Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS BEDAH ORTHOPEDI

FRAKTUR CLAVICULA

Oleh:
dr. Irwandi Samosir

Pendamping:
Dr. Evi Desrianti
dr. Wiwit Fitri Ningsih

Konsulen Pembimbing :
dr. Harry Mulya Sp.OT

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT TK. IV 01.07.04 PEKANBARU
PROVINSI RIAU
2020

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot, ligamentum dan tendon yang
membentuk kerangka tubuh serta melindungi organ penting. Tulang juga berperan sebagai
penyimpan mineral tertentu seperti kalsium, magnesium, dan fosfat.1
Trauma merupakan penyebab kematian tersering pada orang berusia 1-44 tahun di
seluruh dunia maju. Proporsi kematian terbesar (1,2 juta per tahun) akibat kecelakaan di
jalan raya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020
kecelakaan lalu lintas jalan raya akan menempati urutan ketiga dalam penyebab kematian
dini dan disabilitas akibat kecacatan. Di Inggris, kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
kematian atau cedera serius biasanya berhubungan dengan kendaraan roda empat.2
Tingginya angka kejadian pada kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia dapat
mengakibatkan tingginya resiko patah tulang atau fraktur. Fraktur adalah hilangnya
kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun
yang parsial . Fraktur kebanyakan disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada orang laki-laki dari pada orang
perempuan dengan perbandingan 3:1. Penyebab fraktur sering berhubungan dengan cedera
olah raga, pekerjaan atauyang disebabkan oleh kendaraan bermotor.2
Untuk itu pada makalah ini, penulis akan membahas mengenai tatalaksana dengan
fraktur clavicula, fraktur scapula dan fraktur scapula. Penulis berharap makalah ini dapat
membantu pembaca dalam penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan untuk menangani
kasus dengan fraktur clavicula, fraktur scapula dan fraktur scapula dengan melihat dari
beberapa masalah yang tercantum pada makalah ini.

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas dan menganalis kasus fraktur os. klavikula os. costae
dan os. Scapula dari definisi, epidemiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis.

2
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk membahas dan menganalisis kasus yang ada
dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai fraktur klavikula, fraktur costa dan
fraktur skapula.

1.4 Metode Penulisan


Laporan kasus ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai sumber.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. FRAKTUR
1.1. Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas struktural tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial .1-2
1.2. Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena 3 hal: (1) cedera; (2) stres yang berulang;
atau (3) patologis. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh gaya yang tiba-
tiba dan berlebihan, yang dapat terjadi secara langsung (direct force)
ataupun tidak langsung (indirect force). Dengan direct force tulang
putus pada titik cedera; jaringan lunak pun ikut rusak. Dengan indirect
force tulang putus dengan berjarak dari lokasi cedera; kerusakan
jaringan pada area fraktur tidak dapat dihindari.2
Walaupun kebanyakan fraktur terjadi karena kombinasi gaya (twisting,
bending, compressing atau tension), pola x-ray dapat memberitahu
mekanisme yang paling dominan:2
 Twisting menyebabkan fraktur spiral
 Bending menghasilkan fraktur dengan fragmen triangular
‘butterfly’
 Compression menyebabkan fraktur obliq yang pendek
 Tension cenderung menyebabkan tulang putus secara transverse;
pada beberapa situasi hal ini dapet mengalvusi fragmen kecil dari
tulang di tempat insersi ligamen atau tendon

Gambar 1. Mekanisme Cedera

4
Fraktur karena stress berulang terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek
tumpuan berat berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang
menjalani program berat. Beban ini menciptakan perubahan bentuk yang
memicu proses normal remodeling, kombinasi dari resorpsi tulang dan
pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan terjadap
stress dan perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang,
resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah
tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu
dengan pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal resorpsi dan
pergantian tulang; stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi kronik
dan pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.2
Fraktur patologis dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah
karena perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis
imperfekta, atau Paget’s disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang,
atau metastasis).2
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat
yang rendah.
1.3. Klasifikasi
Pembagian fraktur menjadi tergantung pada:7
1) Site
- Diafisis
- Metafisis
- Epifisis
- Intra-articular
2) Extent
- Komplit

5
- Inkomplit
o crack, atau hairline fracture
o buckle fracture
o greenstick fracture
3) Configuration
Jika hanya mempunyai 1 garis fraktur:
- Transverse
- Oblique
- Spiral
Jika mempunyai lebih dari 1 garis fraktur, dan dengan demikan
lebih dari 2 fragmen:
- Comminuted
4) Hubungan antara fragmen fraktur
- Displaced
- Undisplaced
o Shifted
o Angulated
o Rotated
o Distracted
o Overriding
o Impacted
5) Hubungan fraktur dengan dunia luar
- Closed
Dikatakan fraktur tertutup jika kulit masih intak.
Terdapat klasifikasi Tscherne untuk fraktur tertutup yaitu:2
o Grade 0 : fraktur sederhana dengan sedikit atau
tidak ada sama sekali cedera jaringan lunak
o Grade 1 : fraktur dengan abrasi superfisial atau
memar pada kulit dan jaringan subkutan
o Grade 2 : fraktur yang lebih berat dengan
kontusio dan pembengkakan pada
jaringan lunak dalam
o Grade 3 : cedera berat dengan tanda kerusakan jaringan
lunak yang jelas dan ancaman terjadi sindroma
6
kompartemen

7
- Open

Dikatakan fraktur terbuka jika ada kontak


dengan dunia luar, dapat karena fragmen fraktur telah
melewati kulit dari dalam ataupun karena benda tajam
yang telah menembus kulit ke dalam fraktur tulang.
Fraktur terbuka membawa risiko serius untuk sampai
menjadi infeksi.

