PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Endotracheal tube (ETT) merupakan alat yang dipasang untuk menjaga kepatenan
jalan napas pasien. Perawatan Endotracheal tube adalah perawatan rutin yang
membutuhkan perawatan posisi dari selang yang benar dan memelihara hygiene
dengan baik pada pasien yang terpasang endotracheal tube. Perawatan ETT sangat
penting untuk dilakukan oleh perawat agar tetap berfungsi dengan baik dan tetap
menjaga kebersihan/ hygiene pasien yang terpasang ETT sehingga tidak
menimbulkan komplikasi yang memperburuk/ membahayakan kondisi pasien.
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah mengenai perawatan ETT adalah untuk
mempertahankan ETT tetap baik yaitu dengan mempertahankan posisi ETT dengan
benar, mempertahankan fungsi dan memelihara kebersihan/ higiene yang terpasang
ETT.
C. MANFAAT
Manfaat dari perawatan endotracheal tube adalah untuk:
1. Mencegah infeksi dan komplikasi seperti trauma laring, bronkospasme, hipotensi,
hipoksemia, perforasi saluran napas, dan cedera tulang belakang. komplikasi
potensial lainnya dapat terjadi, termasuk timbulnya sariawan pada bibir atau
robekan kulit, lepas atau majunya selang endotrakeal, atau penyumbatan atau
kegagalan fungsi selang endotrakeal.
2. Mencegah perburukan dengan ancaman gagal napas, perdarahan intrakranial, syok
sepsis, trauma kepala, cedera servikal dan gangguan ventilasi
3. Mencegah terjadi nya aspirasi pada pasien yang terpasang ETT
BAB 2
ISI
ENDOTRAKEAL TUBE
A. Pengertian
Endotracheal tube adalah alat yang digunakan untuk mengamankan jalan napas atas.
ETT digunakan atas indikasi kepentingan anastesi umum dan pembedahan atau perawatan
pasien sakit kritis di unit rawat intensif untuk kepentingan pengelolaan jalan napas
(airway management). (WIJAYA, 2019)
Perawatan Endotracheal tube adalah perawatan rutin yang membutuhkan perawatan
posisi dari selang yang benar dan memelihara hygiene dengan baik pada pasien yang
terpasang endotracheal tube.
C. Kontra Indikasi
Kontraindikasi utama terhadap penempatan ETT di orofaring adalah trauma atau
obstruksi saluran napas berat yang tidak memungkinkan pemasangan selang secara aman,
cedera tulang belakang leher parah yang memerlukan imobilisasi total. Kontraindikasi
utama untuk menghindari pemasangan ETT dengan pendekatan nasotrakeal meliputi
trauma wajah, trauma kepala terkait fraktur tengkorak basilar, epistaksis aktif, perluasan
hematoma leher, trauma orofaringeal, dan pasien apnea.
D. Komplikasi
1. Pipa ETT masuk ke esofagus dapat menyebabkan hipoksia
2. Luka pada bibir dan lidah akibat terjepit antar laringoskop dengan gigi.
3. Gigi patah
4. Laserasi pada faring dan trakea akibat stilet pada ujung pipa
5. Kerusakan pita suara
6. Perfosari pada faring dan esofagus
7. Muntah dan aspirasi
8. Pelepasan adrenalin dan noradrenalin akibat rangsangan intubasi sehingga terjadi
hipertensi, takikardi dan aritmia.
9. Pipa masuk ke salah satu bronkus, umumnya masuk ke bronkus kanan, untuk
mengatasinya, Tarik pipa 1-2 cm sambal dilakukan inspeksi gerakan dada dan
auskultasi bilateral.
PEMBAHASAN
A. Contoh Kasus
Pasien Ny. SA, NRM: 4521xxx, usia 33 thn di rawat dengan Dx. ARDS ec COVID-
19, P2A1, PPT spectrum accrete, Hipertensi pro tindakan Radical Hysterectomy,
Placenta previa accreta spectrum. Pasien terpasang ETT diameter 7,0 dan panjang 21 cm
dan fiksasi plester tampak longgar, denganfraksi oksigen yang tinggi (FiO2 90%) dan
ECMO. Hasil AGD pH : 7,21 (turun),PaO2 : 56 mmHg (turun) ,PCO2 : 51mmHg (naik)
HCO3 : 18 mEq/L (turun),BE : -8 (turun) AsidosisSaO2 : 90% (normal), tampak secret
di dalam ETT, auskultasi suara nafas terdapat ronchi. Tampak ada rembesan darah pada
area insersi dua kanul yang terpasang pada vena jugularis dan vena femoralis. Kebutuhan
dasar dibantu perawat, termasuk pencegajan luka tekan akibat dari bedrest total: Pasien
terpasang monitor, obat-obatan inotropik dan sedasi, terpasang ventilasi mekanik dan
mesin ECMO.
Diagnosa: bersihan jalan napas, Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi, Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
alveolar-kapiler, edema interstisial dan penurunan komplains paru, Resiko infeksi b/d
Tindakan invasive ditandai dengan ETT dan Infus terpasang, resiko aspirasi b/d
terpasangnya ETT.
Pembahasan:
Pada diagnosa Resiko Aspirasi berhubungan dengan terpasangnya ETT ditandai dengan
fiksasi plester yang tampak longgar, tampak secret di dalam ETT maka perlu dilakukan
intervensi keperawatan yaitu salah satunya adalah perawatan ETT, dimana dalam
perawatan ETT ini dilakukan oral hygiene, suction dan fiksasi ETT yang bertujuan untuk
menjaga kebersihan, menjaga posisi dan fungsi ETT agar tetap baik
BAB IV
PENUTUP
Intervensi keperawatan pada pasien yang terintubasi ETT di ruang rawat intensif
meliputi humidifikasi, cuff management, suctioning dan komunikasi keperawatan dengan
memperhatikan prinsip patient safety, primum non nocere, first do no harm.