tidak diinginkan,
yaitu imunosupresi, terutama pengurangan pelepasan prolaktin.
Dalam penelitian baru-baru ini secara acak, terkontrol, doubleblind trial,
dopamin tidak punya keuntungan lebihdari norepinefrin sebagai lini pertama agen
vasopressor; Selain itu dapat menyebabkan efek aritmia yang lebih sering dan
terkait dengan peningkatan kematian dalam 28-hari akibat shock kardiogenik.
Pemberian dopamin, dibandingkan dengan norepinephrine, juga dapat
dikaitkan dengan rasio kematian yang lebih tinggi di antara pasien dengan shock

septik. Oleh karena itu, kita tidak lagi merekomendasikan dopamine untuk
pengobatan pasien dengan syok.
Epinefrin, yang merupakan agen yang lebih kuat, memiliki efek adrenergik yang dominan pada dosis rendah, dengan efek klinis -adrenergik yang
signifikan pada dosis yang lebih tinggi. Namun, pemberian epinefrin dapat
dikaitkan dengan peningkatan laju aritmia dan penurunan aliran darah splanknik
dan dapat meningkatkan tingkat laktat dalam darah, yang kemungkinan akibat dari
peningkatan metabolisme sel. Secara prospektif, studi acak belum menunjukkan
efek menguntungkan dari epinefrin dibandingkan dengan norepinephrine pada
syok septik. Kami menganggap epinephrine sebagai agen lini kedua untuk kasus
yang lebih berat.
Penggunaan agen vasopressor kuat lainnya sebagai infus lanjutan (mis,
angiotensin atau metaraminol) sebagian besar telah ditinggalkan. Penghambat
nitrat oksida nonselektif belum terbukti bermanfaat pada pasien dengan shock
kardiogenik dan terbukti merugikan pada pasien dengan shock septic.
Defisiensi vasopresin dapat berkembang pada pasien dengan kondisi yang
sangat hiperkinetik dari shock distributif, dan pemberian dosis rendah vasopressin
dapat mengakibatkan peningkatan substansial tekanan arteri. Dalam Vasopresin
and Septic Shock Trial (VASST), peneliti menemukan bahwa penambahan
vasopresin dosis rendah untuk norepinefrin dalam pengobatan pasien dengan syok
septic aman dan mungkin berkaitan dengan manfaat kelangsungan hidup bagi
pasien dengan kondisi syok yang tidak parah dan bagi mereka yang mendapat
glukokortikoid. Pemberian vasopressin harus tidak lebih dari 0,04 U per menit
dan harus diberikan hanya pada pasien dengan tingkat output jantung yang tinggi.
Terlipressin, analog vasopresin, memiliki durasi aksi beberapa jam,
dibandingkan dengan waktu untuk vasopressin lainnya. Karena itu, kami tidak
begitu yakin untuk menawarkan keuntungan penggunaan vasopressin di ICU.
Derivatif vasopressin dengan aktivitas V1-reseptor yang lebih selektif saat ini
sedang dipelajari.

2. Agen Inotropik
Kami menganggap dobutamin menjadi agen pilihan inotropik untuk
meningkatkan curah jantung, terlepas apakah norepinephrine juga perlu diberikan.
Dengan sifat dominan -adrenergik, dobutamin cenderung kurang berefek
tachycardia dibandngkan dengan isoproterenol. Dosis awal dengan beberapa
mikrogram per kilogram per menit mungkin dapat meningkatkan curah jantung.
Dosis melalui intravena dengan lebih dari 20 g per kilogram per menit biasanya
memberikan sedikit manfaat tambahan. Dobutamin memiliki efek terbatas pada
tekanan arteri, meskipun tekanan dapat sedikit meningkat pada pasien dengan
disfungsi miokard sebagai kelainan primer atau mungkin menurun sedikit pada
pasien dengan kondisi hipovolemia. Selain rutin dalam pemberian dosis tetap
dobutamin untuk meningkatkan pengiriman oksigen ke supranormal, untuk
mengantisipasi, dosis harus disesuaikan pada setiap individual agar mencapai
perfusi jaringan yang adekuat. Dobutamin dapat meningkatkan perfusi kapiler
pada pasien dengan syok septik, terlepas dari efek sistemik nya.
Penghambat phosphodiesterase tipe III, seperti milrinone dan enoksimon,
menggabungkan

inotropik

dan

efek

vasodilatasi.

