Anda di halaman 1dari 7

EPISTAKSIS

SOP No. Kode


Terbitan 01
Ditetapkan Oleh
Kepala
No. Revisi Puskesmas
Tanggal Mulai Berlaku 1 Januari
Halaman 1 - 3

1.Pengertian Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala
dari suatu kelainan yang hampir 90% dapat berhenti sendiri. Perdarahan dari
hidung dapat merupakan gejala yang sangat mengganggu.
2. Tujuan Prosedur ini dibuat dimaksudkan agar petugas kesehatan di puskesmas
BLOOTO dapat melakukan penanganan penderita otitis media akut dengan
baik dan benar
3. Kebijakan Langkah+ langkah Penanganan epistaksis wajib sesuai dengan langkah+
langkah SPO ini.
4.Referensi Peratatan dasar DEPKES RI Tahun 2014
5. Alat Alat tempat tidur, stetoskop, Arloji, thermometer, tensimeter,tampon hidung
6.Prosedur PENATALAKSANAAN
tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan
perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis.
a. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk
kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok, pasien bisa
berbaring dengan kepala dimiringkan.
b. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat
dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping
hidung ditekan ke arah septum selama 3-5 menit (metode Trotter).
c. Bila perdarahan berhenti, dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat
pengisap (suction) dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan,
sekret maupun darah yang sudah membeku.
d. Bila perdarahan tidak berhenti, kapas dimasukkan ke dalam hidung yang
dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu ' 2 cc larutan pantokain 2% atau
2cc larutan lidokain 2 % yang ditetesi 0,2 cc larutan adrenalin 1/1000. hal ini
bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi
pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti sementara untuk
mencari sumber perdarahan. sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam
hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
e. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan
jelas, dilakukan kaustik dengan lidi kapas yang dibasahi larutan nitrasargenti
20-30% atau asam trikloroasetat 10%. sesudahnya area tersebut diberi salep
untuk mukosa dengan antibiotik.
f. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,
diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang
diberi vaselin yang dicampur betadin atau obat antibiotika. dapat juga
dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan
lebar kurang 6 cm, diletakkan berlapis lapis mulai dari dasar sampai ke
puncak rongga hidung.tampon yang dipasang harus menekan tempat asal
perdarahan dan dapat dipertahankan selama 2 x 24 jam. selama 2 hari
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab epistaksis.
selama pemakaian tampon, diberikan antibiotik sistemik dan analgetik.

g. untuk perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang


disebut tampon Bellocq; tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat
atau kubus berdiameter kira kira 3cm. Pada tampon ini terdapat - buah
benang, yaitu ' buah pada satu sisi dan sebuah pada sisi lainnya. tampon
harus dapat menutupi koana (nares posterior ). teknik pemasangan tampon
posterior, yaitu :
1. masukkan kateter karet melalui kedua nares anterior sampai tampak di
orofaring, lalu tarik keluar melalui mulut
2. kaitkan kedua ujung kateter masing-masing pada ' buah benang tampon
Bellocq;, kemudian tarik kembali kateter itu melalui hidung.
3. tarik kedua ujung benang yang sudah keluar melalui nares anterior
dengan bantuan jari telunjuk, dorong tampon ke nasofaring. jika dianggap
perlu, jika masih tampak perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat
pula dimasukkan tampon anterior ke dalam vacum nasi.
4. ikat kedua benang yang keluar dari nares anterior pada sebuah gulungan
kain kasa di depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak di
nasofaring tidak bergerak.
5. Lekatkan benang yang terdapat di rongga mulut dan terikat pada sisi lain
dari tampon Bellocq; pada pipi pasien. gunanya adalah untuk menarik
tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari.
6. Berikan juga obat hemostatik selain dari tindakan penghentian
perdarahan itu.
RENCANA TINDAK LANJUT
Pasien yang dilakukan pemasangan tampon perlu tindak lanjut untuk
mengeluarkan tampon dan menari tahu penyebab epistaksis.

KONSELING DAN EDUKASI


Memberitahu individu dan keluarga untuk
a. menidentifikasi penyebab epistaksis, karena hal ini adalah gejala suatu
penyakit sehingga dapat mencegah timbulnya kembali epistaksis.
b. mengontrol tekanan darah pada penderita dengan hipertensi.
c. menghindari membuang lendir melalui hidung terlalu keras.
d. menghindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari
sehingga dibutuhkan penga!asan yang lebih ketat pada pasien anak.
e. membetasi penggunaan obat-obatan yang dapat meningkatkan
perdarahan seperti aspirin atau ibuprofen.

PEMERIKSAAN PENUNJANG LANJUTAN


Pemeriksaan radiologi foto sinus paranasal bila dicurigai sinusitis

KRITERIA RUJUKAN
a. Pasien dengan epistaksis yang uriga akibat tumor di rongga hidung atau
nasofaring.
b. Epistaksis yang terus berulang

7.Unit Terkait Poli pengobatan Kasir, UGD, Rawat Inap.


