Anda di halaman 1dari 15

ORIF FEMUR

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik).
Fraktur adalah suatu patahan pada kntinuitas struktur tulang.
Untuk merperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih baik
maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF. (Open Rreduktion wityh Internal
Fixation)
ORIF adalah suatu tindakan untuk melihat fraktur langsung dengan
tehnik pembedahan yang mencakup didalamnya pemasangan pen, sekrup, pin
logam, protesa, plat paku untuk memobilisasi fraktur selama penyembuhan.

B. Etiologi
Etiologi dari fraktur adalah
1. Trauma langsung atau direk, yaitu fraktur terjadi ditempat dibagian yang
mengalami ruda paksa misalnya : benturan atau pukulan pada antebrakhi.
2. Trauma tak langsung atau indirek misalnya : penderita jatuh dari ketinggian
dengan lengan dalam keadaan ekstensi sehingga dapat terjadi fraktur pada
pergelangan tangan, cirurgikum humeri, suprakondiler dan klavikula.
3. Trauma ringan biasanya terjadi pada fraktur patologik karena rapuhnya
tulang, misalnya metastase dari tumor, degenerasi karena proses
kemunduran fisiologi dari jaringan tulang itu sendiri
4. Fraktur stress (kelelahan) yang terjadi pada tulang normal akibat stress
tingkat rendah yang berulang biasanya terjadiakibat peningkatan drastis
tingkat latihan pada seorang atlit atau pada permulaan aktivitas fisik baru
(misalnya pada olahragawan lari jarak jauh.
Indikasi dilakukannya operasi ORIF yaitu fraktur yang tidak bisa
sembuh , fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup , fraktur yang dapat
direposisi tapi sulit diperahankan , fraktur yang berdasarkan pengalaman
memberi hasil yang lebih baik dengan operasi.

C. Anatomi Fisiologi
Tulang merupakan jaringan hidup yang akan menyuplai saraf & darah,
tulang dapat tumbuh dan memperbaiki dirinya sendiri setelah cedera.
Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (garam- garam & kalsium)
yang menyebabkan tulang kuat dan elastis.
Tulang femur merupakan tulang terpanjang dan terbesar didalam tulang kerangka
pada bagian pangkal yang berhubungan dengan estabulum membentuk kepala
sendi yang disebut kaput femoralis.
Tulang ini sering terdapat dalam anggota gerak. Fungsinya sebagai alat
ungkit dari tubuh dan memungkinkan untuk bergerak. Batang atau diafisis
tersusun atas tulang kortikal dan ujung tulang panjang yang dinamakan
epifis tersusun terutama oleh tulang kanselus. Plat epifis memisahkan
epifiis dan diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinalpada
anak-anak. Yang pada orang dewasa akan mengalami kalsifikasi. Misalnya
pada tulang humerus dan femur.

D. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur berdasarkan garis patah tulang dibagi menjadi :
1. Fraktur transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang
tulang (menyilang).
2. Fraktur oblik
Adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang
(miring).
3. Fraktur spiral/rotasi
Adalah fraktur yang timbul akibat torsi pada ekstremitas (melingkari
tulang).
4. Fraktur tranverse
Adalah fraktur yang patahnya menyilang
Klasifikasi fraktur menurut bentuk patah tulang dibagi menjadi :
1. Complet Fraktur
Adalah patah atau diskontinuitas jaringn tulang yang luas sehingga
tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari
satu sisi ke sisi lain sehingga mengenai ke seluruh korteks.
2. Incomplet Fraktur
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah
tidak menyeberang sehingga mengenai kortek tetapi masih ada korteks
yang utuh. Sering terjadi pada anak-anak yang disebut dengan greenstics
fraktur.
3 Fraktur tertutup(Closed compound).
Terjadi bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
4 Fraktur terbuka.(Open compound)
Terjadi bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan dikulit.
Fraktur terbuka terbagi tiga derajat menurut R.Gustilo:
 Derajat I
Luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada
tanda luka remuk, fraktur sederhana, transversal, oblig atau
komuniti ringan, kontamminasi minimal.
 Derajat II
Luka ringan dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap
atau avulse, fraktur komuniti sedang, kontaminasi sedang.
 Derajat III
Terjadi kerusakasn jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit
otot, neurovaskuler, serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
derajat tiga terdiri atas jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang
adekuat meskipun terdapat laserasi luas atau flap atau avulsi atau
fraktur segmental sangat komunitif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran luka,kehilangan
jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi massif, luka pada pembuluh perifer yang harus
diperbaiki tanpa meliahat kerusakan jaringan lunak.
5 Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempatnya
yang normal.
6 Fraktur dengan perubahan posisi ujung tulang yang patah berjauhan
dengan tempat yang patah.
7 Comminuted fracture
Adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana
terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
8 Fraktur impaksi/ kompresi
Adalah kompresi karena dua tulang menumbuk tulang ke3 yang berada
diantaranya, misal pada tulang vertebra.

