Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang yang dapat

menimbulkan gerakan abnormal disertai krepitasi dan rasa nyeri. Cedera

pada tulang dapat menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi. Fraktur

juga dapat terjadi pada ujung tulang dan sendi (intra-artikular) yang

sekaligus menimbulkan dislokasi sendi yang disebut dengan fraktur

dislokasi.2,3

2.2 Etiologi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi jika terdapat

tekanan yang kuat yang diberikan pada tulang normal atau tekanan yang

sedang pada tulang yang terkena penyakit, seperti osteoporosis.4

2.3 Klasifikasi Fraktur

Secara klinis, fraktur dibedakan berdasarkan ada atau tidak hubungannya

dengan dunia luar, yaitu:

Fraktur tertutup (simple fracture) : suatu fraktur yang tidak

mempunyai hubungan dengan dunia luar. Simple fracture tidak

merusak kulit diatasnya.

Fraktur terbuka (compound fracture) : fraktur yang mempunyai

hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan
3

lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam) atau from without

(dari luar). Fraktur ini merusak kulit diatasnya. Pada fraktur terbuka,

memungkinkan masuknya kuman dari luar kedalam luka.3,5

Menurut garis patahannya, fraktur tulang dibedakan menjadi:

Fraktur komplet : Tulang terbelah menjadi dua atau lebih fragmen

Fraktur inkomplet : ulang terbelah secara sebagian dan periosteum

masih memiliki kontinuitas (termasuk fisura dan greenstick facture).

Pada fraktur greenstick, hanya satu sisi tulang yang mengalami

fraktur, sisi lainnya menekuk (biasanya tulang yang imatur)

Transversa

Oblik

Spiral

Kompresi

Simpel

Kominutif : terdapat dua atau lebih fragmen tulang.


4

Segmental

Kupu-kupu

Impaksi (termasuk impresi dan inklavasi).3,4

Keterangan: a. Fisura tulang, b. Oblik, c. Transversal, d. Kominutif, e.

Segmental, f. Green stick, g. Kompresi, h. Impaksi, i. Impresi, j. Patah

tulang patologis.3
5

Berdasarkan lokasi patahannya, fraktur dibedakan menjadi:

Fraktur epifisis

Fraktur metafisis

Fraktur diafisis

Pada anak-anak yang masih memiliki lempeng pertumbuhan, dapat terjadi

fraktur pada lempeng epifisis yang oleh Salter-Harris dibagi menjadi 5 tipe,

yaitu:3

Tipe-tipe fraktur epifisis

Type I Pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya patah tulang. Sel-

sel pertumbuhan epifisis masih melekat pada epifisis. Terjadi

akibat adanya gaya potong (shearing force) pada bayi baru lahir

atau anak-anak kecil. Fraktur ini cukup diatasi dengan reduksi

tertutup karena masih ada perlekatan periosteum yang intak.

Prognosis biasanya baik bila di reposisi dengan cepat.


6

Type II Tipe yang paling sering ditemukan. Garis fraktur berjalan di

sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis,

membentuk Thurston-Holland. Sel-sel pertumbuhan pada epifisis

juga masih melekat. Biasanya karena trauma bergaya potong dan

bengkok pada anak-anak yang lebih tua. Periosteum mengalami

robekan pada daerah konveks, tetapi tetap utuh pada daerah

konkaf. Reposisi cepat tidak sulit dilakukan. Bila reposisi

terlambat, harus dilakukan pembedahan. Prognosis baik, kecuali

jika terjadi kerusakan pembuluh darah.

Type Merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur berjalan dari

III permukaan sendi menerobos lempeng epifisis lalu memotong

sepanjang garis lempeng epifisis. Biasanya ditemukan pada

lempeng epifisis os tibia bagian distal. Karena intra-artikuler,

harus direduksi secara akurat. Sebaiknya dilakukan operasi

terbuka dan fiksasi interna dengan pin.

Type Juga merupakan fraktur intra-artikuler. Garis fraktur menerobos

IV permukaan sendi ke epifisis, ke lapisan lempeng epifisis, hingga

ke sebagian metafisis. Contoh tersering : fraktur kondilus lateralis

humeri pada anak-anak. Pengobatannya adalah reduksi terbuka

dan fiksasi interna karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot.

