Anda di halaman 1dari 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi dan Penyebab Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisis dan atau tulang rawan sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)(3). Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh misalnya pada penyakit paget(3).

II.2.

Anatomi(3) Fraktur pada cruris merupakan akibat terbanyak dari kecelakaan lalu lintas. Hal ini diakibatkan susunan anatomi cruris dimana permukaan medial tibia hanya ditutupi jaringan subkutan, sehingga menyebabkan mudahnya terjadi fraktur cruris terbuka yang menimbulkan masalah dalam pengobatan. Secara anatomi terdapat 4 grup otot yang penting di cruris: 1.otot ekstensor 2.otot abductor 3.otot triceps surae 4.otot fleksor Keempat grup oto tersebut membentuk 3 kompartemen Grup I Grup II :memebentuk kompartemen anterior :membentuk kompartemen lateral

Grup III+IV Arteri:

:membentuk kompartemen posterior yang terdiri dari kompartemen superficial dan kompartemen dalam.

1.arteri tibialis anterior 2.arteri tibialis posterior 3.arteri peroneus

Saraf: 1.n.tibialis anterior dan n.peroneus mempersarafi otot ekstensor dan abductor 2.n.tibialis posterior dan n.poplitea untuk mempersarafi otot fleksor dan otot triceps surae.(3) II. 3 Klasifikasi Fraktur(3) a. Komplit - tidak komplit - Fraktur komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. - Fraktur tidak komplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: 1. Hairline fracture (patah retak rambut) 2. Buckle fracture atau torus fracture (terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya). 3. Greenstick fracture (mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak)

b. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma - garis patah melintang

- garis patah oblique

- garis patah spiral

- fraktur kompresi

- fraktur avulsi

c. Jumlah garis patah - fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan - fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal. - fraktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya.(6)

d. Bergeser - tidak bergeser (displaced-undisplaced) - fraktur undisplaced (tidak bergeser) : garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser. Periosteumnya masih utuh.

- Fraktur displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut dislokasi fragmen. 1. dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping) 2. dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut) 3. dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauhi).

e. Terbuka - tertutup - Fraktur tertutup : bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. - Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.(6)

Grade I

: luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa penghancuran dan fraktur tidak kominutif.

Grade II

: luka > 1 cm, tetapi tidak ada penutup kulit. Tidak banyak terdapat kerusakan jaringan lunak, dan tidak lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.

Grade III

terdapat kerusakan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur neurovaskuler, disertai banyak kontaminasi luka.

III A

: tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi secara memadai oleh jaringan lunak.

III B

: terdapat pelepasan periosteum dan fraktur kominutif yang berat.

III C : terdapat cedera arteri yang perlu diperbaiki, tidak peduli berapa banyak kerusakan jaringan lunak yang lain.(3) Klasifikasi fraktur menurut Muller dkk,1990(3) Angka pertama menunjukkan tulang : 1=humerus 2=radius ulna 3=femur 4=tibia fibula Angka kedua menunjukkan segmen 1=proksimal 2=diafisial 3=distal 4=maleolar Suatu huruf menunjukkan jenis fraktur Diafisis A=sederhana B=berbentuk baji C=kompleks Proksimal dan distal A=ekstra artikular B=artikular sebagian C=artikular lengkap Nomor selanjutnya menunjukkan morfologi fraktur secara rinci. -OA system Femur Tengah (Diafise) (32-A) fraktur simple (32-B) fraktur wedge (32-C) fraktur kompleks(3)

II. 4

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Radiologis

Dilakukan foto rontgen sinar X minimal harus 2 proyeksi yaitu AP dan lateral. Pemeriksaan radiologis pada fraktur femur selain proyeksi AP dan lateral, proyeksi panggul dan lutut ipsilateral, termasuk AP pelvis juga harus didapatkan. Fraktur intertrochanter dan femoral neck ipsilateral telah dilaporkan pada 10% pasien dengan fraktur femur. Untuk fraktur-fraktur dengan tanda-tanda klasik, diagnosis dapat dibuat secara klinis sedangkan pemeriksaan radiologis tetap diperlukan untuk melengkapi deskripsi fraktur dan dasar untuk tindakan selanjutnya. Untuk fraktur-fraktur diagnosanya yang tidak memberikan tanda-tanda klasik memang radiologis baik rontgen biasa ataupun

harus dibantu pemeriksaan

pemeriksaan canggih seperti MRI, contohnya untuk fraktur tulang belakang dengan komplikasi neurologis.(3)

II. 5

Diagnosis Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis lengkap dan melakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk dikonfirmasikan dengan melakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen untuk membantu mengarahkan dan menilai secara objektif keadaan yang sebenarnya.(6) 1. Anamnesa : ada trauma Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Dari anamnesa saja dapat diduga : - Kemungkinan politrauma. - Kemungkinan fraktur multipel. - Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur supracondylair humerus, fraktur collum femur. - Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit - Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat berjalan. Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur inkomplit dan fraktur impacted ( impaksi tulang kortikal ke dalam tulang spongiosa).

2. Pemeriksaan umum Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel, fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka terinfeksi. 3. Pemeriksaan status lokalis Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk tulang panjang. Fraktur tulangtulang kecil misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler, fraktur epifisis. Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid-cervical, cervical, dan acetabulum mempunyai tanda-tanda tersendiri.(6)

II. 6

Penatalaksanaan Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4(6): 1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan: # Lokalisasi fraktur # Bentuk fraktur # Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan # Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan 2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik adalah : -alignment yang sempurna -aposisi yang sempurna 3. Retention; imobilisasi fraktur 4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin(6)

Pilihan Terapi(3) Ada 2 terapi, pilihan berdasarkan banyak faktor seperti bentuk fraktur, usia penderita, level aktivitas, dan pilihan dokter sendiri(6). a. Terapi pada fraktur tertutup Pilihannya adalah terapi konservatif atau operatif . - Terapi konservatif 1. Proteksi saja Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragen yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian hari. 2. Immobilisasi saja tanpa reposisi Misalnya pemasangan gips pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan yang baik. 3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips

Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti. Fragen distal dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragen proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips. 4. Traksi Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau dipasang gips setelah tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai traksi kulit (traksi Hamilton Russel/traksi Bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban < 5 kg, untuk anakanak waktu dan beban tersebut mencukupi untuk dipakai sebagai traksi

definitif, bilamana tidak maka diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.(5)

- Terapi operatif Terapi operatif dengan reposisi secara tertutup dengan bimbingan radiologis. 1. Reposisi tertutup fiksasi externa Setelah reposisi berdasarkan control radiologis intraoperatif maka dipasang fiksasi externa. Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di luar kulit.

2. reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi interna. Fragmen direposisi secara non operatif dengan meja traksi. Setelah tereposisi dilakukan pemasangan pen secara operatif.

Terapi operatif dengan membuka frakturnya(3) 1. Reposisi terbuka dan fikasasi interna /ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga berupa plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan ORIF adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan segera bisa dilakukan immobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara operatif ini mengundang resiko infeksi tulang.

Indikasi ORIF: a) fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi. b) Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup c) Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. d) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya fraktur femur. 2. Excisional arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi. 3. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis dilakukan pada fraktur kolum femur.(3)

b. Terapi pada fraktur terbuka Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan segera. Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit: - pembidaian - menghentikan perdarahan dengan perban tekan - menghentikan perdarahan dengan perban klem.(4)

Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40% dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu di dahulukan dalam kerangka kerja terpadu. Tindakan terhadap fraktur terbuka: 1. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan. 2. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu kurang dari 6 jam (golden period 4 jam) 3. penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin. Tindakan reposisi terbuka: 1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik. 2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/ sensitifity test. 3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan dicukur.

4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi. 5. Tutup luka dengan doek steril 6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya 7. Desinfeksi anggota gerak 8. Drapping 9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali neirovascular vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru untuk reposisi tebuka dengan baik. 10. Fiksasi: a. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya (unstable fracture) minimal dengan Kischner wire b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya seperti pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa golden period untuk fraktur terbuka grade 1-2 c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai (karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk atau sirkular) d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa atau dibuat sayatan kontra lateral. Untuk grade 3 kalau perlu: Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw dengan K nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan panjang anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai operasi. e. Buat x-ray setelah tindakan(4)

II. 7

Prognosis Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula, namun hal ini

sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan. Komplikasi infeksi yang menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan akibat dari fraktur terbuka meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka(3).

II. 8 Penyembuhan Fraktur Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada tulang kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang panjang atau tulang-tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan fraktur ini harus dibedakan(5).

1. Penyembuhan fraktur pada tulang kortikal Proses penyembuhan pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu: a. Fase Hematoma Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma. b. Radang dan proliferasi seluler

Dalam delapan jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medulla yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel, yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorpsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke daerah itu. c. Fase pembentukan kalus Sel yang berkembang biak memiliki potensi krondrogenik dan osteogenik. Apabila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan juga kartilago. Populasi sel sekarang juga mencakup

osteoklas (mungkin dihasilkan pembuluh darah baru) yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang immatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang immature (atau anyaman tulang) menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin berkurang dan pada empat minggu setelah cedera, fraktur menyatu. d. Fase konsolidasi Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan

osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat dibelakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal. e. Fase remodeling Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang yang terus menerus.lamela yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya tinggi, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk. Akhirnya, dan terutama pada anakanak tulang akan memperoleh bentuk yang mirip bentuk normalnya.(3)

2. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa Tulang kanselosa yang berlokasi pada metafisis tulang panjang, tulang pendek serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang kanselosa melalui proses pembentukan kalus internal atau endosteal, walaupun eksternal kalus atau periosteal juga memiliki peranan yang penting. Trabekula dari tulang

kanselosa memiliki vaskularisasi yang baik sehingga nekrosis yang terjadi pada permukaan daerah fraktur berlangsung minimal. Proses osteogenik penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk membentuk woven bone primer di dalam derah fraktur yang disertai hematoma. Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi kontak lansung diantara kedua permukaan fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Apabila terjadi kontak dari kedua fraktur maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamelar dan tulang mengalami

konsolidasi. Penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena beberapa faktor, yaitu : 1) Vaskularisasi yang baik 2) Terdapat permukaan yang lebih luas 3) Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat 4) Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur(6)

3. Penyembuhan fraktur pada tulang rawan persendian

Tulang rawan hialin permukaan sendi sangat terbatas kemampuannya untuk regenerasi. Pada fraktur intraartikuler penyembuhan tidak terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk melaui fibrokartilago.(6)

II. 9

Komplikasi penyembuhan fraktur 1. Malunion Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna(3). Etiologi Fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal pengobatan, osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya trauma. Gambaran Klinis Deformitas dengan bentuk yang bervariasi, gangguan fungsi anggota gerak, nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi, ditemukan komplikasi seperti paralysis tardi nervus ulnaris, Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi, bursitis atau nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas. Radiologis Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang tidak sesuai dengan keadaan yang normal. Pengobatan Konservatif dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan diimobilisasi sesuai dengan fraktur yang baru, apabila ada kependekan anggota gerak dapat dipergunakan sepatu ortopedi. Operatif dilakukan osteotomi koreksi (osteotomi Z) dan bone graft disertai dengan fiksasi interna, atau dengan osteotomi dengan pemanjangan bertahap misalnya pada anak-anak, atau dengan osteotomi yang bersifat baji.(3)

2. Delayed Union Delayed Union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5 bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah). Etiologi Sama dengan nonunion. Gambaran Klinis Nyeri anggota gerak dan pergerakan pada waktu berjalan, terdapat pembengkakan, nyeri tekan, terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur, pertambahan deformitas. Radiologis Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, gambaran kista pada ujung-ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang kurang disekitar fraktur. Pengobatan Konservatif dilakukan pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan selama 2-3 bulan. Operatif dilakukan bila union diperkirakan tidak akan terjadi maka segera dilakukan fiksasi interna dan pemberian bone graft.(3)

3. Non union Disebut nonunion apabila fraktur tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut infected pseudoartrosis. Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujungujung fragmen tulang yaitu : hipertrofik ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari normal yang disebut gambaran elephants foot, garis fraktur tampak dengan jelas, ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa, pada jenis ini vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan bone graft.(3)

Atrofik/oligotrofik tidak ada tanda-tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur, ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler, pada jenis ini disamping dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft. Etiologi Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak adekuat, imobilisasi yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen, waktu imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, distraksi pada kedua ujung karena adanya traksi yang berlebihan, interposisi jaringan lunak di antara kedua fragmen, terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen, destruksi tulang misalnya oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis), disolusi hematoma fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler), kerusakan periosteum yang hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi, fiksasi interna yang tidak sempurna, delayed union yang tidak diobati, pengobatan yang salah atau sama sekali tidak dilakukan pengobatan, terdapat benda asing diantara kedua fraktur misalnya pemasangan screw diantara kedua fragmen. Gambaran Klinis Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah fraktur yang membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan sedikit atau sama sekali tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga tidak terdapat pembengkakan sama sekali, pada perabaan ditemukan rongga diantara kedua fragmen. Radiologis Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang, ujung-ujung tulang berbentuk bulat dan halus, hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang, salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung (pseudoartrosis). Pengobatan Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil dekat sendi misalnya kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan protesis misalnya pada fraktur leher femur, stimulasi elektrik untuk mempercepat osteogenesis.

II. 10 Komplikasi Fraktur Femur 1. Komplikasi Dini Syok: dapat terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat tertutup. Emboli lemak. Trauma Pembuluh darah. Trauma Saraf. Trombo-emboli. Infeksi.(4)

2. Komplikasin Lanjut(4) Delayed union: fraktur femur pada orang dewasa mengalami union dalam 4 bulan. Nonunion: apabila permukaan fraktur menjadi bulat dan sklerotik dicurigai adanya nonunion dan diperlukan fiksasi interna dan bone graft. Malunion: bila terjadi pergeseran kembali kedua ujung fragmen, maka diperlukan pengamatan terus menerus selama perawatan. Angulasi sering ditemukan. Malunion juga menyebabkan pemendekan pada tungkai sehingga dieprlukn koreksi berupa osteotomi. Kaku sendi lutut: setelah fraktur femur biasanya terjadi kesulitsn pergerakan pada sendi lutut. Hal ini disebabkan oleh adanya adhesi periartikuler atau adhesi intrmuskuler. Hal ini dapat dihindari apabila fisioterapi yang intensif dan sistematis dilakukan lebih awal. Refraktur: terjadi apabila imobilisasi dilakukan sebelum terjadi union yang solid.(4)

SKIN GRAFT

Skin graft merupakan suatu tindakan pembedahan dimana dilakukan pemindahan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari suatu daerah asal (donor) tanpa disertai vaskularisasinya kedaerah lainnya (resipien) untuk menutupi suatu defek. Pada umumnya skin graft digunakan ketika metode tindakan bedah rekonstruksi lainnya tidak sesuai atau penyembuhan luka tidak menunjukkan keberhasilan. Skin graft biasanya digunakan pada kasus-kasus seperti luka yang luas, luka bakar derajat tiga, luka yang tidak menunjukkan penyembuhan seperti ulkus diabetik, ulkus pembuluh darah, yang berfungsi untuk mencegah kehilangan cairan, mencegah infeksi, mencegah perluasan lebih lanjut dari luka tersebut.(7) Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap luka yang tidak dapat ditutup primer mempunyai indikasi untuk dilakukan skin graft. Jaringan yang dapat ditutup dengan skin graft adalah semua jaringan terbuka yang memiliki permukaan luka dengan vaskularisasi yang cukup seperti otot, fasia, dermis, perikondrium, periosteum, peritoneum, pleura dan jaringan granulasi. Luka yang kurang suplai pembuluh darah sulit untuk dapat menghidupi skin graft, misalnya tulang,tulang rawan, tendon, saraf, maka tidak dapat dilakukan teknik skin graft. Atau daerah yang seharusnya dilakukan skin graft tetapi karena mengalami trauma berat menyebabkan vaskularisasi daerah tersebut menjadi berkurang sehingga tidak baik untuk dilakukan skin graft.(7) Teknik skin graft pertama kali diperkenalkan sekitar 2500-3000 tahun yang lalu oleh kasta hindu Tilemaker, dimana skin graft digunakan untuk merekonstruksi hidung setelah suatu tindakan amputasi sebagai hukuman pengadilan (Hauben,1982), penggunaan modern selanjutnya yaitu Reverdin pada tahun 1869 melakukan eksisi kulit kecil dan tipis yang diletakkan pada jaringan granulasi. Kemudian Olliver dan Thiersch mengembangkan teknik split-thickness graft pada tahun 1872 dan 1886 dan Wolfe dan Krause menggunakan teknik full- thickness graft pada tahun 1875 dan 1893. Skin graft pada umumnya menggunakan kulit dan individu yang sama sebagai upaya untuk meningkatkan keberhasilan tindakan. Kulit yang digunakan dapat digunakan dari bagian tubuh mana saja, namun lazimnya dari daerah paha, pantat, punggung, atau perut. Keberhasilan skin graft juga ditentukan oleh perawatan pre operatif dan post operatif dari tindakan skin graft.(7)

PEMBAGIAN SKIN GRAFT 1. Autograft Graft berasal dari individu yang sama (berasal dari tubuh yang sama). Hal ini dilakukan jika cukup tersedianya kulit sehat dan jika kesehatan pasien memenuhi untuk perawatan tambahannya yaitu perawatan donor. 2. Allograft Graft berasal dari individu lain yang sama spesiesnya (berasal dari tubuh yang lain). 3. Xenograft Berasal dari makhluk lain yang berbeda spesies (binatang)(8) Allograft dan Xenograft hanya mencakup untuk sementara, dan bila ditolak oleh sistem kekebalan tubuh resipen dalam tujuh sampai sepuluh hari harus diganti dengan autograft. Berdasarkan ketebalannya, skin graft dibagi atas : (lihat gambar 3) 1. Split Thickness Skin Graft (STSG) Skin graft yang dilakukan mencakup dermis dan sebagian dermis. Terbagi atas tiga yaitu: a. Thin Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,008-0,012 mm, terdiri dari epidermis dan bagian lapisan dermis. b. Intermedict (medium) Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,012-0,018 mm, terdiri dari epidermis dan bagian dermis. c. Thick Split Thickness Skin Graft, ketebalan kulit 0,018-0,030 mm, terdiri dari epidermis dan bagian dermis. 2. Full Thickness Skin Graft (FTSG) Skin Graft yang terdiri dari epidermis dan seluruh bagian dermis.(8) SPLIT THICKNESS SKIN GRAFT (STSG) STSG merupakan tindakan definitive sebagai penutup defek yang permanen atau hanya sebagai tindakan yang sementara sambil menunggu tindakan yang defenitif. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengontrol serta mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi dan menutup struktur vital tubuh.(8) STSG diindikasikan untuk menutup defek kulit yang luas. STSG digunakan pada saat kosmetik tidak menjadi pertimbangan utama atau jika ukuran defek terlalu luas sehingga tidak dapat dilakukan FTSG. Penggunaan lainnya untuk menutup ulkus kulit yang kronik yang tidak sembuh-sembuh serta menutup menutup daerah luka akibat luka bakar yang bertujuan untuk

mengurangi tubuh kehilangan cairan. Kontraindikasi penggunaan STSG yaitu tidak digunakan jika dari segi kosmetik sangat diperhatikan seperti daerah wajah atau leher.(8)

A. Keuntungan dari STSG yaitu : Kemungkinan take lebih besar Dapat dipakai untuk menutup defek yang luas Donor dapat diambil dari daerah tubuh mana saja Daerah donor dapat sembuh sendiri/reepitelisasi

B. Kerugian dari STSG yaitu : Mempunyai kecendrungan kontraksi lebih besar Memiliki kecenderungan terjadi perubahan warna Permukaan kulit mengkilat Secara estetik kurang baik

C. Keuntungan dari penggunaan Thin STSG yaitu : Vaskularisasi lebih mudah terjadi dan transplatasi lebih bertahan lama Penyembuhan daerah donor lebih cepat terjadi dan bisa digunakan kembali dalam waktu singkat, sekitar tujuh sampai sepuluh hari. D. Kerugian dari penggunaan Thin STSG yaitu : Kecendrungan untuk terjadi kontraksi lebih besar Kurang menyamai tekstur kulit asli

