Oleh:
Megi Kurnia Asri 1740312449
Preseptor
1
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Etiologi
Epidemiologi
2
bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000
penduduk.7,8
Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama
usia < 2 tahun, karena imunitas selular spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme
lokal pertahanan parunya belum berkembang sempurna, sehingga kuman TB
mudah berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh. TB milier juga dapat
3
terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer
sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman
yang dorman.6
Patogenesis
Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran
kuman TB sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang terhirup dalam percik renik
(droplet nuclei) dapat mencapai alveolus. Sebagian kasus, kuman TB dapat
dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga tidak
terjadi respons imunologis spesifik, sedangkan sebagian kasus lainnya, tidak
seluruhnya dapat dihancurkan. Individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh
kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar di
hancurkan. Sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan terus
berkembang biak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang di namakan fokus
4
primer Ghon. Penyebaran selanjutnya, kuman TB dari fokus primer Ghon
menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar
limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini
menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan
limfadenitis di namakan kompleks primer (primary complex). Waktu yang di
perlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara
lengkap di sebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB berlangsung selama 2-
12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi,
sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran limfogen dan
hematogen. Penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen.
Penyebaran hematogen secara langsung bisa juga terjadi, yaitu kuman masuk ke
dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh (gambar 2).6,9
6
virulen. Peran imunitas seluler mengaktifkan makrofag dan menghancurkan basil
terutama pada jumlah basil yang sedikit. Kemampuan membunuh M. TB juga
bergantung pada jumlah makrofag setempat yang aktif.6,13
7
spesifik terhadap antigen yang dihasilkan M. TB pada limposit-T di darah dan
jaringan limfe, menyebabkan pengumpulan dan aktivasi makrofag lebih cepat dan
destruksi M. TB. Tuberkel yang terjadi tetap kecil dengan perkijuan yang
minimal, cepat sembuh dan tidak diikuti oleh terjadinya penyebaran hematogen
atau limfogen ke jaringan lain.6
Manifestasi klinis
8
menerus/kontinu, tanpa disertai gejala respiratorik atau disertai gejala minimal,
dan foto toraks biasanya masih normal. Gejala klinis biasanya timbul akibat
gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti batuk dan sesak nafas di
sertai ronki atau mengi.6,9 Anemia bisa terjadi baik akibat penyakit kronik ataupun
defisiensi besi. Anemia penyakit kronis sering bersamaan dengan anemia
defisiensi besi dan keduanya memberikan gambaran penurunan besi serum,
namun TIBC (Total Iron Binding Capacity) pada anemia defisiensi besi
meningkat. Rendahnya besi pada anemia penyakit kronis disebabkan aktifitas
mobilisasi besi sistem retikuloendotelial ke plasma menurun, sedangkan
penurunan saturasi transferin pada anemia defisiensi besi diakibatkan oleh
degradasi transferin yang meningkat.6 Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi
menurut WHO adalah : (1) kadar hemoglobin kurang dari normal sesuai usia, (2)
Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata <31% (nilai normal:32%-35%), (3)
Kadar fe serum <50µg/dL (nilai normal:80-180µg/dL), dan (4) Saturasi transferin
<15% (nilai normal:20%-25%). Cara lain untuk menentukan anemia defisiensi
besi dapat juga dilakukan uji percobaan pemberian preparat besi dosis 3-6
mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar
hemoglobin besi.6
Lesi milier dapat terlihat pada foto thorak dalam waktu 2-3 minggu
setelah penyebaran kuman secara hematogen. Gambarannya sangat khas, yaitu
berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata diseluruh lapangan paru,
dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3mm). Lesi-lesi
kecil dapat bergabung membentuk lesi yang lebih besar, kadang-kadang
membentuk infiltrat yang luas. Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit,
pada foto thorak dapat di lihat lesi yang tidak teratur seperti kepingan salju.6,9
9
Diagnosis
10
infeksi TB laten belum ada maka sulit unuk menilai apakah uji yang baru lebih
baik daripada uji tuberkulin. Penilaian secara langsung sensitiviti dan spesitiviti
alat uji baru tidak mungkin dilakukan tanpa referensi uji sebagai baku emas.10
Pemeriksaan sputum atau bilas lambung dan kultur M.tuberculosis tetap penting
di lakukan. Pemeriksaan M.tuberculosis akan menunjukkan hasil positif pada 30-
50% pasien. Pemeriksaan sputum atau bilas lambung kurang sensitif pada
diagnosis dini di bandingkan dengan pemeriksaan bakteriologis dan histologis
dari biopsi hepar atau sumsum tulang. Untuk menentukan diagnosis meningitis
TB, sebaiknya di lakukan pungsi lumbal pada setiap pasien TB milier walaupun
belum timbul kejang atau penurunan kesadaran.6,8,13
Penatalaksanaan
11
maksimal
(mg/kgBB/hari)
(mg per hari)
Isoniazid 5 – 15* 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitivitas
Rifampisin 10 – 20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit,
trombositopenia, peningkatan
enzim hati, cairan tubuh berwarna
oranye kemerahan
Pirazinamid 15 – 20 2000 toksisitas hati, artralgia,
gastrointestinal
Etambutol 15 – 20 1250 Neuritis optik, ketajaman mata
berkurang, buta warna merah
hijau, penyempitan lapang
pandang, hipersentivitas,
gastrointestinal
Streptomisin 15 – 40 1000 ototoksik, nefrotoksik.
12
total untuk 6 bulan)
BAB 2
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : FA
Umur : 8 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
No MR : 01.03.17.27
Nama ayah / ibu : Tn. E / Ny. W
Alamat : Kerinci
Tanggal masuk : 3 November 2018
13
Anamnesis
Keluhan Utama
tukang urut hingga tidak bisa menggerakkan tungkai kanan dan hanya bisa
berbaring.
timbul tukak di bokong sejak 8 bulan yang lalu, semakin lama makin
Pasien sesak nafas sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit,
intake + anemia
14
Riwayat Penyakit Keluarga
kakak kandung pasien menderita TB Paru dan meninggal 1 tahun yang lalu.
Riwayat Persalinan
Riwayat Imunisasi
15
Hepatitis B 1 Saat lahir -
2 4 -
3 6 -
Haemofilus influenza B 1 - -
2 - -
3 - -
Campak 9 -
Kesan: Imunisasi dasar tidak lengkap
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Tn. E Ny.W
Umur 37 tahun 20 tahun
Pendidikan SMA SMA
Pekerjaan Swasta IRT
Penghasilan Rp3.000.000,- -
Perkawinan 1 1
16
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada
tipis
Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala : Bulat, simetris, normocephal
17
Rambut : Hitam, mudah rontok
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya +/+
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : Napas cuping hidung tidak ada
Tenggorok :Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Gigi dan mulut : candidiasis oral ada
Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
Toraks
o Paru
Inspeksi : normochest, retraksi ada
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : redup
Auskultasi : Suara napas bonkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-
o Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung atas = RIC II, kanan = LSD, kiri = 1
18
SGOT 89 u/l
SGPT 81 u/l
Kesan : anemia sedang , neutrofilia shift to the left, trombositopenia
Rontgen thorax
Kesan : TB
aktif dengan
infeksi
sekunder
Diagnosis Banding
TB paru. Ec Susp TB
milier
Candidiasis oral
19
Susp.coxitis TB dengan dislokasi hip joint (D)
Ulkus dekubitus gluteal bilataral grade IV
Gizi buruk tipe marasmus kwashiorkor kondisi V
Penatalaksanaan
Kegawatdaruratan : Oksigen 2 liter/menit nasal kanul
Nutrisi :makanan lunak 1000 kkal
Medika mentosa : ampicilin 4x750 mg IV
Gentamicin 2 x 40 mg IV
Paracetamol 160 mg IV
INH 1 x 150 mg IV
Rifampicin 1x250 mg PO
Pirazinamid 1 x 600 mg PO
Etambutol 1 x 300 mg PO
Prednison 3 x 15 mg PO
B6 1x10 mg PO
Follow up
20
26/11/18 S/ Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Sesak napas tidak ada
Ku kesadaran TD HR RR T
Berat sadar 120/80 107 x/i 24 x/i 36,4 C
O/
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),
Thoraks : Retraksi epigastrium (-), Rh -/-
Abdomen: distensi (-)
Ekstremitas : CRT < 2’
Ku kesadaran TD HR RR T
O/ Berat sadar 110/80 98 x/i 22 x/i 37 C
21
A/ Gizi buruk tipe marasmus kwashiorkor kondisi V
Oksigen 2 liter/ menit
IVFD D 12,5% + e
INH 1x150 mg PO
Rifampisin 1x250 mg po
Etambutol 1x300 mg
Pirazinamid 1x600 mg
Prednison 3x15 mg
B6 1x10 mg
Ampicilin 4x750 mg
P/ Gentamisin 2x40 mg
Paracetamol 160 mg
28/11/18 S/ Demam tidak ada
Kejang tidak ada
Sesak napas tidak ada
BAB dan BAK tidak ada keluhan
Ku kesadaran TD HR RR T
Berat sadar 120/80 96 x/i 24 x/i 36,5 C
O/
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik (-/-),
Thoraks : Retraksi epigastrium (-), Rh -/-
Abdomen: distensi (-),
Ekstremitas : CRT < 2’
22
DISKUSI
ANALISIS KASUS
Telah diajukan sebuah kasus seorang anak perempuan umur 5 tahun 8 bulan,
dengan diagnosis TB Milier. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya demam
lama, batuk berdahak, berat badan turun, riwayat kontak dengan penderita TB positif.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan hepatosplenomegali, uji tuberkulin positif (indurasi 17
mm). Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan LED yang tinggi. Foto thorak di
dapatkan kesan TB milier. Dari pemeriksaan BTA sputum didapatkan hasil negatif. Hasil
pemeriksaan BTA sputum yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis TB karena
pemeriksaan BTA menunjukkan hasil positif hanya pada 30-50 % pasien. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pada TB anak bersifat paucibacillary (jumlah kuman
sedikit) dan lokasi kuman di parenkim yang jauh dari bronkus. 7 Lumbal punksi yang
dilakukan pada pasien memiliki kesan yang meragukan, dengan jumlah sel normal,
dengan PMN 90% dan MN 10%, pandi (+), kadar glukosa LCS yang menurun, sehingga
meningitis belum dapat disingkirkan. Adanya peningkatan PMN pada LCS bisa timbul
pada fase awal meningitis TB, tetapi jumlah sel yang hanya 10 tidak mendukung ke arah
meningitis. Diagnosis Tb disseminata pada pasien ini tidak bisa dibuktikan karena hasil
USG abdomen yang meragukan dengan hasil hepatomegali non spesifik, dan adanya
23
splenomegali juga tidak terbukti dari USG. Tapi ini belum bisa menyingkirkan adanya TB
hepar karena pemeriksaan radiologi pada TB hepar dan lien tidak spesifik. 20 Pada pasien
ini dilakukan pemeriksaan kultur BTA cairan LCS tapi hasilnya belum keluar.
Dari anamnesis diketahui anak tidak pernah mendapat imunisasi BCG. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa imunisasi BCG bisa memberikan efek
proteksi atau pencegahan terhadap terjadinya TB berat pada anak, seperti TB milier dan
meningitis TB. Sebuah penelitian meta analisis terhadap 5 penelitian acak terkontrol dan
8 kasus kontrol studi menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan, dengan rata-
rata efek proteksi sekitar 80 % terhadap TB berat. 21,23 Pada studi meta analisis lainnya
diperkirakan pada 100,5 juta vaksin BCG yang telah diberikan pada bayi pada tahun 2002
telah mencegah 29.729 kasus meningitis tuberkulosis (satu kasus dalam 3.435 vaksinasi)
dan 11.486 kasus TB miliar (satu kasus dalam 9.314 vaksinasi). Jumlah kasus terbanyak
yang dapat dicegah adalah di Asia Tenggara (46%), sub Sahara Afrika (27%), wilayah
Barat Pasifik (15%).22
Dalam tatalaksana TB milier anak OAT diberikan selama 2 bulan, sedangkan INH
dan rifampisin dilanjutkan sampai 6-10 bulan. Pemberian vitamin B6 dimaksudkan untuk
mencegah efek samping INH berupa neuritis perifer yang timbul akibat inhibisi
kompetitif pada metabolisme piridoksin. Prednison diberikan sampai 1 bulan, kemudian
ditappering off selama 2-6 minggu.6,8
24
DAFTAR PUSTAKA
25
7. Starke JR. Tuberculosis. Dalam: Behrman RE, Kliegman R, Jenson HB,
penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-19. Philadelphia;
Saunders;2011.h.960-71.
8. Rahajoe NN, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional
tuberkulosis anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Respirologi IDAI;2007.
9. WHO. Anti tuberculosis treatment in children. Dalam: Guidance for
national tuberculosis programmes on the management of tuberculosis in
children. Geneva: World Health Organization;2006;1205-11.
10. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. Diagnostic
ATLAS of intrathoracic tuberculosis in children. Paris;2003.
11. Grossman M. Tuberculosis. Dalam: Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph
CD, penyunting. Buku ajar Pediatri Rudolph. Edisi ke-20.
EGC;1997.h.687-97.
12. Schlesinger LS. Phagositosis and toll-like receptors in tuberculosis.
Dalam: Rom W, Garay SM, Levitzky, penyunting. Pulmonary
pathophysiology. Edisi ke-5. Volume I;2004.
13. Ardiana D, Wuryaningrum W, Widjaja ES. Skrofuloderma pada Dada.
Disampaikan pada Pertemuan Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin
XIV. Surabaya. 1 April, 2002.
14. Kenyorini, Suradi, Surjanto E. Uji Tuberkulin. Jurnal Tuberkulosis
Indonesia 2010;3(2):1-5.
15. Rogelio Hernández-Pando, Rommel Chacón-Salinas, Jeanet Serafín-
López, and Iris Estrada. Immunology, pathogenesis, virulence. In:
tuberculosis 2007 from basic science to patient care. 2007:157-205.
Diunduh dari www.tuberculosistextbook.com.
16. Barreto ML, et al. Neonatal BCG protection against tuberculosis lasts for
20 years in Brazil. Int Tuberc Lung Dis 2005;10:1171-3.
17. Gunadi D, Lubis B, Rosdiana N. Terapi dan suplementasi besi pada anak.
Sari Pediatri 2009;11(3):207-11.
18. Subagyo A, Aditama TY, Sutoyo DK, Partakusuma LG. Pemeriksaan
Interferon-gamma Dalam Darah Untuk Deteksi Infeksi Tuberkulosis.
Jurnal Tuberkulosis Indonesia 2010;3(2):6-19.
19. Roth JG, Baker SK. Miliary tuberculosis. Dalam: Rom WN, Garay SM,
penyunting. Tuberculosis. Edisi ke-2. Philadelphia;2003.h.960-71.
26
20. Kirks DR. The pediatric ER chest: what every radiologist should know.
Dalam: Nash DH, Petterson H, penyunting. Pediatric Radiology. Edisi
pertama. London: Merit Communications,1992:h.165-75.
21. Guidi R, Bolli V, Lanza C, Biagetti C, Osimani P, Benedictis FM.
Macronodular hepatosplenic tuberculosis. Acta Radiologica Short Reports
2012;1:21
22. Weir RE. Persistence of the immune response induced by BCG
vaccination. BMC Infectious Diseases 2008;8:1-9.
23. Sterne JA, Rodrigues LC, Guedes. Does the efficacy of BCG decline with
time since vaccination? Int tuberc Lung Dis 1998;3:200-7.
24. Muhammad A, Sianipar O. Telaah pustaka. Penentuan defisiensi besi
anemia penyakit kronis menggunakan peran indeks sTfR-F. Indonesian
Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory.2005;12:9-15.
27