Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

Henoch-Schönlein Purpura (HSP)

Oleh:

Annisa Amalina 1840312430


Arief Meiji Surya 1840312280
Putri Damayanti 1740312604
Yuastika Puspita Sari 1840312425

Preseptor:

dr. Fitri Rahmadani, Sp.A, M.Biomed

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RS AHMAD MUCHTAR

BUKITTINGGI

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Henoch-Schönlein Purpura atau purpura anafilaktoid merupakan salah satu


bentuk vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah kecil (kapiler) yang ditandai dengan
perdarahan kulit (purpura), pembengkakan pada sendi, nyeri perut dan kelainan pada
ginjal.1-4 Henoch-Schonlein Purpura lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan
dewasa. Sebagian besar kasus terjadi pada umur 2-8 tahun. Kejadian pada laki-laki 2
kali lebih banyak dari pada perempuan dimana HSP merupakan 10% dari semua kasus
vaskulitis yang terutama terjadi pada anak-anak (90%).5
Etiologi terjadinya HSP sampai saat ini masih belum diketahui, tetapi
dilaporkan HSP sering terjadi setelah infeksi saluran napas atas. Lebih dari sepertiga
kasus HSP menunjukkan kultur tenggorokan positif pada pasien ini diduga
penyebabnya adalah infeksi saluran napas atas, dua minggu sebelum masuk rumah
sakit didapatkan gejala demam disertai batuk. Factor genetik HSP dikemukan juga
mempunyai peranan dan juga dapat timbul setelah vaksinasi tifoid, campak, dan kolera.
Pencetus lain adalah gigitan serangga, toksin kimiawi, dan obat-obatan seperti
penisilin, eritromisin, dan anti-konvulsan.3-5

Manifestasi klinis HSP bervariasi dari erupsi kulit berupa petekie minimal
sampai melibatkan gangguan sistemik yang berat. Onset HSP pada umumnya akut
dan tiba-tiba. Gambaran klinik yang utama tediri dari 4 organ yang terlibat. Pertama
pada kulit dimana terjadi perdarahan kulit yang agak meninggi kalau diraba (palpable
purpura) terjadi pada 95-100 % kasus yang terutama terjadi pada bagian-bagian tubuh
yang tergantung atau yang mengalami tekanan seperti kaki bagian bawah, pantat,
tubuh dan tangan yang kadang disertai rasa gatal yang minimal. Kelainan kulit
dimulai dengan terbentuknya ruam makula eritematosa yang berkembang menjadi
purpura dalam waktu singkat. Perdarahan ini berupa bercak-bercak kemerahan terang
atau merah gelap atau kebiruan yang dapat menyatu dan pada umumnya akan
menghilang dalam beberapa hari sampai beberapa bulan. Kurang dari 10 % kasus
dapat berulang dan mungkin menetap beberapa tahun. Perdarahan ini dapat disertai
pembengkakan (udem).3-5,7
1.2 Batasan Masalah

Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,


klasifikasi, gambaran klinis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari
Henoch-Schönlein Purpura.
1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai


Henoch-Shcönlein Purpura.
1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan ini menggunakan metode penulisan tinjauan kepustakaan merujuk