Prognosa jelek bila reduksi tidak dilakukan dengan baik.


7

Type V Fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan ke lempeng

epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan, yaitu

sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosa sulit karena

secara radiologi tidak tampak kelainan. Prognosa jelek karena

dapat terjadi kerusakan sebagian atau seluruhlempeng

pertumbuhan.

Fraktur terbuka dibagi berdasarkan klasifikasi Gustilo-Anderson, yang

pertama kali diajukan pada tahun 1976 dan modifikasi pada tahun 1984.

Grading fraktur terbuka menurut Gustilo dan Anderson adalah sebagai

berikut:3,6
8

Grade I Patah tulang terbuka dengan luka kurang dari 1 cm,

kerusakan jaringan tidak berarti, relatif bersih/kontaminasi

minimal, Fraktur simple/sederhana, dislokasi fragmen

minimal.

Grade II Patah tulang terbuka, luka > 1cm namun <10 cm tanpa

kerusakan jaringan yang hebat, flap, maupun avulsi

jaringan lunak yang luas. Fraktur simple dan dislokasi

fragmen jelas.

Grade III Patah tulang terbuka dengan laserasi, kerusakan, atau

kehilangan jaringan lunak yang luas (>10cm), atau

hilangnya jaringan disekitarnya atau fraktur segmental,

kominutif, fragmen tulang ada yang hilang. Tipe ini juga

meliputi fraktur terbuka yang membutuhkan perbaikan

vaskular, atau fraktur yang sudah terbuka selama 8 jam

sebelum penanganan

Grade III Fraktur tipe III dengan penutupan periosteal yang adekuat

a pada tulang yang patah walaupun terdapat laserasi atau

kerusakan jaringan lunak yang luas

Grade III Fraktur tipe III dengan kehilangan jaringan lunak yang

b luas, periosteal stripping, dan kerusakan tulang. Biasanya

berhubungan dengan kontaminasi masif. Biasanya

membutuhkan prosedur penutupan jaringan lunak lebih

lanjut
9

Grade III Fraktur tipe III yang berhubungan dengan cedera arteri

c yang membutuhkan perbaikan, tanpa memperhatikan

derajat cedera jaringan lunak.

2.4 Gejala Klinis

Terdapat beberapa gejala klasik fraktur, yaitu:

Riwayat trauma

Nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah

Deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi)

Nyeri tekan

Krepitasi

Gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri dan putusnya

kontinuitas tulang

Gangguan neurovaskular

Jika sudah ditemukan gejala klasik tersebut, maka diagnosa fraktur sudah

dapat ditegakkan meskipun belum diketahui garis patahannya.


10

2.5 Diagnosis Fraktur

Diagnosa fraktur dapat ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang. Anamnesa dan pemeriksaan fisik pada trauma

muskuloskeletal merupakan bagian dari secondary survey.2

Anamnesa/Riwayat

Hal yang penting dari anamnesis adalah mekanisme trauma, tempat

kejadian, keadaan sebelum trauma dan faktir predisposisi serta observasi

dan penanganan sebelum masuk rumah sakit.

a. Mekanisme trauma

Informasi ini dapat diterima dari pengantar pasien, pasien ataupun

keluarga pasien dan saksi mata yang terdapat di tempat kejadian, yang

harus dicatat sebagai bagian dari catatan medik. Mekanisme trauma

perlu diketahui untuk mencari kemungkinan cedera lain yang belum

tampak. Pada mekanisme trauma dapat diketahui informasi berupa:

Dimana posisi pasien dalam kendaraan sebelum kecelakaan

(sebagai pengemudi atau penumpang). Hal ini untuk mengetahui

jenis fraktur.

Dimana posisi pasien setelah kecelakaan (didalam atau diluar

kendaraan). Adakah penggunaan sabuk pengaman atau air bag?

Hal ini untuk mengetahu bentuk trauma. Jika pasien terlempar,

tentukan jarak terlemparnya.


11

Apakah ada kerusakan bagian luar kendaraan, seperti kerusakan

bagian depan mobil karena tabrakan bagian depan yang dapat

menginformasikan adanya kecurigaan dislokasi panggung.

