Anda di halaman 1dari 38

ASKEP EPISTAXIS

By ; Binarti Dwi W
PENGERTIAN
• Epistaksis merupakan pendarahan dari bagian dalam hidung primer ataupun
sekunder, baik spontan atau akibat rangsangan dan berlokasi di sebelah anterior dan
posterior (John Jacob Ballenger, 2000)

Epistaksis adalah pendarahan dari hidung akibat pecahnya pembuluh darah. Epistaksis
merupakan suatu keluhan atau tanda, bukan penyakit. Pendarahan yang terjadi di
hidung adalah akibat kelainan setempat atau penyakit umum. (Adam GL,Boies
LR,1997)
ETIOLOGI
1.Kelainan local (Trauma)
• Pendarahan dapat terjadi karena trauma ringan , misalnya mengkorek hidung,
benturan ringan, bersin, atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat
trauma yang lebih berat seperti terkena pukulan, terjatuh ataupun kecelakaan lalu
lintas.
• Trauma akibat sering mengkorek hidung dapat menyebabkan ulcerasi dan pedarahan
di mukusa bagian septum anterior. Selain itu epistaksis juga bisa terjadi akibat adanya
benda asing tajam atau trauma pembedahan
2.Kelainan anatomi
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis adalah pendarahan pembuluh
darah yang rapuh herediter (hereditary hemmoragic / osleer’s diasese). Juga sering
terjadi pada Von willendrand disease.

3.Infeksi lokal
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifi, seperti
lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang akan merusak mukosa.
Inflamasi akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah setempat
sehingga memudahkan terjadinya pendarahan di hidung.
4.Benda asing
Perporasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat predisposisi perdarahan hidung.
Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perporasi, akan terpapar aliran
udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung.
Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan
trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa
septum dan kemudian mengakibatkan pendarahan.
4.Tumor
• Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten,
kadang-kadang kadang ditandai dengan mukus yang ada darah, hemongioma,
karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epsitaksis berat
• Karena pada tumor terjadi pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan
pembuluh darah yang baru(neovaskularisasi)
5.Pengaruh udara lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan rendah atau lingkungan udara
sangat kering.
Kelembaban udara yang rendah dapat menyebabkan iritasi mukosa. Epistaksis sering
terjadi pada udara yang kering dan saat musim dingin yang dibebabkan oleh
dehumidifikasi mukosa nasal , selain itu bisa disebabkan oleh zat-zat kimia yang bersifat
korosif yang dapat menyebabkan kekeringan mukosa sehingga pembuluh darah
gampang untuk pecah
6.Infeksi sistemik
Yang paling banyak adalah demam berdarah, demem tifoid , influenza, serta morbilli

