Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

1.      PENGERTIAN EPISTAKSIS

Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang
hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi
di tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak
pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan
merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan
bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini
terjadi pada anak-anak karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena
pilek. Gangguan mimisan umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Semakin
tambah usia, pembuluh darah dan selaput lendir di hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak
mudah berdarah. Epistaksis bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan.

Klasifikasi
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.

  Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)


Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka
disebut 'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan
jenis ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun
lendir dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik
melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang
menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.

Mimisan depan akibat :

1. Mengorek-ngorek hidung
2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3. Terlalu lama terpapar sinar matahari
4. Pilek atau sinusitis
5. Membuang ingus terlalu kuat

Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti
sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan
mengompres hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:

1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.


Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung.
Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke
depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika
masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru
dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai
masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan
napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.

Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah
sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam
rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap
duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
  Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh
darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih
berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup
kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami
perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan
masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa
kasus, darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :

1. Hipertensi
2. Demam berdarah
3. Tumor ganas hidung atau nasofaring
4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
5. Kekurangan vitamin C dan K.
6. Dan lain-lain

Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus
segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter
dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik
keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon.
Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik
dan menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan
berhenti.
Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah
lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang
menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.
2.      ANATOMI FISIOLOGI HIDUNG

         Anatomi hidung


Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung.
Piramid hidung terdiri dari :
 pangkal hidung (bridge)
 dorsum nasi (dorsum=punggung)
 puncak hidung
 ala nasi (alae=sayap)
 kolumela
 lubang hidung (nares anterior)

         Fisiologi hidung

Fungsi hidung adalah untuk :

1. jalan napas
2. alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
3. penyaring udara
4. sebagai indra penghidu (penciuman)
5. untuk resonansi udara
6. membantu proses bicara
7. refleks nasal

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal
dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari
lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas
seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus
kiesselbach (gambar 3) yang berada pada dinding depan dari septum hidung.
Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah :

 Trauma minor : mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan


 Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa,
penggunaan steroid inhalasi melalui hidung
Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip
hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.

Perdarahan hidung

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang
atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina.
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan
septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri 
etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus
kiesselbach (little’s area)
3.      ETIOLOGI EPISTAKSIS
Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.
Etiologi lokal
1.      Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur
hidung atau trauma maksilofasia lainnya.
2.      Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
3.      Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan
remaja.
Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.
Etiologi lainnya

 iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;
 Keadaan lingkungan yang sangat dingin
 Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba
 Iatrogenik akibat operasi
 Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama
 Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus
berbau busuk.

Etiologi sistemik
1.      Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan
disertai atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70
lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik,
2.      Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.
3.      Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.
Termasuk etiologi sistemik lain
a. Lebin jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada
kehamilan, menarke dan menopause
b. kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit
Rendj-Osler-Weber;
c. Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia,
tumor leher dan penyakit jantung
d. pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.

4.      PATOFISIOLOGI

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri
karotis eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya
arteri fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang
terminal dari arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum
anterior sampai ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa
pterigomaksilaris dan memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior,
a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal.
Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding
nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus
untuk menyuplai darah ke septum anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam
tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri
etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri
etmoidalis posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada
lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan
memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk
ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada diseptum kartilagenous
anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar
arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior
inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan
mudah terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut.
Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung
dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh
darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa
yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas,
alergi atau sinusitis.

5.      TANDA dan GEJALA


Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan.
Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam
keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong.  Sumber
perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior
(depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach
ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh
sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari  a. sfenopalatina dan a etmoid
posterior. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada
pasien  dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.
6.      TEST DIAGNOSTIK
-          Pemeriksaan Laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan
penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk
memperkuat diagnosis epistaksis.
- Pemeriksaan darah tepi lengkap.
- Fungsi hemostatis
- EKG
- Tes fungsi hati dan ginjal
- Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
- CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing
dan neoplasma.