Apakah terdapat kerusakan bagian dalam kendaraan, seperti stir

bengkok, kerusakan dashboard, kerusakan kaca depan untuk

mengetahui kemungkinan trauma dada, klavikula, tulang

belakang atau dislokasi panggul.

Apakah pasien menggunakan sabuk pengaman? Jika iya

menggunakan jenis apa dan apakah dipasang secara benar.

Pemakaian yang salah akan menimbulkan patah tulang punggung

atau trauma abdomen.

Apakah pasien jatuh dan berapa jauh jaraknya serta bagaimana

cara mendaratnya untuk mengetahui jenis-jenis trauma yang

terdapat.

Apakah pasien terlindas (crush) sesuatu, jika iya, tentukan berat

benda tersebut, sisi yang cedera, dan lamanya beban menekan

bagian yang cedera. Hal ini untuk membantu mengetahui sampai

bagian mana yang terkena.

Apakah terjadi ledakan, berapa besar ledakan yang terjadi, dan

berapa jarak pasien dari ledakan.

Apakah pasien merupakan pejalan kaki yang ditabrak kendaraan?

b. Tempat kejadian/Lingkungan

Apakah pasien terkena trauma termal?

Apakah terkena gas atau bahan-bahan beracun?


12

Apakah terkena pecahan kaca?

Sumber-sumber kontaminasi yang terdapat di lokasi (kotoran

binatang, air tawar atau laut).

c. Keadaan sebelum trauma dan faktor predisposisi

Keadaan sebelum cedera penting diketahui karena dapat mengubah

kondisi pasien, cara terapi, dan hasil terapi. Riwayat AMPLE harus

mencakup:

Kemampuan fisik dan tingkat aktivitas

Penggunaan obat dan alkohol

Masalah emosional dan penyakit lain

Trauma muskuloskeletal sebelumnya.

d. Observasi dan penanganan pra rumah sakit

Hal ini perlu untuk mengetahui trauma yang potensial, yaitu:

Posisi saat pasien ditemukan

Perdarahan atau tumpahan darah di tempat kejadian dan perkiraan

banyaknya

Tulang dan ujung patah tulang yang keluar

Luka terbuka dan kemungkinan berhubungan dengan patah tulang

yang ada atau tersembunyi

Dislokasi atau deformitas

Ada atau tidaknya gangguan motorik dan sensorik pada setiap

ekstremitas

Adanya keterlambatan transportasi atau ekstrikasi


13

Perubahan fungsi ekstremitas, perfusi dan status neurologis,

terutama setelah immobilisasi atau saat transport ke rumah sakit.

Reduksi pada fraktur atau dislokasi saat pemasangan bidai di

tempat kejadian

Pembalutan dan penggunaan bidai harus memperhatikan tekanan

pada tonjolan tulang yang dapat mengakibatkan kompresi saraf

perifer, sindroma kompartemen, atau crush syndrome.2

Pemeriksaan Fisik

Sebelum melakukan pemeriksaan fisik, buka seluruh pakaian pasien untuk

menilai dengan baik. Pemeriksaan pasien dengan cedera ekstremitas

mempunyai tiga tujuan:

a. Menemukan masalah megancam nyawa (primery survey)

b. Menemukan masalah yang mengancam ekstremitas (secondary

survey)

c. Pemeriksaan ulang secara sistematis untuk menghindari luputnya

trauma muskuloskeletal yang lain (re-evaluasi berlanjut).

Empat komponen yang harus diperiksa, yaitu:

a. Kulit yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi

b. Fungsi neuromuskular

c. Status sirkulasi

d. Integritas ligamentum dan tulang


14

Look (Lihat)

Ekspresi wajah karena nyeri

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi, dan kependekan

Perhatikan adanya pembengkakan

Perhatikan adanya gerakan yang abnormal

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk

membedakan fraktur tertutup atau terbuka

Ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai

beberapa hari

Perhatikan keadaan vaskular

Perhatikan warna dan perfusi

Perhatikan perubahan warna dan memar

Penilaian inspeksi cepat secara menyeluruh perlu dilakukan untuk

menemukan perdarahan eksternal aktif. Setiap luka di ekstremitas disertai

patah tulang harus dianggap patah tulang terbuka sampai dibuktikan

sebaliknya.

Feel (Raba)

Palpasi dilakukan pada ekstremitas untuk memeriksa sensorik (fungsi

neurologi) dan daerah nyeri tekan (fraktur dan trauma jaringan lunak).

Palpasi dilakukan secara hati-hati dikarenakan pasien biasanya mengeluh

sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan :


15

Temperatur setempat yang meningkat

Nyeri tekan nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya

disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur

pada tulang

Pemeriksaan vaskular/pulsasi pada daerah distal trauma berupa

palpasi arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior

sesuai dengan anggota gerak yang terkena. Nilai kapilar jari-jari

(capillary refill) pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah

trauma, dan temperatur kulit. Jika hipotensi menyulitkan perabaan

pulsasi, maka dapat dengan menggunakan doppler. Hilangnya rasa

berbentuk kaus kaki atau sarung tangan merupakan tanda awal

gangguan vaskular.

Pada pasien dengan hemodinamik normal, perbedaan besarnya denyut

nadi, dingin, pucat, parestesia, dan adanya gangguan motorik

menunjukkan trauma arteri. Luka terbuka dan bfraktur didekat arteri

dapat memberi petunjuk adanya trauma arteri.

Ankle/brachial index ditentukan oleh tekanan sistolik tungkai yang

cedera dibagi dengan tekanan sistolik lengan yang tidak cedera yang

diukur dengan doppler. Pada auskultasi dapat menunjukkan adanya

bruit disertai thrill pada palpasi yang terasa.

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui

adanya perbedaan panjang tungkai


16

Move (pergerakan)

Dilakukan dengan cara mengajak pasien untuk menggerakan secara aktif

dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.

Pada pasien dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat

sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu

juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh

darah dan saraf.

Krepitasi : terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan

cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran

atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa

atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi

Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif

Memeriksa seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-

gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan

Gerakan yang tidak normal: gerakan yang terjadi tidak pada sendi,

misalnya: pertengahan femur dapat digerakkan. Ini adalah bukti paling

penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya

kontinuitas tulang sesuai definisi fraktur. Hal ini penting apabila

tidak ada fasilitas pemeriksaan rontgen.

Bila ditemukan sakit, nyeri tekan, disertai gerak abnormal, maka diagnosa

fraktur sudah pasti. Namun, usaha untuk menunjukkan krepitasi dan gerakan

abnormal tidak dianjurkan.2


17

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk menentukan keparahan kerusakan

tulang dan jaringan lunak yang berhubungan dengan derajat energi dari

trauma itu sendiri. Bayangan udara di jaringan lunak merupakan petunjuk

dalam melakukan pembersihan luka atau irigasi dalam melakukan

debridement. Bila bayangan udara tersebut tidak berhubungan dengan

daerah fraktur maka dapat ditentukan bahwa fraktur tersebut adalah fraktur

tertutup. Radiografi dapat terlihat bayangan benda asing disekitar lesi

sehingga dapat diketahui derajat keparahan kontaminasi disamping melihat

kondisi fraktur atau tipe fraktur itu sendiri. Diagnosis fraktur dengan tanda-

tanda klasik dapat ditegakkan secara klinis, namun pemeriksaan radiologis

tetap diperlukan untuk konfirmasi untuk melengkapi deskripsi fraktur, kritik

medikolegal, rencana terapi dan dasar untuk tindakan selanjutnya.

Sedangkan untuk fraktur-fraktur yang tidak memberikan gejala klasik dalam

menentukan diagnosa harus dibantu pemeriksaan radiologis sebagai gold

standard.

Tujuan pemeriksaan radiologis :

Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi

Untuk konfirmasi adanya fraktur

Untuk melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta

pergerakannya

Untuk menentukan teknik pengobatan

Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak

Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-artikuler


18

Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang

Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan,

MRI, tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto polos

kita dapat mendiagnosis fraktur.