Terdapat klasifikasi Gustilo-Anderson untuk fraktur


terbuka yaitu:2-4

Tabel 1. Klasifikasi Fraktur Terbuka

6) Komplikasi
- Complicated
Komplikasi dari fraktur dapat secara lokal
ataupun sistemik dan dapat berkaitan dari cidera
aslinya ataupun pengobatannya.
- Uncomplicated

8
1.4. Diagnosis
Dari riwayat pasien, gejala yang paling sering adalah nyeri
yang terlokalisir yang memberat dengan pergerakan, dan
menurunnya fungsi dari bagian yang terkena. Pasien juga
mungkin mendengan tulang yang patah atau bisa merasakan
keujung tulangnya memberikan suara crack (krepitasi).4
Pada pemeriksaan fisik, dengan inspeksi dapat terlihat expresi
wajah pasien yang kesakitan dan bagaimana cara dia
melindungi bagian yang terkena. Inspeksi lokal dapat
memperlihatkan adanya bengkak, deformitas (angulasi, rotasi,
pemendekan), atau gerakan abnormal. Bengkak, memar dan
deformitas mungkin terlihat jelas, tapi yang penting adalah
untuk menentukan apakah kulit intak atau tidak; jika kulit tidak
intak maka luka berhubungan dengan dunia luar dan dikatakan
fraktur terbuka. Perhatikan juga postur dari ekstremitas bagian
distal dan warna kulitnya (hal ini untuk menjadi petunjuk dari
kerusakan pembuluh darah dan nervus).2
Diskolorasi pada kulit karena extravasasi subkutan dari darah
(ekimosis) biasanya muncul setelah beberapa hari.3
Tanda lokal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:2
- Perhatikan bagian yang paling jelas cedera
- Test untuk kerusakan neurovaskular distal
- Cek apakah ada cedera yang berkaitan disekitarnya
- Cek apakah ada cedera yang berkaitan di bagian
yang jauh dari tempat fraktur
Saat palpasi, dapat ditemukan adanya nyeri yang tajam dan
terlokalisisr pada tempat fraktur dan peningkatan nyeri serta
spasme otot saat penggerakan dari bagian yang cedera.
Krepitus juga dapat terjadi.7 Pemeriksaan untuk mencari
krepitus tidak wajib dilakukan, karena selain memberikan rasa
sakit kepada pasien juga tidak begitu bermakna saat ada x-ray
sebagai opsi lain.2,7

9
Pada pemeriksaan radiologi, sebaiknya pasien diberi bidai yang
akan tampil radiolusen demi kenyamanannya.7
Pemeriksaan x-ray adalah wajib; terdapat aturan yang
dinamakan rule of two pada pemeriksaan x-ray:
1) Two views
Fraktur atau dislokasi dapat tidak terlihat dalam satu
foto saja, jadi diperlukan 2 foto yaitu anteroposterior
dan lateral.2 Untuk beberapa fraktur, terutama pada
tulang kecil dan vertebra, foto oblique kadang- kadang
diperlukan.4
2) Two joints
Sendi pada atas dan bawah fraktur harus dimasukan.2
3) Two limbs
Foto pada bagian yang tidak terkena fraktur juga
diperlukan untuk perbandingan. 2
4) Two injuries
Gaya yang kuat sering mengakibatkan cedera pada
lebih dari 1 tingkat. Maka dari itu, fraktur dari
calcaneum atau femur penting juga untuk dilakukan
foto pelvis dan spine.2
5) Two occasions
Beberapa fraktur tidak langsung terdeteksi setelah
cedera pada radiografi, tapi foto 1- 2 minggu setelah
kejadian mungkin akan memperlihatkan lesi.
Contohnya adalah fraktur undisplaced dan fraktur
impaksi.2
Untuk fraktur di spine dan pelvis yang sulit divisualisasi oleh
radiografi konvensional dapat dilakukan CT Scan. MRI dapat
menjadi satu- satunya cara untuk menunjukan apakah fraktur
vertebra mengancam akan mengkompresi medula spinalis.2
Radioisotope scanning berguna dalam mendiagnosa fraktur stres
atau fraktur undisplaced.2

10
1.5. Terapi
Prinsip utama penatalaksanaan fraktur adalah 4 R (recognize, reduce,
retaining, rehabilitation). Tujuan khusus dari terapi fraktur adalah:7
1) Untuk meringankan nyeri
Tulang pada umumnya insensitif, nyeri yang ada umumnya
berasal dari cidera jaringan lunak yang terkena seperti
periosteum dan endosteum. Nyeri muncul oleh gerakan dari
fragmen fraktur, berkaitan dengan spasme otot dan bengkak
yang progresif di ruangan tertutup. Maka dari itu, nyeri dari
fraktur bisa diringankan dengan imobilisasi area fraktur dan
menghindari bidai ataupun gips yang terlalu ketat. Pada awal
terjadinya fraktur, analgesik mungkin dibutuhkan.
2) Untuk mendapatkan dan menjaga posisi yang pas dari
fragmen fraktur
Fraktur dapat undisplaced, ataupun displaced sehingga
mungkin tidak semua perlu dilakukan reduksi. Reduksi dari
fraktur berguna untuk mendapatkan posisi yang pas yang
diindikasikan hanya saat sekiranya reduksi dapat membantu
dalam mendapatkan fungsi yang baik, untuk mencegah
penyakit sendi degeneratif selanjutnya atau untuk
mendapatkan penampakan klinis yang baik, tapi tidak perlu
untuk sampai mendapatkan penampakan radiologis yang
sempurna.
3) Untuk mendorong terjadinya union dari tulang
Pada kebanyakan fraktur, union akan terjadi dengan
sendirinya. Namun pada beberapa fraktur, seperti yang
terdapat robekan berat dari periosteum dan jaringan lunak
sekitarnya atau adanya nekrosis avaskular di satu atau kedua
fragmen, union harus dibantu dengan penggunaan alat/ bone
graft.
4) Untuk mengembalikan fungsi optimal tidak hanya dari

11
tungkai/lengan atau tulang belakang yang terkena namun juga
untuk pasien secara keseluruhan.
Saat periode imobilisasi selama proses penyumbuhan fraktur,
disuse atrophy dari otot di sekitarnya harus dicegah dengan
active static exercise dari otot yang mengontrol imobilisasi
sendinya dan active dynamic exercise dari semua otot pada
tungkai ataupun lengannya.

Setelah imobilisasi selesai, active exercise harus dilanjutkan


secara lebih intensif.

Terapi pada fraktur meliputi manipulasi untuk memperbaiki posisi


fragmen, diikuti dengan splintage untuk menahannya sampai menyatu;
sementara itu pergerakan sendi dan fungsi harus dijaga. Penyembuhan
fraktur didorong oleh loading fisiologis dari tulang, jadi aktifitas otot dan
weightbearing dini harus didorong. Tujuan ini diliputi oleh 3 aturan, yaitu:
reduce, hold dan exercise

Terdapat beberapa situasi dimana reduksi tidak dibutuhkan seperti


saat terdapat sedikit atau tidak ada sama sekali displacement, saat
displacement tidak bermakna pada awalnya (contohnya pada fraktur
clavicula), saat reduction tidak memungkinkan untuk berhasil (contohnya
kompresi pada fraktur vertebra). Reduction harus selalu bertujuan
mendapatkan posisi yang pas dan alignment yang normal dari fragmen
tulang. Semakin besar area permukaan kontak diantara fragmen maka
semakin memungkinkan untuk pentembuhan terjadi. Celah diantara ujung
fragmen adaah penyebab yang umum dari delayed union atau non-union.
Fraktur yang melibatkan permukaan artikular harus direduksi sampai
mendekati sempurna karena iregulitas sekecil apapun akan menyebabkan
distribusi beban yang abnormal diantara permukaan dan
mempredisposisikan perubahan degenaratif di kartilago artikular.1-3

Terdapat 2 cara untuk melakukan reduksi, yaitu closed dan open.