7.      KOMPLIKASI

 Sinusitis
 Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
 Deformitas (kelainan bentuk) hidung
 Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
 Kerusakan jaringan hidung infeksi
 Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia
 Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum
 Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik,
Perforasi septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )
 Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis
fasialis, infark miokard.
 Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.

Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi
syok atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri,
insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal
ini harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat.
Pemberian antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media
akibat pemasangan tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika
disebabkan kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui
hidung dan sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang
efektif. Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf
wajah) adalah solusi satu-satunya.

8.      PENCEGAHAN
1. Jangan mengkorek-korek hidung.
2. Jangan membuang ingus keras-keras.
3. Hindari asap rokok atau bahan kimia lain.
4. Gunakan pelembab ruangan bila cuaca terlalu kering.
5. Gunakan tetes hidung NaCl atau air garam steril untuk membasahi hidung.
6. Oleskan vaselin atau pelembab ke bagian dalam hidung sebelum tidur, untuk mencegah
kering.
7. Hindari benturan pada hidung

9.      PENANGANAN

A. Penanganan umum
1.Pasien dengan perdarahan hidung biasa mengontrol hal tersebut dengan melakukan
penekanan langsung ataupun mengaplikasikan suatu obyek dingin pada hidung.
2.Jika upaya tersebut gagal, pasien biasanya akan langsung mengontak atau pergi ke
rumah sakit atau unit gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan.
3.Pendekatan pertama yang biasa dilakukan adalah kauterisasi ataupun pemasangan
tampon hidung (nasal packing). Kauterisasi bermanfaat hanya jika sumber perdarahan pada
mukosa hidung jelas terlihat. Kebanyakan epistaksis berhasil ditangani dengan pemasangan
tampon di dalam hidung, karena selain mempertahankan mukosa hidung tetap lembab, juga
bertindak sebagai tamponade untuk perdarahannya. Tampon hidung sendiri bisa berupa
tampon posterior ataupun anterior tergantung letak sumber perdarahannya. Perlu diperhatikan
bahwa saat melakukan pemasangan tampon, penempatannya harus tepat, dan tetap waspada
terhadap potensi komplikasi, antara lain: trauma, infeksi, dehidrasi, dan tentu saja berubahnya
ventilasi akibat obstruksi aliran udara lewat hidung, sehingga penderita akan menghirup
udara melalui mulut yang akan berpengaruh terhadap mekanisme fisiologis pernapasan paru.
4.Langkah lainnya dalam penanganan epistaksis adalah termasuk menilai derajat
kehilangan darah dan perlu tidaknya transfusi. Penyakit yang mendasari juga harus dicari dan
diobati secara tepat.
5.Pada kasus trauma, penanganan tepat dan segera terhadap setiap kondisi yang
membahayakan jiwa diprioritaskan terlebih dahulu. Manajemen terhadap jalan napas
(airway) dan penggantian cairan tubuh sangat penting, dan di saat yang sama juga dibutuhkan
tindakan emergensi untuk mengontrol epistaksis dan melindungi jalan napas. Untuk tujuan ini
biasanya dilakukan pemasangan folley catheter yang diinflasikan di daerah nasofaring (area
di belakang hidung) dan ditarik dari lubang hidung depan untuk menekan area perdarahan
potensial di bagian belakang hidung sekaligus melindungi jalan napas.

B. Penanganan khusus
1.Pendekatan lainnya adalah dengan melakukan ligasi pembuluh darah yang
mensuplai darah ke hidung. Pilihan untuk ligasi dilakukan jika penanganan melalui
kauterisasi maupun tampon hidung gagal.Pertimbangan lainnya dari intervensi vaskuler
secara dini ini adalah kenyamanan pasien, masa perawatan di rumah sakit, dan kefektivan
secara keseluruhan. Secara umum ligasi A. maksilaris lebih efektif dibandingkan A. karotis
eksterna, mengingat ligasi pada A. karotis eksterna masih memungkinkan suplai darah ke
lokasi perdarahan melalui sistem vaskularisasi kolateral, di samping komplikasi serius yang
mungkin timbul, seperti stroke dan trauma vaskuler.
2.Pendekatan terkini dari intervensi vaskuler secara langsung adalah visualisasi
angiografi dan embolisasi cabang terminal A. maksilaris.
3.Dari sekian banyak pendekatan dalam penanganan epistaksis, sebenarnya yang
paling penting adalah kehati-hatian dalam mengevaluasi kondisi penderita, serta identifikasi
letak perdarahan secara akurat. Dan pilihan yang diambil… apapun itu, harus benar-benar
dipertimbangkan berdasarkan kondisi yang ada, resiko maupun keuntungan dari setiap
tindakan.

