Anda di halaman 1dari 26

TETANUS

GENERALISATA
Kelompok 1 :

Gema Adha Febriyanto C2014201002


Abya Salma Sajida C2014201015
Safira Fitriyah Risyana C2014201019
Definisi
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang
disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh
Clostridium tetani, ditandai dengan kekakuan otot
dan spasme yang periodik dan berat.
Tetanus dapat didefinisikan sebagai keadaan
hipertonia akut atau kontraksi otot yang
mengakibatkan nyeri (biasanya pada rahang
bawah dan leher) dan spasme otot menyeluruh
tanpa penyebab lain, serta terdapat riwayat luka
ataupun kecelakaan sebelumnya (Rahmanto,
2017).
Etiologi
Clostridium tetani adalah bakteri Gram positif anaerob yang ditemukan di tanah dan
kotoran binatang. Bakteri ini berbentuk batang dan memproduksi spora, memberikan
gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak selalu terlihat. Spora ini bisa tahan
beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Clostridium tetani merupakan bakteri yang
motil karena memiliki flagella, dimana menurut antigen flagellanya, dibagi menjadi 11
strain dan memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang diproduksi oleh bakteri ini
tahan terhadap banyak agen desinfektan baik agen fisik maupun agen kimia. Spora
Clostridium tetani dapat bertahan dari air mendidih selama beberapa menit (meski
hancur dengan autoclavepada suhu 121°C selama 15-20 menit). Jika bakteri ini
menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda lain, bakteri ini akan
memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama
tetanospasmin
Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika menempati
tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkembang dan melepaskan toksin tetanus.
Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat mengakibatkan penyakit tetanus
(dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg)
Patofisiologi
Clostridium tetani dalam bentuk spora masuk ke tubuh melalui luka yang
terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini
melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka lecet,
otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali pusat, kadang–kadang luka
tersebut hampir tak terlihat. Bila keadaan menguntungkan di mana tempat luka
tersebut menjadi hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis,
leukosit yang mati, benda–benda asing maka spora berubah menjadi vegetatif yang
kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasive, bila dinding sel kuman lisis maka
dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin, tidak
berhubungan dengan pathogenesis penyakit.
Farmakologi
Farmakologi tetanus toxoid (TT) atau vaksin
tetanus adalah memasukkan
eksotoksin Clostridium tetani yang tidak aktif
dengan tujuan memancing respon tubuh
terhadap antigen toxoid yang sudah diinaktivasi.
Toksin ini kemudian akan mengaktifkan sel B
dan T-helper 2 yang selanjutnya akan
membentuk imunoglobulin terhadap toxoid.
Untuk mencapai respon imun yang optimal,
dibutuhkan pemberian dalam beberapa dosis
Manifestasi Klinis
Tetanus generalisata biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah
diawali pada rahang dan leher kemudian meluas keseluruh tubuh. Dalam waktu 48 jam penyakit ini
menjadi nyata dengan gejala umum :
● Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris
● Kaku kuduk sampai epistotonus karena ketegangan otot-otot erector trunki
● Ketegangan otot dinding perut
● Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior
● Risus sardonikus karena spasme otot muka (alias tertarik ke atas), sudut mulut tertarik ke luar dan
ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi
● Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan (sering merupakan gejala
dini)
● Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dala keadaan
ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Keadaan tetap sadar, spasme mula-mula
intermitten diselingi periode relaksasi, kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai rasa
nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramuscular karena kontraksi yang kuat
● Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine dapat
terjadi karena spasme otot uretral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi
otot yang sangat kuat.
● Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
● Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.
Penatalaksanaan
● Umum
Pasien sebaiknya ditempatkan di ruang perawatan yang sunyi dan dihindarkan dari stimulasi taktil
ataupun auditorik.
● Imunoterapi
Antitoksin diberikan untuk menginaktivasi toksin tetanus bebas, sedangkan toksin yang sudah
berada di saraf terminal tidak dapat ditangani dengan antitoksin. Oleh karena itu, gejala otot dapat
tetap berkembang karena toksin tetanus berjalan melalui akson dan trans-sinaps serta memecah
VAMP. Selain itu, dapat ditambahkan vaksin tetanus toksoid (TT) 0,5 ml. IM. Pasien yang tidak memiliki
riwayat vaksinasi sebaiknya mendapat dosis kedua 1-2 bulan setelah dosis pertama dan dosis ketiga 6-
12 bulan setelahnya.
● Antibiotik
Beberapa antibiotik pilihan di antaranya metronidazol 500 mg setiap 6 jam intravena atau per oral,
penisilin G 100.000-200.000 IU/kgBB/hari intravena dibagi 2-4 dosis. Pasien alergi golongan penisilin,
dapat diberi tetrasiklin, makrolid, klindamisin, sefalosporin, atau kloramfenikol.
● Kontrol Spasme
Otot Golongan benzodiazepin menjadi pilihan utama. Diazepam intravena dengan dosis mulai dari 5 mg
atau lorazepam dengan dosis mulai dari 2 mg dapat dititrasi hingga tercapai kontrol spasme tanpa
sedasi dan hipoventilasi berlebihan. Magnesium sulfat dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan
benzodiazepin untuk mengontrol spasme dan disfungsi otonom dengan dosis loading 5 mg intravena
diikuti 2-3 gram/jam hingga tercapai kontrol spasme
Lanjutan…
● Kontrol Disfungsi Otonom
Dapat menggunakan magnesium sulfat atau morfin.
● Kontrol Saluran Napas
Obat yang digunakan untuk mengontrol spasme dan memberikan efek sedasi dapat menyebabkan
depresi saluran napas. Ventilasi mekanik diberikan sesegera mungkin. Trakeostomi lebih dipilih
dibandingkan intubasi endotrakeal yang dapat memprovokasi spasme dan memperburuk napas.
● Cairan dan Nutrisi yang Adekuat
Komplikasi
Komplikasi yang berbahaya dari tetanus adalah hambatan pada jalan napas sehingga
pada tetanus yang berat , terkadang memerlukan bantuan ventilator.Sekitar kurang lebih
78% kematian tetanus disebabkan karena komplikasinya. Kejang yang berlangsung terus
menerus dapat mengakibatkan fraktur dari tulang spinal dan tulang panjang, serta
rabdomiolisis yang sering diikuti oleh gagal ginjal akut Infeksi nosokomial umum sering
terjadi karena rawat inap yang berkepanjangan. Infeksi sekunder termasuk sepsis dari
kateter, pneumonia yang didapat di rumah sakit, dan ulkus dekubitus. Emboli paru sangat
bermasalah pada pengguna narkoba dan pasien usia lanjut. Aspirasi pneumonia
merupakan komplikasi akhir yang umum dari tetanus, ditemukan pada 50% -70% dari
kasus diotopsi
ASUHAN KEPERAWATAN
TEORITIS
Pengkajian
● Identitas
Nama, Umur, Jenis kelamin, Alamat, Pendidikan, Pekerjaan, Tanggal MRS, Nomer Rekam medis.
● Keluhan Utama
Klien mengeluh mengalami kekauan pada daerah rahang dan leher. Semakin lama meluas ke seluruh
tubuh.
● Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya terdapat luka sebagai pintu masuk bakteri C. Tetani yang terkontaminasi dengan debu,
tanah, tinja binatang, pupuk antara lain luka tusuk oleh besi, luka bakar, luka lecet, otitis media, infeksi