Pada closed reduction, diperlukan anestesi yang memadai dan relaxasi otot

12
lalu dilakukan three-fold manoeuvre: (1) bagian distal dari tungkai/ lengan
ditarik pada garis tulang; (2) seiring fragmen terlepas, mereka akan
tereposisi kembali (dengan membalikan arah awal dari gaya jika bisa
diberikan); (3) alignment dibenarkna pada setiap bidang. Hal ini paling
efektif saat periosteum dan otot pada satu sisi dari fraktur masih intak;
jaringan lunak yang mengikatnya mencegah over-reduction dan
menstabilkan fraktur setelah direduksi. 2

Gambar 2. Closed Reduction

Beberapa fraktur sulit untuk direduksi dengan manipulasi karena


tarikan otot yang kuat dan mungkin memerlukan traksi yang diperpanjang.
Traksi kulit atau skeletal untuk beberapa hari akan membuat ketegangan
jaringan lunak berkurang dan allignment yang lebih baik bisa didapat; hal
ini membantu untuk fraktur batang femur dan tibia dan bahan fraktur
supracondylar humerus pada anak- anak.2
Pada umumnya, closed reduction dipakai untuk minimally displaced
fractures, untuk fraktur pada anak dan fraktur yang stabil setelah reduksi
dan dapat dilakukan dalam bentuk splint atau cast. Fraktur yang tidak

13
stabil juga dapat direduksi menggunakan metode closed reduction
sebelumnya saat akan dilakukan internal atau external fixasi. Hal ini
menghindari manipulasi langsung dari letak fraktur dengan open reduction,
yang merusak suplai darah lokal dan dapat menyebabkan waktu
penyembuhan yang lama; makin banyak ahli bedah yang beralih ke
manoeuvres reduksi yang menghindari pajanan pada letak fraktur, bahkan
saat tujuannya untuk dilakukan internal atau external fixasi.2

Operasi untuk reduksi fraktur dengan pengawasan langsung


diindikasikan jika: (1) saat closed reduction gagal, baik karena kesulitan
mengontrol fragmen atau karena jaringan lunak yang ada diantaranya; (2)
saat terdapat fragmen artikular besar yang membutuhkan posisi akurat atau
(3) untuk fraktur avulsi dimana fragmen fraktur terpisah jauh. Sebagai
aturan, bagaimanapun, open reduction hanyalah tahap pertama dari fixasi
internal.2
Hold reduction atau sering digunakan kata imobilisasi bertujuan
untuk mencegah displacement. Beberapa halangan gerak dibutuhkan untuk
penyembuhan jaringan lunak dan untuk memungkinkan gerakan bebas
pada bagian yang tidak terkena. Beberapa metode hold reduction adalah
sebagai berikut:2
a) Continuous traction
Traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya
melakukan suatu tarikan yang terus-menerus pada poros panjang
tulang itu. Cara ini sangat berguna untuk fraktur batang yang bersifat
oblik atau spiral yang mudah bergeser oleh kontraksi otot. Traksi
tidak dapat menahan fraktur tetap diam; traksi dapat menarik tulang
panjang secara lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi reduksi
yang tepat kadang- kadang sukar dipertahankan. Dan sementara itu
pasien dapat menggerakkan sendi-sendinya dan melatih ototnya.
Traksi cukup aman, asalkan tidak berlebihan dan berhati-hati
menyisipkan pen traksi. Masalahnya adalah kecepatan: bukan karena
fraktur menyatu secara perlahan-lahan tetapi karena traksi tungkai
bawah akan menahan pasien tetap di rumah sakit. Maka dari itu,

14
segera setelah fraktur menempel traksi harus digantikan dengan
bracing, jika metode ini dapat dilaksanakan. Macam-macam traksi
 Traksi dengan gaya berat
Cara ini hanya berlaku pada lengan. Karena pemakaian wrist
sling, berat dari lengam memberikan traksi yang terus menerus
ke humerus. Untuk kenyamanan dan stabilitas, terutama pada
fraktur transverse, plaster U-slab dapat dibalutkan atau, lebih
baik lagi, removable plastic sleeve dari axilla sampai sedikit
diatas siku ditahan dengan Velcro.

 Traksi kulit
Dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg. Strapping
Holland atau Elastoplast ditaruh pada kulit yang sudah dicukur
dan ditahan dengan plaster. Malleolus dilindungi oleh Gamgee
tissue, dan tali atau pengerat digunakan untuk traksi.
 Traksi skeletal
Stiff wire atau pin dimasukan – biasanya dibelakang tuberkel
tibia untuk cedera panggul, paha dan lutut, atau melewati
calcaneus untuk fraktur tibia – dan tali diikatkan ke tempat
tersebut untuk mengaplikasikan traksi.

Baik traksi dilakukan oleh kulit atau skeletal, fraktur direduksi dan
ditahan dengan 3 cara berikut; fixed traction, balanced traction, dan
combined traction.

Komplikasi traksi :
o Hambatan sirkulasi
o Cedera pada nervus
o Infeksi pada tempat masuknya pin

15
Gambar 3. Metode Traksi

b) Cast splintage
Plaster of Paris masih banyak digunakan sebagai splint, terutama
untuk fraktur tungkai bagian distal dan kebanyakan fraktur anak-
anak. Dia cukup aman, selama praktisi memperhatikan bahaya
ketatnya casting dan tekanan pada luka dicegah. Walau begitu,
sendi yang terkena plaster tidak dapat bergerak dan mudah kaku.
Saat bengkak dan hematom terselesaikan, lekatan dapat terbentuk
dan menyambungkan serat otot dengan serat lainnya dan tulang;
pada fraktur artikular, plaster menutupi permukaan yang ireguler
terus menerus (closed reduction jarang sempurna) dan tidak
mempunyai kesempatan untuk bergerak menghambat penyembuhan
defek kartilago.2
Kekakuan dapat dikurangi dengan: (1) delayed splintage – dengan
menggunakann traksi sampai gerak didapat lalu baru memberikan
plaster; atau (2) memulai dengan cast konvensional tetapi, setelah
beberapa minggu, saat tungkai dapat dihandle tanpa
ketidaknyamanan yang berarti, mengganti cast dengan bracing
fungsional yang memberikan kesempatan untuk pergerakan sendi.2
Komplikasi dari cast splintage sendiri adalah: (1) cast yang kencang