pada berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Purpura Henoch-Schönlein disebut juga sebagai purpura anafilaktoid. Istilah
ini diambil dari nama dua orang dokter yang berasal dari Jerman. Pada tahun 1837,
Johan Schönlein menggunakan istilah peliosis rheumatica untuk menggambarkan
beberapa kasus dengan gejala klinis nyeri sendi dan purpura. Pada tahun 1874,
Henoch murid Schönlein menjumpai kasus serupa, namun disertai dengan gejala
nefritis, kolik abdomen, dan melena. Sehingga, Henoch-Sconlein Purpura (HSP)
merupakan salah satu bentuk vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah kecil
(kapiler) yang ditandai dengan perdarahan kulit (purpura), pembengkakan pada sendi,
nyeri perut dan kelainan pada ginjal. 1
2.2 Epidemiologi
Henoch-Schonlein Purpura lebih sering terjadi pada anak-anak dibandingkan
dewasa. Angka kejadian HSP 9-18/100.000 populasi. Sebagian besar kasus terjadi
pada umur 2-8 tahun. Kejadian pada laki-laki 2 kali lebih banyak dari pada
perempuan, dimana HSP ini merupakan 10% dari semua kasus vaskulitis yang
terutama terjadi pada anak-anak (90%).1,2
2.3 Etiologi
Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan penyakit sistemik berupa
vaskulitis pembuluh darah kecil yang terutama menyerang anak-anak. HSP
merupakan suatu kelainan berupa leukositoklastik vaskulitis (LcV) yang merupakan
suatu proses imunologi dan inflamasi yang sangat kompleks. Pada kondisi ini terdapat
interaksi antara leukosit dan sel endotel pembuluh darah yang menyebabkan
terjadinya LcV. 1,3
Etiologi terjadinya HSP sampai saat ini masih belum diketahui, tetapi
dilaporkan HSP sering terjadi setelah infeksi saluran napas atas. Lebih dari sepertiga
kasus HSP menunjukkan kultur tenggorokan positif pada pasien ini diduga
penyebabnya adalah infeksi saluran napas atas, dua minggu sebelum masuk rumah
sakit didapatkan gejala demam disertai batuk. Beberapa kasus HSP juga terjadi
setelah pasien terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma
pneumonia, Helicobacter pylori, Campylobacter jejuni, Shigella sp, Epstein Barr
virus, Yersinia, virus hepatitis A,B dan C, varicella, measles, rubella, adenovirus,
CMV, dan Parvovirus B19. Factor genetik HSP dikemukan juga mempunyai peranan
dan juga dapat timbul setelah vaksinasi tifoid, campak, dan kolera. Pencetus lain
adalah gigitan serangga, toksin kimiawi, dan obat-obatan seperti penisilin, eritromisin,
dan anti-konvulsan.1,3
2.4 Patogenesis
Patogenesis HSP adalah terjadinya vaskulitis leukositoklastik pada pembuluh
darah kecil yang ditandai dengan endapan kompleks imum yang mengandung IgA
pada organ yang terlibat. Adapun gejala yang timbul adalah akibat dari kerusakan
pembuluh darah kecil yaitu pada organ yang terlibat utamanya pada kulit, sendi,
gastro-intestinal dan ginjal. Penyakit ini merupakan vaskulitis pembuluh darah kecil
yang diperantarai oleh IgA sebagai respons terhadap antigen asing atau endogen
sehingga terbentuk deposit kompleks IgA pada pembuluh darah kecil yaitu venula,
kapiler, dan arteriol. Ig A makromolekular dan Ig A kompleks imun ini akan
mengendap sehingga mengaktivasi sistim komplemen melalui jalur alternatif.1,3,4
Deposit kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan terjadinya
inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi, dan abdomen sehingga
terjadi purpura di kulit, nefritis, dan artritis. Pada pasien HSP terdapat kelainan yang
melibatkan IgA.1,3,4
2.5 Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis HSP bervariasi dari erupsi kulit berupa petekie minimal
sampai melibatkan gangguan sistemik yang berat. Onset HSP pada umumnya akut
dan tiba-tiba. Gambaran klinik yang utama tediri dari 4 organ yang terlibat. Pertama
pada kulit dimana terjadi perdarahan kulit yang agak meninggi kalau diraba (palpable
purpura) terjadi pada 95-100 % kasus yang terutama terjadi pada bagian-bagian tubuh
yang tergantung atau yang mengalami tekanan seperti kaki bagian bawah, pantat,
tubuh dan tangan yang kadang disertai rasa gatal yang minimal. Kelainan kulit
dimulai dengan terbentuknya ruam makula eritematosa yang berkembang menjadi
purpura dalam waktu singkat. Perdarahan ini berupa bercak-bercak kemerahan terang
atau merah gelap atau kebiruan yang dapat menyatu dan pada umumnya akan
menghilang dalam beberapa hari sampai beberapa bulan. Kurang dari 10 % kasus
dapat berulang dan mungkin menetap beberapa tahun. Perdarahan ini dapat disertai
pembengkakan (udem).1,5,6
Organ ke 2 yang terlibat adalah gastro-intestinal sebanyak 35-85%. Gejala
yang muncul pada organ ini adalah sakit perut hebat (kolik abdomen), mual dan
muntah sampai terjadi perdarahan saluran cerna (intususepsi) yang biasanya muncul 1
minggu setelah munculnya perdarahan kulit. Intususepsi ileoileal, perforasi usus serta
pankreatitis merupakan komplikasi berat yang dapat memperlihatkan adanya edem,
erosi hingga perdarahan lambung dan duodenum 1,5,6

