4. PATOFISIOLOGI ARDS
Radiologi
Foto toraks merupakan pemeriksaan utama yang dapat dengan mudah
dilakukan. Foto toraks dapat membantu menyingkirkan diagnosis penyakit paru
lain, menyingkirkan penyebab kardiologis, serta menegakkan diagnosis ARDS.
Pada ARDS, umumnya ditemukan adanya infiltrat difus bilateral atau unilateral
yang dapat memburuk secara cepat dalam 3 hari. Infiltrat yang ditemukan
umumnya terletak interstisial dan/atau alveolar. Pada tahap awal, infiltrat dapat
ditemukan menyebar hingga ke perifer dan dapat memburuk menjadi infiltrat
difus bilateral dengan penampakan ground glass. CT scan dapat dilakukan
hanya apabila foto toraks tidak dapat menyimpulkan penyebab distress
pernapasan. CT scan umumnya lebih sensitif untuk mendeteksi adanya
emfisema interstisial, pneumomediastinum, efusi pleura, dan limfadenopati
mediastinal.
Analisa Gas Darah
Analisa gas darah (AGD) pada umumnya dapat menunjukkan hipoksemia dan alkalosis respiratorik.
Kadar PaO2 / FiO2 juga dapat dinilai melalui analisa gas darah. Pemeriksaan AGD juga dapat dilakukan
dengan cepat, mudah, dan akses yang tersedia dengan baik.
Laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan spesifik untuk ARDS. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat
dilakukan adalah:
• Darah rutin: dapat ditemukan leukositosis atau leukopenia, terutama bila terdapat sepsis.
Trombositopenia juga dapat ditemukan bila terdapat koagulasi intravaskular diseminata.
• Fungsi ginjal: fungsi ginjal umumnya menurun bila terdapat komplikasi pada ARDS akibat adanya
iskemia ataupun nekrosis tubular akut
• Fungsi hepar: dapat menurut bila terdapat kerusakan hepatosit atau kolestasis
• Kultur darah atau sputum: dapat menunjukkan adanya sepsis atau fokus infeksi. Kultur darah juga dapat
membantu menentukan pemberian antibiotik.
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat dilakukan adalah brain natriuretic peptide (BNP) dan sitokin
interleukin (IL)-1, IL-6, dan IL-8. BNP <100 pg/ml dapat menunjukkan adanya ARDS, tetapi BNP tinggi
tidak dapat menyingkirkan kemungkinan ARDS. IL-1, IL-6, dan IL-8 umumnya juga ditemukan meningkat
pada ARDS.
Ekokardiografi
Ekokardiografi transtorakal umumnya digunakan sebagai metode diagnostik utama, namun ekokardiografi
2-dimensi juga dapat digunakan menyingkirkan kemungkinan penyebab kardiologis. Bila ditemukan
adanya penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri, disfungsi diastolik berat, disfungsi katup mitral atau aorta
berat, shunting foramen ovale maka distress pernapasan umumnya disebabkan oleh edema paru
kardiogenik atau kardiomiopati berat.
Bronkoskopi
Bronkoskopi umumnya dilakukan untuk bronchoalveolar lavage (BAL). Pemeriksaan BAL akan membantu
menentukan penyakit paru, seperti pneumonia eosinofilik akut, pneumonitis, sarcoidosis, atau pneumonia
bronkiolitis obliterans/bronchiolitis obliterans-organizing pneumonia (BOOP), atau lipoid pneumonia.
Histologi
Biopsi paru dapat dilakukan apabila pemeriksaan secara klinis dan penunjang lain tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan lain penyebab hipoksemia. Pemeriksaan histologis dapat menunjukkan fase
ARDS yang sedang terjadi. Pada fase awal umumnya akan ditemukan kerusakan alveolar difus, edema
interstisial, perdarahan alveolar, formasi membrane hialin, dan kongesti kapiler pulmonalis. Pada fase
proliferatif umumnya ditemukan pertumbuhan sel pneumosit tipe 2 pada dinding alveolar, fibroblas,
miofibroblas, dan disposisi kolagen interstisial. Pada fase fibrotik, ditemukan penebalan dinding alveolar
oleh jaringan ikat. Infiltrat dan edema sudah tidak ditemukan.