gigi.
● Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah mempunyai penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, hipertensi,
keganasan, atau penyakit infeksi.
● Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan pada keluarga apakah pernah mempunyai penyakit tetanus sebelumnya atau penyakit kronis
seperti diabetes mellitus dan hipertensi.
Pemeriksaan Fisik
● B1 (Breathing)
Inspeksi: apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
pernafasan.
Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronchi karena peningkatan
produksi secret.
● B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik. Tekanan darah normal, peningkatan heart
rate,adanya anemis karena hancurnya eritrosit.
● B3 (Brain)
○ Tingkat kesadaran
Composmentis, pada keadaan lanjut mengalami penurunan menjadi letargi, stupor dan semikomatosa.
○ Fungsi serebri
Mengalami perubahan pada gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik.
○ Pemeriksaan saraf cranial
Saraf I : tidak ada kelainan, fungsi penciuman normal.
Saraf II : ketajaman penglihatan normal
Saraf III, IV, dan VI : dengan alasan yang tidak diketahui, klien mengalami fotofobia atau sensitive berlebih pada
cahaya.
Saraf V : reflek masester meningkat. Mulut mecucu seperti mulut ikan (gejala khas tetanus)
Saraf VII : pengecapan normal, wajah simetris
Saraf VIII : tidak ditemukan tuli konduktif dan persepsi.
Saraf IX dan X : kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut (trismus)
Saraf XI : didapatkan kaku kuduk. Ketegangan Otot rahang dan leher (mendadak)
Saraf XII : lidah simetris, indra pengecap normal
Pemeriksaan Fisik
● System motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi mengalami perubahan.
● Pemeriksaan reflex
Refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,atau periosteum derajat reflex pada respon normal.
● Gerakan involunter
Tidak ditemukan tremor, Tic, dan distonia. Namun dalam keadaan tertentu terjadi kejang umum, yang
berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
● B4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung
ke ginjal.
● B5 (Bowel)
Mual muntah karena peningkatan asam lambung, nutrisi kurang karena anoreksia dan adanya kejang (kaku
dinding perut / perut papan). Sulit BAB karena spasme otot.
● B6 (Bone)
Gangguan mobilitas dan aktivitas sehari-hari karena adanya kejang umum.
Diagnosis Keperawatan
● Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d hipersekresi jalan napas d.d Batuk tidak efektif
atau tidak mampu batuk (D. 0001)
● Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan neuromuscular d.d mengeluh sulit
menggerakan ekstremitas (D. 0054)
● Resiko infeksi d.d timbulnya inflamasi ( D. 0142)
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Bersihan Jalan Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen Jalan Napas (I. 01011)
Napas Tidak 3x24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas membaik • Observasi
Efektif b.d dengan kriteria hasil : Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
hipersekresi jalan 1. Batuk efektif meningkat napas)
napas d.d Batuk 2. Produksi sputum menurun Monitor bunyi napas tambahan (gurgling, wheezing)
tidak efektif atau 3. Sulit bicara membaik Monitor sputus (jumlah, warna, aroma)
tidak mampu 4. Gelisah membaik • Terapeutik
batuk (D. 0001) 5. Pola napas membaik 16-20x/menit Pertahankan kepatenan jalan napas dengan Head-tilt
dan Chin-lift
Berikan posisi semi fowler
Berikan minuman hangat
Lakukan fisioteri dada
Berikan oksigen, jika perlu
• Edukasi
Anjurkan tingkatkan asupan cairan 2000ml/hari, jika
tidak ada kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk efektif
• Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

2. Gangguan Setelah dilakukan intervensi Dukungan Mobilisasi (I.05173)


Mobilitas Fisik b.d keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan mobiltas • Observasi
gangguan fisik menignkat, dengan kriteria hasil : Identifikasi adanya nyeri atau
neuromuscular d.d 1. Pergerakan ekstremitas meningkat keluhan fisik lainnya
mengeluh sulit 2. Kekuatan otot meningkat Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
menggerakan 3. Rentang gerak (ROM) meningkat Monitor kondisi umum sebelum
ekstremitas (D. melakukan mobilisasi
0054) • Terapeutik
Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
(pagar tempat
tidur)
Fasilitasi melakukan pergerakan
Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
• Edukasi
Jelaskan tujuan dilakukan mobilisasi
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana seperti duduk ditempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi.
Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

3. Resiko infeksi d.d Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Pencegahan Infeksi (I. 14934)
timbulnya 3x24 jam, diharapkan tingkat infeksi menurun, • Observasi
inflamasi ( D. dengan kriteria hasil : Monitor suhu tubuh
0142) 1. Tidak ada demam (<37,5 derajat celcius) Monitor tanda dan gejala infeksi local atau sistemik
2. Tidak ada kemerahan • Terapeutik
3. Nyeri menurun Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan ke klien
4. Nafsu makan meningkat Pertahankan teknik aseptic dalam perawatan luka
• Edukasi
Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Ajarkan cuci tangan secara benar
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik
Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi

1. Bersihan jalan nafas Observasi


tidak efektif Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
Memonitor bunyi napas tambahan (gurgling, wheezing)
Memonitor sputus (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan Head-tilt dan Chin-lift
Memberikan posisi semi fowler
Memberikan minuman hangat
Melakukan fisioteri dada
Memberikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Menganjurkan tingkatkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi
Mengajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Berkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik
Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi

2. Gangguan Mobilitas Observasi


Fisik b.d gangguan Mengidentifikasi adanya nyeri atau
neuromuscular b.d keluhan fisik lainnya
mengeluh sulit Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
menggerakan Memonitor kondisi umum sebelum melakukan mobilisasi
ekstremitas (D. 0054) Terapeutik
Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (pagar tempat tidur)
Memfasilitasi melakukan pergerakan
Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
Menjelaskan tujuan dilakukan mobilisasi
Menganjurkan melakukan mobilisasi dini
Mengajarkan mobilisasi sederhana seperti duduk ditempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi.
Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Implementasi

3. Resiko infeksi b.d Observasi


timbulnya inflamasi Memonitor suhu tubuh
( D. 0142) Memonitor tanda dan gejala infeksi local atau sistemik
Terapeutik
Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan ke klien
Mempertahankan teknik aseptic dalam perawatan luka
Edukasi
Menganjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Mengajarkan cuci tangan secara benar
Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi
Berkolaborasi pemberian antibiotik
Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Evaluasi

1. Bersihan Jalan Nafas S:-


Tidak Efektif O:
1) Batuk efektif meningkat
2) Sputum menurun
3) Sulit bicara membaik
4) Gelisah membaik
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
2. Gangguan Mobilitas S:-
Fisik b.d gangguan O:
neuromuscular b.d 1) Pasien tampak bisa mengangkat ekstremitas bawah
mengeluh sulit 2) Kekuatan otot pasien membaik
menggerakan 3) Pasien mau melakukan ROM
ekstremitas (D. 0054) A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
3. Resiko infeksi b.d S:-
timbulnya inflamasi ( D. O:
0142) 1) Adanya luka jahitan pada telapak kaki kiri, luka masih kotor.
2) Kondisi sekitar luka bengkak,
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
PICOT JURNAL
Laporan Kasus
Diagnosis dan Tata Laksana Tetanus Generalisata

P : Seorang laki laki berusia 29 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat RSUD Arifin Ahcmad Provinsi Riau
dengan keluhan utama badan terasa tegang dan kaku sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien
memiliki riwayat terkena benda tajam 8 hari sebelum keluhan muncul yaitu pada terkena parang pada daerah
lutut kanan saat bekerja di kebun, kemudian lukanya dijahit oleh mantri dikampungnya. Pasien dibawa oleh
keluarga ke RS Kabupaten, dirawat selama 3 hari, kemudian dirujuk ke RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

I : Tata laksana yang diberikan sebagai berikut: oksigen 3-4 liter/menit, pasang NGT, diet makanan cair tinggi
kalori, pasang kateter, IVFD Aminofluid: D5%: RL per 8jam, injeksi ATS 1500 IU subkutan, drip diazepam 30 mg/24
jam dititrasi bertahap sampai keluhan kaku berkurang, dosis mencapai 120 mg/ hari. Metronidazole 4x500 mg
intravena, tetagam loading dose 3000 IU intra muskular, omeperazole 2x40 mg iv, ceftriaxone 2x1 gr iv, dan
ondansetron 3x8 mg iv.

C : tidak ada perbandingan

O : Pasien dirawat di ICU selama 10 hari, kemudian pindah keruangan rawatan biasa selama 3 hari, setelah itu
pasien pulang dalam kondisi membaik, tidak ada kaku dan sudah bisa berjalan sendiri.

T:-
PICOT JURNAL
TETANUS GENERALISATA DENGAN JARINGAN NEKROTIK DIGITI III PEDIS SINISTRA: SEBUAH LAPORAN
KASUS

P : Pasien perempuan, 66 tahun, suku Bali, datang ke UGD RSUP Sanglah dengan keluhan kaku pada mulut sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit, kaku diikuti tidak bisa menelan, minum air bisa sedikit-sedikit, makanan
bubur dan nasi tidak bisa, tidak ada mual dan muntah. Pasien juga mengeluh perut dan punggung yang kaku.
Pasien dengan riwayat luka pada jari ketiga kaki kiri karena tersandung batu sejak 8 hari sebelum masuk rumah
sakit. Pasien tidak berobat sehingga luka di kakinya busuk dan berbau, dua hari setelah luka di kakinya busuk
pasien mulai merasa panas badan dan pusing. Pasien mengaku sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan
seperti ini, riwayat penyakit sistemik disangkal.

I : Telah dilakukan debridement untuk perawatan luka dan pemasangan nasogastric tube. Diberikan terapi
Human tetanus imunoglobulin(Tetagam) 3.000 IU secara intramuskular. Pemberian antibiotik ceftriaxone 2x1
gram intravena, metronidazole 3x500 mg intravena, diazepam 20 mg dalam D5% ( 20 tetes per menit), dan diet
cair 6x200 cc setiap 24 jam.

C : tidak ada perbandingan

O : Selama perawatan kondisi pasien membaik.

T:-
PICOT JURNAL
TETANUS GENERALISATA, DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN: LAPORAN KASUS

P : Seorang laki laki berusia 58 tahun datang ke Instalasi gawat Darurat RSUD Kabupaten Karanganyar dengan
keluhan utama leher terasa kaku dan mulut tidak dapat membuka. Keluhan dirasakan sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan adanya kekakuan pada perut sebelah kanan dan kiri yang dirasakan
hingga ke punggung. Pasien memiliki riwayat terkena gergaji sekitar empat bulan yang lalu dan sebulan
setelahnya pasien terkena paku pada kakinya saat bekerja, pasien membersihkan luka tersebut menggunakan
minyak tanah. Tiga bulan setelah kejadian tersebut pasien mulai mengeluhkan susah untuk menelan dan
akhirnya timbul kekakuan yang menyebabkan mulutnya susah untuk membuka. Sebelum dibawa ke IGD, pasien
sudah dirawat inap di puskesmas daerah dan tidak adanya perbaikan kondisi sehingga akhirnya dibawa ke RSUD
Kabupaten Karanganyar.

I : Terapi pada pasien ini meliputi Infus ringer laktat 20 tpm, drip Diazepam 60mg tiap ganti infus, Infus
Metronidazol 3x500 mg, injeksi IM human tetanus imonoglobulin 3000IU single dose, injeksi ceftriaxone 2x1gr,
Injeksi Ondansetron 2x4mg, Injeksi Ketorolac 3x30mg. Pasien dirawat di ruang isolasi.

C : tidak ada perbandingan

O : Selama perawatan pasien tidak mengalami kejang dan menunjukkan tanda-tanda vital yang tidak stabil.

T:-
Kesimpulan
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama
kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan
kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh
kumanclostridium tetani, tetapi akibat toksin
(tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus
adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh
kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai
gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin
kuman closteridium tetani.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan
toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi
sebagai kejang otot paroksismal, diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus
otot ini selalu tampak pada otot masseter dan
otot-otot rangka.
Terimakasih…

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo, and


includes icons by Flaticon and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai