FRAKTUR CLAVICULA
Oleh:
dr. Irwandi Samosir
Pendamping:
Dr. Evi Desrianti
dr. Wiwit Fitri Ningsih
Konsulen Pembimbing :
dr. Harry Mulya Sp.OT
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk membahas dan menganalisis kasus yang ada
dalam rangka meningkatkan pemahaman mengenai fraktur klavikula, fraktur costa dan
fraktur skapula.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. FRAKTUR
1.1. Definisi
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas struktural tulang, tulang rawan sendi,
tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial .1-2
1.2. Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena 3 hal: (1) cedera; (2) stres yang berulang;
atau (3) patologis. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh gaya yang tiba-
tiba dan berlebihan, yang dapat terjadi secara langsung (direct force)
ataupun tidak langsung (indirect force). Dengan direct force tulang
putus pada titik cedera; jaringan lunak pun ikut rusak. Dengan indirect
force tulang putus dengan berjarak dari lokasi cedera; kerusakan
jaringan pada area fraktur tidak dapat dihindari.2
Walaupun kebanyakan fraktur terjadi karena kombinasi gaya (twisting,
bending, compressing atau tension), pola x-ray dapat memberitahu
mekanisme yang paling dominan:2
Twisting menyebabkan fraktur spiral
Bending menghasilkan fraktur dengan fragmen triangular
‘butterfly’
Compression menyebabkan fraktur obliq yang pendek
Tension cenderung menyebabkan tulang putus secara transverse;
pada beberapa situasi hal ini dapet mengalvusi fragmen kecil dari
tulang di tempat insersi ligamen atau tendon
4
Fraktur karena stress berulang terjadi pada tulang normal yang menjadi subjek
tumpuan berat berulang, seperti pada atlet, penari, atau anggota militer yang
menjalani program berat. Beban ini menciptakan perubahan bentuk yang
memicu proses normal remodeling, kombinasi dari resorpsi tulang dan
pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan terjadap
stress dan perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang,
resorpsi terjadi lebih cepat dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah
tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah yang sama terjadi pada individu
dengan pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal resorpsi dan
pergantian tulang; stress fracture meningkat pada penyakit inflamasi kronik
dan pasien dengan pengobatan steroid atau methotrexate.2
Fraktur patologis dapat terjadi pada tekanan normal jika tulang telah lemah
karena perubahan strukturnya (seperti pada osteoporosis, osteogenesis
imperfekta, atau Paget’s disease) atau melalui lesi litik (contoh: kista tulang,
atau metastasis).2
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan
kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat
yang rendah.
1.3. Klasifikasi
Pembagian fraktur menjadi tergantung pada:7
1) Site
- Diafisis
- Metafisis
- Epifisis
- Intra-articular
2) Extent
- Komplit
5
- Inkomplit
o crack, atau hairline fracture
o buckle fracture
o greenstick fracture
3) Configuration
Jika hanya mempunyai 1 garis fraktur:
- Transverse
- Oblique
- Spiral
Jika mempunyai lebih dari 1 garis fraktur, dan dengan demikan
lebih dari 2 fragmen:
- Comminuted
4) Hubungan antara fragmen fraktur
- Displaced
- Undisplaced
o Shifted
o Angulated
o Rotated
o Distracted
o Overriding
o Impacted
5) Hubungan fraktur dengan dunia luar
- Closed
Dikatakan fraktur tertutup jika kulit masih intak.
Terdapat klasifikasi Tscherne untuk fraktur tertutup yaitu:2
o Grade 0 : fraktur sederhana dengan sedikit atau
tidak ada sama sekali cedera jaringan lunak
o Grade 1 : fraktur dengan abrasi superfisial atau
memar pada kulit dan jaringan subkutan
o Grade 2 : fraktur yang lebih berat dengan
kontusio dan pembengkakan pada
jaringan lunak dalam
o Grade 3 : cedera berat dengan tanda kerusakan jaringan
lunak yang jelas dan ancaman terjadi sindroma
6
kompartemen
7
- Open
6) Komplikasi
- Complicated
Komplikasi dari fraktur dapat secara lokal
ataupun sistemik dan dapat berkaitan dari cidera
aslinya ataupun pengobatannya.