16
contohnya saat timbul pembengkakan saat cast sudah terpasang; (2)
sakit karena tekanan cast splintage itu sendiri; (3) abrasi atau
laserasi kulit – dalam komplikasi ini plaster harus dilepas; (4) cast
yang longgar – seperti ketika proses bengkak sudah mereda saat
terpasang cast.2

Gambar 4. Cast Splintage

c) Functional bracing
Functional bracing dapat menggunakan plaster of Paris ataupun
material thermoplastic yang lebih ringan, penggunaan functional
bracing dapat menjegah kekakuan sendi sementari masih dapat
membiarkan splintage dan loading dari fraktur. Segmen dari cast
diberikan hanya pada batang tulang, membiarkan sendi bebas; segmen
dari cast dihubungkan oleh metal atau hinge plastik yang membiarkan
gerak dalam satu bidang. Functional bracing tidak begitu kokoh, maka
biasanya hanya dipakai saat fraktur sudah mulai menyatu, contohnya
3- 6 minggu setelah traksi atau pemakaian plaster konvensional.2

17
Gambar 5. Functional Bracing

d) Internal fixation
Pada fixasi internal, fragmen tulang dapat diperbaiki dengan screw,
metal plate yang ditopang screw, long intramedullary rod atau nail
(dengan atau tanpa locking screw), circumferential band atau
kombinasi dari semua ini. Jika dipasang dengan benar, fixasi
internal dapat menopang fraktur dengan aman sehingga gerak dapat
dimulai sejak itu; dengan gerak yang dapat dimulai dini, kekaukan
dan edema dapat dicegah. Walaupun begitu, perlu diingat bahwa
fraktur belum menyatu namun gerak dapat dilakukan karena adanya
jembatan metal dan dalam hal ini unprotected weighbearing masih
belum aman dilakukan. 2
Risiko dari fixasi internal yang paling besar adalah sepsis. Resiko
infeksi bergantung pada: (1) pasien – jaringan yang terkena, luka
kotor dan pasien yang tidak fit tidaklah aman dilakukan fixasi
internal; (2) ahli bedah; (3) fasilitas. 2
Indikasi dari internal fixasi yang paling utama adalah: 2
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi selain dengan operasi
2. Fraktur yang tidak stabil dan cenderung dapat redisplace setelah
dilakukannya reduksi (contohnya fraktur pada tengah batang dari
lengan atas dan fraktur displaced pergelangan kaki). Juga
termasuk fraktur yang mungkin ditarik oleh gerakan otot (seperti
fraktur transverse dari patella atau olecranon).

18
3. Fraktur yang menyatu secara butuk dan lambat, terutama fraktur
dari leher femur
4. Fraktur patologis dimana penyakit tulang menghambat
penyembuhan
5. Fraktur multiple dimana fixasi dini (baik dengan fixasi internal
ataupun external) menurunkan resiko komplikasi dan late
multisystem organ failure
6. Fraktur pada pasien dengan kesulitan perawatan seperti pasien
dengan paraplegia, cedera yang banyak dan lansia
Tipe dari fixasi internal:2
 Intergragmentary screws
 Wires (transfixing, cerclage dan tension-band)
 Plates and screws
 Intramedullary nails

Gambar 6 . Fixasi Internal

Komplikasi dari fixasi internal:2


1) Infeksi
2) Non-union
3) Implant failure
4) Refracture

19
e) External fixation
Fraktur dapat ditopang dengan transfixing screw atau tensioned
wires yang melewati tulang keatas dan kebawah dari fraktur dan
terpasang ke external frame.2
Indikasi fixasi external:
1. Fraktur yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak
yang buruk (termasuk fraktur terbuka) atau yang
terkontaminasi, dimana fixasi internal berisiko dan akses
berulang dibutuhkan untuk inspeksi luka, dressing atau
bedah plastik.

2. Fraktur disekitar sendi yang butuh internal fixasi namun


jaringan lunaknya terlalu bengkak untuk operasi yang aman;
disini, bentangan fixasi external memberikan stabilitas
sampai kondisi jaringan lunak membaik.
3. Pasien dengan cedera multiple, terutama jika ada fraktur
femur bilateral, fraktur pelvis dengan perdarahan hebat, dan
dengan tungkai dan cedera yang berhubungan dengan dada
atau kepala.
4. Fraktur yang tidak menyambung, yang bisa dipotong atau
dikompresi; terkadang ini dikombinasikan dengan
pemanjangan tulang untuk mengganti segmen yang
dipotong.
5. Fraktur yang terinfeksi, dimana fixasi internal tidak
memungkinkan.

20
Komplikasi fixasi internal:
1. Kerusakan pada struktur jaringan lunak
2. Overdistraction
3. Pin-track infection

Gambar 7. Fiksasi Ekternal

1.6. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
a. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus
dan gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut
diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah
beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa
peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli
lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.

21
b. Komplikasi Lokal

Tabel 2. Komplikasi fraktur

2. Fraktur Klavikula

2.1 Mekanisme Trauma


Mekanisme trauma dari fraktur klavikula terjadi karena penderita jatuh pada
bahu, biasanya tangan dalam keadaan terulur. Bila gelang bahu mendapat trauma
kompresi dari sisi lateral, penopang utama untuk mempertahankan posisi adalah
klavikula dan artikulasinya. Bila traumanya melebihi kapasitas struktur ini untuk
menahan, terjadi kegagalan melalui 3 cara, Artikulasi akromioklavikular akan
rusak, klavikula akan patah, atau sendi sternoklavikular akan mengalami
dislokasi. Trauma pada sendi sternoklavikular jarang terjadi dan biasanya
berhubungn dengan trauma langsung ke klavikula bagian medial dengan arah
lebih posterior (dislokasi posterior) atau trauma dari arah posterior yang
langsung mengenai gelang bahu (menyebabkan dislokasi proksimal klavikula ke
anterior).
Pada fraktur midshaft, fragmen lateral tertarik ke bawah karena berat lengan,
fragmen medial tertarik oleh muskulus sternocleidomastoideus. Pada fraktur 1/3
lateral, bila ligamen intak, ada sedikit pergeseran; namun bila terjadi robekan
ligamen korakoklavikula, atau bila garis fraktur terletak medial dari ligamen ini,
pergeseran yang terjadi mungkin lebih berat dan tindakan reduksi tertutup tidak
mungkin dilakukan. Klavikula juga merupakan bagian yang sering mengalami
fraktur patologis.1,5,6

