Anda di halaman 1dari 59

Askep Dengan Gangguan

Tetanus Dan Myastenia Gravis

Sarjana Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
UNIPDU Jombang
2020/2021

By kelompok 11
Anggota Kelompok 11 :

C
EVA NANDA AWWALIYAH 7318010
ELVIRA RAHMAWATI 7318023
LALU GUNAWAN 7318027
Devinisi Tetanus
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin
yang dihasilkan oleh C.tetani ditandai dengan kekakuan otot dan spasme
yang periodik dan berat.

Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan hipertonia akut atau


kontraksi otot yang mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang bawah
dan leher) dan spasme otot menyeluruh tanpa penyebab lain, serta
terdapat riwayat luka ataupun kecelakaan sebelumnya. (syaifuddin dkk
2018)
Etiologi
Penyebab tetanus adalah Clostridium
tetani. Clostridium Tetani adalah
kuman berbentuk batang, ramping,
berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron
yang berspora termasuk golongan
gram positif dan hidupnya anaerob.
Kuman mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik. Toksin ini
(Tetanuspamin)
Patofisiologi
Pathway
Invasi Clostridium Tetani

Reaksi antigen antibody Pelepasan tetanus pasmik dan tetanolisin

Pelepasan mediator Regiditas otot pernapasan Disfungsi saraf otonom Spasme otot, regiditas otot
inflamasi
Penurunan ekspansi dada Peningkatan aktivitas Epistonus, kaku kuduk (+)
Beredar ke sistemik, kelenjar keringat
masuk ke SSP RR meningkat, PCH (+), Gangguan Mobilitas
penggunaan otot bantu Pengeluaran keringat/ Fisik
Merusak pusat pernapasan cairan tubuh meningkat
termostatis di Pola napas tidak
hipotalamus Intake (-), tekanan darah
efektif
menurun
Peningkatan suhu
Penurunan O2 peningkatan CO2 Hypovolemia
tubuh
Hipertemia Asidosis
Lanjutan

Asidosis Vasoliditasi pembuluh Perubahan permeabilitas Perpindahan cairan dari


darah serebral vaskuler intrasel ke intersiil

Peningkatan TIK Edema serebral

Penurunan suplai darah ke otak Menekan pusat kesadaran

Penurunan kesadaran

Perfusi Perifer Tidak Efektif


klasifikasi
1. Tetanus Lokal
bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakuan otot-otot pada bagian
proksimal dari tempat luka. Tetanus local adalah bentuk ringan
dengan angka kematian 1% kadang-kadang bentuk ini dapat
berkembang menjadi tetanus umum
2. Tetanus Cephali
terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah mata, kulit kepala,
wajah, telinga, leher, otitis medis kronis dan jarang akibat
tensilectomi. Gejala berupa disfungsi saraf kranial antara lain ; lll, iV,
Vll, lX, X, Xl, dapat berupa gangguan sendiri-sendiri maupun
kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan.
Tetanus cephalic dapat berkembang menjadi tetanus umum
Manifestasi Klinis
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris

2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)

3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)

4. Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior

5. Rikus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas), sudut mulut tertarik
keluar dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi

6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan
sering merupakan gejala dini

7. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan di otak
Lanjutan

7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstremitas inferior dalam

keadaan ekstensi, lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula

intermitten diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan

tersebut disertai dengan rasa nyeri. Kadang-kadang disertai perdarah intramuscular

karena kontraksi yang kuat.

8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi

urine dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis dapat pula

terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.