E. Manifestasi Klinis
Gambaran yang sering muncul pada klien dengan fraktur adalah
a. Patah tulang traumatic dengan cidera jaringan lunak biasanya disertai
nyeri. Setelah patah tualng dapat timbul spasme otot yang menambah rasa
nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul saat aktivitas dan hilang
saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
b. Mungkin tampak jelas posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami
c. Pembengkakan disekitar fraktur akan menyertai proses peradangan
d. Dapat terjadi gangguan sensasi / rasa semutan yang mengisyaratkan
kerusakan syaraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan
setara dengan bagian non fraktur. Hilangnya denyut nadidi sebelah distal
meingisyaratkan syok kompartemen
e. Krepitus (suara gemeretak)dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan
akibat pergeseran ujung – ujung patahan tulang satu sama lain.
f. Shock disebabkan karena rasa nyeri yang hebat, kehilangan darah,
jaringan yang rusak.
Tanda gejala pada pasien post operasi ORIF yaitu oedem , nyeri, pucat, otot
tegang dan bengkok, menurunnya pergerakan, menolak berjalan / bergerak,
deformitas (perubahan bentuk), eritema, parestesia / kesemutan.
F. Patofisiologi
Tulang dikatakan fraktur atau patah bila terdapat interupsi dari kontinuitas
tulang biasanya fraktur disertai cederajaringan di sekitarnya yaitu : ligamen, otot,
tendon, Pembuluh darah dan persendian
Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat terjadi akibat tekanan/ trauma, tekanan yang berulang-ulang,
kelemahan abnormal pada tulang.fraktur akibat trauma disebabkan oleh kekuatan
yang tiba-tiba dan berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,
penekanan, pemuntiran/ penarikan, bila terkena kekuatan langsung tulang dapat
petah patah pada tulang yang terkena.

Tindakan pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


Pada ORIF dilakukan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan
diteruskan sepanjamg bidang anatomik menuju tempat yang mengalami fraktur.
Hematoma fraktur dan fragmen yang mati diirigasi dari luka. Fraktur direposisi
dengan tangan untuk menghasilkan posisi yang normal. Sesudah reduksi, fragmen
tulang dipertahankan dengan alat ortopedik (pin, skrup, pelat, paku).
Keuntungannya
 Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah.
Pengguanan operasi orif lebih tepat dari tindakan reduksi manual. Sesudah
usaha reduksi manual sebanyak 3 atau 4 kali gagal akan ditemukan kulit
merah, jaringan lunak rusak tidak ada kepastian reduksi dan kalaupun berhasil
harus dipertahankan dengan gips dalam waktu yang lama.
 Kesempatan memeriksa pembuluh darah dan syaraf disekitarnya.
 Mencapai stabilitas fiksasi yang memadai ( tidak perlu berulang kali
memasang gips atau alat stabilisasi lainnya).
 Perawatan dirumah sakit dapat ditekan seminimal mungkin (terutama kasus
yang tanpa komplikasi dan kemampuan mempertahankan fungsi sendi dan
otot normal). Metode operatif orif bila pasien telah dirawat 3 minggu bisa
keluar dari rumah sakit dalam hal ini penderita sudah dapat bergerak dengan
kayu penopang untuk menahan sebagian dari beban yang berat, dan sudah
dapat beraktifitas.
 Pada patah tulang terbuka, irigasi, pembersihan luka dan debridemen jaringan
nekrotik berfungsi mencegah osteomeilitis. Daerah tersebut dapat digunakan
sebagai luka bedah yang aseptif dan bersih dengan teknik fiksasi internal.
 Pada penderita berusia lanjut yang mengalami patah tulang panggul bentuk
perawatan yang baik adalah orif karena jika digunakan dengan traksi
menimbulkan komplikasi luka akibat tekan, pnemonia, emboli paru karena
kurangnya mobilisasi. Dengan orif meskipun risiko dan komplikasi cukup
serius tetapi penyembuhan yang cepat memungkinkan mobilisasi segera
dengan nyeri yang ringan.