E. Keuntungan Thick STSG yaitu : Lebih sedikit terjadi kontraksi, lebih tahan terhadap trauma Lebih menyamai seperti kulit normal

F. Kerugian dati Thick STSG yaitu : Vaskularisasi lebih sedikit Penyembuhan daerah donor lebih lambat, sekitar sepuluh sampai delapan belas hari

Untuk mengambil STSG dari tempat donor dilakukan dengan menggunakan : Pisau/Blade : semua pisau yang tajam, tipis dan rata Pisau khusus : ketebalan graft yang diambil dapat diatur dan merata (Humby, Braithwaite, Bodenham, Watson ) Dermatome : Dermatome tangan, dermatome listrik dan tekanan udara(8)

INDIKASI Indikasi skin graft 1. Luka yang luas 2. Luka bakar 3. Operasi yang membutuhkan skin graft untuk penyembuhan 4. Area yang pernah terinfeksi dengan skin loss 5. Kosmetik dan pembedahan rekonstruksi Skin-thickness skin graft digunakan untuk setiap luka yang tidak dapat ditutup secara primer. Full-thickness skin graft digunakan jika banyak kulit yang hilang seperti pada fracture terbuka pada tungkai bawah.(9) FASE PENYEMBUHAN SKIN GRAFT SECARA FISIOLOGIS Terdapat dua tahap pemulihan skin graft yaitu : 1. Imbibisi plasmic (24-48 jam pertama setelah graft) Dalam proses ini, jaringan donor akan mendapatkan nutrisi melalui penyerapan plasma dari kulit dibawahnya melalui kapiler-kapiler, sehingga STSG dikatakan memiliki kemungkinan berhasil yang lebih besar karena cairan plasma yang diserap lebih efektif. 2. Fase penyembuhan/inokulasi (48-72 jam sampai 1 minggu setelah graft) Kelenjar limfe akan terbentuk pada jaringan graft kira-kira 1 minggu, dan reinervasi graft akan mulai pada minggu-minggu pertama. Proses revaskularisasi skin graft sebagai berikut: a. Hubungan anastomose langsung antara graft dengan pembuluh darah resipen (autoinokulasi) Penetrasi pembuluh darah baru ke dalam dermis graft.(10)

b. Pertumbuhan dari pembuluh darah resipie ke dalam saluran endothelial graft. c.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL SKIN GRAFT Yang beresiko mengalami komplikasi selama operasi skin graft diantaranya : Usia lanjut ( > 60 tahun ) atau bayi baru lahir Merokok Penderita penyakit kronis Menggunakan obat hipertensi, insulin, relaksan otot(11)

KOMPLIKASI Komplikasi dari penggunaan skin graft yaitu : Perdarahan Infeksi Hematoma atau seroma Kontraktur Penyembuhan yang tidak sesuai dengan tekstur, warna atau topografi(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998 2. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media Aesculapius. 2000. 3. Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004. 4. Keany E. James. Femur Fracture. http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment Available from:

5. Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach. Available from: http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml 6. Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta: Widya Medika. 1995. 7. Grabde D. Skin Grafting [online].Sept 19th 2006 [cited 2008 Agustus 10th]; Available fromt URL: http://www.emedicine.com/plastic/TOPIC382.HTM

8. Skin Graft-Reconstructive Plasric Surgery [online].March 5rd 2007 [cited 2008 Agustus 10th]. Available from URL : http://www.penhealth.com/medlineplus/encyclopedia.htm.
9.

Skin Grafting.[online]. March 14th 2006 [cited 2008 Agustus 10th] . Available from : URL : http://www.healthztoz.com. healthatoz/atoz/common/standard/trans.htM
th

10. Revis DR .Skin Graft. [online]. Feb17 2006 [cited 2008 Agustus

10th];

Available from URL: http://www.emedicine.com/plastic/TOPIC392.HTM


th th

11. Skin Graft. [online]. Jun 17 2005 [cited 2008 Agustus 10 ],Available from URL :

http://www.childrensnyp.org/mschony/P01760.html.
12. Cell biology lab histology/tissues Study Guidefaculty [online]. [cited 2008 Agustus 10]

Available from URL : tamu-commerce.edu/fmiskevich/BSC203-%...

Anda mungkin juga menyukai