- Uncomplicated
8
1.4. Diagnosis
Dari riwayat pasien, gejala yang paling sering adalah nyeri
yang terlokalisir yang memberat dengan pergerakan, dan
menurunnya fungsi dari bagian yang terkena. Pasien juga
mungkin mendengan tulang yang patah atau bisa merasakan
keujung tulangnya memberikan suara crack (krepitasi).4
Pada pemeriksaan fisik, dengan inspeksi dapat terlihat expresi
wajah pasien yang kesakitan dan bagaimana cara dia
melindungi bagian yang terkena. Inspeksi lokal dapat
memperlihatkan adanya bengkak, deformitas (angulasi, rotasi,
pemendekan), atau gerakan abnormal. Bengkak, memar dan
deformitas mungkin terlihat jelas, tapi yang penting adalah
untuk menentukan apakah kulit intak atau tidak; jika kulit tidak
intak maka luka berhubungan dengan dunia luar dan dikatakan
fraktur terbuka. Perhatikan juga postur dari ekstremitas bagian
distal dan warna kulitnya (hal ini untuk menjadi petunjuk dari
kerusakan pembuluh darah dan nervus).2
Diskolorasi pada kulit karena extravasasi subkutan dari darah
(ekimosis) biasanya muncul setelah beberapa hari.3
Tanda lokal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:2
- Perhatikan bagian yang paling jelas cedera
- Test untuk kerusakan neurovaskular distal
- Cek apakah ada cedera yang berkaitan disekitarnya
- Cek apakah ada cedera yang berkaitan di bagian
yang jauh dari tempat fraktur
Saat palpasi, dapat ditemukan adanya nyeri yang tajam dan
terlokalisisr pada tempat fraktur dan peningkatan nyeri serta
spasme otot saat penggerakan dari bagian yang cedera.
Krepitus juga dapat terjadi.7 Pemeriksaan untuk mencari
krepitus tidak wajib dilakukan, karena selain memberikan rasa
sakit kepada pasien juga tidak begitu bermakna saat ada x-ray
sebagai opsi lain.2,7
9
Pada pemeriksaan radiologi, sebaiknya pasien diberi bidai yang
akan tampil radiolusen demi kenyamanannya.7
Pemeriksaan x-ray adalah wajib; terdapat aturan yang
dinamakan rule of two pada pemeriksaan x-ray:
1) Two views
Fraktur atau dislokasi dapat tidak terlihat dalam satu
foto saja, jadi diperlukan 2 foto yaitu anteroposterior
dan lateral.2 Untuk beberapa fraktur, terutama pada
tulang kecil dan vertebra, foto oblique kadang- kadang
diperlukan.4
2) Two joints
Sendi pada atas dan bawah fraktur harus dimasukan.2
3) Two limbs
Foto pada bagian yang tidak terkena fraktur juga
diperlukan untuk perbandingan. 2
4) Two injuries
Gaya yang kuat sering mengakibatkan cedera pada
lebih dari 1 tingkat. Maka dari itu, fraktur dari
calcaneum atau femur penting juga untuk dilakukan
foto pelvis dan spine.2
5) Two occasions
Beberapa fraktur tidak langsung terdeteksi setelah
cedera pada radiografi, tapi foto 1- 2 minggu setelah
kejadian mungkin akan memperlihatkan lesi.
Contohnya adalah fraktur undisplaced dan fraktur
impaksi.2
Untuk fraktur di spine dan pelvis yang sulit divisualisasi oleh
radiografi konvensional dapat dilakukan CT Scan. MRI dapat
menjadi satu- satunya cara untuk menunjukan apakah fraktur
vertebra mengancam akan mengkompresi medula spinalis.2
Radioisotope scanning berguna dalam mendiagnosa fraktur stres
atau fraktur undisplaced.2
10
1.5. Terapi
Prinsip utama penatalaksanaan fraktur adalah 4 R (recognize, reduce,
retaining, rehabilitation). Tujuan khusus dari terapi fraktur adalah:7
1) Untuk meringankan nyeri
Tulang pada umumnya insensitif, nyeri yang ada umumnya
berasal dari cidera jaringan lunak yang terkena seperti
periosteum dan endosteum. Nyeri muncul oleh gerakan dari
fragmen fraktur, berkaitan dengan spasme otot dan bengkak
yang progresif di ruangan tertutup. Maka dari itu, nyeri dari
fraktur bisa diringankan dengan imobilisasi area fraktur dan
menghindari bidai ataupun gips yang terlalu ketat. Pada awal
terjadinya fraktur, analgesik mungkin dibutuhkan.
2) Untuk mendapatkan dan menjaga posisi yang pas dari
fragmen fraktur
Fraktur dapat undisplaced, ataupun displaced sehingga
mungkin tidak semua perlu dilakukan reduksi. Reduksi dari
fraktur berguna untuk mendapatkan posisi yang pas yang
diindikasikan hanya saat sekiranya reduksi dapat membantu
dalam mendapatkan fungsi yang baik, untuk mencegah
penyakit sendi degeneratif selanjutnya atau untuk
mendapatkan penampakan klinis yang baik, tapi tidak perlu
untuk sampai mendapatkan penampakan radiologis yang
sempurna.
3) Untuk mendorong terjadinya union dari tulang
Pada kebanyakan fraktur, union akan terjadi dengan
sendirinya. Namun pada beberapa fraktur, seperti yang
terdapat robekan berat dari periosteum dan jaringan lunak
sekitarnya atau adanya nekrosis avaskular di satu atau kedua
fragmen, union harus dibantu dengan penggunaan alat/ bone
graft.
4) Untuk mengembalikan fungsi optimal tidak hanya dari
11
tungkai/lengan atau tulang belakang yang terkena namun juga
untuk pasien secara keseluruhan.
Saat periode imobilisasi selama proses penyumbuhan fraktur,
disuse atrophy dari otot di sekitarnya harus dicegah dengan
active static exercise dari otot yang mengontrol imobilisasi
sendinya dan active dynamic exercise dari semua otot pada
tungkai ataupun lengannya.
12
lalu dilakukan three-fold manoeuvre: (1) bagian distal dari tungkai/ lengan
ditarik pada garis tulang; (2) seiring fragmen terlepas, mereka akan
tereposisi kembali (dengan membalikan arah awal dari gaya jika bisa
diberikan); (3) alignment dibenarkna pada setiap bidang. Hal ini paling
efektif saat periosteum dan otot pada satu sisi dari fraktur masih intak;
jaringan lunak yang mengikatnya mencegah over-reduction dan
menstabilkan fraktur setelah direduksi. 2
13
stabil juga dapat direduksi menggunakan metode closed reduction
sebelumnya saat akan dilakukan internal atau external fixasi. Hal ini
menghindari manipulasi langsung dari letak fraktur dengan open reduction,
yang merusak suplai darah lokal dan dapat menyebabkan waktu
penyembuhan yang lama; makin banyak ahli bedah yang beralih ke
manoeuvres reduksi yang menghindari pajanan pada letak fraktur, bahkan
saat tujuannya untuk dilakukan internal atau external fixasi.2
14
segera setelah fraktur menempel traksi harus digantikan dengan
bracing, jika metode ini dapat dilaksanakan. Macam-macam traksi
Traksi dengan gaya berat
Cara ini hanya berlaku pada lengan. Karena pemakaian wrist
sling, berat dari lengam memberikan traksi yang terus menerus
ke humerus. Untuk kenyamanan dan stabilitas, terutama pada
fraktur transverse, plaster U-slab dapat dibalutkan atau, lebih
baik lagi, removable plastic sleeve dari axilla sampai sedikit
diatas siku ditahan dengan Velcro.
Traksi kulit
Dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg. Strapping
Holland atau Elastoplast ditaruh pada kulit yang sudah dicukur
dan ditahan dengan plaster. Malleolus dilindungi oleh Gamgee
tissue, dan tali atau pengerat digunakan untuk traksi.
Traksi skeletal
Stiff wire atau pin dimasukan – biasanya dibelakang tuberkel
tibia untuk cedera panggul, paha dan lutut, atau melewati
calcaneus untuk fraktur tibia – dan tali diikatkan ke tempat
tersebut untuk mengaplikasikan traksi.
Baik traksi dilakukan oleh kulit atau skeletal, fraktur direduksi dan
ditahan dengan 3 cara berikut; fixed traction, balanced traction, dan
combined traction.
Komplikasi traksi :
o Hambatan sirkulasi
o Cedera pada nervus
o Infeksi pada tempat masuknya pin
15
Gambar 3. Metode Traksi
b) Cast splintage
Plaster of Paris masih banyak digunakan sebagai splint, terutama
untuk fraktur tungkai bagian distal dan kebanyakan fraktur anak-
anak. Dia cukup aman, selama praktisi memperhatikan bahaya
ketatnya casting dan tekanan pada luka dicegah. Walau begitu,
sendi yang terkena plaster tidak dapat bergerak dan mudah kaku.
Saat bengkak dan hematom terselesaikan, lekatan dapat terbentuk
dan menyambungkan serat otot dengan serat lainnya dan tulang;
pada fraktur artikular, plaster menutupi permukaan yang ireguler
terus menerus (closed reduction jarang sempurna) dan tidak
mempunyai kesempatan untuk bergerak menghambat penyembuhan
defek kartilago.2
Kekakuan dapat dikurangi dengan: (1) delayed splintage – dengan
menggunakann traksi sampai gerak didapat lalu baru memberikan
plaster; atau (2) memulai dengan cast konvensional tetapi, setelah
beberapa minggu, saat tungkai dapat dihandle tanpa
ketidaknyamanan yang berarti, mengganti cast dengan bracing
fungsional yang memberikan kesempatan untuk pergerakan sendi.2
Komplikasi dari cast splintage sendiri adalah: (1) cast yang kencang
16
contohnya saat timbul pembengkakan saat cast sudah terpasang; (2)
sakit karena tekanan cast splintage itu sendiri; (3) abrasi atau
laserasi kulit – dalam komplikasi ini plaster harus dilepas; (4) cast
yang longgar – seperti ketika proses bengkak sudah mereda saat
terpasang cast.2
c) Functional bracing
Functional bracing dapat menggunakan plaster of Paris ataupun
material thermoplastic yang lebih ringan, penggunaan functional
bracing dapat menjegah kekakuan sendi sementari masih dapat
membiarkan splintage dan loading dari fraktur. Segmen dari cast
diberikan hanya pada batang tulang, membiarkan sendi bebas; segmen
dari cast dihubungkan oleh metal atau hinge plastik yang membiarkan
gerak dalam satu bidang. Functional bracing tidak begitu kokoh, maka
biasanya hanya dipakai saat fraktur sudah mulai menyatu, contohnya
3- 6 minggu setelah traksi atau pemakaian plaster konvensional.2
17
Gambar 5. Functional Bracing
d) Internal fixation
Pada fixasi internal, fragmen tulang dapat diperbaiki dengan screw,
metal plate yang ditopang screw, long intramedullary rod atau nail
(dengan atau tanpa locking screw), circumferential band atau
kombinasi dari semua ini. Jika dipasang dengan benar, fixasi
internal dapat menopang fraktur dengan aman sehingga gerak dapat
dimulai sejak itu; dengan gerak yang dapat dimulai dini, kekaukan
dan edema dapat dicegah. Walaupun begitu, perlu diingat bahwa
fraktur belum menyatu namun gerak dapat dilakukan karena adanya
jembatan metal dan dalam hal ini unprotected weighbearing masih
belum aman dilakukan. 2
Risiko dari fixasi internal yang paling besar adalah sepsis. Resiko
infeksi bergantung pada: (1) pasien – jaringan yang terkena, luka
kotor dan pasien yang tidak fit tidaklah aman dilakukan fixasi
internal; (2) ahli bedah; (3) fasilitas. 2
Indikasi dari internal fixasi yang paling utama adalah: 2
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi selain dengan operasi
2. Fraktur yang tidak stabil dan cenderung dapat redisplace setelah
dilakukannya reduksi (contohnya fraktur pada tengah batang dari
lengan atas dan fraktur displaced pergelangan kaki). Juga
termasuk fraktur yang mungkin ditarik oleh gerakan otot (seperti
fraktur transverse dari patella atau olecranon).
18
3. Fraktur yang menyatu secara butuk dan lambat, terutama fraktur
dari leher femur
4. Fraktur patologis dimana penyakit tulang menghambat
penyembuhan
5. Fraktur multiple dimana fixasi dini (baik dengan fixasi internal
ataupun external) menurunkan resiko komplikasi dan late
multisystem organ failure
6. Fraktur pada pasien dengan kesulitan perawatan seperti pasien
dengan paraplegia, cedera yang banyak dan lansia
Tipe dari fixasi internal:2
Intergragmentary screws
Wires (transfixing, cerclage dan tension-band)
Plates and screws
Intramedullary nails
19
e) External fixation
Fraktur dapat ditopang dengan transfixing screw atau tensioned
wires yang melewati tulang keatas dan kebawah dari fraktur dan
terpasang ke external frame.2
Indikasi fixasi external:
1. Fraktur yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak
yang buruk (termasuk fraktur terbuka) atau yang
terkontaminasi, dimana fixasi internal berisiko dan akses
berulang dibutuhkan untuk inspeksi luka, dressing atau
bedah plastik.
20
Komplikasi fixasi internal:
1. Kerusakan pada struktur jaringan lunak
2. Overdistraction
3. Pin-track infection
1.6. Komplikasi
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
a. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus
dan gangguan fungsi pernafasan. Ketiga macam komplikasi tersebut
diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah
beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa
peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli
lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.
21
b. Komplikasi Lokal
2. Fraktur Klavikula
22
Gambar 8. Mekanisme trauma fraktur klavikula
Gambar 9. Muskulus dan gaya gravitasi yang terjadi pada fraktur klavikula
2.2 Klasifikasi
Karena tingginya tingkat delayed union and non-union pada fraktur 1/3 distal, Neer
membaginya menjadi tiga subklasifikasi berdasarkan kondisi ligamentum dan derajat
pergeseran. Neer tipe I (ligamentum korakoklavikular masih intak), Neer tipe II
(ligamentum korakoklavikular robek atau lepas dari fragmen medial tetapi
ligamentum trapezoid tetap intak dengan segmen distal), dan Neer tipe III
(intraartikular). Neer tipe II disubklasifikasikan menjadi dua oleh Rockwood menjadi
23
tipe IIA: konoid dan trapezoid melekat pada fragmen distal dan tipe IIB: konoid
lepas dari fragmen medial.7
2.3 Penatalaksanaan
Terdapat kesepakatan bahwa fraktur klavikula 1/3 tengah non displaced seharusnya
diterapi secara non operatif. Sebagian besar akan berlanjut dengan union yang baik,
dengan kemungkinan non union di bawah 5% dan kembali ke fungsi normal.1,2.4
Manajemen non operatif meliputi pemakaian simple sling untuk kenyamanan. Sling
dilepas setelah nyeri hilang (setelah 1-3 minggu) dan pasien disarankan untuk mulai
menggerakkan lengannya. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa penggunaan
figure-of-eight bandage memberikan manfaat dan dapat berisiko terjadinya
peningkatan insidens terjadinya luka akibat penekanan pada bagian fraktur dan
mencederai struktur saraf; bahkan akan meningkatkan risiko terjadinya non-union
Sebagian besar fraktur 1/3 distal klavikula mengalami pergeseran minimal dan
ekstra-artikular. Ligamentum korakoklavikula yang intak mencegah pergeseran jauh
dan manajemen non operatif biasanya dipilih. Penatalaksanaannya meliputi
pemakaian sling selama 2-3 minggu sampai nyeri menghilang, dilanjutkan dengan
mobilisasi dalam batas nyeri yang dapat diterima.
24
fraktur ini mempunyai tingkat non-union yang tinggi bila ditatalaksana secara non
operatif. Pembedahan untuk stabilisasi fraktur sering direkomendasikan.1 Teknik
operasi menggunakan plate dan screw korakoklavikular, fiksasi plat hook, penjahitan
dan sling techniques dengan graft ligamen Dacron dan yang terbaru adalah locking
plates klavikula.