22
Gambar 8. Mekanisme trauma fraktur klavikula

Gambar 9. Muskulus dan gaya gravitasi yang terjadi pada fraktur klavikula

2.2 Klasifikasi

Fraktur klavikula biasanya diklasifikasikan berdasarkan posisi dari fraktur oleh


Allman menjadi proximal (Group I), middle (Group II), dan distal (Group III) third
fractures. Pembagian secara general berhubungan dengan pendekatan klinis yang
akan dikerjakan.1-2

Karena tingginya tingkat delayed union and non-union pada fraktur 1/3 distal, Neer
membaginya menjadi tiga subklasifikasi berdasarkan kondisi ligamentum dan derajat
pergeseran. Neer tipe I (ligamentum korakoklavikular masih intak), Neer tipe II
(ligamentum korakoklavikular robek atau lepas dari fragmen medial tetapi
ligamentum trapezoid tetap intak dengan segmen distal), dan Neer tipe III
(intraartikular). Neer tipe II disubklasifikasikan menjadi dua oleh Rockwood menjadi

23
tipe IIA: konoid dan trapezoid melekat pada fragmen distal dan tipe IIB: konoid
lepas dari fragmen medial.7

2.3 Penatalaksanaan

2.3.1 Fraktur Klavikula 1/3 Tengah

Terdapat kesepakatan bahwa fraktur klavikula 1/3 tengah non displaced seharusnya
diterapi secara non operatif. Sebagian besar akan berlanjut dengan union yang baik,
dengan kemungkinan non union di bawah 5% dan kembali ke fungsi normal.1,2.4

Manajemen non operatif meliputi pemakaian simple sling untuk kenyamanan. Sling
dilepas setelah nyeri hilang (setelah 1-3 minggu) dan pasien disarankan untuk mulai
menggerakkan lengannya. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa penggunaan
figure-of-eight bandage memberikan manfaat dan dapat berisiko terjadinya
peningkatan insidens terjadinya luka akibat penekanan pada bagian fraktur dan
mencederai struktur saraf; bahkan akan meningkatkan risiko terjadinya non-union

Terdapat lebih sedikit kesepakatan mengenai manajemen fraktur 1/3 tengah.


Penggunaan simple splintage pada fraktur dengan pemendekan lebih dari 2 cm
dipercaya menyebabkkan risiko terjadinya malunion simptomatik – terutama nyeri
dan tidak adanya tenaga saat pergerakan bahu – dan peningkatan insidens terjadinya
non-union.1 Sehingga dikembangkan teknik fiksasi internal pada fraktur klavikula
akut yang mengalami pergeseran berat, fragmentasi, atau pemendekan. Metode yang
dikerjakan berupa pemasangan plat (terdapat plat dengan kontur yang spesifik) dan
fiksasi intramedular.3

2.3.2 Fraktur Klavikula 1/3 Distal

Sebagian besar fraktur 1/3 distal klavikula mengalami pergeseran minimal dan
ekstra-artikular. Ligamentum korakoklavikula yang intak mencegah pergeseran jauh
dan manajemen non operatif biasanya dipilih. Penatalaksanaannya meliputi
pemakaian sling selama 2-3 minggu sampai nyeri menghilang, dilanjutkan dengan
mobilisasi dalam batas nyeri yang dapat diterima.

Fraktur klavikula 1/3 distal displaced berhubungan dengan robeknya ligamentum


korakoklavikula dan merupakan injuri yang tidak stabil. Banyak studi menyebutkan

24
fraktur ini mempunyai tingkat non-union yang tinggi bila ditatalaksana secara non
operatif. Pembedahan untuk stabilisasi fraktur sering direkomendasikan.1 Teknik
operasi menggunakan plate dan screw korakoklavikular, fiksasi plat hook, penjahitan
dan sling techniques dengan graft ligamen Dacron dan yang terbaru adalah locking
plates klavikula.

2.3.3 Fraktur Klavikula 1/3 Proksimal

Sebagian besar fraktur yang jarang terjadi ini adalah ekstra-artikular.


Penatalaksanaan yang dilakukan sebagian besar adalah non operatif kecuali jika
pergeseran fraktur mengancam struktur mediastinal. Fiksasi pada fraktur
berhubungan dengan komplikasi yang mungkin terjadi seperti migrasi dari implan ke
mediastinum, terutama pada penggunaan K-wire. Metode stabilisasi lain yang
digunakan yaitu penjahitan dan teknik graft, dan yang terbaru locking plates

3. Fraktur Skapula1

3.1 Mekanisme Trauma

Tulang skapula fraktur akibat daya trauma yang sangat dahsyat, yang biasanya juga
menimbulkan fraktur tulang costae dan dapat menyebabkan dislokasi sendi
sternoklavikular. Leher skapula bisa patah karena hantaman atau terjatuh dengan
tumpuan bahu; tendon trisep yang melekat dapat menyeret glenoid ke bawah dan ke
samping. Prosesus coracoid dapat fraktur di dasarnya atau menjadi avulsi di
ujungnya. Fraktur akromion disebabkan trauma langsung.

3.2 Gambaran Klinis

Lengan sulit digerakkan dan memungkinkan memar yang sangat berat pada skapula
atau dinding dada. Karena energi trauma yang hebat menimbulkan kerusakan
skapula, fraktur badan skapula sering berhubungan dengan cedera pada dinding dada,
pleksus brachialis, spine, abdomen dan kepala

25
3.3 Klasifikasi

Fraktur skapula dibedakan secara anatomis yaitu :

Gambar 10. Klasifikasi Fraktur Skapula1

3.4 Tatalaksana

Fraktur badan skapula tidak memerlukan pembedahan. Pasien dipasang arm sling
untuk mengurangi nyeri, dan sejak dini dilakukan latihan aktif pada bahu, siku, dan
jari

Isolated glenoid neck fractures Fraktur biasanya impaksi/terbenam dan permukaan


glenoid masih intak. Gendongan/Sling dipakai untuk mengurangi nyeri dan
dilakukan rehabilitasi sejak awal

Fraktur intra artikuler. Fraktur gleniod tipe 1, jika displace dapat menimbulkan
instabilitas bahu. Jika fragmen melibatkan lebih dari sepertiga permukaan glenoid
dan bergeser lebih dari 5 mm fiksasi dengan pembedahan harus dipertimbangkan.

26
Fraktur tepi anterior didekati melalui insisi delto-pektoral dan fraktur tepi posterior
melalui bagian posterior. Fraktur tipe II berhubungan dengan subluksasi inferior
caput humerus dan membutuhkan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Fraktur tipe
III, IV, V dan VI memiliki indikasi pembedahan yang buruk. Secara umum, jika
kepala dipusatkan pada bagian utama glenoid dan bahu stabil, pendekatan non-
operatif dilakukan. Fraktur kominutif dari fosa glenoid cenderung menyebabkan
osteoartritis dalam jangka panjang.

Fraktur Akromion. Fraktur yang tidak bergeser ditangani secara non-operatif. Hanya
fraktur akromion Tipe III, di mana ruang subakromion berkurang, memerlukan
intervensi operasi untuk mengembalikan posisi anatomis

Fraktur prosesus coracoid. Fraktur distal ligamen korakoakromion tidak


mengakibatkan perpindahan anatomis yang serius; bagian proksimal dari ligamen
biasanya berhubungan dengan terpisahnya akromioklavikular dan mungkin
memerlukan tindakan operatif.1

4. Fraktur Costae

Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi,
disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan
perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa
sangat jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.8

4.1 Mekanisme Trauma

Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini
sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada
trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa dapat terjadi
dimana saja disepanjang costa tersebut. Dari keduabelas pasang costa yang ada, tiga
costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan karena costa
tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena
posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga
costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena
sangat mobil .Pada olahragawan biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang

27
“undisplaced” , oleh karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat
sehingga dapat mempertahankan fragmen costa yang ada pada tempatnya.

4.2 Klasifikasi

Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan:


1) Fraktur simple
2) Fraktur multiple

Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat dibedakan:


1) Fraktur segmental
2) Fraktur simple
3) Fraktur comminutif

Menurut letak fraktur dibedakan :


1) Superior (costa 1-3 )
2) Median (costa 4-9)
3) Inferior (costa 10-12 ).

Menurut posisi dibedakan:


1) Anterior
2) Lateral
3) Posterior.

Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana
pada keadaan ini terdapat fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang letaknya
berurutan.

4.3 Golden Diagnosis

Nyeri tekan dada dan bertambah sewaktu batuk, bernafas dalam/bergerak, sesak
nafas, krepitasi, deformitas

28
4.4 Tatalaksana

Fraktur costa simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri
dan memberikan kemudahan untuk pembuangan lendir/dahak, namun sebaiknya
jangan diberikan obat mucolitik, yang dapat merangsang terbentuknya dahak dan
malah menambah kesulitan dalam bernafas.3

Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada
tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumotoraks dan hematotoraks,
sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya diberikan terapi dengan
anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain 0,5%.

Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan
padding untuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang diperlukan ventilator
untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada yang stabil

Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan, sedangkan pada
pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai adanya komplikasi perlu
perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu mendapatkan analgetik yang
adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotika dan yang juga penting untuk ini adalah
pemberian latihan nafas (fisioterapi nafas).

Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat dilakukan
drainase atau torakotomi, untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan adanya
komplikasi harus selalu dilakukan secara berkala dengan melakukan foto kontrol
pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama

29
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. An
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 51 tahun
Alamat : Rumbai
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Buruh
Masuk RS Tk IV : 5 Sept 2020
No. RM : 991034
Diagosa Masuk :
CKR GCS 15 + Vulnus Laceratum Regio Frontalis +Suspek Fraktur
Os Klavikula 1/3 media Dextra Tertutup Nonkomplikata
Diagnosa Utama :
Fraktur Os Klavikula 1/3 Media Dextra Tertutup Nonkomplikata +
Fraktur leher skapula dextra + Fraktur sederhana costae III, IV, V
dextra
DPJP : dr. Harry Mulya Sp.OT

II. DAFTAR MASALAH

No. Masalah Aktif Tanggal No. Masalah Pasif Tanggal

1. Nyeri pada bahu dan 5 Sept


lapangan dada kanan post 2020
KLL

30
1. Survey Primer dan Manajemen Kegawatdaruratan

Airway and C Spine Control


Look : Pada cavum nasi dan cavum oris : benda asing (-), cairan
(-), lendir (-), darah (-), sianosis (-), jejas pada mulut, hidung,
dan leher (-), luka pada mulut, hidung, dan leher (-)
Listen : Snoring (-), gargling (-), stridor (-), bicara jelas (+)
Feel : Hembusan nafas (+)
Kesimpulan : Airway paten

Breathing and Ventilation


Look : RR = 24x/menit, regular, nafas cuping hidung
(- ),pergerakan dinding dada simetris saat statis dan
dinamis, retraksi (-), kedalaman nafas cukup, jejas (+), luka
(-), gerakan paradoksal (-)
Listen : Suara nafas (+), SD Vesikuler (+), suara tambahan (-)
Feel : Nyeri tekan (-), krepitasi (-), deviasi trakea (-), perkusi
sonor pada seluruh lapangan paru (+)
Kesimpulan : Breathing dan ventilasi baik

Circulation and Hemorrhage Control


Look : Sianosis (-), perdarahan aktif (-)
Listen : TD 120/80 mmHg
Feel : Nadi = 98x/menit reguler, isi dan tegangan cukup, akral
hangat, pulsus paradoksus (-), capillary refill time <2”
Kesimpulan : Circulation and Hemorrhage baik

Disability
GCS E4M6V5 = 15, pupil isokor ɸ 3 mm, bulat, refleks cahaya (+/+)

Exposure
Jejas mengancam nyawa (-)

31
2. Survey Sekunder

Anamnesis : Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 5 September 2020


pukul 19.20 WIB di IGD label kuning

Keluhan Utama : Nyeri pada bahu dan lapangan dada kanan post KLL

Riwayat Penyakit Sekarang :

±30 menit SMRS pasien terjatuh saat mengendarai sepeda motor. Pasien
mengendarai sepeda motor tidak menggunakan helm. Oleh keluarga pasien
dikatakan, pasien terjatuh saat hendak menghindari sapi yang melintas di jalan, lalu
terbanting ke bahu jalan. Pasien dikatakan jatuh dengan posisi terbanting ke kanan,
bahu lebih dahulu menyentuh lantai/bahu jalan, bagian dada kanan terbentur setir
sepeda motor. Sesaat setelah jatuh, pasien mengeluh nyeri pada bahu sebelah kanan,
tangan kanan sulit digerakkan dan nyeri saat batuk dan bernafas. Saat jatuh dari
motor pasien tidak sadar dan mengaku tidak mengingat kejadian. Pasien sadar sesaat
setelah tiba di IGD. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala, tidak merasakan mual dan
muntah. Pasien juga tidak merasakan sesak.