A. Data Sujektif
Pengumpulan data jangan sampai menimbulkan distress
pernafasan makin.
Informasi ttg latar belakang & riwayat pasien lebih
sering bersifat sekunder karena pasien terlalu lemah
untuk memberikan informasi yg terinci.
1. Penampilan Umum ?
2. Status mental beragam: dari agitasi –
somnulens.
3. TTV: Takhikardia, Takipnea, Apnea &
Hipotensi
4. Pemeriksaan paru: Pilih pemeriksaan yg
dapt ditoleransi klien, temuan tergantung
pada penyakit dasar.
5. Temuan AGD dan Spiometri.
Gangguan pertukaran gas b.d inkuelitas V/Q
Perubahan perfusi jaringan (Kardiopulmonal) b.d
Mobilisasi cairan dari dan ke interstisium & alveolar.
Ansietas b.d ancaman kematian
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
ketidakmampuan mempertahankan nutrisi yg adekwat
untuk memenuhi beban kerja metabolik akibat upaya
pernafasan.
1. Perbaikan Ventilasi & oksigenasi.
a) PaO2 dipertahankan pd 50-60mmHg selama fase akut penyakit
b) Pada resolusi ARDS, PaO2, pH & PCO2 kembali pada batas
normal yg dpt diterima.
c) Fungsi sensorium kembali pd tingkat sebelum sakit.
d) Selama fase akut penyakit, klien mampu mentoleransi bantuan
ventilator mekanik.
e) Rasio inspirasi 5 : 10 detik.
f) Frekuensi pernafasan & volume tidal dalam batas normal &
klien tidak mengeluhkan dyspneu.
a) Tekanan pulmonary capilary wedge dibawah
18 mmHg.
b) Haluaran urine minimal 30 ml/ jam.
c) Nadi Perifer teraba dan ekstremitas hangat
saat disentuh.
a) Menoleransi ventilator dan jalan nafas buatan.
b) Menerima dan mengekspresikan ketakutan.
c) Mengkomunikasikan kebutuhan personal secara efektif &
perawat atau keluarga.
d) Dapat bekerjasama dan membantu dalam perawatan.
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan edema pulmoner nonkardiogenik yang disebabkan
beberapa faktor risiko dan merupakan kasus kegawatdaruratan. Karakteristik ARDS terjadi dalam selang waktu
pendek atau akut, edema alveolar, hipoksemia akut, penurunan komplians paru serta multiple organ disfunction atau
penurunan fungsi organ. ARDS sering dirawat dalam ruang rawat intensif beserta faktor-faktor yang mendasari.
Meskipun banyak sekali pengobatan medikamentosa yang tidak efektif dalam pengobatan ARDS, namun
kortikosteroid mampu mengurangi tembusnya cairan pada membran kapiler alveolar dan perlekatan neutrofil pada
kapiler endotel. Tujuan dari studi ini adalah mengetahui tatalaksana ARDS dengan steroid dengan melihat angka
mortalitas, ventilator free days, dan length of stay dari tatalaksana ARDS dengan steroid. Pencarian data
menggunakan tiga database yaitu Pubmed, Sciencedirect, Google Scholar. Sepuluh literature yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Terdiri dari satu penelitian retrospective observational, satu penelitian retrospective analysis, tiga
penelitian randomized control trial dan lima penelitian cohort study. Jumlah sampel penelitian pada 10 literature
tersebut adalah 1633 orang untuk grup terapi steroid dan 1303 untuk grup kontrol. Hasil penelitian literature review
menunjukkan steroid kurang memberi dampak dalam mengurangi angka mortalitas pada pasien ARDS, steroid
memberi dampak dalam peningkatan angka ventilator free days dan steroid tidak memiliki dampak yang bermakna
pada peningkatan length of stay.
Kesimpulan