Anda di halaman 1dari 11

0

REFERAT

Epistaksis



Disusun oleh:
Dionisius Fidelis Jonathan Batubara (112013313)
Rimenda Dwirana Barus (112013)

Pembimbing:
Dr. Wahyu Sp.THT


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT PANTI WILASA DR. CIPTO SEMARANG
PERIODE 19 MEI - 21 JUNI 2014
1

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
Definisi
Epidemiologi
Etiologi
Patofisiologi
Manifesrtasi Klinis

BAB III PENUTUP
Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA














2

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perdarahan hidung adalah masalah yang sangat umum ditemukan. Epistaksis atau
perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan akut yang berasal dari cuping hidung, lubang
hidung atau nasofaring. Hal ini sering ditemukan sehari-hari dan merupakan masalah yang
sangat lazim, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri.
Perdarahan spontan dari rongga hidung 90% berasal dari daerah anteroinferior septum
nasi yang disebut daerah Kiesselbach.Sekitar 10% berasal dari bagian posterior rongga hidung
dan biasanya lebih sulit diatasi.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu
kelainan.Untuk itu dibutuhkan anamnesis yang ringkas dan tepat, dan pemeriksaan fisik
bersamaan dengan persiapan untuk menanggulangi epistaksis.Setelah perdarahan berhenti,
lakukan evaluasi sistemik untuk menentukan penyebab. Pada tahap ini, mungkin diperlukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih lengkap, evaluasi laboratorium, pemeriksaan sinar X
rutin, dan bahkan angiografi.
Kematian sering disebabkan oleh komplikasi akibat hipovolemik pada epistaksis yang
berat/profuse.Peningkatan morbiditas berhubungan dengan aplikasi nasal (nasal packing).
Tampon posterior dapat berpotensial menyebabkan kelainan pada jalan napas dan memicu
terjadinya serangan jantung pada orang tua. Pemasangan tampon ini juga dapat menjadi sumber
infeksi. Epistaksis lebih sering dijumpai pada umur 2-10 tahun dan 50-80 tahun.

Tujuan
Tujuan dari penyusunan referat ini ialah agar kami dapat memahami lebih dalam materi
tentang epistaksis, serta hal-hal penting yang terkait di dalamnya, seperti definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, gejala klinis, penatalaksanaan, prognosis, pencegahan, dan komplikasi
dari epistkaksis



3


BAB II
PEMBAHASAN

Definisi
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau
sistemik.Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat
fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.
1. Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi
dan dapat berhenti sendiri.
2. Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan
anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi coroner, dan
infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian.
Pemberian infus dan transfusi darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya
harus cepat dilakukan. Disamping itu epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya
pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini juga memerlukan
penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
modalitas pengobatan yang terbaik.

Epidemiologi
Epistaksis jarang ditemukan pada bayi, sering pada anak, agak jarang pada orang dewasa
muda, dan lebih banyak lagi pada orang dewasa tua .Epistaksis atau perdarahan hidung
dilaporkan timbul pada 60% populasi umum. Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa
dua puncak (bimodal), yaitu pada usia<10 tahun dan >50 tahun.
Insiden atau angka kejadian di US adalah 1 di antara 7 orang. Dalam kepustakaan lain
dituliskan bahwa 11% orang Amerika mengalami epistaksis dalam sepanjang hidup mereka.
Tidak ada predileksi yang tepat pada jenis kelamin.

Etiologi
4

Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.
Etiologi lokal misalnya trauma, kelainan pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor,dan
pengaruh udara lingkungan. Etiologi sistemik misalnya penyakit kardiovaskular, kelainan darah,
infeksi sistemik, perubahan tekanan atmosfir, kelainan hormonal, dan kelainan kongenital.

Etiologil okal
1. Trauma lokal
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung, benturan
ringan, bersin, atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma yang lebih
hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas.Selain itu juga bisa terjadi akibat
adanya benda asing tajam atau trauma pembedahan.
Epistaksis sering juga terjadi karena adanya spina septum yang tajam.Perdarahan dapat
terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang berhadapan bila konka itu
sedang mengalami pembengkakan.
2. Tumor
Baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
3. Idiopatik
Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak
dan remaja.
Ketiga di atas ini merupakan penyebab lokal tersering.
Etiologi lokal lainnya
Kelainan pembuluh darah (lokal). Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis,
jaringan ikat dan sel-selnya lebih sedikit.
5

Infeksi lokal. Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rinitis
atau sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rinitis jamur, tuberkulosis, lupus,
sifilis atau lepra.
Iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung.
Keadaan lingkungan yang sangat dingin.
Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba-tiba.
Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.
Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksis ringan unilateral disertai ingus berbau
busuk.
Pengaruh udara lingkungan.
Etiologi sistemik
1. Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada arteriosclerosis, nefritis
kronik, sirosis hepatis atau diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Hipertensi yang
disertai atau tanpa arteriosklerosis merupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70
tahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik.
2. Kelainan darah
Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukemia, trombositopenia, bermacam-
macam anemia, serta hemofilia.
3. Infeksi sistemik
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah (dengue hemorrhagic
fever).Demam tifoid, influensa, dan morbili juga dapat disertai epistaksis.
Etiologi sistemik lain
6

Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbanganhormon, misalnya pada kehamilan,
menarke, dan menopause.
Kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah
teleangiektasis hemoragik herediter (hereditary hemorrhagic teleangiectasis) atau
penyakit Rendu-Osler-Weber (Rendu-Osler-Weber disease). Juga sering terjadi pada Von
Willenbrand disease.
Peninggian tekanan vena seperti pada emfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor
leher, dan penyakit jantung.
Pada pasien dengan pengobatan antikoagulansia.
Perubahan udara atau tekanan atmosfir. Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang
berada di tempat yang cuacanya sangat dingin atau kering. Hal serupa juga disebabkan
adanya zat-zat kimia di tempat industri yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.

Patofisiologi
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung. Epistaksis
anterior. Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya
ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.
Epistaksis posterior. Umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit
dicari.Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah
mengalir ke rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi
perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.
7


Gambar 1.Cross-section of the nasal cavity and its vascular sources.

Rongga hidung kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang
disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang
dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sfenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri interna yaitu arteri palatina
mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis.
Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina,
arteri etmoid anterior, arteri labialis superior, dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai
pleksus Kiesselbach (littles area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua
jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
8

Epistaksis dibagi menjadi 2, yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus Kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui
cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung.Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah
besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.
Manifestasi Klinis
Gejala utamanya adalah perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi
yang bersangkutan.
Epistaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam
keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong.
Epistaksis anterior (depan) dapat berasal pleksus Kiesselbach atau dari a. etmoid anterior.
Pleksus Kiesselbach ini sering menjadi sumber epistaksis terutama pada anak-anak dan biasanya
dapat sembuh sendiri.
Epistaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid
posterior.Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri.Epistaksis posterior seringkali
menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, dan
anemia.Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan
penyakit jantung.Pemeriksaan yang diperlukan adalah darah lengkap dan dan fungsi hemostasis.


BAB III
PENUTUP

9

Kesimpulan
Ringkasan


















DAFTAR PUSTAKA

10

1. Roland NJ, McRae RDR, McCobe AW. Key topics in Otolaryngology, Bios Scientific
Publisher Limited, 1995.
2. Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th Ed.William
& Wilkins, Baltimore, 1996.
3.



Supartondo, Setiyohadi B. Anamnesis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI; 2009.h. 25-6.
1. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Pengambilan Anamnesis Kardiovaskuler.
Lectures Notes Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 1 2.
2. Dr. Dharma S. Sistem Intepretasi EKG. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2010. h.
7-9, 78-85.
3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et all. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta :
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1999. h. 457.
4. Djohan B. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Jurnal. Sumatera
Utara. 2008
5. Gray.H, Dawkins.K, Morgan.J, Simpson.I. Penyakit Jantung Koroner. Lectures Notes
Kardiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbitan Erlangga ; 2003. H. 132-4.

Anda mungkin juga menyukai