Epistaksis Anterior
Area), perdarahan biasanya ringan, terjadi pada keadaan mukosa hiperemis atau
karena kebiasaan mengorek hidung yang sering terjadi pada anak-anak. Selain itu
juga dapat berasal dari arteri ethmoidalis anterior. Perdarahan dapat berhenti sendiri
Epistaksis Posterior
dibawah bagian posterior kanka nasalis inferior) atau arteri etrmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti dengan sendirinya. Pasien mengeluh
Diagnosis 1,13,14
Anamnesis
mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah keluar dari hidung depan
(anterior) bila pasien duduk tegak, lama perdarahan dan frekuensinya, kecendrungan
mellitus, penyakit hati, penggunaan antikoagulan, riwayat trauma hidung yang belum
Pemeriksaan Fisik
tanda vital stabil, perhatian diarahkan pada hidung. Pemeriksaan hidung harus
Penggunaan lampu kepala dan speculum hidung untuk mendapatkan visualisasi yang
optimal. Jika pasien mengalami trauma nasal, perhatikan adanya septal hematoma
yang tampak berupa masa hitam kebiruan pada septum anterior memnuhi kavum nasi.
Terkadang dapat dilihat hemangioma mukosa atau telangiektasis. Jika tidak dijumpai
sumber perdarahan namun ditemukan darah yang menggalir di tenggorokan.
Diagnosis Banding 13
Perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar
cranii yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.
Pemeriksaan Penunjang 13
diagnosis, seperti:
a. Darah lengkap
c. Radiologi
Penatalaksanaan 1,13
nadi,pernapasan, serta tekanan darahnya. Bila ada kelaianan atasi terlebih dahulu
misalnya dengan pemasangan infus. Bila jalan napas tersumbat perlu di bersihkan
terlebih dahulu atau diisap. Apabila penderita sangat lemah atau keadaaan syok,
b. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan
c. Bila perdarahan berhenti, dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat
pengisap (suction) dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret
d. Bila perdarahan tidak berhenti, kapas dimasukkan ke dalam hidung yang dibasahi
lidokain 2% yang ditetesi 0,2 cc larutan adrenalin 1/1000. Hal ini bertujuan untuk
e. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,
dilakukan kaustik dengan lidi kapas yang dibasahi larutan nitrasargenti 20 - 30%
atau asam trikloroasetat 10%. Sesudahnya area tersebut diberi salep untuk mukosa
dengan antibiotik.
pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin
yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang
dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan
berlapis-lapis mulai dari dasar hingga ke puncak rongga hidung. Tampon yang
dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama
2 x24 jam. Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor
analgetik.
disebut tampon Bellocq. Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat atau
kubus berdiameter kira-kira 3 cm. Pada tampon ini terdapat 3 buah benang, yaitu
2 buah pada satu sisi dan sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus dapat menutupi
bantuan jari telunjuk, dorong tampon ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika
masih tampak perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula
Ikat kedua benang yang keluar dari nares anterior pada sebuah gulungan kain
bergerak.
Lekatkan benang yang terdapat di rongga mulut dan terikat pada sisi lain dari
tampon Bellocq pada pipi pasien. Gunanya adalah untuk menarik tampon
Berikan juga obat hemostatik selain dari tindakan penghentian perdarahan itu.
mengeluarkan tampon dan mencari tahu penyebab epistaksis. Selain itu dilakukan
a. Mengidentifikasi penyebab epistaksis, karena hal ini adalah gejala suatu penyakit
Komplikasi 1,13
a. Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus
tersumbat)
serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui
Kriteria Rujukan 13
nasofaring.
12. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di
14. Lubis Bidasari. Tatalaksana Epistaksis Berulang pada Anak. Dalam Sari Pediatri.