10.  PENATALAKSANAN

Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika
posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan
mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung. 
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian
depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan
ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan
berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan. 
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika
disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung
dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah: 
  Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
  Mencegah berulangnya epitaksis
  Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu keadaan
umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.

Terapi simptomatis Umum


         Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat
hidung dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.
         Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan
darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk
ginjal untuk melindungi pemakainya.
         Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.
         Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
         Hentikan pemakaian antikoagulan.
         Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah.

Terapi Lokal

  Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan.


  Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain
untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri.
  Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan
menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trikloroasetat 10%), atau dengan
elektrokauter. Bila terdapat pertemuan pembuluh darah septum anterior dan lokasi
perdarahan ditemukan, maka terbaik mengkauterisasi bagian pinggirnya dan tidak benar-
benar di pembuluh darah itu sendiri karena kauterisasi langsung pada pembuluh darah
tersebut biasanya akan menyebabkan perdarahan kembali. Harus hati-hati agar tidak
membuat luka bakar yang luas dan nekrosis jaringan termasuk kartilago dibawahnya
sehingga terjadi perforasi septum nasi.
  Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah dekongesti dan
kokainisasi) dengan suntikan 2 ml lidokain 1% di regio foramen incisivum pada dasar
hidung. Pengontrolan perdarahan anterior dengan cara ini dapat menghindari masalah
perforasi septum, karena elektrokauterisasi diberikan ke tulang dasar hidung dan bukan pada
septum.
  Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan
tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga
tidak terjadi perdarahan ulang saat tampon dilepaskan. Tampon dibuat dari lembaran kasa
steril bervaselin, berukuran 72 x ½ inci, dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang
secara berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber
perdarahan. Tampon dipasang selama 1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan
salep antibiotik untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau.
  Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan regio septum anterior
(pleksus kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara ini lebih mudah diterima pasien karena
lebih nyaman.1,2,7,8,12,14

Medika Mentosa

         Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.
         Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.
o Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.
o Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas
o Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan
tekanan intraokular.
         Anestesi lokal : lidokain 4%
o Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline
o Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
         Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
o menghambat pertumbuhan bakteri.
o Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
         Perak Nitrat
o Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.10,11
Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema.
Hal ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.

Pembedahan

o   Ligasi Arteri


Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan masih
terus berlangsung. Ligasi dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari bagian medial alis
mata,lalu melengkung ke bawah melalui pertengahan antara pangkal hidung dan daerah
kantus media. Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana periosteum diangkat dengan hari-
hari dan periorbita dilepaskan, lalu bola mata ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior
merupakan cabang arteri optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini
dijepit dengan suatu klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal.
o   Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-syndrome mukosa septum diambil dan
kartilago diganti dengan skin graft.6,7,9

Follow up
  Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal
  Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis
  Hindari aspirin dan NSAID lainnya
  Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi
dengan ahli spesialis lainnya

Edukasi pasien

  Hindari cuaca yang panas dan kering


  Hindari makanan yang pedas dan panas
  Bernafas dengan mulut terbuka.

Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh
lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti
dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa
dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di
belakang punggung pasien. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk
membersihkan hidung dari bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas
yang dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga
hidung untuk menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5
menit. 

Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10%
atau dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon
anterior (kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat
digunakan sampai 1-2 hari.

Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan
menggunakan pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat
digunakan tampon Beelloqk.
Tampon Beelloqk
Mandiri
Pada epitaksis, gejala yang utama adalah perdarahan dari hidung, gejala yang lain
sesuai dengan etiologi yang bersangkutan. Oleh sebab itu pada tindakan penanganan mandiri
perawat, yang harus diperhatikan adalah penanganan pada:

 Risiko kekurangan volume cairan,


 Nyeri,
 Risiko infeksi.

Tindakan mandiri perawat

 Awasi tanda-tanda vital


 Awasi masukan/haluaran, hitung kehilangan cairan akibat perdarahan
 Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membrane mukosa mulut
 Kaji keluhan nyeri
 Awasi tanda-tanda vital
 Berikan posisi yang nyaman
 Dorong penggunaan manajemen nyeri
 Kurangi prosedur tindakan invasive
 Awasi tanda-tanda vital Kurangi pengunjung

Perawatan
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika
posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan
mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian
depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan
ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan
berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari.
Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh
darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon
hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari. Kematian akibat
pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA EPISTAKSIS


A.    PENGKAJIAN
1.      Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2.      Riwayat Penyakit sekarang
3.      Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4.      Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5.      Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6.      Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7.      Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).

8.      Pemeriksaan fisik


a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
B.     Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. PK : Perdarahan
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
3. Cemas
4. Nyeri Akut

C.     Perncanaan Keperawatan


1. PK : Perdarahan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian
transfusi, medikasi
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
No. Intervensi Rasional
1 Mandiri  Penurunan bunyi nafas dapat
 Kaji bunyi atau kedalaman menyebabkan atelektasis, ronchi dan
pernapasan dan gerakan dada. wheezing menunjukkan akumulasi
 Catat kemampuan mengeluarkan sekret
mukosa/batuk efektif  Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan paru
atau luka bronchial
 Berikan posisi fowler atau semi Posisi membantu memaksimalkan
fowler tinggi ekspansi paru dan menurunkan upaya
 Bersihkan sekret dari mulut dan pernafasan
trakea  Mencegah obstruksi/aspirasi
 Pertahankan masuknya cairan Membantu pengenceran sekret
sedikitnya sebanyak 250 ml/hari
kecuali kontraindikasi
2 Kolaborasi  Mukolitik untuk menurunkan batuk,
 Berikan obat sesuai dengan indikasi ekspektoran untuk membantu
mukolitik, ekspektoran, memobilisasi sekret, bronkodilator
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk menurunkan
ketidaknyamanan

3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1  Kaji tingkat kecemasan klien  Menentukan tindakan selanjutnya
 Berikan kenyamanan dan Memudahkan penerimaan klien
ketentraman pada klien : terhadap informasi yang diberikan
Temani klien  Meningkatkan pemahaman klien
Perlihatkan rasa empati( datang tentang penyakit dan terapi untuk
dengan menyentuh klien ) penyakit tersebut sehingga klien lebih
 Berikan penjelasan pada klien kooperatif
tentang penyakit yang dideritanya Dengan menghilangkan stimulus yang
perlahan, tenang seta gunakan mencemaskan akan meningkatkan
kalimat yang jelas, singkat mudah ketenangan klien.
dimengerti  Mengetahui perkembangan klien secara
 Singkirkan stimulasi yang dini.
berlebihan misalnya :  Obat dapat menurunkan tingkat
- Tempatkan klien diruangan yang kecemasan klien
lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang
lain /klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
 Observasi tanda-tanda vital.
 Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis
4. Nyeri Akut
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan
No. Intervensi Rasional
1 2 3
1  Kaji tingkat nyeri klien  Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
 Jelaskan sebab dan akibat nyeri menentukan tindakan selanjutnya
pada klien serta keluarganya  Dengan sebab dan akibat nyeri
 Ajarkan tehnik relaksasi dan diharapkan klien berpartisipasi dalam
distraksi perawatan untuk mengurangi nyeri
 Observasi tanda tanda vital dan Klien mengetahui tehnik distraksi dan
keluhan klien relaksasi sehinggga dapat
 Kolaborasi dngan tim medis mempraktekkannya bila mengalami
Terapi konservatif : nyeri
a. obat Acetaminopen; Aspirin, Mengetahui keadaan umum dan
dekongestan hidung perkembangan kondisi klien.
 Menghilangkan /mengurangi keluhan
nyeri klien
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN EPISTAKSIS

KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Epistaksis adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum
(kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.

B. Etiologi
Penyebab lokal :
1. Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung,
trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang.
2. Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti
lepra dan sifilis.
3. Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada
penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat
dingin.
5. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6. Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Penyebab sistemik :
1. Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3. Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4. Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5. Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).

C. Patofisiologi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada
sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah
yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak
cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian
depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum
terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid
anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus
kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan,
yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis
anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang a.sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti
mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.

D. Manifestasi Klinik
Pertama adalah menjaga ABC
- A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk.
- B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah
yang mengalir ke belakang tenggorokan
- C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh,
pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi.
Posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah
faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
1. Hentikan perdarahan
a. Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit.
b. Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk.
c. Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan
hindari.
2. Jika perdarahan berlanjut :
a. Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
b. Bawa ke fasilitas yang .
c. Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke
daerah perdarahan.
Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau
pemasangan tampon hidung.

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul :
• Sinusitis
• Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
• Deformitas (kelainan bentuk) hidung
• Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
• Kerusakan jaringan hidung
• Infeksi
F. Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat
diagnosis epistaksis.
• Pemeriksaan darah tepi lengkap.
• Fungsi hemostatis
• EKG
• Tes fungsi hati dan ginjal
• Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
• CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing
dan neoplasma.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal dengan penekanan pada hidung. Bila tidak berhasil dilakukan
pemasangan tampon pada hidung (tampon anterior ataupun posterior), kauterisasi secara
kimia/listrik, pemberian obat antikoagulansia, atau ligasi pembuluh darah. Keempat tindakan
tersebut membutuhkan keahlian medis tertentu.

KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,,
2. Riwayat Penyakit sekarang :
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping.
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.

d. Pola Persepsi dan konsep diri


- Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).
8.Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
B. Penyimpangan KDM
Trauma Hidung
Masuknya benda asing
(jatuh, terpukul, pembedahan)
Mukosa Hidung Rapuh
Infeksi Nyeri
Perdarahan
Perdarahan Anterior
Perdarahan Posterior
Perdarahan Spontan
Mual, muntah, anemia
Obstruksi Jalan Nafas
Cemas
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang
rapuh..
2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa
hidung.

D. Intervensi Keperawatan
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang
rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan: pemberian
transfusi, medikasi.
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
INTERVENSI
• Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi nafas dapat
menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret.
• Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah kental atau
cerah dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
• Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan.
• Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
• Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi. R/
Membantu pengenceran sekret.
• Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/ mukolitik
untuk menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator
menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI
• Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
• Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien
terhadap informasi yang diberikan
- Temani klien.
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien
• Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta
gunakan kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan pemahaman klien
tentang penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
• Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang
mencemaskan akan meningkatkan ketenangan klien.
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
• Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
• Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan
klien.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa
hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan.
INTERVENSI
• Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
• Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat
nyeri diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
• Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi
sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
• Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.
• Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu :
- Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta.
2. Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby.
Philadelpia.
3. www.fkunhas.com
4. www.warta.com
5. www.blog.ilmukeperawatan.com
6. www.jevuska.com
ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

A.    DEFINISI
Epistaksis atau perdarahan hidung dilaporkan timbul pada 60% populasi
umum.Puncak kejadian dari epistaksis didapatkan berupa dua puncak (bimodal) yaitu pada
usia <10 >50 tahun.
Epistaksia adalah pedarahan hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab
umum(kelainan sistemik) . Epistaksis bukan suatu penyakit , melainkan gejala suatu kelainan.