3. Fraktur Skapula1
Tulang skapula fraktur akibat daya trauma yang sangat dahsyat, yang biasanya juga
menimbulkan fraktur tulang costae dan dapat menyebabkan dislokasi sendi
sternoklavikular. Leher skapula bisa patah karena hantaman atau terjatuh dengan
tumpuan bahu; tendon trisep yang melekat dapat menyeret glenoid ke bawah dan ke
samping. Prosesus coracoid dapat fraktur di dasarnya atau menjadi avulsi di
ujungnya. Fraktur akromion disebabkan trauma langsung.
Lengan sulit digerakkan dan memungkinkan memar yang sangat berat pada skapula
atau dinding dada. Karena energi trauma yang hebat menimbulkan kerusakan
skapula, fraktur badan skapula sering berhubungan dengan cedera pada dinding dada,
pleksus brachialis, spine, abdomen dan kepala
25
3.3 Klasifikasi
3.4 Tatalaksana
Fraktur badan skapula tidak memerlukan pembedahan. Pasien dipasang arm sling
untuk mengurangi nyeri, dan sejak dini dilakukan latihan aktif pada bahu, siku, dan
jari
Fraktur intra artikuler. Fraktur gleniod tipe 1, jika displace dapat menimbulkan
instabilitas bahu. Jika fragmen melibatkan lebih dari sepertiga permukaan glenoid
dan bergeser lebih dari 5 mm fiksasi dengan pembedahan harus dipertimbangkan.
26
Fraktur tepi anterior didekati melalui insisi delto-pektoral dan fraktur tepi posterior
melalui bagian posterior. Fraktur tipe II berhubungan dengan subluksasi inferior
caput humerus dan membutuhkan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Fraktur tipe
III, IV, V dan VI memiliki indikasi pembedahan yang buruk. Secara umum, jika
kepala dipusatkan pada bagian utama glenoid dan bahu stabil, pendekatan non-
operatif dilakukan. Fraktur kominutif dari fosa glenoid cenderung menyebabkan
osteoartritis dalam jangka panjang.
Fraktur Akromion. Fraktur yang tidak bergeser ditangani secara non-operatif. Hanya
fraktur akromion Tipe III, di mana ruang subakromion berkurang, memerlukan
intervensi operasi untuk mengembalikan posisi anatomis
4. Fraktur Costae
Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi,
disamping itu adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan
perhatian khusus dalam penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa
sangat jarang dijumpai oleh karena costa pada anak masih sangat lentur.8
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini
sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada
trauma dada akan memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa dapat terjadi
dimana saja disepanjang costa tersebut. Dari keduabelas pasang costa yang ada, tiga
costa pertama paling jarang mengalami fraktur hal ini disebabkan karena costa
tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak mengalami fraktur, karena
posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga
costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena
sangat mobil .Pada olahragawan biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang
27
“undisplaced” , oleh karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat
sehingga dapat mempertahankan fragmen costa yang ada pada tempatnya.
4.2 Klasifikasi
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana
pada keadaan ini terdapat fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang letaknya
berurutan.
Nyeri tekan dada dan bertambah sewaktu batuk, bernafas dalam/bergerak, sesak
nafas, krepitasi, deformitas
28
4.4 Tatalaksana
Fraktur costa simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk menghilangkan nyeri
dan memberikan kemudahan untuk pembuangan lendir/dahak, namun sebaiknya
jangan diberikan obat mucolitik, yang dapat merangsang terbentuknya dahak dan
malah menambah kesulitan dalam bernafas.3
Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada
tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumotoraks dan hematotoraks,
sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya diberikan terapi dengan
anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain 0,5%.
Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan
padding untuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang diperlukan ventilator
untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada yang stabil
Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi dapat dirawat jalan, sedangkan pada
pasien dengan fraktur multiple dan kominutif serta dicurigai adanya komplikasi perlu
perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS perlu mendapatkan analgetik yang
adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotika dan yang juga penting untuk ini adalah
pemberian latihan nafas (fisioterapi nafas).
Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat dilakukan
drainase atau torakotomi, untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan adanya
komplikasi harus selalu dilakukan secara berkala dengan melakukan foto kontrol
pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama
29
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. An
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 51 tahun
Alamat : Rumbai
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Buruh
Masuk RS Tk IV : 5 Sept 2020
No. RM : 991034
Diagosa Masuk :
CKR GCS 15 + Vulnus Laceratum Regio Frontalis +Suspek Fraktur
Os Klavikula 1/3 media Dextra Tertutup Nonkomplikata
Diagnosa Utama :
Fraktur Os Klavikula 1/3 Media Dextra Tertutup Nonkomplikata +
Fraktur leher skapula dextra + Fraktur sederhana costae III, IV, V
dextra
DPJP : dr. Harry Mulya Sp.OT
30
1. Survey Primer dan Manajemen Kegawatdaruratan
Disability
GCS E4M6V5 = 15, pupil isokor ɸ 3 mm, bulat, refleks cahaya (+/+)
Exposure
Jejas mengancam nyawa (-)
31
2. Survey Sekunder
Keluhan Utama : Nyeri pada bahu dan lapangan dada kanan post KLL
±30 menit SMRS pasien terjatuh saat mengendarai sepeda motor. Pasien
mengendarai sepeda motor tidak menggunakan helm. Oleh keluarga pasien
dikatakan, pasien terjatuh saat hendak menghindari sapi yang melintas di jalan, lalu
terbanting ke bahu jalan. Pasien dikatakan jatuh dengan posisi terbanting ke kanan,
bahu lebih dahulu menyentuh lantai/bahu jalan, bagian dada kanan terbentur setir
sepeda motor. Sesaat setelah jatuh, pasien mengeluh nyeri pada bahu sebelah kanan,
tangan kanan sulit digerakkan dan nyeri saat batuk dan bernafas. Saat jatuh dari
motor pasien tidak sadar dan mengaku tidak mengingat kejadian. Pasien sadar sesaat
setelah tiba di IGD. Pasien tidak mengeluh nyeri kepala, tidak merasakan mual dan
muntah. Pasien juga tidak merasakan sesak.
A : alergi (-)
M : medication/riwayat konsumsi obat sebelumnya (-)
P : past illness/riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-), riwayat penyakit gula
(-), riwayat asma (-), riwayat operasi sebelumnya (+)
L : last meal/riwayat makan terakhir tanggal 5 Sept 2020 pukul 18.00
E : events/mekanisme trauma (dijelaskan di Riwayat Penyakit Sekarang)
32
III.PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
VAS : 7-8
BB : 64 kg
TB : 165 cm
Kepala : Mesosefal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
3 mm / 3 mm, reflek cahaya (+/+)
Leher : Jejas (-), simetris, deviasi trakea (-), pembesaran nnl (-/-)
Paru
Inspeksi : Asimetris, retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, Nyeri tekan
pada lapangan paru kanan bagian media dan superior
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
33
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V± 2 jari lateral linea
midclavicularis kiri, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas atas jantung : SIC II linea parasternal kiri
Abdomen
Inspeksi : Bentuk perut datar dan simetris. Venektasi (-), jejas (-)
Bunyi peristaltik usus (+) normal
Auskultasi :
Perkusi : Timpani pada seluruh bagian perut
Palpasi : Supel,nyeri tekan (-) , nyeri lepas (-) hepar dan lien
tidak teraba
34
2. Status Neurologis Anggota Gerak Atas
Regio Frontalis
Look Tampak edema (+), Deformitas (-), jejas (+),
hematoma (+), luka terbuka (+) ukuran 4x2 cm ,
perdarahan (+) minimal
Feel Nyeri tekan (+), krepitasi (-), diskontinuitas
tulang (-), tepi luka tidak rata, dasar luka subkutis
(+)
Move -
35
CKR GCS 15
V. RENCANA AWAL
IP Diagnosis:
IP Terapi:
- Infus RL 20 tetes/menit
- Wound toilet
IP Monitoring:
IP Edukasi:
36
- Menjelaskan prognosis penyakit yang dialami pasien kepada pasien dan
keluarga pasien.