Dengan

menurunkan

metabolisme AMP siklik, agen ini dapat memperkuat efek dobutamin. Agen ini
mungkin juga berguna ketika reseptor -adrenergik menurunkan regulasi atau
pada pasien yang baru dirawat dengan beta-blocker. Namun, jenis penghambat
phosphodiesterase tipe III mungkin memiliki efek samping yang tidak dapat
diterima pada pasien dengan hipotensi, dan waktu paruh dari agen ini (4 sampai 6
jam) mencegah penyesuaian obat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, dengan
intermiten,infus

dalam

jangka

pendek

dari

dosis

kecil

penghambat

phosphodiesterase III mungkin lebih dipilih untuk infus lanjutan dalam fase
shock.
Levosimendan, obat yang lebih mahal, bertindak terutama dengan
mengikat troponin C dan meningkatkan sensitivitas kalsium miosit, tetapi juga
bertindak sebagai vasodilator dengan membuka saluran kalium ATP dalam
pembuluh darah otot polos. Namun, agen ini memiliki waktu paruh beberapa hari,
yang membatasi kegunaanya dalam mengatasi syok akut.

3. Vasodilator
Dengan

mengurangi

afterload

ventrikel,

agen

vasodilatasi

dapat

meningkatkan curah jantung tanpa meningkatkan kebutuhan oksigen untuk


miokard. Keterbatasan utama dari obat ini adalah risiko penurunan tekanan arteri
ke tingkat yang membahayakan perfusi jaringan. Namun demikian, dalam
beberapa pasien, penggunaan yang tepat dari nitrat dan mungkin vasodilator
lainnya dapat meningkatkan perfusi mikrovaskuler dan fungsi selular.
BANTUAN MEKANIK
Bantuan mekanik dengan intraaortic balloon counterpulsation (IABC)
dapat mengurangi left ventricular afterload dan meningkatkan aliran darah
koroner. Namun, penelitan terbaru menunjukkan bahwa IABC tidak memberikan
keuntungan bagi pasien dengan syok kardiogenik. Venoarterial extracorporeal
membrane oxygenation (ECMO) dapat digunakan sebagai bantuan hidup
sementara pada pasien syok kardiogenik yang reversible atau sebagai perantara
transplantasi jantung.
TUJUAN DUKUNGAN HEMODINAMIK
Tekanan Arteri
Tujuan utama dari resusitasi tidak hanya untuk mensuplai kembali tekanan
darah tetapi juga memperbaiki metabolisme seluler. dimana koreksi hipotensi
arteri merupakan suatu prasyarat. Mempertahankan MAP menjadi 65 sampai 70
mmHg adalah tujuan awal yang baik, tetapi tingkat harus disesuaikan untuk
mengembalikan perfusi jaringan, dinilai atas dasar status mental, penampilan
kulit, dan output urine. Pada pasien dengan oliguria, efek dari peningkatan
tekanan arteri pada urin output harus dipantau secara rutin. Sebaliknya, pasien
dengan MAP kurang dari 65-70 mmHg dapat diterima pada pasien perdarahan
akut tanpa adanya masalah neurologis.