7. Kelainan hormonal
Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopause karena pengaruh
perubahan hormonal.
Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan progesteron yang tinggi di pembuluh
darah yang menuju kesemua membran mukosa di tubuh termasuk di hidung yang
menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh sehinga terjadi epistaksis
ANATOMI
Anatomi hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid
hidung terdiri dari :
• pangkal hidung (bridge)
• dorsum nasi (dorsum=punggung)
• puncak hidung
• ala nasi (alae=sayap)
• kolumela
• lubang hidung (nares anterior)
Fisiologi hidung
Fungsi hidung adalah untuk :
• jalan napas
• alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)
• penyaring udara
• sebagai indra penghidu (penciuman)
• untuk resonansi udara
• membantu proses bicara
• refleks nasal
Manifestasi klinis
a.Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus kiesselbach ,
merupakan sumber pendarahan yang paling sering dijumpai pada
anak-anak. Pendarahan dapat berhenti sendiri ( spontan) dan dapat
dikendalikan dengan tindakan sederhana
b.Epsitasis posterior , berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri
ethmoid posterior. Pendarahan cenderung lebh berat dan jarang
berhenti sendiri sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi
dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit
cardiovaskular
Pemeriksaan fisik
Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat penghisap dibersihkan semua
kotoran dalam hidung baik cairan , sekret maupun darah yang sudah membeku.
Setelah hidung dibersihkan, masukan kapas yang telah dibasahi dengan larutan anastesi
lokal yaitu larutan pantokain 2% atau lidocain 2% yang ditetesi dengan larutan
adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat
vasokontriksi pembuluh darah sehingga pendarahan dapat berhenti untuk sementara.
Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dapat dikeluarkan dan dilakukan
evaluasi. (Adam GL,Boies LR,1997)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A.Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding
lateral hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat
B.Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk
menyingkirkan neoplasma.
C.Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat
dan sering berulang.
D.Pemeriksaan penunjang
1) Radiografi
Ronthen sinus dan CT scan atau MRI penting untuk mengenali neoplasma atau infeksi
2) Endoskopi
Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya
3) Skrinning terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum , waktu tromboplastin, jumlah platelet dan waktu pendarahan.
PENATALAKSANAAN
Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut
'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan
jenis ini.
Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir
dan pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Perhatikan
A (airway) : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan
duduk menunduk
B (breathing): pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan
atau keluarkan darah yang mengalir ke belakang
tenggorokan
C (circulation) : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi
darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus)
apabila terdapat gangguan sirkulasi. posisikan pasien
dengan duduk menunduk untuk mencegah darah
menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah
penyumbatan jalan napas
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1.Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung.
Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke
depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang
jika masuk ke lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-
paru dapat menimbulkan gagal napas dan kematian.
2.Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan
sampai masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3.Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4.Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan
napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.
Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh
darah rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif
lebih berbahaya. Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun
tidak menutup kemungkinan juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami
perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.
• Biasanya petugas medis melakukan
1.pemasangan tampon belakang.
Caranya, kateter dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut
(faring), kemudian ditarik keluar melalui mulut.
Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung kateter
satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan
menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan
berhenti.

• Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah
lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah
yang menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan
ligasi.
• Follow up
ü Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep
• Bactroban nasal
ü Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis
ü Hindari aspirin dan NSAID lainnya
ü Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k
• melalui konsultasi dengan ahli spesialis lainnya
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul :
• Sinusitis
• Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
• Deformitas (kelainan bentuk) hidung
• Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
• Kerusakan jaringan hidung
• Infeksi
• PENCEGAHAN
1. Jangan mengkorek-korek hidung.
2. Jangan membuang ingus keras-keras.
3. Hindari asap rokok atau bahan kimia lain.
4. Gunakan pelembab ruangan bila cuaca terlalu kering.
5. Gunakan tetes hidung NaCl atau air garam steril untuk membasahi hidung.
6. Oleskan vaselin atau pelembab ke bagian dalam hidung sebelum tidur,
• untuk mencegah kering.
7. Hindari benturan pada hidung
• ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA
EPISTAKSIS
A. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat Penyakit sekarang
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas,
• tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
• yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
• 6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolisme :
- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
c. Pola istirahat dan tidur
- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek
d. Pola Persepsi dan konsep diri
- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri
menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
• Pemeriksaan fisik
a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.
b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan
bengkak).
Data subyektif :
- Mengeluh badan lemas
Data Obyektif
- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak
- Gelisah
- Penurunan tekanan darah
- Peningkatan denyut nadi
- Anemia
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Penurunan perfusijaringan b.d epistaxis
2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif b.d adanyaperdarahan
3.Nyeri b.d adanya lesi,ruptur pembuluh darah
4. Cemas b.d kurang pengetahuan, prognosis penyakit
• 1. Penurunan perfusi jaringan
Tujuan : meminimalkan perdarahan
Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien
- Monitor tanda vital
- Monitor jumlah perdarahan psien
- Awasi jika terjadi anemia
- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan
perdarahan : pemberian transfusi, medikasi
•Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai