Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

SMF ILMU KESEHATAN THT-KL


EPISTAKSIS

1. No. ICD 10 R.040


2. Diagnosis Epistaksis
3. Definisi Epistaksis atau perdarahan hidung (mimisan) adalah perdarahan
akut yang dapat berasal dari rongga hidung, sinus paranasal atau
nasofaring. Hal ini sering ditemukan sehari-hari dan merupakan
masalah yang sangat lazim, dan hampir 90% dapat berhenti sendiri.
Perdarahan spontan dari rongga hidung 90% berasal dari daerah
anteroinferior septum nasi yang disebut daerah Kiesselbach. Sekitar
10% berasal dari bagian posterior rongga hidung dan biasanya lebih
sulit diatasi.
4. Anamnesis Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui
penyebabnya, kadang-kadang jelas disebabkan karena trauma.
Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau
kelainan sistemik.
Kelainan lokal : - trauma
- kelainan anatomi
- kelainan pembuluh darah
- infeksi lokal
- benda asing
- tumor
- pengaruh udara lingkungan
Kelainan sistemik : - penyakit kardiovaskuler
- kelainan darah
- infeksi sistemik
- perubahan tekanan atmosfir
- kelainan hormonal
- kelainan kongenital
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian
depan dan belakang hidung. Perlu ditanyakan faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan terjadinya epistaksis seperti yang telah
disebut di atas.
5. Pemeriksaan Fisik Pasien dengan epistaksis diperiksa dalam posisi duduk, biarkan
darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Jika
keadaannya lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring
dengan kepala ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampai
darah mengalir ke saluran napas bawah.
Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala
dipegangi agar tegak dan tidak bergerak-gerak.

1
Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap
dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret
maupun darah yang sudah membeku.
Sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi
untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan.
6. Kriteria Diagnosis Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
7. Diagnosis Banding Epistaksis karena:
Rinitis akut
Rinosinusitis
Rinitis alergi
Deviasi septum
Benda asing di kavum nasi
Tumor sinonasal (Ca sinonasal, angiofibroma juvenile)
Karsinoma nasofaring
Kelainan sistemik
Idiopatik
8. Pemeriksaan Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap, fungsi hemostatis,
Penunjang fungsi hepar dan ginjal
Nasoendoskopi
Foto rontgen polos sinus paranasal (atas indikasi)
Tomografi komputer (atas indikasi)
9. Terapi / tindakan Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan
(ICD 9-CM) umum, cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari
Tampon anterior (21.01) faktor penyebab untuk mencegah berulangnya perdarahan. Bila
Tampon posterior (21.02) pasien datang dengan epistaksis, perhatikan keadaan umumnya,
Kontrol epistaksis dengan nadi, pernapasan serta tekanan darahnya.
kauterisasi (21.03) Bila ada kelainan, atasi terlebih dulu misalnya dengan
memasang infus. Jalan napas dapat tersumbat oleh darah atau
bekuan darah, perlu dibersihkan atau dihisap.
Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi
dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau
larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/5000-
1/10.000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan
membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan
dapat berhenti untuk sementara.
Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan
dan dilakukan evaluasi. Setelah terjadi vasokonstriksi biasanya
dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian anterior
atau posterior hidung.
Perdarahan anterior
Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di
septum bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya,
perdarahan anterior, terutama pada anak, dapat dicoba
2
dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15
menit.
Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan
dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO 3) 25-30%.
Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik. Bila dengan
cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu
dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas
atau kasa yang diberi pelumas vaselin atau salep antibiotik.
Pemakaian pelumas ini agar tampon mudah dimasukkan dan
tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukkan atau
dicabut. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun
dengan teratur dan harus dapat menekan asal perdarahan.
Tampon dipertahankan selama 2 x 24 jam, harus dikeluarkan
untuk mencegah infeksi hidung. Bila perdarahan masih belum
berhenti, dipasang tampon baru.

Perdarahan posterior
Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan
pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon Bellocq.
Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus atau bulat
dengan diameter 3 cm. pada tampon ini terikat 3 utas benang,
2 buah di satu sisi dan sebuah di sisi berlawanan.
Untuk memasang tampon posterior pada perdarahan satu sisi,
digunakan bantuan kateter karet yang dimasukkan dari lubang
hidung sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar dari
mulut. Pada ujung kateter ini diikatkan 2 benang tampon
Bellocq tadi, kemudian kateter ditarik kembali melalui hidung
sampai benang keluar dan dapat ditarik. Tampon perlu
didorong dengan bantuan jari telunjuk untuk dapat melewati
palatum mole masuk ke nasofaring.
Bila masih ada perdarahan, maka dapat ditambah tampon
anterior ke dalam kavum nasi. Kedua benang yang keluar dari
hidung diikat pada sebuah gulungan kain kasa di depan nares
anterior, supaya tampon yang terletak di nasofaring tetap di
tempatnya. Benang lain yang keluar dari mulut diikatkan secara
longgar pada pipi pasien. Gunanya ialah untuk menarik tampon
keluar melalui mulut setelah 2-3 hari.
Bila perdarahan berat dari kedua sisi, digunakan bantuan dua
kateter masing-masing melalui kavum nasi kanan dan kiri, dan
tampon posterior terpasang di tengah-tengah nasofaring.

Medikamentosa
Selama pemasangan tampon (2-3 hari), kenyamanan pasien akan
3
terganggu dan untuk itu perlu pemberian analgetik untuk
mengontrol rasa nyeri. Diperlukan pemberian antibiotik broad
spektrum untuk mencegah terjadinya infeksi akibat kuman patogen
selama pemasangan tampon.
10. Edukasi Edukasi jika terjadi perdarahan berulang dan pencegahan agar tidak
terjadi perdarahan berulang, seperti jangan mengorek hidung, dan
mengontrol faktor penyebab, seperti hipertensi dengan cara kontrol
dan berobat teratur. Apabila terpasang tampon hidung jangan lupa
untuk kontrol dalam waktu 48 jam berikutnya untuk pelepasan
tampon hidung dan tatalaksana selanjutnya.ditambah cara
menghentikan perdarahan.
11. Prognosis Ad bonam
12. Kepustakaan 1. Rothenhaus T. Epistaxis. Department of Emergency Medicine,
Boston University School of Medicine, Boston Medical Center.
2003 (Cited 2010 Sept 15). Available from htttp://www.
emedicine.com/emerg/topic806.htm.
2. Mangunkusumo E, Wardani R. Epistaksis. In: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti, RD, editors. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. 6th ed. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p. 155-9.
3. Hilger, Peter A. Epistaksis: Penyakit Hidung. In: Effendi H,
Kuswidayati S, editors. Boies: Buku Ajar Penyakit THT (BOIES
Fundamentals of Otolaryngology). 6th ed. Editor: Harjanto.
Jakarta: EGC; 1997. p. 224-33.

Anda mungkin juga menyukai