Sendi merupakan organ ke 3 yang terlibat sebanyak 60-84%. Anak tiba-tiba


tidak bisa jalan, sendi sangat nyeri (arthralgia) atau sampai terjadi pembengkakan
sendi, nyeri, kemerahan dan kalau diraba terasa panas (athritis). Sendi yang terserang
lebih banyak sendi lutut atau pergelangan kaki namun kadang-kadang sendi
ekstremitas atas dapat pula terkena.1,5

Ginjal merupakan organ yang ke 4 yang terlibat sebanyak 20-50%. Lebih


cepat berkembang pada dewasa. Gejalanya dapat berupa hematuri (urin berwarna
kemerahan), proteinuri. Apabila gejalanya hanya hematuri mikroskopik kemungkinan
kelainan ginjalnya glomerulonefritis ringan namun apabila terjadi glomerulonefritis
progresif cepat akan menyebabkan hipertensi kronis bahkan bisa masuk kedalam
end-stage kidney disease. 1,5

2.6 Diagnosis
American College of Rheumatology (ACR) membuat 4 kriteria untuk
mendiagnosis HSp,1 sebagai berikut:
 purpura yang teraba

 umur < 20 tahun saat awitan penyakit

 bowel angina (nyeri perut difus atau didiagnosis iskemi usus disertai diare
berdarah)

 hasil biopsi membuktikan granulosit pada dinding pembuluh darah arteriol atau
venula.

Diagnosis PHS dapat ditegakkan bila ditemukan 2 dari 4 kriteria di atas


dengan sensitivitas 87,1 % dan spesifisitas 87,7%. Pada umumnya HSP sudah dapat
ditegakkan dengan klinis. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
menegakkan diagnosis. Pada darah lengkap mungkin ditemukan anemia kalau ada
perdarahan akut atau kronis pada gastro-intestinal, sedikit peningkatan leukosit,
trombosit atau laju endap darah. Bila ureum dan kreatinin meningkat dapat dicurigai
adanya glomerulonefritis. Analisis urin dapat menunjukkan hematuria dengan atau
tanpa proteinuria. Demikian pula pada feses dapat ditemukan darah.1-5
Kadar komplemen normal. Kadar IgA dalam darah meningkat pada 50 %
kasus. Biopsi kulit dapat membantu diagnosis dengan ditemukan endapan IgA dan
komplemen dan vaskulitis leukositoklastik. Apabila ginjal terlibat, pemeriksaan urin
akan ditemukan adanya proteinuri, pada sedimen ditemukan sel darah merah
(hematuri) disertai cast eritrosit.1-5
2.7 Diagnosis Banding
Diagnosis banding Henoch-Schönlein Purpura adalah Hipersensitivitas
Vaskulitis (HV).1 Kriteria Michel dkk, digunakan untuk membedakan kedua penyakit
ini, yaitu:
 Purpura yang teraba

 Bowel angina

 Perdarahan gastrointestinal

 Hematuria

 Umur < 20 tahun saat awitan penyakit

 Tidak minum obat-obatan

Jika memenuhi > 3 kriteria di atas diklasifikasikan sebagai PHS. Sedangkan


jika memenuhi < 2 kriteria, diklasifikasikan sebagai HV.12,13

2.7 Tatalaksana
HSP pada umumnya sembuh sendiri dalam 1-6 minggu. Pengobatan hanya
bersifat suportif. Tidak ada pengobatan yang spesifik pada HSP. Pengobatan yang
diberikan bersifat simtomatik untuk mengurangi gejala. Untuk mengurangi rasa nyeri
dapat diberikan analgesic seperti parasetamol, sedangkan untuk mengatasi nyeri sendi
dapat digunakan obat-obatan anti imflamasi non steroid namun harus berhati-hati
karena dapat meningkatkan terjadinya perdarahan gastro-intestinal sedangkan
penggunaan kortikosteroid diberikan pada pasien HSP dengan nyeri perut hebat atau
jika ditemukan adanya purpura yang persisten. Kortikosteroid juga diberikan pada
pasien dengan keterlibatan ginjal yang berat. Pengobatan dengan menggunakan
cyclophosphamide, cyclosporine dan azathioprine masih kontroversial. 1-5,7
Untuk mengatasi udem pada tungkai dapat dengan meninggikan kaki. HSP
dengan manifestasi berat seperti gejala pada ginjal, nyeri perut yang hebat perdarahan
saluran cerna, dapat digunakan steroid atau imunosupresif lain. Prednison diberikan
dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 5-7 hari. Prednison tidak dapat
mengurangi perjalanan penyakit atau mencegah terjadinya kekambuhan.1-5,7
2.8 Prognosis
Pada umumnya HSP mempunyai prognosis yang baik . Delapan puluh persen
pasien akan sembuh dalam beberapa minggu. Lebih kurang 10-20 % pasien
mengalami kekambuhan dan kurang dari 5 % pasien akan menjadi HSP kronis.
Perjalanan penyakit berlangsung 2 - 6 minggu. Rekurensi dapat terjadi pada 40%
pasien. Angka kematian berkisar kurang dari 1%. Pemantauan pada pasien PHS
dilakukan dengan pemeriksaan urinalisis lengkap dan tekanan darah selama 6 bulan
hingga 1 tahun apabila manifestasi kelainan ginjal tidak ditemukan. Bila ditemukan
hematuria atau proteinuria diperlukan pemantauan yang lebih lama. Prognosis
penyakit baik, bila tidak disertai gangguan ginjal dan gangguan saluran cerna yang
berat.4,9,14
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : Isabella Dhelanova
Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
Umur : 6 tahun 11 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Nama ayah / ibu : Tn. A / Ny. V
Alamat : Gurun Aur Kubang Putih, Kubang Putih, Banuhampu, Agam
Tanggal ke RS : 27 Maret 2019
Tanggal pemeriksaan : 1 April 2019