Pemeriksaan penunjang Penatalaksanaan Medis
1. Pemeriksaan laboratorium : 1. Debridement
a. Liquor Cerebri normal 2. pemberian antibiotic
b. Hitung leukosit normal atau 3. menghentikan kejang
sedikit meningkat 4. serta imunisasi pasif dan aktif,
c. Pemeriksaan kadar elektrolit
darah terutama kalsium dan
magnesium
d. Analisa gas darah dan gula
darah sewaktu.
Asuhan Keperawatan Pada Tetanus
1. Pengkajian Tetanus

Pemeriksaan fisik ;
a. Identitas
b. Status Kesehatan Saat Ini 1. Keadaan umum
o Keluhan Utama a. Kesadaran
o Alasan Masuk Rumah Sakit Kesadaran klien biasaanya composmentis, pada
o Riwayat Penyakit Sekarang keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tetanus

c. Riwayat Penyakit Dahulu mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor,

d. Riwayat Penyakit Sebelumnya dan semikomatosa.

e. Riwayat Pengobatan
f. Riwayat Psikososial
Lanjutan

b. Tanda-tanda vital
o Tekanan darah : biasanya tekanan darah pada pasien tetanus normal
o Nadi : penurunan denyut nadi
o RR : Frekuensi pernapasan pada pasien tetanus meningkat
o Suhu : peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-40°C
c. Body System
o Sistem pernapasan ; terdapat batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
pernapasan dan peningkatan frekuensi pernapasan. thorax didapatkan taktil 
premitus seimbang kanan dan kiri. bunyi napas tambahan seperti ronchi pada klien
dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk yang menurun.
o Sistem kardiovaskuler; didapatkan syok hipovolemik yang sering terjadi pada klien
tetanus. TD biasanya normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena
hancurnya eritrosit
Lanjutan

d. Sistem persarafan
o Saraf I fungsi penciuman tidak ada kelainan.
o Saraf II ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
o Saraf III, IV mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
Respons kejang umum akibat stimulus rangsang cahaya perlu diperhatikan perawat
o Saraf V. Refleks masester meningkat. Mulut-mencucu seperti mulut ikan.
o Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
o Saraf VIII Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
o Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
o Saraf XI Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak).
o Saraf XII Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi.
Indra pengecapan normal
Lanjutan

e. Sistem motoric
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada tetanus tahap
lanjut mengalami perubahan.
f. Pemeriksaan refleks
pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosreum derajat refleks pada respons
normal
g. Gerakan involunter
Tidak diremukun adanya tremor, Tic, dan distonia. Kejang pada anak dengan tetanus
disertai peningkatan suhu nibuh yang tinggi karena area fokal kortikal yang peka.
h. Sistem sensorik
Perasa raba normal, perasa nyeri normal. Perasaan suhu normal, tidak ada peras
abnormal di permukaan tubuh
i. Sistem perkemihan
Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya
pengeluaran urine dengan menggunakan cateter
Lanjutan
j. Sistem pencernaan
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung.
Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun Karen anorexia dan adanya kejang,
kaku dinding perut (perut papan). Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB k.
K. Sistem Integumen
tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor, karena
terjatuh di tempat yang kotor, dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang
tertutup debu atau kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka.
l. Sistem musculoskeletal
adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan aktivitas
sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami patah tulang terbuka yang
memungkinkan masuknya clostridium tetani.
M. Sistem Endokrin
fungsi endokrin pada klien tetanus normal  
N. Sistem reproduksi
tingkah laku seksual dan reproduksi normal
Lanjutan

O. Sistem pengindraan
Sistem pengindraan tidak ditemukan gangguan
P. Sistem imun
kemampuan sistem imunitas akan berkurang dalam mengenali toksin sebagai antigen.
Pola Napas Hipertermia
Tidak Efektif

Gangguan
Hypovole
2. Diagnosa mia Mobilitas
Fisik
Keperawatan

Perfusi
perifer
tidak
efektif
3. Intervensi Keperawatan
Dx 1 Pola Napas Tidak Efektif b/d hambatan upaya napas

SLKI SIKI

a. Pola napas a. Manajemen jalan napas


Ekspektasi - membaik Observasi
- Frekuensi napas 5 (membaik) - Monitor frekuensi, kedalaman dan usaha napas
- Kedalaman napas 5 (membaik) - Monitor bunyi napas tambahan
- Penggunaan alat bantu napas 5 - Monitor sputum
(menurun) Terapeutik
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Lakukan penghisapa lender
- Berikan oksigen jika perlu
Lanjutan

Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak terkontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Dx 2 Hipertermia b/d proses penyakit infeksi Clostridium Tetani.

SLKI SIKI
a. Termoregulasi a. Manajemen hipertermia
Ekspektasi - membaik Observasi
- Suhu tubuh 5 (membaik) - Identifikasi penyebab hipertermia
- Tekanan darah 5 (membaik) - Monitor suhu tubuh
- Kejang 1 (menurun) - Monitor kadar elektrolit
Terapeutik
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
Dx 3 Hypovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi

SLKI SIKI

a. Status cairan a. Manajemen hypovolemia


Ekspektasi - membaik Observasi
- Tekanan nadi 5 (membaik) - Periksa tanda dan gejala hypovolemia
- Frekuensi nadi 5 (membaik) - Monitor intake output cairan
- Membran mukosa 5 (membaik) Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified trandelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan perbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis NaCL, RL
Lanjutan

- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis glukosa 2,5%, NaCL


0,4%
- Kolaborasi pemberian cairan koloid albumin, plasmanate
- Kolaborasi pemberian produk darah
Dx 4 Gangguan Mobilitas Fisik b/d gangguan muskoloskeletal

SLKI SIKI

a. Mobilitas fisik a. Dukungan mobilisasi


Ekspektasi - meningkat Observasi
- Kekuatan otot 5 (meningkat) - Identifikasi keluhan nyeri atau keluhan fisik lainya
- Kelemahan fisik 5 (menurun) - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Rentang gerak (ROM) 5 - Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
(meningkat) Terapeutik
- Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu
- Fasilitasi melakukan kegiatan jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Dx 5 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan
penurunan aliran arteri dan/atau vena
SLKI SIKI
a. Perfusi perifer a. Perawatan sirkulasi
Ekspektasi - meningkat Observasi
- Tekanan darah sistolik 5 - Periksa sirkulasi perifer
(membaik) - Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
- Tekanan darah diastolic 5 Terapeutik
(membaik) - Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area
- Denyut nadi perifer 5 keterbatasan perfusi
(meningkat) - Lakukan pencegahan infeksi
- Lakukan hidrasi
Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat
- Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
4. Implementasi
a. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya
napas
Implementasi ;
o Mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasa, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
o Membaringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk
dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat
o Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan
respon pasien)
o Membantu dan ajarkan pasien untuk napas dalam yang efektif
o Berkolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-
obatan
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit infeksi
Clostridium Tetani.
Implementasi ;
o Monitor suhu tubuh, tekanan darah, frekuensi napas, nadi dan warna
serta suhu kulit
o Pasang alat pemantau suhu kontinu
o Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat, berikan makanan
yang diinginkan pasien
o Gunakan matras, selimut dan penghangat ruangan untuk menaikkan
suhu tubuh dan gunakan Kasur pendingin, water circulating blankets,
ice pack atau gel pad dan intravascular cooling cetherization untuk
menurunkan suhu tubuh
o Kolaborasi pemberian antipiretik jika perlu
c. Hypovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
Implementasi ;
o Periksa tanda dan gejala hypovolemia
o Monitor intake output cairan
o Hitung kebutuhan cairan
o Berikan posisi modified trandelenburg (bagian kepala lebih rendah dari
bagian kaki) jika perlu
o Anjurkan perbanyak asupan cairan oral
o Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis NaCL, RL
o Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis glukosa 2,5%, NaCL 0,4%
o Kolaborasi pemberian cairan koloid albumin, plasmanate
o Kolaborasi pemberian produk darah
d. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan
muskoloskeletal
Implementasi;
o Identifikasi keluhan nyeri atau keluhan fisik lainya
o Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
o Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
o Fasilitasi mobilisasi dengan alat bantu
o Fasilitasi melakukan kegiatan jika perlu
o Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
e. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena
Implementasi ;
o Periksa sirkulasi perifer dan Identifikasi factor resiko gangguan
sirkulasi
o Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan
perfusi
o Lakukan pencegahan infeksi
o Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat, lakukan hidrasi
gunakan lotion
o Anjurkan berhenti merokok
o Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
o Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
5. Evaluasi
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan pasien yakni :

