TINJAUAN TEORITIS
1. Pengertian
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar
melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun
karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh.
Mimisan atau orang awam biasa menyebutnya, terjadi pada hidung karena
hidung memiliki banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis
cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan
gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam
sebab dari yang ringan sampai yang berat.
Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya
masih tipis dan sensitif, selain karena pilek. Gangguan mimisan umumnya
berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Semakin tambah usia, pembuluh
darah dan selaput lendir di hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak mudah
berdarah. Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan.
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab
lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit,
melainkan gejala suatu kelainan ( Mansjoer, Arif. 2001:96)
3. Klasifikasi
a. Mimisan depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan,
maka disebut 'mimisan depan' (epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan
merupakan mimisan jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-
anak, karena pada usia ini selapun lendir dan pembuluh darah hidung belum
terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang
hidung, baik melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali
perdarahan keluar lewat belakang menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban
dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan.
Biasanya di sekat hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping
rongga hidung.
Penyebab Mimisan depan :
1. mengorek – ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau
ruangan berAC.
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat
berhenti sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan
seperti memencet dan mengompres hidung dengan air dingin. Beberapa
langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke
depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari
jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan.
Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat lubang
hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung
menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat
menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah
tulang hidung. Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan
jangan berhenti menekan sampai masa 10 menit terlewati. Penderita
diminta untuk bernapas lewat mulut.
3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin
membantu mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan
berkurang.
4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan
menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3
jam.
5. Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya
dibawa ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan
tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung atau tindakan
kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk
dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
b. Mimisan Belakang
Mimisan belakang (epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada
pembuluh darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang
terjadi, tapi relatif lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai
orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-
anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang
mengalami perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan
kemudian tertelan masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan
muntah berisi darah. Pada beberapa kasus, darah sama sekali tidak ada yang
keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1. Hipertensi
2. Demam berdarah
3. Tumor ganas hidung atau nasofaring
4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5. Kekurangan vitamin C dan K.
6. Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu,
penderita harus segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang.
Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang
mulut (faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar
melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter satunya yang ada di
lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan menyumbat
rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan
berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan
kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk
mencari pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian
mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.
4. Etiologi
Penyebab lokal:
a. Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di
hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
b. Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rhinitis, sinusitis, serta
granuloma spesifik, seperti lepra dan sifilis.
c. Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan
nasofaring.
d. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak
seperti pada penerbang dan penyelam (penyakit Caisson), atau lingkungan
yang udaranya sangat dingin.
e. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai
ingus berbau busuk.
f. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulang pada
anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
a. Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah
b. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemophilia, dan leukemia.
c. Infeksi sistemik, seperti demam berdarah dengue, influenza, morbili atau
demam tifoid.
d. Gangguan endokrin, seperti pada kehamilan, menars, dan menopause.
e. Kelainan congenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic
telangiectasia).
5. Patofisiologi
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior :
Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus Kiesselbach
(yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anak-anak), atau dari
arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila
pasien pasien duduk darah akan keluar melalui lubang hidung. Sering kali
dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan
arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia
lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
6. Penatalaksanaan
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
a. A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk
menunduk
b. B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau
keluarkan darah yang mengalir ke belakang tenggorokan
c. C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi
darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat
gangguan sirkulasi. posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk
mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah
penyumbatan jalan napas
Tiga prinsip utama penanggulangan epistaksis :
a. Hentikan perdarahan
- tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
- tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
- jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor
pencetus epistaksis dan hindari
b. Jika perdarahan berlanjut :
- dapat akibat penekanan yang kurang kuat
- bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi
perdarahan
- dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-
semprot hidung) ke daerah perdarahan
- apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi
elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung
c. Mencegah komplikasi
Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan
kapas yang ditetesi oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin),
anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan salap antibiotik/vaselin atau
menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat vasokonstriktor dan
anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tempat perdarahan yang
multipel, perembesan darah yang luas/difus maka diperlukan
pemeriksaan profil darah tepi lengkap, protrombin time (PT), activated
partial thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan crossmatching
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan
pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis.
c. Pemeriksaan darah tepi lengkap
d. Fungsi hemostatis
e. Uji faal hati dan ginjal
f. Pemeriksaan poto hidung setelah keadaan akut diatasi.
g. Pemeriksaan Laboratorium
h. EKG
i. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya
rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.
8. Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha
penanggulangannya.
Akibat perdarahan hebat:
a. Syok dan anemia
b. Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak,
insufisiensi koroner dan infark miokard, dan akhirnya kematian.
Akibat pemasangan tampon:
a. Pemasangan tampon dapat menimbulkan sinusitis, otitis media, bahkan
septicemia. Oleh karena itu pada setiap pemasangan tampon harus selalu
diberikan antibiotic dan setelah 2-3 hari harus dicabut meski akan dipasang
tampon baru bila masih berdarah.
b. Sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograde melalui tuba
Eustachius, dapat terjadi hemotimpanum dan air mata yang berdarah.
c. Pada waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi laserasi palatum
mole dan sudut bibir karena benang terlalu kencang dilekatkan.
9. Prognosis
90 % kasus epistaksis dapat berhenti sendiri. Pada pasien hipertensi dengan
atau tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh, dan
prognosinya buruk.
B. Proses Keperawatan
1. PENGKAJIAN
Dx III: Kecemasan
Tujuan: Kecemasan berkurang atau hilang
Kriteria :
a. Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
b. Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
2. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien : Temani klien; Perlihatkan
rasa empati( datang dengan menyentuh klien )
3. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan,
tenang seta gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti
4. Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya : Tempatkan klien diruangan
yang lebih tenang; Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
5. Observasi tanda-tanda vital.
6. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis
Dx IV: Nyeri Akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
a. Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
b. Klien tidak menyeringai kesakitan
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri klien
2. Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya
3. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
4. Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien
5. Kolaborasi dngan tim medis, Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin,
dekongestan hidung