1.1. Anamnesis
1.1.1. Keluhan Utama
Bercak merah kebiruan yang terasa nyeri pada seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit.
1.1.2. Riwayat Penyakit Sekarang
 Bercak merah kebiruan pada tungkai dan lengan sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Bercak terasa nyeri dan gatal hilang timbul. Awalnya hanya
berupa bercak-bercak kemudian melebar.
 Nyeri pada seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya
nyeri terasa di pergelangan kaki kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Pasien
sulit bergerak dan tidak dapat berjalan karena nyerinya.
 Nyeri perut ada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
 Batuk ada sejak 3 hari yang sebelum masuk rumah sakit, berdahak, tapi tidak
dapat dikeluarkan.
 Demam ada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
 Muntah tidak ada
 BAB tidak ada kelainan
 BAK tidak ada kelainan
 Riwayat trauma sebelumnya tidak ada
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat ibu mengalami infeksi saat kehamilan disangkal
 Riwayat ibu menggunakan obat-obatan saat kehamilan tidak ada.
 Riwayat ibu merokok dan mengonsumsi alkohol selama hamil tidak ada
 Riwayat ibu terkena paparan radiasi selama hamil tidak ada

1.1.3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Tidak ada keluhan seperti ini sebelumnya
1.1.4. Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada keluarga pasien dengan keluhan seperti ini sebelumnya
 Riwayat asma dan alergi dalam keluarga tidak ada.

1.1.5. Riwayat Persalinan


 Lama hamil : 39 minggu
 Cara lahir : Spontan
 Indikasi : -
 Ditolong oleh : Bidan
 Berat lahir : 3.900 gram
 Panjang lahir : 49 cm
 Saat lahir : Menangis lemah

Kesan : kelahiran normal


3.2.6 Riwayat Makanan dan Minuman
 Bayi
o ASI : dari lahir sampai usia 2 tahun
o Susu formula : 6 bulan
o Buah biskuit : 7 bulan
o Bubur susu : 8 bulan
o Nasi tim : 9 bulan
 Anak
o Makan 2-3 kali sehari
o Daging : 1 x/minggu
o Ikan : 2 x/minggu
o Telur : 2 x/minggu
o Sayur : 2 x/minggu
o Buah : 1 x/minggu
 Kesan: Kuantitas makanan cukup, kualitas makanan kurang.

3.2.7 Riwayat Imunisasi

Imunisasi Dasar (Umur) Booster (Umur)


BCG 1 bulan -
DPT 1 2 bulan -
2 4 bulan -
3 6 bulan -
Polio 1 2 bulan -
2 4 bulan -
3 6 bulan -
Hepatitis B 1 0 bulan -
2 1 bulan -
3 6 bulan -
Haemofilus influenza B 1
- -
2 - -
- -
3
Campak 9 bulan -
Kesan: Imunisasi dasar lengkap

3.2.8 Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Umur


Tertawa 3 bulan
Miring 3 bulan
Tengkurap 5 bulan
Duduk 6 bulan
Merangkak 8 bulan
Berdiri 10 bulan
Lari 12 bulan
Gigi pertama 7 bulan
Bicara 12 bulan
Membaca 6 tahun
Prestasi di sekolah -
Riwayat Gangguan Perkembangan Mental Umur
Isap jempol -
Gigit kuku -
Sering mimpi -
Mengompol -
Aktif sekali -
Apatik -
Membangkang -
Ketakutan -
Pergaulan jelek -
Kesukaran belajar -
Kesan: Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia.
3.2.9 Riwayat Keluarga