Dx 1 : gangguan pola napas dapat teratasi


Dx 2 : termoregulasi membaik
Dx 3 : manajemen hypovolemia dengan baik
Dx 4 : gangguan mobilitas fisik teratasi dengan baik
Dx 5 : tidak terjadi intoleransi aktivitas
Dx 6 : perfusi perifer efektif
Devinisi myasthenia gravis

Myastenia gravis adalah salah satu penyakit autoimun yang


disebabkan oleh adanya gangguan dari synaptic transmission
atau pada neuromuscular junction. Hal ini ditandai oleh suatu
kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang
dipergunakan secara terus-menerus dan disertai dengan kelelahan
saat beraktivitas. Dimana bila penderita beristirahat, maka tidak
lama kemudian kekuatan otot akan pulih kembali.
Etiologi
Tidak diragukan lagi, bahwa antibodi pada reseptor nikotinik
asetilkolin merupakan penyebab utama kelemahan otot pasien
dengan Myastenia Gravis. Autoantibodi terhadap asetilkolin
reseptor (anti-AChRs), telah dideteksi pada serum 90% pasien
yang menderita acquired myasthenia gravis generalisata. (patricia
gonce & Dorre K. Fontaine. 2018)
patofisiologi
pathway
Proses Autoimun

Timoma Antibody berikatan dg n-AChR / MUSK Pentalaksanaan terapi


pemberian kolinesterase
Reseptor Asetilkoin di membran post Sinaps inhibitor
Gangguan pd
diferensiasi sel T Ach tdk dpt berikatan dg AChR Berlebihnya
kolinesterase inhibitor
Terganggunya Transmisi Impuls saraf dn otot
Krisis kolinergik
Penurunan hubungan saraf dan otot
Ansietas
Kelemahan otot

Otot-otot Okular Otot wajah, laring, faring Otot rangka Otot pernapasan
Lanjutan

Gangguan levator Terganggu makan pd fase Kelemahan otot anggota Ekstensi paru tidak
palpebra oral maupun faringeal gerak maksimal

Ptosis & dipoplia Gangguan Kelemahan umum Ketidakefektifan pola


menelan/disfagia bertambah berat dg aktivitas napas
Penurunan visus
Resiko Aspirasi Intoleransi Aktivitas
Resiko Jatuh
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan The Medical Scientific Advisory Board (MSAB) of the
Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) :

1. Class I Kelemahan otot okular dan Gangguan menutup mata, Otot lain masih
normal
2. Class II Kelemahan ringan pada otot selain okular, Otot okular meningkat
kelemahannya
3. Class IIa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit mempengaruhi otot-otot
oropharyngeal
4. Class IIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan, Juga
mempengaruhi ekstrimitas
5. Class III Kelemahan sedang pada otot selain okuler, Meningkatnya kelemahan
pada otot okuler
6. Class IIIa Mempengaruhi ektrimitas , Sedikit mempengaruhi otot-otot
oropharyngeal
lanjutan

7. Class IIIb Mempengaruhi otot-otot oropharyngeal dan pernapasan,


Juga mempengaruhi ekstrimitas
8. Class IV Kelemahan berat pada selain otot okuler, Kelemahan berat
pada otot okuler
9. Class IVa Mempengaruhi ekstrimitas, Sedikit pengaruh pada otot-
otot oropharyngeal
10. Class IVb Terutama mempengaruhi otot-otot pernapasan dan
oropharyngeal, Juga mempengruhi otot-otot ekstrimitas
11. Class V Pasien yang membutuhkan intubasi (kecuali pada kasus
post-operative)
Gejala klinis
o Pada 90 % penderita, gejala awal berupa gangguan pada otot-otot
ocular yang menimbulkan ptosis (menurunnya kelopak mata) dan
diplopia (penglihatan ganda).
o Myasthenia Gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring dan faring
o Terserangnya otot-otot pernafasan terlihat dari adanya batuk yang
lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea (ketidak nyamanan
dalam bernafas)
o Otot-otot anggota tubuh atas lebih sering mengalami kelemahan
dibandingkan otot –otot anggota tubuh bawah.
Pemeriksaan Penunjang
o Test Wartenberg
o Uji Tensilon (edrophonium chloride)
o Uji Prostigmin (neostigmin)
o Uji Klinis
o Laboratorium (Tes darah)
o Elektrodiagnostik
o Computed Tomography Scan (CT Scan) atau Magnetic Resonance
Imaging (MRI)
o Pulmory Function Test (Test Fungsi Paru-Paru)
Penatalaksanaan

Terapi pemberian antibiotik yang dikombainasikan dengan imunosupresif dan


imunomodulasi yang ditunjang dengan penunjang ventilasi, mampu menghambat
terjadinya mortalitas dan menurunkan morbiditas. Pengobatan ini dapat
digolongkan menjadi terapi yang dapat memulihkan kekuatan otot secara cepat
dan tepat yang memiliki onset lebih lambat tetapi memiliki efek yang lebih
lama sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan ; Plasma Exchange
(PE), Intravena Immunoglobulin (IVIG), Intravena Metilprednisolone(IVMp),
Kortikosteroid, Azathioprine, Cyclosporine, Cyclophosphamide (CPM),
Timektomi (Surgical Care)
Asuhan Keperawatan Pada Myastenia Gravis
1. Pengkajian Tetanus
a. B1 (Breathing)
Inspeksi : apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan.
Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronchi karena peningkatan produksi secret.
b. B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik. Tekanan darah
normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena hancurnya eritrosit.
Lanjutan
c. B3 (Brain)
o Tingkat kesadaran ; omposmentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan
menjadi letargi, stupor dan semikomatosa.
o Fungsi serebri ; Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan
aktivitas motorik.
o Pemeriksaan saraf cranial
- Saraf I : tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
- Saraf II : ketajaman penglihatan normal
- Saraf III, IV, dan VI : dengan alasan yang tidak diketahui, klien mengalami
fotofobia atau sensitive berlebih pada cahaya.
- Saraf V : reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti mulut ikan
- Saraf VII : pengecapan normal, wajah simetris
- Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
Lanjutan

- Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka


mulut
- Saraf XI : didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher
- Saraf XII : lidah simetris, indra pengecap normal
o System motoric ; Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi
mengalami perubahan.
o Pemeriksaan reflex ; Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat reflex pada respon normal.
o Gerakan involunter ; Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam
keadaan tertentu terjadi kejang umum, yang berhubungan sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
d. B4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
Lanjutan

e. B5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang karena anoreksia dan
adanya kejang (kaku dinding perut / perut papan). Sulit BAB karena spasme otot.
f. B6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang umum.
Pola Napas Resiko
Tidak Efektif Aspirasi

Intoleransi Ansietas
2. Diagnosa Aktivitas
Keperawatan

Resiko
Jatuh
3. Intervensi Keperawatan
Dx 1 Pola Napas Tidak Efektif b/d hambatan upaya napas

SLKI SIKI

a. Pola napas a. Pemantauan Respirasi


Ekspektasi - membaik ; Observasi
- Frekuensi napas 5 (meningkat) - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Kedalaman napas 5 - Monitor pola napas
(membaik) - Monitor saturasi oksigen
Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Dx 2 Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas
gastrointestinal
SLKI SIKI

a. Tingkat Aspirasi a. Pencegahan Aspirasi


Ekspektasi menurun Observasi
- Kemampuan menelan 5 - Monitor kemampuan menelan
(meningkat) - Monitor bunyi napas terutama setelah makan/minum
- Kelemahan otot 5 (menurun) Terapeutik
- Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit
sebelum
memberikan asupan oral
- Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak
Edukasi
- Anjurkan makan secara perlahan
- Ajarkan strategi pencegahan aspirasi
- Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu
Dx 3 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot anggota
gerak
SLKI SIKI

a. Toleransi Aktivitas a. Terapi Aktivitas


Ekspektasi - meningkat Observasi
- Frekuensi nadi 5 (meningkat) - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
- Keluahn lelah 5 (menurun) - Identifikasi aktivitas yang diinginkan
- Dyspnea saat aktivitas 5 - Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam
(menurun) aktivitas
- Monitor respon emosional, fisik, social dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik
- Fasilitasi focus pada kemampuan bukan defisit yang
dialami
- Fasilitasi aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi ativitas motoric untuk relaksasi otot
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Lanjutan

Edukasi
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi jika sesuai
- Anjurkan keluarga memberikan penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan atau
memonitor program aktivitas jika sesuai
Dx 4 Ansietas berhubungan dengan kebutuhan tidak terpenuhi

SLKI SIKI

a. Tingkat Ansietas a. Reduksi aktivitas


Ekspektasi - menurun Observasi
- Perilaku gelisah 5 (menurun) - Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
- Pola tidur 5 (membaik) - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
kepercayaan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
Edukasi
- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan prespektif
- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
- Latih teknik relaksasi
Dx 5 Resiko Jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun
SLKI SIKI

a. Koordinasi pergerakan a. Pencegahan jatuh


Ekspektasi - meningkat Observasi
- Kekuatan otot 5 (meningkat) - Identifikasi factor resiko jatuh
- Keseimbangan gerakan 5 - Monitor kemampuan berpindah
(meningkat) Terapeutik
- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga
- Gunakan alat bantu berjalan
- Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
Edukasi
- Anjurkan memanggil perawat jika membutuhkan
bentuan untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri
4. Implementasi
a. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
Implementasi ;
o Mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasa, laporkan setiap
perubahan yang terjadi
o Membaringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk dengan
kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat
o Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon
pasien)
o Membantu dan ajarkan pasien untuk napas dalam yang efektif
o Berkolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan
Lanjutan

b. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan motilitas


gastrointestinal
Implementasi ;
o Monitor kemampuan menelan
o Monitor bunyi napas terutama setelah makan/minum
o Posisikan semi fowler (30-45 derajat) 30 menit sebelum
memberikan asupan oral
o Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak serta
anjurkan makan secara perlahan
o Ajarkan strategi pencegahan aspirasi
Lanjutan

c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot


anggota gerak
Implementasi;
o Mencatat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat
takikardi, disretmia, dyspnea, berkeringat, pucat
o Mengevaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
o Memeriksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas
khususnya bila pasien menggunakan vasolidator, diuretic,
penyekat beta
Lanjutan

d. Ansietas berhubungan dengan kebutuhan tidak terpenuhi


Implementasi;
o Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
o Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
o Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
o Pahami situasi yang membuat ansietas serta dengarkan dengan
penuh perhatian serta anjurkan mengungkapkan perasaan dan
prespektif
o Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien
o Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan
o Latih teknik relaksasi napas dalam
Lanjutan

e. Resiko Jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menurun


Implementasi ;
o Identifikasi factor resiko jatuh serta monitor kemampuan
berpindah
o Gunakan alat bantu berjalan
o Dekatkan bel pemanggil dalam jangkauan pasien
o Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk memanggil
perawat jika membutuhkan bentuan untuk berpindah
o Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
o Anjurkan melebarkan jarak kedua kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
5. Evaluasi
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan pasien yakni :

a. Dx 1 : gangguan pola napas dapat teratasi


b. Dx 2 : berkurangnya resiko aspirasi peningkatan motilitas gastrointestinal
c. Dx 3 : tidak terjadi intoleransi aktivitas
d. Dx 4 : berkurangnya ansietas
e. Dx 5 : berkurangnya resiko jatuh
THANKS FOR YOUR
ATTENTION
C

Salam hangat kelompok 11

Anda mungkin juga menyukai