Untuk menghindari kesalahan maka dikenal formulasi rule of two, yaitu ;

a) Two view/position

Fraktur atau dislikasi mungkin tidak terlihat pada film rontgentunggal,

dan sekurang-kurangnya harus dilakukan dua sudut pandang

(anteroposterior dan lateral).

b) Two joints

Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami fraktur dan

angulasi. Tetapi, angulasi tidak mungkin terjadi kecuali kalau tulang

yang lain juga patah, atau suatu sendi mengalami dislokasi. Sendi-

sendi di atas dan di bawah fraktur keduanya harus disertakan pada

foto rontgen.

c) Two bones

Pada rontgen tulang anak-anak epifisis yang normal dapat

mengacaukan diagnosis fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera

akan bermanfaat.
19

d) Two injuries

Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu

tingkat. Karena itu, bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur, perlu

juga diambil foto rontgen pada pelvis dan tulang belakang.

e) Two occasions

Segera setelah cedera, suatu fraktur (skafoid karpal) mungkin sulit

dilihat. Kalau ragu-ragu, sebagai akibat resorpsi tulang,

pemeriksaanlebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan

diagnosis.2

2.6 Penatalaksanaan Fraktur terbuka

Tatalaksana umum

Cari tanda-tanda syok atau perdarahan dan periksa ABC

Cari trauma pada tempat lain yang berisiko (kepala dan tulang

belakang, iga dan pneumothoraks, femoral dan trauma pelvis).4,6

Tatalaksana Fraktur

Segera

Hilangkan rasa nyeri (opiat intravena, blok saraf, gips dan traksi)

Buat akses intravena dengan baik, kirim golongan darah dan

sampel untuk dicocokkan.

Fraktur terbuka: debridement, antibiotik, dan profilaksis

tetanus.4,6
20

Antibiotik

Pemberian antibiotik sangat penting dalam tatalaksana awal fraktur terbuka.

Idealnya dalam 3 jam setelah cedera harus diberikan antibiotik. Dengan

demikian telah dibuktikan akan menurunkan resiko infeksi sebesar enam

kali lipat. Untuk tipe I dan II lebih sering diinfeksi oleh bakteri gram positif,

biasanya direkomendasikan sefalosporin generasi pertama. Beberapa

penelitian menganjurkan pemberian gram-negatif juga baik. Tipe III

biasanya cenderung diinfeksi oleh gram negatif. Dalam kasus luka yang

terkontaminasi oleh tanah, cakupan untuk bakteri anerob harus

ditambahkan. Biasanya diberikan penisilin untuk risiko infeksi klostridial.

Di rumah sakit, dapat terjadi infeksi nasokomial, yaitu dengan

Staphylococcus aureus dan basil aerob gram negatif seperti pseudomonas.

Durasi antibiotik dalam fraktur tulang terbuka telah direkomendasikan

selama 1-3 hari, namun dapat dipertahankan sampai luka ditutup.6

Tipe Clinical Pilihan Antibiotik Durasi antibiotik


Fraktur Infection
Rates (%)
I 1,4 Cefazolin 1-2 gram, IV, tiap 8 jam Setiap 8 jam untuk
3 dosis
II 3,6 Pipercacillin/tazobactam atau Lanjutkan selama
cefazolin dan tobramycin 3,375 24 jam setelah
gram, IV, tiap 6 jam penutupan luka
IIIA 22,7 Pipercacillin/tazobactam atau 3 hari
cefazolin dan tobramycin plus
penicillin untuk bakteri anaerobic
(bila perlu) 5,1 mg/kg, IV, tiap 24
jam
21

IIIB 10-50 Pipercacillin/tazobactam atau Lanjutkan selama


cefazolin dan tobramycin plus 3 hari setelah
penicillin untuk bakteri anaerobic penutupan luka
(bila perlu) 2-4 juta unit, IV, tiap 4
jam
IIIC 10-50 Pipercacillin/tazobactam atau Lanjutkan selama
cefazolin dan tobramycin plus 3 hari setelah
penicillin untuk bakteri anaerobic penutupan luka
(bila perlu)

Profilaksis tetanus

Luka yang terkontaminasi kotoran, saliva, feses, atau luka tusuk termasuk

suntikan steril, cedera, luka bakar harus dikhawatirkan dengan infeksi

Clostridium tetani, bakteri spesies anaerob gram positif yang menyebabkan

tetanus. Profilaksis dan pengobatan untuk tetanus harus dipertimbangkan

untuk setiap pasien dengan fraktur terbuka. Di Amerika Serikat, Pusat

Pengendalian dan Pencegahan Penyakit merekomendasikan imunisasi

tetanus melalui tetanus toxoid pada 2, 4, dan 6 bulan, 12-18 bulan, 5 tahun,

11-12 tahun, dan kemudian pada interval 10-tahun untuk imunisasi

pemeliharaan. Setiap pasien dengan fraktur terbuka yang belum

menyelesaikan imunisasi tetanus toksoid atau belum memiliki booster

dalam 5 tahun terakhir harus diberikan booster tetanus toxoid. Jika luka

rentan terhadap kontaminasi Clostridium tetani, tetanus toksoid harus

dikombinasikan dengan 250-500 IU Human tetanus immune globulin

(HTIG).6
22

Definitif

Reduksi (tertutup atau terbuka)

Imobilisasi (gips, bracing fungsional, fiksasi internal, fiksasi

eksternal, traksi).

Rehabilitasi, yang bertujuan untuk mengembalikan pasien ke

tingkat fungsi seperti sebelum trauma dengan fisioterapi atau

terapi okupasi.4

Fiksasi Internal

Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke

posisi normal kemudian diikat dengan sekrup khusus atau dengan

melampirkan pelat logam ke permukaan luar tulang. Fragmen juga dapat

diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui

ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk

kerusakan jaringan dan disertai dengan cedera tambahan, mungkin

diperlukan waktu sebelum operasi fiksasi internal dapat dilakukan dengan

aman.6
23

Fiksasi Eksternal

Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan

untuk menahan tulang tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin

atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang patah di atas dan di bawah

tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup

dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini

merupakan suatu kerangka stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi

yang tepat. 6

Open Reduction External Fixation ( OREF )

OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi eksternal di mana prinsipnya

tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur, sekrup atau kawat

ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama

lain dengan suatu batang lain.

Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan

kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk

fraktur kominutif (hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar

tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini

memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen

tulang.

Tujuan dilakukan tindakan antara lain :

a. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri,

namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut.


24

b. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari

fraktur.

c. Agar terjadi penyatuan tulang kembali

Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4

minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

Namun terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang,

sehingga dibutuhkan graft tulang.

d. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula

Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan

kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat

mungkin

Indikasi OREF

Fraktur terbuka grade II (Seperti grade I dengan memar kulit dan otot

) dan III (Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,

syaraf otot dan kulit )

Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang

parah.

Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.

Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.

Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.

Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok.

Misal : infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).

Non union yang memerlukan kompresi dan perpanjangan.


25

Kadang kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.6


26

Terdapat sistem klasifikasi fraktur terbuka setelah berdasarkan derajatnya,

yaitu MESS, yang dibuat sebagai alat yang bertujuan untuk membantu ahli

bedah dalam melakukan pertimbangan keputusan amputasi atau

menyelamatkan ekstremitas pada trauma ekstremitas bawah kompleks.

Skala ini mempertimbangkan kerusakan tulang dan jaringan lunak, iskemia

tungkai, syok dan usia pasien. Penelitian telah menunjukkan bahwa skor

yang lebih atau sama dengan tujuh diprediksi untuk amputasi dengan nilai

akurasi 100%. Akan tetapi keputusan untuk amputasi tidak hanya dari skor

MESS, banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti dampak

emosional, dampak sosial, dan pemulihan psikologi.6


27

2.7 Komplikasi Fraktur

Komplikasi segera.3

Lokal Umum

Kulit dan otot : berbagai vulnus, Trauma multipel

kontusio dan avulsi

Vaskuler : terputus, kontusio, syok

perdarahan

Organ dalam : jantung, paru-paru,

hepar, limfa (pada fraktur costa),

buli-buli (pada fraktur pelvis)

Neurologis : otak, medula spinalis,

kerusakan saraf perifer

Komplikasi dini.3

Lokal Umum

Nekrosis kulit otot, sindrom ARDS, emboli paru, tetanus

kompartemen, trombosis, infeksi

sendi, osteomielitis
28

Komplikasi lama.3

Lokal Umum

Tulang : maluninon, nonunion, Batu ginjal (akibat imobilisasi lama

delayed union, osteomielitis, di tempat tidur dan hiperkalsemia)

gangguan pertumbuhan, patah tulang

rekuren.

Sendi : ankilosis, penyakit Neurosis pasca trauma

degeneratif sendi pasca trauma

Miosis osifikan, distrofi refleks, dan

kerusakan saraf.

Pada fraktur terbuka, infeksi merupakan komplikasi yang paling jelas.

Risiko infeksi berhubungan dengan keparahan cedera.

Gustilo-Anderson tipe I, 0-2%

Gustilo-Anderson tipe II, 2-10%

Gustilo-Anderson tipe III, 10-50%.6

2.8 Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase,

yaitu:

Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil

yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada

daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur.
29

Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong

dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi

sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.

Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah

fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu

daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah

trauma.

Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi

penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel

osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus

eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai

aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat

pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel

mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap

awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel

osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik

yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler

tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur.

Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa

yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus

belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.


30

Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen

sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas

membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks

interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam

kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut

sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone

sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya

penyembuhan fraktur.

Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan

diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang

menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara

bertahap.

Fase remodelling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian

yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis

medularis. Pada fase remodelling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara

osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus

eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah

menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian

dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.


31

Penilaian Penyembuhan Fraktur

Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis

dan union secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan

pemeriksaan daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah

fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau

perasaan nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksa
32

atau oleh penderita sendiri. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka

secara klinis telah terjadi union dari fraktur.

Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan rontgen pada daerah

fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan mungkin dapat

ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada kedua

fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medulla atau ruangan

dalam daerah fraktur.

Salah satu tanda proses penyembuhan fraktur adalah dengan terbentuknya

kalus yang menyeberangi celah fraktur (bridging callus) untuk menyatukan

kembali fragmen-fragmen tulang yang fraktur). Pembentukan bridging

callus dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jarak antara fragmen,

stabilitas fraktur, vaskularisasi, keadaan umum penderita, umur, lokasi


33

fraktur, infeksi dan lain-lain. Vaskularisasi daerah fraktur dapat berasal dari

periosteum, endosteum dan medulla.

Penelitian tentang perubahan densitas kalus pernah dilakukan oleh Siregar

(1998, Bandung) dengan membandingkan pertumbuhan kalus pada

penderita paska operasi internal fiksasi dengan menggunakan plate dan

screw dengan K-nail pada pasien fraktur femur dan peneliti ini melakukan

kriteria penilaian gambaran radiologi serta membaginya menjadi:

Grade 0 : Kalus belum / tidak terbentuk / non union

Grade 1+: Bintik-bintik radioopak pada daerah fraktur

Grade 2+ : Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi sama dengan

lusensi medulla.

Grade 3+: Bintik-bintik atau garis radioopak dengan lusensi antara medulla

dengan korteks.

Grade 4+: Densitas kalus sama dengan atau lebih radioopak dari pada

korteks.

Pada penelitian berikut ini diamati proses pertumbuhan kalus pada penderita

fraktur tulang panjang Humerus, Radius, Ulna, Femur, Tibia, dan Fibula.

Sampai saat ini belum ditemukan data awal tentang pertumbuhan kalus pada

masing masing tulang panjang tersebut.


34

BAB III
KESIMPULAN

Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan dengan

dunia luar sehingga terjadi kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi

berupa infeksi yang banyaknya tergantung dari derajat fraktur terbuka tersebut.

Fraktur terbuka biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa yang dapat terjadi

secara langsung atau tidak langsung.

Fraktur terbuka merupakan suatu kegawatdaruratan yang memerlukan

penanganan untuk mengurangi resiko infeksi. Selain mencegah infeksi juga

diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. Hal

yang penting yang dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu

pemberian antibiotik untuk mecegah terjadinya komplikasi infeksi dan

pembedahan segera, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur secara

internal maupun eksternal, penutupan kulit dan bone grafting, sehingga dari

tatalaksana yang sesuai diharapkan dapat mempercepat penyembuhan luka akibat

fraktur.

Anda mungkin juga menyukai