Ayah Ibu
Nama Tn. A Ny. V
Umur 34 tahun 29 tahun
Pendidikan SMP SMA
Pekerjaan Buruh IRT
Penghasilan Tidak menentu -
Perkawinan 1 1
Penyakit yang pernah diderita - -

No. Saudara Kandung Umur Keadaan Sekarang


1 Israil, LK 4 Tahun Sehat

3.2.10 Riwayat Perumahan dan Lingkungan


 Rumah tempat tinggal : Rumah permanen
 Sumber air minum: Air galon
 Buang air besar : Jamban dalam rumah
 Pekarangan : Luas
 Sampah : Dikumpulkan dan dibakar dibelakang rumah

Kesan : Higiene dan sanitasi kurang baik


3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Umum
 Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : Komposmentis
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Frekuensi nadi : 82 x/menit
 Frekuensi napas : 21 x/menit
 Suhu : 36,7°C
 Edema : tidak ada
 Ikterus : tidak ada
 Anemia : tidak ada
 Sianosis : tidak ada
 Berat badan : 21 kg
 Tinggi badan : 119 cm
 BB/U : 91% (Berat badan baik)
 TB/U : 97 % (Tinggi badan normal)
 BB/TB : 97% (Gizi Cukup)
 Status Gizi : Gizi Cukup
3.3.2 Khusus
 Kulit : Warna kuning langsat, terdapat ruam dan purpura multiple di
tungkai dan lengan, terasa nyeri
 Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
 Kepala : Bulat, simetris
 Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra
(-/-), pupil isokor 3 mm/3 mm, refleks cahaya (+/+),
 Telinga : sekret tidak ada
 Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
 Tenggorok : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
 Gigi dan mulut : Mukosa bibir dan mulut basah, sianosis sirkum oral
tidak ada
 Leher : Tidak ada kelainan, KGB tidak membesar
 Toraks
o Paru
 Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan
 Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
 Perkusi : sonor
 Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, Rh -/ kasar, Wh -/-
o Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba di 1 jari medial LMCS RIC V
 Perkusi : Batas jantung atas RIC II, kanan LSD, bawah 1 jari medial
LMCS RIC V
 Auskultasi : Irama reguler, bising tidak ada
 Abdomen
o Inspeksi : distensi tidak ada
o Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba pembesaran
o Perkusi : Timpani
o Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Punggung : Tidak terdapat kelainan
 Genitalia : Tidak diperiksa
 Anggota gerak : Akral hangat, CRT <2 detik

3.3.3 Pemeriksaan Laboratorium (27 Maret 2019)


 Hb : 12,5 gr/dl
 Leukosit : 11.950 /mm3
 Eritrosit : 4,39 x 106 juta
 Trombosit : 442.000/mm3
 Hematokrit : 36,8%
 Retikulosit :-
 MCV : 83,8 fl (80-94)
 MCH : 28,5 pg (23-31)
 MCHC : 34,0 g/dl (32-36)
 Hitung Jenis Leukosit : -

3.3.4 Pemeriksaan Penunjang Lainnya


Analisis Pemeriksaan Urinalisa (28-3-2019)
Kesimpulan: Warna kuning, sedimen: epitel (+), pH 6,0, Bj 1020.

Analisis Pemeriksaan Tinja (28-3-2019)

Kesimpulan : Feses dalam batas normal

3.3.5 Daftar Masalah


 Bercak merah kebiruan yang terasa nyeri
 Nyeri dan lemah pada seluruh tubuh
 Nyeri Perut

3.3.6 Diagnosis Kerja


 Henoch-Schönlein Purpura

3.3.7 Penatalaksanaan
 Kegawatdaruratan : -
 Nutrisi :
o Diet MB 1500 kkal
 Medikamentosa :
o Metil prednisolone 3-3-2 tab
o Ranitidin 2x20mg
o Paracetamol 3 x250 mg
o IVFD KAEN 1 B 10 tpm

 Non Medikamentosa : -
BAB IV
DISKUSI

Seorang pasien perempuan usia 6 tahun 11 bulan datang ke RSUD Achmad


Mochtar Bukittinggi dengan keluhan utama bercak merah kebiruan yang terasa nyeri
pada seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Bercak terasa nyeri dan
gatal hilang timbul. Awalnya hanya berupa bercak-bercak kemudian melebar. Pasien
juga merasakan nyeri pada seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Awalnya nyeri terasa di sendi pergelangan kaki kemudian menyebar ke pergelangan
tangan dan seluruh tubuh. Pasien sulit bergerak dan tidak dapat berjalan karena
nyerinya. Nyeri perut ada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Batuk ada sejak 3
hari yang sebelum masuk rumah sakit, berdahak, tapi tidak dapat dikeluarkan. Demam
ada sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah tidak ada.BAB dan BAK tidak
ada kelainan. Riwayat trauma sebelumnya tidak ada. Riwayat alergi pada pasien dan
keluarga disangkal. Riwayat ibu mengalami infeksi saat kehamilan disangkal.
Riwayat ibu menggunakan obat-obatan saat kehamilan tidak ada. Riwayat ibu
merokok dan mengonsumsi alkohol selama hamil tidak ada. Riwayat ibu terkena
paparan radiasi selama hamil tidak ada Pasien belum pernah mengalami keluhan yang
sama sebelumnya. Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan leukositosis, sedangkan
pada pemeriksaan urinalisa, dan feses pasien dalam batas normal.
Pasien berumur 6 tahun 11 bulan. Berdasarkan epidemiologi HSP dapat mengenai
semua usia, tetapi sebagian besar terjadi pada anak usia antara 2 – 11 tahun. Insidens
HSP rata-rata 14 per 100.000 populasi.8-9
Pada pasien ini HSP diduga penyebabnya adalah infeksi saluran napas atas, 3
hari sebelum masuk rumah sakit pasien menderita batuk dan berdahak. Etiologi
terjadinya HSP sampai saat ini masih belum diketahui, tetapi dilaporkan HSP sering
terjadi setelah infeksi saluran napas atas. Beberapa kasus HSP juga terjadi setelah
pasien terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia,
Helicobacter pylori, Campylobacter jejuni, Shigella sp, Epstein Barr virus, Yersinia,
virus hepatitis A,B dan C, varicella, measles, rubella, adenovirus, CMV, dan
Parvovirus B19. HSP dapat juga timbul setelah vaksinasi tifoid, campak, dan kolera.
Pencetus lain adalah gigitan serangga, toksin kimiawi, dan obat-obatan seperti
penisilin, eritromisin, dan antikonvulsan.10-11
Penyakit ini merupakan vaskulitis pembuluh darah kecil yang diperantarai
oleh IgA sebagai respons terhadap antigen asing atau endogen sehingga terbentuk
deposit kompleks IgA pada pembuluh darah kecil yaitu venula, kapiler, dan arteriol.
Ig A makromolekular dan Ig A kompleks imun ini akan mengendap sehingga
mengaktivasi sistim komplemen melalui jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan
aktivasi komplemen mengakibatkan terjadinya inflamasi pada pembuluh darah kecil
di kulit, ginjal, sendi, dan abdomen sehingga terjadi purpura di kulit, nefritis, dan
artritis. Pada pasien HSP terdapat kelainan yang melibatkan IgA, antara lain
peningkatan kadar IgA di dalam serum, agregat makromolekuler yang mengandung Ig
A, Ig A kompleks imun, Ig A faktor rematoid, Ig A kompleks fibronektin, Ig A
antikardiolipin antibodi, IgA antineutrophil cytoplasmic antibodies dan IgA
antiendothelial cell antibodies.9,10,12,13
Pada pasien ini terdapat purpura yang menonjol pada ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu, yang sebelumnya berupa
ruam saja. Hal ini sesuai dengan manifestasi klinis HSP berupa erupsi kulit yang
dimulai dengan terbentuknya ruam makula eritematosa yang berkembang menjadi
purpura dalam waktu singkat. Lesi kulit ini penting dalam mendiagnosis HSP karena
terdapat pada 100% kasus HSP. Pada HSP, purpura terutama terdapat pada
ekstremitas bawah tetapi dapat juga ditemukan pada lengan, muka, dan seluruh tubuh.
Purpura HSP ini menonjol di atas permukaan kulit sehingga dapat diraba dan kadang
disertai rasa gatal yang minimal.9-11,13
Pasien juga merasakan nyeri sendi sejak 3 hari yang lalu, awalnya di sendi
pergelangan kaki dan kemudian dirasakan pada di pergelangan tangan. Nyeri juga
dirasakan hampir diseluruh tubuh. Pada HSP gejala sendi terjadi pada 60–84% pasien
berupa artralgia atau artritis yang mengenai satu atau beberapa sendi. Tempat
predileksi yang paling sering adalah pergelangan kaki dan lutut namun
kadang-kadang sendi ekstremitas atas dapat pula terkena.8-11
Pasien merasakan nyeri perut sejak 3 hari yang lalu. Pada kasus HSP gejala