Kerugiannya
 Tindakan anestesi dan operasi memiliki risiko komplikasi (infeksi) bahkan
kematian. Infeksi profunda pada luka setelah fiksasi intramedula sulit diobati
(infeksi tulang, osteomielitis resisten terhadap antibiotika) sehingga
memerlukan pengobatan antibiotik jangka panjang. Infeksi mungkin
memerlukan pengangkatan batang intramedula dan tindakan bedah lainnya.
Adanya logam yang ditanamkan dalam tulang menyebabkan pengobatan
infeksi sulit karena harus dicabut dulu baru mengalami penyembuhan.
 Penggunaan stabilisasi logam internal memungkinkan terjadinya kegagalan
alat tersebut.
 Pembedahan merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak cidera akan terpotong atau rusak.
 Dalam keadaan tertentu reduksi anatomi tidak dapat dipertahankan dengan
gips atau trasi misalnya pada fraktur piedmont dari tulang radius disertai
disosiasi sendi radioulna distal reduksi yang dilakukan tidak stabil dan mudah
menimbulkan malposisi fragmen yang patah sehingga dapat terjadi artritis
berat, gerakan pronasi supinasi pada lengan bawah terbatas karena nyeri.
Kemajuan di bidang metalurgi dan desain peralatan implan membuat orif
lebih maju dengan paku panggul telescop yang memiliki kekuatan intrinsik
besar dan memungkinkan fragmen tulang yang patah tumbuh dengan baik.
Paku holt jika ditanamkan pada tulang paha yang mengalami fraktur, dapat
menanggung beban yang lebih berat yang dapat ditanggung orang normal saat
berjalan.
a. Rehabilitasi dan komplikasi fraktur.
Penderita patah tulang dapat mengalami penyembuhan dengan teknik
penatalaksanaan standar, tatapi akibat cacat karena akibat komplikasi yang
timbul akibat cedera dan program penatalaksanaan dapat terjadi :
- Malunion.
Suatu keadaan tulang yang patah sembuh dengan posisi yang abnormal,
membentuk sudut miring. Misalnya patah tulang paha yang dirawat
dengan traksi kemudian diberi gips untuk di imobilisasi dimana
kemungkinan gerakan rotasi dari fragmen tulang yang patah kurang
diperhatikan, Akibatnya sesuadah gips dibuang ternyata anggota tubuh
bagian distal memutar ke dalam atau keluar dan penderita tidak dapat
mempertahankan posisi tubuhnya dalam keadaan netral Komplikasi
dapat dicegah dengan analisa sewaktu reduksi dan mempertahankan
reduksi dengan baik dan benar terutama pada awal penyembuhan.
Gips yang longgar harus diganti seperlunya, fragmen tulang yang patah
dan bergeser sesudah direduksi harus diketahui sedini mungkin dengna
pemeriksaan radiografi serial. Dan kondisi ini dipulihkan dengan
reduksi berulang, imobilisasi, atu operasi.
- Delayedunion dan nonunion.
Merupakan sambungan yang terlambat dantulang patah dan tidak
menyambung kembali. Delayed union adalah dengan kecepatan lebih
lambat dari normal.
Nonunion dapat menjadi komplikasi yang berbahaya. Yang