S : Nyeri saat batuk dan bernafas (+), gerakan sendi bahu kanan terbatas (+)
O: Ku, Kesadaran : Baik, Composmentis
TD : 120/80 mmhg
N : 96x/mnit
RR : 22x/mnit
T : 36,8 C
Lab tgl 15/9/2020
Hb: 14 gr/ dL Eritrosit 5.0 x 106/mm3
Hematokrit 42 % CT 3 menit 50 detik
Trombosit: 163 x 103/uL BT : 2 menit 15 detik
Leukosit 17 x 103/uL
37
A : CKR GCS 15
Vulnus Laceratum Regio Frontalis
Fraktur Os Klavikula 1/3 Media Dextra Tertutup Nonkomplikata
Fraktur leher skapula dextra
Fraktur sederhana costae III, IV, V dextra
P:- Oksigen Nasal Canule 4 liter/menit
- Infus RL 20 tetes/menit
- Pemasangan mitela (figure of eight) + arms sling
- Wound toilet
- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam intravena
- Pro ORIF pukul 12.00 tgl 6 september 2020
- Inj Cefotaxim 2 gr pre OP
- Inj Dexamethasone 10mg/12 jam
- Inj Tramadol 2 cc diencerkan dalam 10 ml aquadest bolus pelan 3-
4 menit jika nyeri
- Edukasi Pasien dan keluarga pasien mengenai rencana tatalaksana
yang akan dilaksanakan pada pasien
- Puasa 6 jam sebelum operasi
S : Nyeri pada bahu kanan, nyeri saat batuk dan bernafas (+), gerakan sendi
bahu kanan terbatas (+)
O: Ku, Kesadaran : Tampak sakit berat, Composmentis
TD : 110/80 mmhg
38
N : 86x/mnit
RR : 22x/mnit
T : 36,8 C
A : Post ORIF Clavikula dextra
P : Instruksi Post Operasi
- Inf RL 20tpm
- Inj Tramadol / 12 jam
- Inj Ketorolac 30 mg/8 jam
- Inj Omeprazole 1 amp/12 jam
- Inj Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- ACC Pulang, kontrol 7-10 hari setelah operasi
Obat Pulang :
Na Diclofenak, 2 dd 1
Omeprazole, 2 dd 1
Cifprofloxacin, 2 dd 1
Kalk, 1 dd 1
39
BAB IV
PEMBAHASAN
40
impaksi/terbenam dan permukaan glenoid masih intak. Gendongan/Sling dipakai
untuk mengurangi nyeri dan dapapt dilakukan rehabilitasi sejak awal.
Pada tulang costae didapatkan fraktur simple pada tulang costa ke 3, 4 dan 5
sisi lateral, didapatkan displacement minimal pada costa 3. Dari pencitraan X-ray
chest tidak didapatkan komplikasi pada rongga thoraks seperti pneumothoraks
ataupun hemathothoraks. Sehingga pada kasus ini tidak merupakan indikasi untuk
tindakan operatif. Fokus utama pada fraktur costa pada pasien ini adalah memberikan
kenyamanan dengan mengurangi nyeri.
41
BAB V
KESIMPULAN
1. Fraktur adalah hilangnya kontinuitas struktural tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
2. Diagnosis fraktur didapatkan dari hasil anamnesis yang terarah, pemeriksaan fisik
yang memperhatikan kenyamanan pasien dan pemeriksaan penunjang radiologis
yang tepat.
3. Prinsip tatalaksana pada fraktur adalah dengan recognize(menetukan diagnosis
dan analisa fraktur dgan baik), melakukan reduksi baik terbuka maupun tertutup,
melakukan imobilisasi atau fiksasi, dan melakukan rehabilitasi untuk
mengembalikan fungsi sedini mungkin.
42
DAFTAR PUSTAKA
2. Court-Brown CM, Heckman JD, McQueen MM, Ricci WM, Tornetta III P,
editors. Rockwood and Green’s Fracture in Adults (8th edition). Philadelphia:
Wolters Kluwer, 2015
43