Cardiac output dan deliveri oksigen


Sejak syok sirkulasi menggambarkan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan oksigen, mempertahankan pengiriman oksigen yang cukup
ke jaringan adalah penting, tetapi semua strategi untuk mencapai tujuan ini
memiliki keterbatasan. Setelah hipoksemia dan anemia terkoreksi, cardiac ouput
merupakan indikator utama tercapainya oksigenasi yang baik, namun cardiac
output optimal sulit ditentukan. Cardiac output dapat diukur dengan berbagai cara,
namun memilki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Pengukuran curah
jantung secara tepat tidak lebih panting dibandingkan dengan memonitor cairan
dalam tubuh.
Pengukuran saturasi oksigen vena campuran (SvO2) dapat membantu
dalam menilai kecukupan keseimbangan antara kebutuhan oksigen dan pasokan
oksigen; SvO2 juga sangat membantu dalam menentukan cardiac output. SvO2
biasanya menurun pada pasien dengan volume cardiac output yang rendah atau
anemia, namun akan normal atau tinggi pada pasien dengan syok distributif.
Sebagai penggantinya, saturasi oksigen vena sentral (ScvO2), yang diukur dalam
vena kava superior dengan cara kateter vena sentral, menggambarkan saturasi
oksigen dari darah vena dari bagian atas tubuh saja. Dalam keadaan normal,
ScvO2 sedikit kurang dari SvO2, namun pada pasien dengan keadaan kritis
ScvO2 cenderung lebih tinggi. Rivers, dkk menyatakan bahwa pada pasien
dengan keadaan syok septik, penatalaksanaannya adalah dengan mentargetkan
kadar ScvO2 minimal 70% selama 6 jam pertama, sehingga diharapkan dapat
menurunkan angka kematian.
Kadar Laktat Dalam Darah
Peningkatan kadar laktat dalam darah menggambarkan fungsi seluler yang
abnormal. Pada cardiac output yang rendah, mekanisme utama hiperlaktatemia
adalah hipoksia jaringan dengan meningkatkan metabolisme anaerobik. Namun,
pada syok distributif

patofisiologinya lebih kompleks dan dapat melibatkan

peningkatan glikolisis dan penghambatan pyruvate dehydrogenase.

Nilai pengukuran laktat serial dalam manajemen syok telah diakui selama
30 tahun. Meskipun perubahan laktat lebih lambat dari perubahan tekanan arteri
sistemik atau cardiac output, tingkat laktat darah seharusnya akan turun dalam
beberapa jam dengan terapi yang efektif. Pada pasien dengan syok dan tingkat
laktat darah lebih dari 3 mmol per liter, Jansen, dkk menemukan bahwa
menargetkan penurunan minimal 20% kadar laktat darah selama 2 jam dapat
menurunkan angka kematian di rumah sakit.

Variabel Mikrosirkulasi
Perkembangan pencitraan orthogonal onal polarization (OPS) dan
pencintraan sidestream dark-field (SDF) menyediakan sarana baru untuk secara
langsung memvisualisasikan mikrosirkulasi dan mengevaluasi dampak dari
intervensi pada aliran mikroseluler di permukaan yang mudah diakses, seperti
daerah sublingual. Perubahan mikrosirkuasi, termasuk penurunan kepadatan
kapiler, perfusi kapiler yang menurun, dan peningkatan heterogenitas aliran darah,
telah diidentifikasi dalam berbagai jenis syok, dan keadaan ini yang persisten
dapat memperburuk keadaan.
Spektroskopi inframerah jarak dekat adalah teknik yang menggunakan
cahaya inframerah untuk menentukan saturasi oksigen jaringan dari fraksi
oksihemoglobin dan deoxyhemoglobin. Analisis perubahan saturasi oksigen
jaringan selama episode singkat iskemia dapat digunakan untuk mengukur
disfungsi mikrovaskuler. Berbagai intervensi terapeutik telah terbukti memiliki
efek pada variable mikrosirkulasi, tetapi apakah terapi yang dipandu oleh
pemantauan atau menargetkan mikrosirkulasi dapat meningkatkan hasil
memerlukan studi lebih lanjut dan tidak dapat direkomendasikan saat ini.

PRIORITAS TERAPI DAN TUJUAN


Pada dasarnya ada empat fase dalam pengobatan syok, dan tujuan terapi
dan pemantauan harus disesuaikan dengan setiap fase. Pada fase awal, tujuan

terapi adalah untuk mencapai tekanan darah minimum dan cardiac output yang
kompatibel dengan survival langsung. Prosedur menyelamatkan nyawa (misalnya,
operasi untuk trauma, drainase perikardial, revaskularisasi untuk infark miokard
akut, dan antibiotik untuk sepsis) diperlukan untuk mengobati penyebab yang
mendasari. Pada fase kedua (optimasi), tujuannya adalah untuk meningkatkan
ketersediaan oksigen seluler, dan menyediakan ruang sempit sebagi peluang untuk
intervensi menargetkan status hemodinamik. Resusitasi hemodinamik yang baik
dapat mengurangi inflamasi, disfungsi mitokondria, dan aktivasi caspase.
Pengukuran SvO2 dan tingkat laktat dapat membantu terapi panduan, dan
pemantauan curah jantung harus dipertimbangkan.
Pada fase ketiga (stabilisasi), tujuannya adalah untuk mencegah disfungsi
organ, bahkan setelah stabilitas hemodinamik telah dicapai.Suplai oksigen ke
dalam jaringan tidak lagi menjadi masalah utama, dan dukungan organ menjadi
lebih relevan. Pada fase keempat, tujuannya adalah untuk menyapih pasien dari
agen vasoaktif dan merangsang poliuria spontan atau memprovokasi eliminasi
cairan

melalui

penggunaan

keseimbangan cairan negative

diuretik

atau

ultrafiltrasi

untuk

mencapai

KESIMPULAN

Syok sirkulasi berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.


Identifikasi secara cepat sangat dibutuhkan sehingga tatalaksana dapat segera
dilakukan. Penatalaksanaan yang tepat didasarkan pada pemahaman yang baik
tentang mekanisme patofisiologi yang mendasari. Pengobatan harus mencakup
koreksi dari penyebab syok dan stabilisasi hemodinamik, terutama melalui infus
cairan dan pemberian agen vasoaktif. Respon pasien dapat dimonitor dengan
evaluasi kadar laktat dalam darah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sakr Y, Reinhart K, Vincent JL, et al. Does dopamine administration in shock influence
outcome? Results of the Sepsis Occurrence in Acutely Ill Patients (SOAP) Study. Crit
Care Med 2006;34:589-97.
2. Vincent JL, Ince C, Bakker J. Circula- tory shock an update: a tribute to Pro- fessor
Max Harry Weil. Crit Care 2012; 16:239.
3. Weil MH, Shubin H. Proposed reclas- sification of shock states with special ref- erence
to distributive defects. Adv Exp Med Biol 1971;23:13-23.
4. De Backer D, Biston P, Devriendt J, et al. Comparison of dopamine and norepinephrine in the treatment of shock. N Engl J Med 2010;362:779-89.
5. Labovitz AJ, Noble VE, Bierig M, et al. Focused cardiac ultrasound in the emer- gent
setting: a consensus statement of the American Society of Echocardiography and
American College of Emergency Phy- sicians. J Am Soc Echocardiogr 2010;23: 1225-30.
6. Vincent JL, Rhodes A, Perel A, et al. Clinical review: update on hemodynamic
monitoring a consensus of 16. Crit Care 2011;15:229.
7. Weil MH, Shubin H. The VIP ap- proach to the bedside management of shock.
JAMA 1969;207:337-40.
8. Marik PE, Cavallazzi R, Vasu T, Hirani A. Dynamic changes in arterial waveform
derived variables and f luid responsiveness in mechanically ventilated patients: a systematic review of the literature. Crit Care Med 2009;37:2642-7.
9. Cavallaro F, Sandroni C, Marano C, et al. Diagnostic accuracy of passive leg rais- ing
for prediction of fluid responsiveness in adults: systematic review and meta- analysis of
clinical studies. Intensive Care Med 2010;36:1475-83.
10. Vincent JL, Weil MH. Fluid challenge revisited. Crit Care Med 2006;34:1333-7.
11. Delaney AP, Dan A, McCaffrey J, Fin- fer S. The role of albumin as a resuscita- tion
fluid for patients with sepsis: a sys- tematic review and meta-analysis. Crit Care Med
2011;39:386-91.
12. Myburgh JA, Mythen MG. Resuscita- tion fluids. N Engl J Med 2013;369:1243- 51.
13. Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al. Surviving Sepsis Campaign: interna- tional
guidelines for management of severe sepsis and septic shock: 2012. Crit Care Med
2013;41:580-637.
14. Bellomo R, Chapman M, Finfer S, Hickling K, Myburgh J. Low-dose dopa- mine in
patients with early renal dysfunc- tion: a placebo-controlled randomised trial. Lancet
2000;356:2139-43.
15. De Backer D, Aldecoa C, Njimi H, Vin- cent JL. Dopamine versus norepinephrine in
the treatment of septic shock: a meta- analysis. Crit Care Med 2012;40:725-30.

16. Levy B, Perez P, Perny J, Thivilier C, Gerard A. Comparison of norepinephrinedobutamine to epinephrine for hemo- dynamics, lactate metabolism, and organ function
variables in cardiogenic shock: a prospective, randomized pilot study. Crit Care Med
2011;39:450-5.
17. Annane D, Vignon P, Renault A, et al. Norepinephrine plus dobutamine versus
epinephrine alone for management of septic shock: a randomised trial. Lancet
2007;370:676-84. [Erratum, Lancet 2007; 370:1034.]
18. Myburgh JA, Higgins A, Jovanovska A, Lipman J, Ramakrishnan N, Santamaria J. A
comparison of epinephrine and norepi- nephrine in critically ill patients. Inten- sive Care
Med 2008;34:2226-34.
19. Alexander JH, Reynolds HR, Stebbins AL, et al. Effect of tilarginine acetate in
patients with acute myocardial infarction and cardiogenic shock: the TRIUMPH
randomized controlled trial. JAMA 2007; 297:1657-66.
20. Lpez A, Lorente JA, Steingrub J, et al. Multiple-center, randomized, placebocontrolled, double-blind study of the ni- tric oxide synthase inhibitor 546C88: ef- fect on
survival in patients with septic shock. Crit Care Med 2004;32:21-30.
21. Russell JA, Walley KR, Singer J, et al. Vasopressin versus norepinephrine infu- sion
in patients with septic shock. N Engl J Med 2008;358:877-87.
22. Russell JA, Walley KR, Gordon AC, et al. Interaction of vasopressin infusion,
corticosteroid treatment, and mortality of septic shock. Crit Care Med 2009;37:811-8.
23. De Backer D, Creteur J, Dubois MJ, et al. The effects of dobutamine on microcirculatory alterations in patients with septic shock are independent of its sys- temic
effects. Crit Care Med 2006;34: 403-8.
24. Jansen TC, van Bommel J, Schoon- derbeek FJ, et al. Early lactate-guided therapy in
intensive care unit patients: a multicenter, open-label, randomized con- trolled trial. Am J
Respir Crit Care Med 2010;182:752-61.
25. Thiele H, Zeymer U, Neumann FJ, et al. Intraaortic balloon support for myo- cardial
infarction with cardiogenic shock. N Engl J Med 2012;367:1287-96.
26. Combes A, Leprince P, Luyt CE, et al. Outcomes and long-term quality-of-life of
patients supported by extracorporeal membrane oxygenation for refractory car- diogenic
shock. Crit Care Med 2008;36: 1404-11.
27. Vincent JL. Understanding cardiac output. Crit Care 2008;12:174.
28. Rivers E, Nguyen B, Havstad S, et al. Early goal-directed therapy in the treat- ment of
severe sepsis and septic shock. N Engl J Med 2001;345:1368-77.
29. Vincent JL, Dufaye P, Berr J, Leeman M, Degaute JP, Kahn RJ. Serial lactate determinations during circulatory shock. Crit Care Med 1983;11:449-51.

Anda mungkin juga menyukai