predisiposisinya reduksi yang tidak benar pada bagian taulang ayng
patah sehingga tidak menyatu, imobilisasi kurang tepat baik secara
terbuka maupun tertutup, interposisi jaringan lulnak antara dua frgmen
tulang patah, cedera jaringan yang berat, infeksi, pola spesifik peredaran
darah dimana tulang yang patah dapat merusak suplai darah ke satu atu
lebih fragmen tulang.
Bila radiogram setelah reduksi
Setelah immobilisasi dilaksanakan, pertumbuhan dimulai dengan
pembentukan kallus. Tingkatan pertumbuhan tulang adalah sebagai
berikut :
a. Hematoma formation (pembentukan hematom).
Pada saat terjadi fraktur maka periosteum, pembuluh darah di korteks
marrow dan jaringan sekitar mengalami cedera, maka terjadi
perdarahan pada daerah fraktur. Darah menumpuk dan mengeratkan
ujung tulang yang patah. Terbentuk hematoma terjadi nekrosis di
jaringan sekitar. Sel darah putih dan sel must berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut.
b. Fibrin meskwork (pembentukan febrin).
Hematoma menjadi terorganisir karena fibroblast masuk lokasi cedera,
membentuk fibrin meskwork (gumpalan fibrin) yang akan
berdiferensiasi membentuk osteoblas dan kondroblast. Selain itu pada
fase ini terjadi pengeluaran plasma dan leukosit dan infiltrasi dari sel–
sel darah putih yang lain (proses fagosisit).
c. Inflasi osteoblast.
Osteoblast masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahankan
penyambungan tulang. Pembuluh darah berkembang mengalirkan
nutrisi untuk membentuk kolagen. Untaian kollagen disatukan dengan
kalsium
d. Calus formation (pembentukan callus).
 Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang
 Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa
tulang baru
 Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit
kalsium. Kondroblas melalui deposit phospat merangsang
kalsium.
e. Remoddeling.
Pada langkah terakhir ini callus berlebihan (bekuan fibrin) diabsorpsi
dan tulang trabekula (sel-sel tulang baru) terbentuk pada garis cedera
untu menjadi tulang sejati. Tulang sejati menggantikan kalus dan
secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlukan
waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan (6 minggu), bagi yang
masa tulang kurang penyembuhan berlangsung 3-6 bulan.
Faktor yang menghambat terbentuknya kallus adalah Penyembuhan yang
lamban atau union yang lamban disebabkan karena:
b. Callus putus atu remuk karena aktivitas yang berlebihan.
c. Edema pada lokasi fraktur menahan penyaluran nutrisi ke lokasi.
d. Immobilisasi yang tidak effisien.
e. Infeksi terjadi pada lokasi.
f. Kondisi gizi pasien buruk
g. Proses penuaan, pada wanita menopause dimana estrogen berkurang
mempengaruhi penyembuhan penyakit periperal vaskular (arteri
sklerotik penurunan sirkulasi arteri ke tulang), hal ini mempengaruhi
suplai oksigen dan zat gizi.
G. Pathway

Tulang

Trauma

Tumpul Tajam

Spinal anestesi Fraktur Insisi Luka

T’pts’y jar ssaraf


Resiko infeksi
P’drhan

P’gulangan anestesi&ps duduk sbl 24 jam.


Krg infrmsi ttg spna anestesi Nyeri

Syok hipovolemik
Krg p’tahuan
H. Fokus Pengkajian

Fokus pengkajian data yang mungkin muncul pada pasien post op ORIF:
1 Aktivitas / Istirahat
Adanya tanda keterbatasan / kehilangan pada bagian yang terkena fraktur.
2 Sirkulasi
Adanya tanda hipertensi (kadang – kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah), takhikardi
(respon stres,hipovolemia), penurunan / tidak ada nadi bagian distal yang
cidera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena
pembengkakan pada jaringan atau hematom pada sisi cidera.
3 Neurosensori
Adanya gejala hilang gerakan / sensori, spasme otot, kesemutan. Adanya
tanda deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi,
spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi
4 Nyeri atau kenyamanan
Adanya gejala nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera.( mungkin
berlokalisasi pada area jaringan atau kerusakan tulang, dapat berkurang
pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf, spasme atau kram
otot.
5 Keamanan
Adanya tanda laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap / tiba- tiba).
6 Penyuluhan atau pembelajaran
Adanya gejala lingkungan cedera
I. Intervensi
1) Nyeri b.d Luka Operasi
Tujuan:
Menyatakan nyeri hilang, mampu beraktivitas, menunjukkan ketrampilan
relaksasi dan aktivitas therapetik sesuai dengan indikasi untuk situasi
individual
a. Intervensi : pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan
tirah baring.
Rasionalisasi : Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi
tulang/ tegangan jaringan yang cedera.
b. Intervensi : Evaluasi keluhan nyeri / ketidaknyamanan ,
perhatikan lokasi dan karakteristik , termasuk intensitas nyeri (0-10).
Rasionalisasi : Mempengaruhi pilihan atau pengawasan keefektivan
intervensi. Tingkt ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi
terhadap nyeri.
c. Intervensi : Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena
Rasionalisasi : Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema
dan menurunkan nyeri.
d. Interensi : Dorong penggunaan napas dalam , imajinasi
visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasionalisasi : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa
kontrol dan kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin
menetap pada periode lebih lama.
e. Intervensi : Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif/ pasif.
Rasionalisasai : Mempertahankan kekuatan/ mobilitas otot yang sakit
dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cidera.
f. Kolaborasi
Intervensi : Beri obat sebelum perawatan aktifitas.
Rasionalisasi : Meningkatkan relaksasi otot dan partisipasi.
2) Resiko infeksi b.d Adanya luka insisi
Tujuan:
Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu , bebas drainase purulen /
eritema dan demam.
a. Intervensi : Inspeksi kulit untuk adanya iritasi / robekan
kontinuitas.
Rasionalisasi : pen atau kawat tidak harus dimasukkan mlewat kulit
yang infeksi, kemerahan atau abrasi (menimbulkan infeksi tulang).
b. Intervensi : Kaji sisi pen / kulit , perhatikan keluhan p[eningkatan
nyeri / rasa terbakar / adanya edema.
Rasionalisasi : mengindikasikan timbulnya infeksi lokal atau nekrosis
jaringna yang menimbulkan osteomielitis.
c. Intervensi :Berikan perawatan pen / kawat steril sesuai protokol.
Rasionalisasi : mencegah kontaminasi silang dan infeksi.
d. Intervensi : Observasi luka untuk pembentukan bula , krepitasi
perubahan warna kulit kecoklatan.
Rasionalisasi : tanda perkiraan infeksi gas gangren.
e. Intervensi : kaji tonus otot, reflek tendon dalam dam kemampuan
berbicara.
Rasionalisasi : kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia
menunjukkan tetanus. (Doenges, 2000: 763)
f. Kolaborasi
Intervensi : berika obat sesuai indikasi : antibiotik IV atau
topuikal, Tetanus toksoid.
Rasionalisasi :antibiotik spektrum luas digunakan secara provilaktik
atau mikroorganisme khusus, sedangkan tetanus toksoid diberikan
secara provilaktik karena adanya tetanus pada luka terbuka.
g. Intervensi : siapkan pembedahan sesuai indikasi.
Rasionalisasi :sequestrektomy (pengangkatan tulang nekrotik)
membantu penyembuhan dan mencegah perluasan infeksi.
3) Kurang Pengetahuan Tentang Spinal Anestesi berhubungan dengan
kurang informasi.
Tujuan:
Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, pengobatan.
Melakukan dengan benar prosedur yang diperluka dan menjelaskan alasan
tindakan.
a. Intervensi : kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan
datang.
Rasionalisasi : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan informasi.
b. Intervensi : beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai
intruksi dengna therapi fisi bila diindikasikan
Rasionalisasi : Banyak fraktur memerlukan gips, bebat, penjepit
selama proses penyembuhan . Kerusakan lanjut dan penglambatan
penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan
penggunaan alat ambulasi.
c. Intervensi : Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk
sendi diatas dan dibawah fraktur..
Rasionalisasi : Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelelahan
otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara rutin
d. Intervensi : Identifikasi tanda-tanda dan yang memerlukan
evaluasi medik contoh nyeri berat, demam,menggigil, bau tak enak,
perubahan sensasi, pembengkakan, paralisis ibujari/ ujung jari putih
/dingin, titik hangat, area lunak, gips retak.
Rasionalisasi : Intervensi cepat dapat menurunkan beratnya
komplikasi seperti infeksi atau gangguan sirkulasi.

Anda mungkin juga menyukai