Riwayat Penyakit Dahulu :

A : alergi (-)
M : medication/riwayat konsumsi obat sebelumnya (-)
P : past illness/riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-), riwayat penyakit gula
(-), riwayat asma (-), riwayat operasi sebelumnya (+)
L : last meal/riwayat makan terakhir tanggal 5 Sept 2020 pukul 18.00
E : events/mekanisme trauma (dijelaskan di Riwayat Penyakit Sekarang)

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat keganasan pada keluarga

Riwayat Sosial Ekonomi :

• Pasien tinggal bersama dengan istri dan anaknya. Pembayaran dengan


Umum. Kesan sosial ekonomi cukup.

32
III.PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan Umum: tampak sakit sedang,

Kesadaran : GCS E4M6V5 = 15

Tanda Vital : Tekanan darah : 120/80 mmHg

Laju nafas : 20 x/menit, reguler, kedalaman cukup

Nadi : 98 x/menit, isi dan tegangan cukup

Suhu : 36,8 oC (aksiler)

VAS : 7-8

BB : 64 kg

TB : 165 cm

BMI : 22,29 kg/cm2

Kepala : Mesosefal

Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor 
3 mm / 3 mm, reflek cahaya (+/+)

Telinga : Discharge (-/-)

Hidung : Pernapasan cuping (-), discharge (-/-)

Mulut : Jejas (-). bibir kering (-), sianosis (-)

Leher : Jejas (-), simetris, deviasi trakea (-), pembesaran nnl (-/-)

Thorak : Jejas (-)

Paru
Inspeksi : Asimetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan
pada lapangan paru kanan bagian media dan superior
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung

33
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V± 2 jari lateral linea
midclavicularis kiri, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas atas jantung : SIC II linea parasternal kiri

Batas kanan jantung : SIC V linea parasternal kanan

Batas kiri jantung : SIC V linea midclavicularis kiri


Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, bising (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Bentuk perut datar dan simetris. Venektasi (-), jejas (-)
Bunyi peristaltik usus (+) normal
Auskultasi :
Perkusi : Timpani pada seluruh bagian perut
Palpasi : Supel,nyeri tekan (-) , nyeri lepas (-) hepar dan lien
tidak teraba

Ekstremitas : superior inferior

 Sianosis -/- -/-

 Akral dingin -/- +/-

 Oedem -/- -/-

 Cap. Refill <2 dtk/<2 dtk <2 dtk/<2 dtk

34
2. Status Neurologis Anggota Gerak Atas

Motorik Kanan Kiri


Pergerakan Terbatas Bebas
Kekuatan Tidak bisa dinilai karena nyeri 5/5/5
Tonus Normotonus Normotonus
Trofi Eutrofi Eutrofi
3. Status Lokalis

Regio Hemithoraks Dekstra dan glenohumeral dekstra


Look Tampak edema pada regio apeks paru (+),
Deformitas (+), jejas (-), hematoma (-), hiperemis
(-), luka terbuka (-), perdarahan (-)
Feel Nyeri tekan (+++), krepitasi (+), diskontinuitas
(+) os klavikula 1/3 media, neurovaskuler distal
dbn, akral hangat, capillary refill <2”
Move Glenohumeral Joint dx :
Aktif : Sulit dinilai karena pasien merasa nyeri.
Pasif : adduksi 30º, abduksi tidak dilakukan

Regio Antebrachium Dekstra


Look Tampak edema (+), Deformitas (-), jejas (+),
hematoma (-), hiperemis (-), luka terbuka (+),
perdarahan (+)
Feel Nyeri tekan (+), krepitasi (-), diskontinuitas (-),
neurovaskuler distal dbn, akral hangat, capillary
refill <2”
Move Elbow Joint dx :
Aktif : Sulit dinilai karena pasien merasa nyeri.
Pasif : fleksi 120º, ekstensi 0º

Regio Frontalis
Look Tampak edema (+), Deformitas (-), jejas (+),
hematoma (+), luka terbuka (+) ukuran 4x2 cm ,
perdarahan (+) minimal
Feel Nyeri tekan (+), krepitasi (-), diskontinuitas
tulang (-), tepi luka tidak rata, dasar luka subkutis
(+)
Move -

IV. DIAGNOSIS KERJA

35
CKR GCS 15

Vulnus Laceratum Regio Frontalis

Suspek Fraktur Os Klavikula 1/3 media Dextra Tertutup Nonkomplikata

V. RENCANA AWAL

IP Diagnosis:

S : Nyeri saat bernafas dan batuk

O : - X foto Thoraks dekstra PA

- X Foto Glenohumeral joint AP/Lat

- Cek DR, CT, BT, Ur, Cr

IP Terapi:

- Oksigen Nasal Canule 4 liter/menit

- Infus RL 20 tetes/menit

- Pemasangan mitela (figure of eight) + arms sling

- Wound toilet

- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam intravena

- Konsul dr Harry Mulya Sp.OT

IP Monitoring:

- Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital, saturasi oksigen

IP Edukasi:

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang diagnosis sementara dan


pemeriksaan yang akan dilakukan.

- Menjelaskan kepada keluarga pasien agar pasien selalu didampingi karena


pasien merupakan pasien risiko jatuh.

- Menjelaskan mengenai rencana pemeriksaan penunjang yang perlu


dilakukan.

36
- Menjelaskan prognosis penyakit yang dialami pasien kepada pasien dan
keluarga pasien.

VI. CATATAN KEMAJUAN

Sabtu, 5 September 2020

S : Nyeri saat batuk dan bernafas (+), gerakan sendi bahu kanan terbatas (+)
O: Ku, Kesadaran : Baik, Composmentis
TD : 120/80 mmhg
N : 96x/mnit
RR : 22x/mnit
T : 36,8 C
Lab tgl 15/9/2020
Hb: 14 gr/ dL Eritrosit 5.0 x 106/mm3
Hematokrit 42 % CT 3 menit 50 detik
Trombosit: 163 x 103/uL BT : 2 menit 15 detik
Leukosit 17 x 103/uL

Rongen Thoraks AP dan Glenohumeral Joint


Kesan :
- Fraktur 1/3 media klavikula kanan
- Fraktur leher skapula kanan
- Fraktur sederhana costae III, IV, V kanan