gastrointestinal ditemukan pada 35–85% kasus dan sering kali merupakan gejala awal
dari penyakit ini. Gejala yang melibatkan gastrointestinal bervariasi dari mual,
muntah, nyeri perut hingga perdarahan.2-5 Intususepsi ileoileal, perforasi usus serta
pankreatitis merupakan komplikasi berat yang dapat memperlihatkan adanya edem,
erosi hingga perdarahan lambung dan duodenum.9,10
Manifestasi kelainan ginjal dapat terjadi pada 20– 50% pasien dengan PHS.
Gejala yang tersering adalah hematuria mikroskopik dengan atau tanpa proteinuria
sampai glomerulonefritis progresif yang dapat menimbulkan gagal ginjal. Beberapa
peneliti menemukan bahwa kelainan ginjal lebih sering terjadi pada pasien yang
mempunyai kelainan gastrointestinal. Kurang lebih 5% pasien dengan nefritis dapat
berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir. Pada pasien ini hasil pemeriksaan
urinalisa didapatkan dalam batas normal, tidak ditemukan tanda hematuria dan
proteinuria . Berdasarkan pemeriksaan urinalisa kemungkinan pada pasien tidak ada
keterlibatan organ ginjal. 7,14,15
Manifestasi HSP dapat berupa keterlibatan sistem saraf pusat yang terjadi pada
2–8% pasien, mulai dari nyeri kepala, kejang, perdarahan intrakranial, hemiparesis,
dan gejala neurologis fokal.3,5 Perdarahan paru dan pleural jarang terjadi tetapi
merupakan komplikasi yang fatal. Manifestasi yang jarang lainnya dari HSP adalah
miokarditis, hepatomegali, pankreatitis dan kolesistitis. Berdasarkan gejala klinis dan
pemeriksaan fisik, pada pasien kemungkinan tidak ada keterlibatan organ sistem
syaraf pusat, paru, dan jantung.9,11-12,16
American College of Rheumatology (ACR) membuat 4 kriteria untuk
mendiagnosis HPS,17 kriteria tersebut dapat berupa purpura yang teraba, umur < 20
tahun saat awitan penyakit, bowel angina (nyeri perut difus atau didiagnosis iskemi
usus disertai diare berdarah), dan hasil biopsi membuktikan granulosit pada dinding
pembuluh darah arteriol atau venula. Diagnosis HSP dapat ditegakkan bila ditemukan
2 dari 4 kriteria di atas dengan sensitivitas 87,1 % dan spesifisitas 87,7%.18 Pada
kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan klinis yaitu lesi kulit berupa purpura
multiple yang dapat diraba, umur kurang dari 20 tahun, nyeri perut dan nyeri kedua
lutut serta pergelangan tangan. Berdasarkan ACR, pasien ini telah memenuhi 3
kriteria.
Diagnosis banding Purpura Henoch-Schönlein adalah hipersensitivitas
vaskulitis (HV).18 Kriteria Michel dkk, digunakan untuk membedakan kedua penyakit
ini, yaitu purpura yang teraba, bowel angina, perdarahan gastrointestinal, hematuria,
umur < 20 tahun saat awitan penyakit, tidak minum obat-obatan. Jika memenuhi > 3
kriteria di atas diklasifikasikan sebagai HSP. Sedangkan jika memenuhi < 2
kriteria,diklasifikasikan sebagai HV. Pada kasus pasien ini memenuhi 4 kriteria
tersebut.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding
dan mendeteksi keterlibatan sistemik. Pemeriksaan biopsi kulit dan imunofluoresens
dapat dilakukan pada HSP tetapi tidak ada pemeriksaan laboratorium spesifik yang
dapat menegakkan diagnosis HSP.8,9 Pada pasien dilakukan darah perifer lengkap,
urinalisis, dan feses saja.
Tatalaksana pada pasien ini diberikan metil prednisolon sebanyak 4 mg 3 kali
sehari, ranitidine, parasetamol, dan infus cairan. HSP merupakan penyakit yang dapat
sembuh sendiri. Perjalanan penyakit berlangsung 2 - 6 minggu. Pengobatan hanya
bersifat suportif. Tidak ada pengobatan yang spesifik pada HSP.3,8-11,16 Obat
antiinflamasi nonsteroid dapat mengontrol nyeri sendi, sedangkan penggunaan
kortikosteroid diberikan pada pasien HSP dengan nyeri perut hebat atau jika
ditemukan adanya purpura yang persisten. Pada pasien juga diberikan ranitidine untuk
8-10
mengontrol nyeri perut. Beberapa peneliti menggunakan kortikosteroid misalnya
prednison untuk mencegah terjadinya nefritis.9,11
Pemantauan pada pasien HSP dilakukan dengan pemeriksaan urinalisis
lengkap dan tekanan darah selama 6 bulan hingga 1 tahun apabila manifestasi
kelainan ginjal tidak ditemukan. Bila ditemukan hematuria atau proteinuria diperlukan
pemantauan yang lebih lama.15 Prognosis penyakit baik, bila tidak disertai gangguan
ginjal dan gangguan saluran cerna yang berat.3,8-10 Seperti tampak pada pasien ini
mempunyai prognosis yang baik walaupun kemungkinan dapat terjadi kambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tendean S, Siregar S. Henoch-Schonlein purpura. Sari Pediatri 2005; 7(1): 45–9.

