Anda di halaman 1dari 8

EPISTAKSIS

Disusun oleh :

1. Linda Restu Pratika


2. Ninik Dewi Fatimah
3. Nurlaeli Sobriana
4. Rasyita Kusuma Dewi
5. Ruti Kurnianingsih
6. Siti saniatun Latifah
7. Sungkowo Aji Prihantoro
8. Umiyatun

SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN
MUHAMMADIYAH GOMBONG

1
2008
EPISTAKSIS

A. Definisi
Epistaksis atau perdrahan hidung, 90% dapat sembuh sendiri. Epistaksis
bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala suatu penyakit.

B. Etiologi
Menurut Soepardi,dkk penyebab epistaksis adalah :
a. Trauma
Trauma ringan misal mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin, mengorek
hidung atau sebagai akibat trauma hebat terpukul, terjatuh, kecelakaan
lalulintas.
b. Infeksi
Infeksi sinus dan sinus paranasal, seperti sinusitis atau rhinitis serta
granuloma spesifik seperti : lupus, sifilis.
c. Neoplasma
Hemangioma, karsinoma serta angiofibroma dapat menyebabkan
epistaksis berat.
d. Kelainan congenital
Teleangiektasis hemoragik herediter
e. Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi, arteriosclerosis, nefritis kronik, serosis hepatic.
f. Kelainan darah
Trombositopenia, hemofilia dan leukemia
g. Infeksi sistemik
DBD, demam typoid, influenza
h. Perubahan tekanan atmosfer
Caisson disease ( pada penyelam )

2
i. Gangguan endokrin
Wanita hamil, menarche, dan menopause

C. Sumber Perdarahan
a. Perdarahan anterior
Berasal dari septum bagian depan pleksus kisselbach atau dari arteri
etmoid anterior. Pleksus kisselbach menjadi sumber perdarahan paling
sering. Biasanya dapat berhenti sendiri dan mudah diatasi. ( yang sering
terjadi dan ditemukan pada anak-anak )
b. Perdarahan posterior
Berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri etmoid posterior. Perdarahannya
biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Pada epistaksis
posterior sering terjadi pada pada pasien usia lanjut yang menderita
hipertensi, aterosklerosis atau penyakit kardiovaskuler.

D. Pemeriksaan
 Alat yang diperlukan: lampu kepala, speculum hidungdan alat penghisap.
 TTV
 Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan penunjang laboratorium,
pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hemostasis

E. Patofisiologi
Semua perdarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung
yang mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan
disertai luka pada pembuluh darah yang mengakibatkan perdarahan.
Epistaksis disebabkan oleh trauma, infeksi, neoplasma, gangguan
endokrin, perubahan atmosfer, dan penyakit kardiofaskuler. Yang kemudian
akan menyebabkan pecahnya arteri etmoid dan arteri sfenopalatina. Ini
menyebabkan perdarahan. Dari perdarahan ini dapat menyebabkan syok
hipovolemik dan anemia. Karena terjadi syok hipovolemik dan anemia maka
suplai O2 dan nutrisi menjadi turun.

3
F. Manifestasi klinis
 Perdarahan berasal dari hidung.
 Pusing

G. Pathway

Trauma, infeksi, neoplasma,


Gangguan endokrin, perubahan
Tekanan atmosfer, peny . kardiovaskuler

Pecahnya arteri etmoid, arteri sfenopalatina

perdarahan

pemasangan tampon syok hipovolemik, anemia Ansietas

Resiko infeksi P suplay O2 dan nutrisi Resti terhadap


Kerusakan perfusi jar.

kelemahan

intoleransi aktivitas

4
H. Penatalaksanaan
1. Menghentikan perdarahan
Dengan pemasangan tampon lebih baik daripada pemberian obat
homestatik.
2. Mencegah komplikasi
Apabila ada syok perbaiki dulu keadaan umum pasien.
3. Mencegah berulangnya epistaksis
Apabila epistaksis berat dan berulang dilakukan ligasi arteri.

I. Fokus pengkajian
1. Aktifitas / istirahat
Gejala : keletihan / kelelahan
Tanda : TTV berubah
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, arterosklerosis
Tanda : TD menurun
3. Integritas ego
Gejala : ansietas, takut, stress.
4. Neurosensori
Gejala : pusing / nyeri kepala
J. Intervensi
1. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, suplai O2 dan nutrisi menurun
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas sesuai kondisi
KH : - Peningkatan ADL
- TTV dalam rentang normal
. Intervensi :
a. Observasi kemampuan klien
Rasional : memberikan informasi untuk intervensi selanjutnya

5
b. Awasi TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah O2 adekuat
c. Berikan bantuan dalam beraktivitas bila perlu.
Rasional : mengurangi kebutuhan O2 klien, harga diri ditingkatkan bila
pasien melakukan sesuatu sendiri.
d. Diskusikan periode istirahat dan aktivitas
Rasional : mempertahankan tingkat energi.
2. Ansietas b.d perubahan kondisi sakit
Tujuan : ansietas berkurang
KH : tampak rileks, mendiskusikan masalah
Intervensi :
a. Dorong pernyataan takut
Rasional : membuat hubungan terapetik
b. Berikan informasi akurat tentang prosedur yang dilakukan
Rasional : melibatkan klien dalam rencana asuhan dan menurunkan
asuhan
c. Awasi respon fisiologis ( tacipnea, pusing / sakit kepala )
Rasional : dapat menjadi indikasi derajat takut klien.
3. Resti terhadap kerusakan perfusi jaringan b.d perdarahan
Tujuan : perfusi jaringan normal
KH : TTV stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, haluaran urin adekuat.
Intervensi :
a. Observasi perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing
Rasional : perubahan dapat menunjukan ketidakadekuatan perfusi
serebral.
b. Auskultasi nadi apikal, awasi kecepatan jantung / irama
Rasional : perubahab disritmia dapat terjadi akibat hipotensi,
hipoksia, asidosis.
c. Observasi kulit dingin, pucat, berkeringat, CRT

6
Rasional : gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko
kerusakan kulit.

d. Catat haluaran urine


Rasional : penurunan perfusi sistemik dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal
4. Resti infeksi b.d porth de entry
Tujuan : tidak terjadi infeksi
KH : meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulan, eritema,
dan demam.
Intervensi :
a. Anjurkan tidak mengorek hidung
Rasional : mencegah mikroorganisme patogen masuk.
b. Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia.
Rasional : memberikan informasi adanya proses inflamasi / infeksi
c. Kolaborasi pemberian antibiotik pada pemasangan tampon
Rasional : membunuh mikroorganisme patogen.

7
DAFTAR PUSTAKA

Soepardi, dkk.2000. Telinga Hidung Tenggorokan.Jakarta : FKUI


Doengoes.1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC
http://id.answer.yahoo.com/question/index

Anda mungkin juga menyukai