37
A : CKR GCS 15
Vulnus Laceratum Regio Frontalis
Fraktur Os Klavikula 1/3 Media Dextra Tertutup Nonkomplikata
Fraktur leher skapula dextra
Fraktur sederhana costae III, IV, V dextra
P:- Oksigen Nasal Canule 4 liter/menit
- Infus RL 20 tetes/menit
- Pemasangan mitela (figure of eight) + arms sling
- Wound toilet
- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam intravena
- Pro ORIF pukul 12.00 tgl 6 september 2020
- Inj Cefotaxim 2 gr pre OP
- Inj Dexamethasone 10mg/12 jam
- Inj Tramadol 2 cc  diencerkan dalam 10 ml aquadest bolus pelan 3-
4 menit jika nyeri
- Edukasi Pasien dan keluarga pasien mengenai rencana tatalaksana
yang akan dilaksanakan pada pasien
- Puasa 6 jam sebelum operasi

Minggu, 6 September 2020

S : Nyeri pada bahu kanan, nyeri saat batuk dan bernafas (+), gerakan sendi
bahu kanan terbatas (+)
O: Ku, Kesadaran : Tampak sakit berat, Composmentis
TD : 110/80 mmhg

38
N : 86x/mnit
RR : 22x/mnit
T : 36,8 C
A : Post ORIF Clavikula dextra
P : Instruksi Post Operasi
- Inf RL 20tpm
- Inj Tramadol / 12 jam
- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Omeprazole 1 amp/12 jam
- Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- ACC Pulang, kontrol 7-10 hari setelah operasi
Obat Pulang :
Na Diclofenak, 2 dd 1
Omeprazole, 2 dd 1
Cifprofloxacin, 2 dd 1
Kalk, 1 dd 1

39
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 51 tahun dengan keluhan utama


nyeri pada bahu kanan saat digerakkan dialami setelah mengalami KLL roda dua.
Diagnosis pada pasien ini adalah Vulnus Laceratum Regio Frontalis, Fraktur Os
Klavikula 1/3 Media Dextra Tertutup Nonkomplikata,Fraktur leher skapula dextra,
Fraktur sederhana costae III, IV, V dextra. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa dari
anamnesis didapatkan pasien mengalami nyeri di lokasi fraktur. Kemudian dari
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan psien stabil, sadar penuh, tanda-tanda vital
dalam batas normal. Pada status bahu kanan dan lapangan paru atas kanan terdapat
lokalis jejas, bentuk asimetris pada bahu, nyeri tekan dan bengkak. Hal ini sesuai
dengan tanda tanda adanya kecurigaan terhadap fraktur pada tulang klavikula
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menetukan klasifikasi
fraktur, menetukan apakah terdapat kelainan pada jaringan sekitar fraktur dan juga
dalam menetukan rencana tindakan lebih lanjut terhadap pasien. Pemeriksaan
Penunjang yang dilakukan pada pasien adalah Foto rontgen bahu dan dada posisi
PA, darah rutin, GDS. Pada Rontgen thoraks dan rontgen bahu kanan ditemukan
adanya diskontinuitas pada tulang klavikula, skapula dan costa II, IV,V.
Prinsip tatalaksana pada fraktur ialah recognize,reduce, retaining,
rehabilitation. Recognize didapatkan frakur pada klavikula, skapula dan costa II,
IV,V. Pada tulang klavikula didapatkan displacement sehingga terjadi asimetris pada
bahu pasien. Lalu tahapan berikutnya adalah reduksi. Pada kasus ini dilakukan
reduksi untuk mengembalikan posisi se-anatomis mungkin dan alignment normal
pada tulang klavikula yang displacement dengan cara reduksi terbuka. Kemudian
tahap retaining dilakukan imobilisasi dengan pemasangan plate dan screw pada
tulang klavikula yang fraktur dan pemberian arm sling untuk mengurangi nyeri dan
memberikan kenyamanan pada pasien. Selanajutnya tahap rehabilitasi diedukasikan
kepada pasien untuk latihan menggerakkan persendian dan juga latihan otot lengan
dengan hati-hati untuk menghindari atrofi pada otot.
Pada fraktur skapula tidak merupakan indikasi operasi reduksi terbuka karena
bagian yang fraktur adalah pada bagian leher tulang skapula. Fraktur biasanya

40
impaksi/terbenam dan permukaan glenoid masih intak. Gendongan/Sling dipakai
untuk mengurangi nyeri dan dapapt dilakukan rehabilitasi sejak awal.
Pada tulang costae didapatkan fraktur simple pada tulang costa ke 3, 4 dan 5
sisi lateral, didapatkan displacement minimal pada costa 3. Dari pencitraan X-ray
chest tidak didapatkan komplikasi pada rongga thoraks seperti pneumothoraks
ataupun hemathothoraks. Sehingga pada kasus ini tidak merupakan indikasi untuk
tindakan operatif. Fokus utama pada fraktur costa pada pasien ini adalah memberikan
kenyamanan dengan mengurangi nyeri.

41
BAB V
KESIMPULAN
1. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas struktural tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
2. Diagnosis fraktur didapatkan dari hasil anamnesis yang terarah, pemeriksaan fisik
yang memperhatikan kenyamanan pasien dan pemeriksaan penunjang radiologis
yang tepat.
3. Prinsip tatalaksana pada fraktur adalah dengan recognize(menetukan diagnosis
dan analisa fraktur dgan baik), melakukan reduksi baik terbuka maupun tertutup,
melakukan imobilisasi atau fiksasi, dan melakukan rehabilitasi untuk
mengembalikan fungsi sedini mungkin.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Blom A, Warwick D, Whitehouse MR, editors. Apley & Solomon’s System


of Orthopaedics and Trauma (9th edition). New York: CRC Press, 2010

2. Court-Brown CM, Heckman JD, McQueen MM, Ricci WM, Tornetta III P,
editors. Rockwood and Green’s Fracture in Adults (8th edition). Philadelphia:
Wolters Kluwer, 2015

3. Canale ST, Beaty SH, editors. Campbell’s Operative Orthopedics (13th


edition). Tennessee: Elsevier, 2016

4. Paladini P, Pellegrini A, Merolla G, Campi F, Porcellini G. Treatment of


Clavicle Fracture. Translational Medicine @ UniSa 2012; 2(6):47-58;

5. Browner BD, Jupiter JB, Levine AM TP. Skeletal Trauma: Fractures,


Dislocations, Ligamentous Injuries. 2nd ed. Philladelphia; 1998.

6. Duckworth T and Bluncell C M. Orthopaedics and Fractures. 4th ed. Oxford:


Wiley-Blackwell; 2010;

7. Approach AE, Cleland JA. Netter ’ s Orthopaedic Clinical Examination.


2011. 142 p.

8. Salter Robert B. Textbook of the Disorders and Injuries of the


Musculosceletal System. 3rd ed. Pennsylvania: Lippincott William and
Wilkins; 1999;

43

Anda mungkin juga menyukai