8. Dokumen Buku rekam medis pasien
Terkait
BANTUAN HIDUP DASAR

NO DOKUMEN NO REVISI HALAMAN


065 / 731 / RS/2014 01 4

SPO TANGGAL TERBIT DITETAPKAN DIREKTUR

Pengertian Pertolongan / bantuan pada pasien untuk mencegah kematian

Tujuan 1.  Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernafasan


2. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi
dari pasien yang mengalami henti jantung atau henti nafas melalui
resusitasi jantung paru ( RJP
Kebijakan Melaksanakan Bantuan Hidup Dasar sesuai dengan prosedur
Prosedur 1. Persiapan alat
 Ambu bag
 Oksigenasi
 EKG
 Tensimeter
 Stetoskop
2. Pelaksanaan
1. Pastikan keamanan penolong dan pasien
2. Nilai respon pasien. Segera setelah aman Hati-hati
kemungkinan trauma leher Jangan pindahkan / mobilisasi
pasien bila tidak perlu AKTIFKAN EMS
3. Memeriksa korban dengan cara menggoncangkan bahu
4. Segera berteriak minta pertolongan
5. Memperbaiki posisi pasien dan posisi penolong
6. Periksa jalan nafas . Bila pasien tidak memberikan respon
supine, permukaan datar dan keras bila perlu pindahkan
pasien dengan cara: kepala, bahu dan badan bergerak
bersamaan (in-line) bila curiga cedera spinal
posisi penolong : di samping pasien / di atas kepala
(kranial) pasien . Buka jalan nafas
7. Membuka jalan nafas dengan Head tild - Chin lif atau Jaw
thrust Jika curiga fraktur cervical lakukan dengan posisi
jaw thrust
8. Memastikan pasien tidak bernafas; Melihat (look),
mendengar (listen), merasakan (feel)  < 10 detik Bila ada
Apneu, nafas abnormal, nafas tidak adekuat lakukan
bantuan nafas : mulut ke mask ( menggunakan AMBU
BAG ), Bagging" : lebih baik berdua
9. Evaluasi airway & breathing .pertama Jika mengalami
kesulitan untuk memberikan nafas buatan yang
efektif,periksa apakah masih ada sumbatan di mulut pasien
serta perbaiki posisi tengadah kepala dan angkat dagu
yang belum adekuat. Lakukan sampai dapat dilakukan 2
kali nafas buatan yang adekuat.
10. Evaluasi airway & breathing .kedua .Bila pasien kembali
bernafas spontan dan normal tetapi tetap belum sadar,
ubah posisi pasien ke posisi miring mantap, bila pasien
muntah tidak terjadi aspirasi . Waspada terhadap
kemungkinan pasien mengalami henti nafas kembali, jika
terjadi segera terlentangkan pasien dan lakukan nafas
buatan kembali. Jika tetap gagal memberikan napas
buatan, lanjutkan ke pemeriksaan tanda-tanda sirkulasi
11. Memastikan ada tidaknya denyut jantung Memastikan ada
tidaknya denyut jantung Untuk orang dewasa pada arteri
carotis sedang untuk anak di Arteri brakhialis / Arteri
karotis
12. Evaluasi Airway, Breathing & Circulation :
Sirkulasi ( - ) : teruskan Pijat Jantung Luar + Nafas Buatan
,
Sirk (+) Nafas (-) : nafas buatan 10- 12 x/menit
Sirk (+) Nafas (+) : posisi sisi mantap, jaga jalan
nafas
13. Jika terjadi henti jantung lakukan KOMPRESI JANTUNG
LUAR : pada 1/2 bawah sternum, diantara 2 putting susu
 Kedalaman kompresi jantung 3,8 - 5 cm
 Rasio Kompresi Jantung Luar - Nafas Bantu 30 : 2
( satu atau 2 penolong)
14. RJP Sebelum & Sesudah Intubasi
Sebelum intubasi
 Dewasa (>8 th) = Rasio 30 : 2 (utk 1 & 2 penolong)
 Anak (1-8 th)
Setelah intubasi
 Kompresi 100 x/mnt
 Ventilasi 8 - 10 x/mnt
5 x siklus 30 :2 (= 2mnt)  nilai ulang sirkulasi

15. Evaluasi . Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi


kemudian
pasien dievaluasi kembali.
 Jika tidak ada nadi karotis, dilakukan kembali kompresi
dan bantuan nafas dengan rasio 30:2.
 Jika ada nafas dan denyut nadi teraba letakan pasien
pada posisi mantap.
 Jika tidak ada nafas tetapi nadi teraba, berikan bantuan
nafas sebanyak 10- 12 x/menit dan monitor nadi setiap
10 detik.
 Jika sudah terdapat pernafasan spontan dan adekuat
serta nadi teraba, jaga agar jalan nafas tetap terbuka.
16. RJP dihentikan Jika
 Kembalinya ventilasi & sirkulasi spontan
 Ada yang lebih bertanggung jawab
 Penolong lelah atau sudah 30 menit tidak ada respon.
 Adanya DNAR (Do Not Attempt Resuscitation)
 Tanda kematian yang irreversibel
17. RJP tidak dilakukan
 DNAR (Do Not Attempt Resuscitation)
 Tanda kematian : rigor mortis, dekapitasi
 Sebelumnya dengan fungsi vital yang sudah sangat
jelek dengan terapi maksimal
 Bila menolong korban akan membahayakan penolong
18. Komplikasi RJP
 Nafas buatan :
 inflasi gaster
 regurgitasi
 mengurangi volume paru

 Bila terjadi inflasi gaster


 perbaiki jalan nafas
 hindari TV yang besar dan laju nafas yang cepat
 Fraktur iga & sternum,sering terjadi terutama pada
orang tua, RJP tetap diteruskan walaupun terasa
ada fraktur iga. Fraktur mungkin terjadi bila posisi
tangan salah.
 Pneumothorax
 Hemothorax
 Kontusio paru
 Laserasi hati dan limpa, posisi tangan yang terlalu
rendah akan menekan procesus xipoideus ke arah
heper (limpa)
 Emboli lemak
19. Cuci tangan
20. Dokumentasikan hasil dalam Rekam Medis
Unit Terkait Rawat inap, ICU, OK, IGD

Anda mungkin juga menyukai