Bapak S datang dengan keluhan mimisan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. darah yang
keluar dari hidung berwarna merah segar. Pasien tidak merasa pusing, tidak sedang batuk
maupun pilek, namun saat mimisan pasien terkadang merasakan adanya darah yang tertelan.
Epistaksis adalah pendarahan yang berasal dari hidung. Berdasarkan tempat asal
pendarahan, epistaksis dibedakan menjadi epistaksis anterior dan posterior2.
1. Epistaksis anterior berasal dari pleksus kiesselbatch yang terdiri dari ujung-ujung arteri
etmoidalis, arteri spenopalatina, arteri palatina mayor dan arteri labialis superior 2. Pendarahan
pada epistaksis anterior biasanya menetes dan dapat berhenti sendiri8.
2. Epistaksis posterior berasal dari arteri spenopalatina atau arteri etmoidalis posterior. Biasanya
jarang dapat berhenti sendiri2. Epistaksis posterior biasanya hebat dan jarang berhenti dengan
sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosclerosis atau penyakit
kardiovaskular8.
Pasien tidak merasa pusing, tidak sedang batuk maupun pilek, namun saat mimisan pasien
terkadang merasakan adanya darah yang tertelan.
Pasien tidak mempunyai riwayat trauma sebelumnya. Pasien juga belum pernah mengalami
mimisan dalam waktu lama namun terdapat riwayat hipertensi sejak 6 tahun yang lalu dan tidak
rutin kontrol ke puskesmas.
Epistaksis disebabkan oleh berbagai hal, baik bersifat lokal maupun sistemik, tetapi juga dapat
idiopatik8.
1. Penyebab lokal
a. Trauma
Trauma yang disebabkan diri sendiri karena mengorek hidung terus-menerus dapat
menyebabkan ulserasi dan pendarahan septum anterior.Skenario ini sering terjadi pada anak
kecil.Benda asing di rongga hidung (nasogastric tube dan nasotracheal tube) dapat juga
menyebabkan epistaksis walaupun jarang. Trauma ringan dapat juga disebabkan karena benturan
ringan, bersin, atau mengeluarkan ingus terlalu keras6.
Trauma akut fasial dan nasal sering menyebabkan epistaksis.Pendarahan yang berasal dari
laserasi minor pada mukosa biasanya terbatas.Namun, trauma fasial yang lebih luas atau berat
(kena pukul, jatuh, kecelakaan lalu lintas) dapat menyebabkan pendarahan berat yang
memerlukan tampon nasal. Pada pasien tersebut, epistaksis tertunda dapat menandakan adanya
aneurisma traumatik6.
Trauma nasal dapat terjadi karena benda asing yang tajam atau trauma pembedahan, oleh
karena itu pasien yang akan menjalankan operasi nasal perlu diingatkan potensi terjadinya
epistaksis. Pendarahan pada trauma nasal dapat berkisar dari minor (karena laserasi mukosa)
hingga berat (karena transeksi pembuluh darah besar) 6.
b. Udara Kering
Kelembapan udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa, oleh karena itu epistaksis
lebih lazim pada iklim kering dan saat cuaca dingin dimana sistem pemanas rumah akan
menyebabkan dehumidifikasi mukosa nasal6.
c. Obat-obatan
Obat-obatan nasal topikal seperti anti-histamin dan kortikosteroid dapat menyebabkan iritasi
mukosa, terutama ketika digunakan langsung ke septum nasal daripada dinding lateral sehingga
dapat menyebabkan epistaksis. Obat-obatan seperti nonsteroidal anti-inflammatory drugs
(NSAIDs) 6. Pada orang sehat aspirin menyebabkan perpanjangan masa perdarahan. Hal ini
bukan karena hipoprotrombinemia, tetapi karena asetilase sikloosigenase trombosit sehingga
pembentukan TXA2 terhambat6.
d. Kelainan Septum
Deviasi septum nasi dapat mengganggu aliran udara nasal sehingga menyebabkan kekeringan
dan epistaksis. Lokasi pendarahan biasanya terletak di depan taji pada sebagian besar pasien.
Ujung dari deviasi septum sering mengandung permukaan keras dan menjadi sumber epistaksis6.
e. Inflamasi / Infeksi Lokal
Rinosinusitis bakteri, virus, dan alergi dapat menyebabkan inflamasi mukosa sehingga
terjadi epistaksis.Pendarahan pada kasus ini biasanya ringan dan sering muncul sebagai bercak
Koagulopati
yang
didapat
bisa
primer
(karena
penyakit)
atau
sekunder
(karena
perawatannya).Koagulopati didapat yang sering adalah trombositopenia dan penyakit liver yang
disertai pengurangan signifikan dari faktor-faktor pembekuan darah.Walaupun tanpa penyakit
liver, peminum alkohol sering berhubungan dengan koagulopati dan epistaksis. Obat
antikoagulan oral juga menjadi faktor resiko epistaksis6.
b. Kelainan pembuluh darah
Pembuluh darah yang arteriosklerotik dipertimbangkan sebagai penyebab prevalensi epistaksis
yang tinggi pada orang usia lanjut. Sindrom Osler-Weber-Rendu juga disebut telengiektasis
hemoragic herediter, merupakan suatu sindrom autosomal dominan yang ditandai oleh
pembentukan lesi vaskular disekitar bibir, rongga mulut dan hidung. Salah satu manifestasi
utama yang lazim adalah epistaksis berulang hingga memerlukan transfusi lebih dari satu kali6.
c. Migrain
Anak kecil dengan migrain memiliki angka kejadian yang lebih tinggi untuk epistaksis
berulang daripada yang tanpa migrain. Pleksus Kiesselbach, yang merupakan bagian dari sistem
trigeminovaskular, telah terlibat dalam patogenesis migrain6.
d. Hipertensi
Hubungan antara hipertensi dan epistaksis sering disalahpahami. Pasien dengan epistaksis
sering muncul dengan tekanan darah yang tinggi. Epistaksis lebih sering pada pasien hipertensi,
yang mungkin dikarenakan kerapuhan vaskular karena penyakitnya yang kronis6.
Hipertensi walaupun demikian, jarang menjadi penyebab langsung epistaksis. Umumnya,
epistaksis disertai kegelisahan menyebabkan peningkatan akut tekanan darah. Penanganannya
harus difokuskan pada pengendalian pendarahan dan mengurangi kegelisahan yang ditujukan
untuk menurunkan tekanan darah.Batuk berlebihan yang menyebabkan hipertensi vena nasal
dapat diperhatikan pada pertusis atau cystic fibrosis6.
e. Gangguan hormonal
Epistaksis dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh perubahan
hormonal6.