B.     ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG


Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung.
Piramid hidung terdiri dari :
         Pangkal hidung (bridge)
         Dorsum nasi (dorsum=punggung)
         Puncak hidung
         Ala nasi (alae=sayap)

Fungsi hidung adalah untuk :


1.      Jalan napas
2.      Alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
3.      Penyaring udara
4.      Sebagai indra penghidu (penciuman)
5.      Untuk resonansi udara
6.      Membantu proses bicara
7.      Refleks nasal
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal
dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang arteri sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari
lubang hidung.Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas
seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat.
Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari little’s area/pleksus
kiesselbach yang berada pada dinding depan dari septum hidung.

C.     KLASIFIKASI
1.      Mimisan Depan
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut
'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis
ini. Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selaput lendir dan
pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik
melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang
menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
1.      Mengorek-ngorek hidung
2.      Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC
3.      Terlalu lama terpapar sinar matahari
4.      Pilek atau sinusitis
5.      Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti
sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan
mengompres hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1.      Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan. Pada posisi
duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan ini bermanfaat
untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar darah mengalir lewat
lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke lambung menimbulkan mual
dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2.      Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa
10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3.      Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan
pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4.      Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan napas
lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
5.      Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit,
karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga
hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk
dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
2.      Mimisan Belakang
Mimisan belakang (epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih
berbahaya.Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup
kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan
adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan masuk
ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus,
darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
1.      COB/COR (Cedera otak berat/Cedera otak ringan)
2.      Hipertensi
3.      Demam berdarah
4.      Tumor ganas hidung atau nasofaring
5.      Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
6.      Kekurangan vitamin C dan K.
7.      Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi.Oleh karena itu, penderita harus
segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter
dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik
keluar melalui mulut.Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan
balon.Ujung kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut
tertarik dan menyumbat rongga hidung bagian belakang.Dengan demikian diharapkan
perdarahan berhenti. Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan
kauterisasi. Langkah lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari
pembuluh darah yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini
dinamakan ligasi.

D.    KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat timbul :
         Sinusitis

         Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)


         Deformitas (kelainan bentuk) hidung
         Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
         Kerusakan jaringan hidung
         Infeksi

E.     ETIOLOGI
Penyebab lokal :
1.      Trauma misalnya karna mengorek hidung, terjatuh,terpukul,bena asing di hidung, trauma
pembedahan atau iritasi gas yang merangsang.
2.      Infeksi hidung atau sinus paranasal,seperti rinitis,sinusitis,serta granuloma spesifik seperti
lepra dan sifilis.
3.      Tumor,baik jinak maupun ganas pada hidung,sinus paranasal dan nasoparing.
4.      Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak, seperti pada
penerbang maupun penyelam(penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat
dingin.
5.      Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksisringan disertai ingus berbau busuk.
6.      Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulangpada anak dan remaja.
Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah :
o   Trauma minor : mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan.
o   Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa,
penggunaan steroid inhalasi melalui hidung.
o   Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip hidung,
kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.

Penyebab sistemik :
1.      Penyakit Kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
2.      Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukimia.
3.      Infeksi sistemik, Seperti demam berdarah dengue, Influenza, Morbiliatau demam tifoid.
4.      Gangguan endokrin, Seperti pada kehamilan, menars, dan menopous.
5.      Kelainan kongenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).

F.      PATOFISIOLOGI
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman
pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga
terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri
sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang
atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina.
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan
septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri
etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus
kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan,
yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal
dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior
melalui cabang arteri sfenopalatina.
Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari
lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas
seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan
pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan
G.    PATHWAY
EPISTAKSIS
ANTERIOR
TRAUMA MINOR, MUKOSA HIDUNG YG RAPUH
BENDA ASING, dll
Arteri Sfenopalatina
SISTEMIK
Hipertensi, Influenza, Tumor Hidung dll.
Fleksus Kiesselbach
EPISTAKSIS POSTERIOR
 

Kematian
Jalan napas tidak efektif
Perdarahan (depan/belakang)
Perdarahan
Posisi duduk
Posisi terbaring/terlentang
Lambung
Mual / Muntah darah
Darah menumpuk di faring
Paru
Lewat hidung
 
H.    PENATALAKSANAAN
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC
o   A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
o   B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah
yang   mengalir ke belakang tenggorokan
o   C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan
pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasiposisikan pasien
dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior
sehingga mencegah penyumbatan jalan napas.
1.      Hentikan perdarahan
  Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
  Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
  Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba cari tahu apa faktor pencetus epistaksis dan
hindari
2.      Jika perdarahan berlanjut :
  Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
  Bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
  Dapat diberikan vasokonstriktor (adrenalin 1:10.000, oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah
perdarahan
  Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau
pemasangan tampon hidung.

Pemasangan tampon hidung anterior dilakukan dapat menggunakan kapas yang ditetesi
oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan
salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat vasokonstriktor
dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin.
Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tampat perdarahan yang multipel, perembesan
darah yang luas/difus maka diperlukan pemeriksaan profil darah tepi lengkap, protrombin
time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan crossmatching
I.       PENGKAJIAN
1.      Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan,
2.      Riwayat Penyakit sekarang :
3.      Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4.      Riwayat penyakit dahulu :
o   Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
o   Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
o   Pernah menedrita sakit gigi geraham
5.      Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
1.      Riwayat spikososial
a.       Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih).
b.      Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
2.      Pola fungsi kesehatan
a.       Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
-          Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek
samping.
b.      Pola nutrisi dan metabolisme :
-          Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c.       Pola istirahat dan tidur.
-          Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.
d.      Pola Persepsi dan konsep diri
-          Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun.
e.       Pola sensorik
-          Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilekterus menerus (baik
purulen , serous, mukopurulen).
3.      Pemeriksaan fisik
a.       Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b.      Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
-          Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
-          Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
-          Gelisah
-          Penurunan tekanan darah
-          Peningkatan denyut nadi
-          Anemia

J.       DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a)      Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
b)      Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan bersihan jalan nafas tidak efektif.
c)      Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
d)     Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa
hidung.
K.    PERENCANAAN KEPERAWATAN
1.      Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
o   Monitor keadaan umum pasien
o   Monitor tanda vital
o   Monitor jumlah perdarahan psien
o   Awasi jika terjadi anemia
o   Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian
transfusi, medikasi. (Diagnosa NANDA,NIC,NOC).
2.      Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif
Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis.
No. Intervensi Implementasi Rasional
1 Mandiri
  Kaji bunyi atau Mengaji bunyi
  Penurunan bunyi nafas
kedalaman atau kedalaman dapat menyebabkan
pernapasan dan pernapasan dan atelektasis, ronchi dan
gerakan dada. gerakan dada. wheezing menunjukkan
  akumulasi secret.
Catatkemampu Mencatatkemamp
  Sputumberdarah kental
an uan atau cerah dapat
mengeluarkan mengeluarkan diakibatkan oleh
mukosa/batuk mukosa/batuk kerusakan paru atau luka
efektif efektif bronchial
  Berikanposisi Memberikanposisi
  Posisimembantu
fowler atau fowler atau semi memaksimalkan ekspansi
semi fowler fowler tinggi paru dan menurunkan
tinggi Membersihkan upaya pernafasan
   