2. Trapani S, Micheli A, Grisolia F, Resti M, Chiappini E, Falcini F, De Martino M.


Henoch Schonlein purpura in childhood: epidemiological and clinical analysis of 150
cases over a 5-year period and review of literature. Semin Arthritis Rheum 2005;
35(3): 143–53.

3. Matondang C. Purpura Henoch Schönlein. Dalam: Akib A, Matondang C,


penyunting. Alergi dan Imunologi Anak. Edisi ke-2. Jakarta: BP-IDAI 2010. h. 270-3.

4. Robinowitz LG. Henoch-Schönlein purpura. Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N,


penyunting. Textbook of Pediatric-Dermatology. Edisi ke-3. Oxford: Blackwell
Science 2011. h. 1564-8.

5. Yang YH, Chuang YH, Wang LC, Huang HY, Gershwin ME, Chiang BL. The
immunobiology of Henoch-Schonlein Purpura. Autoimmune Review 2008;7:179-84.

6. Lestari E. Manifestasi renal pada anak dengan purpura HenochSchoenlein. Sari


Pediatri 2012; 14(1): 36–9.

7. Foster J, Bernard C, Drummond K, Sharma A. Effective therapy for severe


Henoch-Schönlein purpura nephritis with prednisone and azothioprine: a clinical and
histopatologic study. J Paediatr 2001;136:370-5.

8. Robinowitz LG. Henoch-Schönlein purpura. Dalam: Harper J, Oranje A, Prose N,


penyunting, Textbook of Pediatric-Dermatology. Edisi ke-1. Oxford: Blackwell
Science 2000. h. 1564-8.
9. Tizard EJ. Henoch-Schönlein purpura; a review. Am Fam Physician. 1998: 37: 1-4.
10. Beselga E, Prolet BA, Esterly NB. Purpura in infants and children. J Am Acad
Dermatol 1997; 37:673-94.
11. Kraft DM, McKee D, Scott C. Henoch-Schönlein purpura: a review. Am Fam
Physician. 1998; 37:1-4
12. Jennette CJ, Falk RJ. Small vessel vascultis. N Engl J Med 1997;337:1512-23.
13. Lotti T, Ghersetich I, Comacchi C, Jorizzo L. Cutaneous small vessel vasculitis. J
Am Acad Dermatol 1998;39:667-82.
14. Drummand PM, Moghal NE, Coulthard MG. Hypertension in Henoch-Schönlein
purpura with minimal urinary findings. Arch Dis Child 2001;84:163-4.
15. Goldstein AR, Akuse R, Chantler C. Long-term followup of childhood
Henoch-Schönlein nephritis. Lancet 1992; =339:280-2.
16. Shetty AK, Deselle BC, Ey JL, Galen WK, Gedalia A. Infantile
Henoch-Schönlein purpura. Arch Fam Med 2000;9:553-6.
17. Mills JA, Michel BA, Bloch DA, Calabrese LH, Hunder GG, Arend WP, et al.
The American College of Rheumatology 1990 criteria for the classification of
Henoch-Schönlein purpura. Arthritis Rheum 1990;33:1114-21.
18. Watts RA, Jolliffe VA, Grattan CE, Elliott J, Lockwood M, Scott DG. Cutaneus
vasculitis in a defined population clinical and epidemiological associations. J Rheum
1998;25:920-4.

Anda mungkin juga menyukai