FRAKTUR
Definisi: fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang
rawan sendi. Penyebab fraktur adalah trauma.
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu-lintas di Indonesia baik dari segi jumlah
pemakai jalan, jumlah kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan dan bertambahnya jaringan
jalan dan kecepatan kendaraan, maka mayoritas fraktur adalah akibat kecelakaan lalu-lintas.
Kecelakaan lalu-lintas sering mengakibatkan trauma kecepatan tinggi dan kita harus waspada
terhadap kemungkinan terjadinya politrauma yang dapat mengakibatkan trauma organ-organ
lain seperti trauma kapitis, trauma toraks, trauma abdomen, trauma ginjal, dan lain-lain.
Fraktur yang diakibatkan juga sering fraktur terbuka.
Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, kecelakaan
domestik dan kecelakaan / cidera olah raga. Kita harus dapat membayangkan rekonstruksi
terjadinya kecelakaan agar dapat menduga fraktur apa yang dapat terjadi.
Misalnya: penderita adalah pengemudi mobil yang menabrak pohon, kemungkinan-
kemungkinannya adalah: trauma kapitis, trauma toraks oleh benturan dada dengan kemudi
mobil, fraktur servikal, fraktur torakolumbal, fraktur patela, fraktur femur, fraktur kolum
femur, dislokasi panggul atau fraktur asetabulum.
DESKRIPSI FRAKTUR
1. Komplit dan tidak komplit
Fraktur komplit: garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang seperti terlihat pada foto.
Fraktur tidak komplit: garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
1. "Hairline fracture" (patah retak rambut)
2. "Buckle fracture" atau. "Torus fracture" (terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya). Fraktur ini umumnya terjadi pada distal
radius anak-anak.
3. "Greenstick fracture" (fraktur tangkai dahan muda). Mengenai satu korteks dengan
angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.
II. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
1. Garis patah melintang: trauma angulasi atau langsung
2. Garis patah oblique: trauma angulasi
3. Garis patah spiral: trauma rotasi
4. Fraktur kompresi: trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa
5. Fraktur avulsi: trauma tarikan atau traksi otot pada tulang, misalnya: fraktur patela
KOMPLIKASITANPA KOMPLIKASI
Komplikasi dapat komplikasi dini atau lambat, lokal atau sistemik, oleh trauma atau
akibat pengobatan.
DIAGNOSA FRAKTUR
Harus disebut jenis tulang atau bagian tulang yang mempunyai nama sendiri, kiri
atau kanan, bagian mana dari tulang 1/3 proksimal, tengah atau distal, komplit atau tidak,
bentuk garis patah, jumlah garis patah, bergeser tidak bergeser, terbuka atau tertutup dan
komplikasi bila ada. Misalnya:
1. Fraktur femoris dekstra 1/3 proksimal garis patah oblique dislocatio ad latus terbuka de-
rajat satu neuro vaskuler distal baik.
2. Fraktur kondilus lateralis humerus sinistra, displace, tertutup dengan paralysis n. radialis.
2. Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya: syok pada fraktur multipel,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi.
Feel
Terdapat nyeri tekan dan nyeri sumbu
Move
a. Krepitasi:
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang
halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal.
Pada tulang spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
b. Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
c. Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu
dilakukan, range of motion dan kekuatan.
d. Gerakan yang tidak normal: gerakan yang terjadi tidak pada sendi, misalnya: perte-
ngahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling penting adanya fraktur yang
membuktikan adanya "putusnya kontinuitas tulang" sesuai definisi fraktur. Hal ini
penting untuk membuat visum, misalnya: bila tidak ada fasilitas pemeriksaan rontgen.
Pada look-feel-move ini juga dicari komplikasi lokal dan keadaan neurovaskuler
distal.
4. Pemeriksaan Radiologis
Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara
klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur
dan dasar untuk tindakan selanjutnya.
Untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang
diagnosanya harus dibantu pemeriksaan radiologis, baik rontgen biasa atau pun
pemeriksaan canggih seperti MRI, misalnya untuk fraktur tulang belakang dengan
komplikasi neurologis. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan lateral. AP dan
lateral harus benar-benar AP dan lateral. Posisi yang salah akan memberi interpretasi yang
salah. Untuk pergelangan tangan atau sendi panggul diperlukan posisi aksial pengganti
lateral. Untuk asetabulum diperlukan proyeksi khusus alar dan obturator.
PENYEMBUHAN FRAKTUR
Tulang Kortikal:
Penyembuhan terutama oleh aktivitas periosteum yang membentuk kalus oleh
rangsangan hematoma fraktur. Ujung-ujung fragmen yang avaskuler tidak berperan pada
tahap awal penyembuhan, pada akhirnya menyambung melalui ossifikasi endokhondral dan
terjadilah konsolidasi.
Pada anak-anak dengan periosteum yang tebal dan aktif dan pada tulang-tulang dengan
vaskularisasi yang baik dan terbungkus otot, penyembuhan berlangsung lebih cepat.
Tulang Spongiosa:
Penyembuhan terutama oleh aktivitas endosteum dalam trabekula tulang
spongiosa. Oleh vaskularisasi yang baik dan bilamana kontak antara fragmen cukup baik
maka penyembuhan akan cepat.
Lempeng Epifisis:
Oleh karena epifisis aktif dalam pembentukan tulang dalam proses pertumbuhan
panjang, fraktur epifisis sangat cepat penyembuhannya.
TERAPI FRAKTUR
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan fraktur yaitu: Mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.
TERAPI KONSERVATIF
1. Proteksi saja
Misalnya Mitella untuk fraktur collum chirurgicum humeri dengan kedudukan baik.
2. Imobilisasi saja tanpa reposisi.
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedu-
dukan baik.
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips. Misalnya pada fraktur supra kondilair, fraktur
calles, fraktur Smith. Reposisi dapat dengan anestesi umum atau anestesi lokal dengan
menyuntikkan obat anestesi pada hematoma fraktur. Fragmen distal dikembalikan pada
kedudukan semula terhadap fragmen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan
yang stabil dalam gips. Misalnya: fraktur distal radius, imobilisasi dalam pronasi penuh
dan fleksi pergelangan.
4. Traksi
Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips
setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/
traksi Bryant).
Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anak-anak waktu dan
beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, bilamana tidak maka
diteruskan dengan imobilisasi gips.
Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
TERAPI OPERATIF
Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis (image
intensifier, C arm):
1. Reposisi tertutup Fiksasi eksterna. Setelah reposisi baik berdasarkan kontrol radiologis
intraoperatif maka dipasang alat fiksasi eksterna. Fiksasi eksterna dapat model sederhana
seperti Roger Anderson, Judet, screw dengan bone cement atau Ilizarov yang lebih
canggih.
2. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna. Misalnya : reposisi ter-
tutup fraktur supra kondilair humerus pada anak diikuti dengan pemasangan paralel
pins. Reposisi tertutup fraktur kolum pada anak diikuti pinning dan imobilisasi gips. Cara
ini sekarang terns dikembangkan menjadi "close nailing" pada fraktur femur dan tibia,
yaitu pemasangan fiksasi interna intrameduler (pen) tanpa membuka frakturnya.
DISLOKASI
Trauma sendi dapat berupa:
kontusio sendi biasa oleh benturan
joint strain oleh trauma kecil yang berulang
joint sprain/keseleo ada robekan mikroskopik dari ligamen atau kapsul sendi yang
tidak mengganggu stabilitas.
ruptur ligament
dislokasi
Dislokasi adalah suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera. Pada tempat
kejadian, dislokasi dapat direposisi tanpa anestesi, misalnya dislokasi siku atau bahu.
DIAGNOSIS DISLOKASI
Anamnesis:
ada trauma
mekanisme trauma yang sesuai, misalnya: trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi
anterior sendi bahu
ada rasa sendi keluar
bila trauma minimal hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekuren atau habitual
PEMERIKSAAN KLINIS
1. Deformitas:
hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya: deltoid yang rata pada dislokasi
bahu
perpendekan
kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi
posterior sendi panggul kedudukan panggul endoratasi, fleksi dan adduksi.
2. Nyeri
3. Functio laesa gerak terbatas, misalnya: dislokasi anterior bahu. Bahu tidak dapat endoro-
tasi.
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur. Pada dislokasi lama,
pemeriksaan radiologis lebih penting oleh karena nyeri dan spasme otot telah menghilang.
TINDAKAN REPOSISI
1. Reposisi segera
2. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa anestesi, misalnya: dislo-
kasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari.
3. Dislokasi bahu, siku atau jari dapat direposisi dengan anestesi lokal dan obat-obat
penenang, misalnya: valium. Jangan dipilih cara reposisi yang traumatis yang bila dila-
kukan tanpa relaksasi maksimal dapat menimbulkan fraktur, misalnya: untuk dislokasi
bahu yang baik adalah cara Hippocrates dengan menarik lengan dalam posisi abduksi. Cara
Kocher harus dengan hati-hati.
4. Dislokasi sendi besar, misalnya: sendi panggul memerlukan anestesi umum. Bila harus
dilakukan tanpa narkose, misalnya: pada anak, pilihlah cara yang tidak traumatis (cara
Allis). Cara Bigelow bila tidak benar dapat menimbulkan fraktur intraartikular.
Cara yang tidak traumatis:
satu asisten memfiksasi pelvis
satu asisten lagi mendorong trochanter
operator menarik femur pada posisi panggul dan lutut 90-90.