Bersihkan sekret dari mulut
sekret dari dan trakea Mencegahobstruksi/aspir
mulut dan Mempertahankan asi
trakea masuknya cairan
sedikitnya
  Pertahankan sebanyak  
250 Membantupengenceran
masuknya ml/hari kecuali sekret
cairan kontraindikasi
sedikitnya
sebanyak 250
ml/hari kecuali
kontraindikasi
2 Kolaborasi
  Berikan obat Memerikan obat
  Mukolitik untuk
sesuai dengan sesuai dengan menurunkan batuk,
indikasi indikasi ekspektoran untuk
mukolitik, mukolitik, membantu memobilisasi
ekspektoran, ekspektoran, sekret, bronkodilator
bronkodilator bronkodilator menurunkan spasme
bronkus dan analgetik
diberikan untuk
menurunkan
ketidaknyamanan
3.      Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
-          Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
-          Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
No. Intervensi Implementasi Rasional
1          Kaji tingkat      Mengkaji tingkat
         Menentukan
kecemasan klien. kecemasan klien. tindakan
R/ menentukan selanjutnya
tindakan
selanjutnya.      Memberikan
kenyamanan         
dan Memudahkan
         Berikan ketentraman pada penerimaan klien
kenyamanan dan klien. terhadap informasi
ketentraman pada yang diberikan
klien. R/
Memudahkan
penerimaan klien
terhadap
informasi yang
diberikan
        Temani klien.
        Perlihatkan rasa      Memberikan
         Meningkatkan
empati ( datang penjelasan pada pemahaman klien
dengan klien tentang tentang penyakit
menyentuh penyakit yang dan terapi untuk
klien). dideritanya penyakit tersebut
         Berikan perlahan, tenang sehingga klien
penjelasan pada serta gunakan lebih kooperatif
klien tentang kalimat yang jelas,
penyakit yang singkat mudah
dideritanya dimengerti.          Dengan
perlahan, tenang      Menyingkirkan menghilangkan
serta gunakan stimulus yang
kalimat yang mencemaskan
jelas, singkat akan
mudah stimulasi yang meningkatkan
dimengerti. berlebihan. ketenangan klien.

         Singkirkan
stimulasi yang
berlebihan.
        Tempatkan klien
diruangan yang          Mengetahui
lebih tenang. perkembangan
        Batasi kontak klien secara dini
dengan orang lain          Obat dapat
/klien lain yang      Mengobservasi menurunkan
kemungkinan tanda-tanda vital. tingkat kecemasan
mengalami klien
kecemasan.      Mengkolaborasi
         Observasi tanda- dengan tim medis.
tanda vital. Bila
perlu .

         Kolaborasi
dengan tim
medis.

4.      Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa
hidung.
Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
-          Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
-          Klien tidak mengeluh kesakitan
No. Intervensi Implementasi Rasional
1          Kaji tingkat nyeri      Mengaji
         Mengetahui tingkat
klien. tingkat nyeri nyeri klien dalam
klien. menentukan tindakan
selanjutnya.
         Jelaskan sebab dan      Menjelaskan
         Dengansebab dan
akibat nyeri pada sebab dan akibat nyeri
klien serta akibat nyeri diharapkan klien
keluarganya. pada klien berpartisipasi dalam
serta perawatan untuk
keluarganya. mengurangi nyeri.
         Ajarkan tehnik      Mengajarkan
         Klienmengetahui
relaksasi dan tehnik tehnik distraksi dan
distraksi. relaksasi dan relaksasi sehinggga
distraksi. dapat
mempraktekkannya
bila mengalami nyeri
         Observasi tanda               Mengetahui keadaan
tanda vital dan Mengobservasi umum dan
keluhan klien. tanda tanda perkembangan
vital dan kondisi klien.
keluhan klien.
         Kolaborasi dngan               Menghilangkan
tim medis. Yaitu : Mengolaborasi /mengurangi keluhan
Terapi konservatif : dngan tim nyeri klien
obat medis.
Acetaminopen;
Aspirin,
dekongestan
hidung.
L.     IMPLEMENTASI
     Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada
tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif
terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian
bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap setiap
intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana
perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
M.   EVALUASI
     Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang diinginkan
dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan kemudian mengganti
rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses keperawatan perawat
mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.

DAFTAR PUSTAKA

a.       Arif,Mansjoer, et al, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aesculapius,
Jakarta..
b.      Balai Penerbit. FK. UI. 1998. Buku Ajar Penyakit THT. Gaya Baru. Jakarta
c.       Doengoes, Marilyn, et al, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
d.      Johnson. M. Maas. M. Moorhead. S. 2000. Nursing Outcome Classification(NOC). Mosby.
Philadelpia
e.       MC. Closky J. dan Bulaceck G. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC). Mosby.
Philadelpia.
f.        http://www.wartamedika.com/mimisan-atau-epistaksis.html
g.      blog.ilmukeperawatan.com/epistaksis.html

Anda mungkin juga menyukai