Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

FRAKTUR COLLUM FEMUR

Disusun oleh:

Melia Fadiansari Suriansyah

1361050163

Pembimbing:

dr. Ronald Munthe, Sp.OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

PERIODE 11 DESEMBER 2017 – 24 FEBRUARI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

2018

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur dan Fungsi Tulang...................................................... 4


2.2 Anatomi Femur......................................................................... 6
2.3 Definisi..................................................................... ................ 7
2.4 Prevalensi................................................................................. 7
2.5 Klasifikasi................................................................................. 8
2.6 Manifestasi klinis..................................................................... 9
2.7 Patofisiologi............................................................................. 10
2.8 Diagnosis.................................................................................. 10
2.9 Tatalaksana............................................................................... 12
2.10 Komplikasi.................................................................................. 14

BAB III KESIMPULAN.................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17

2
BAB I

PENDAHULUAN

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung
organ tubuh. Tulang juga memungkinkan gerakan dan dapat berfungsi sebagai
tempat penyimpanan garam mineral, tetapi fungsi-fungsi dari tersebut bisa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan yang menyebabkan patah tulang atau fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan. Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur femur meningkat secara
eksponensial Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi
tantangan bagi ahli orthopaedi.

Fraktur collum femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur pada wanita
usia lanjut. Ada beberapa variasi insidens terhadap rasial. Fraktur collum femur lebih banyak
pada population orang putih di Eropa dan Amerika Utara. Insidensi meningkat dengan usia.
Sebagian besar pasien adalah wanita berusia delapan puluh atau sembilan puluhan, dan
kaitannya dengan osteoporosis demikian nyata sehingga insidensi fraktur leher femur
digunakan sebagai ukuran osteoporosis yang berkaitan dengan umur dalam pengkajian
kependudukan

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Struktur dan Fungsi Tulang

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai lima fungsi utama,
yaitu :1

a. Membentuk rangka badan


b. Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
c. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempetahankan alat-alat dalam,
seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
d. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam
e. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hemopoetik untuk memproduksi sel-
sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit.

Pertumbuhan tulang dibagi atas :1

a. Pertumbuhan memanjang tulang


b. Pertumbuhan melebar tulang
c. Remodelling tulang

Penulangan tulang ekstremitas, osifikasi endokondraf dimulai pada akhir periode


mudigah. Pusat-pusat osifikasi primer terdapat di semua tulang panjang ekstremitas pada
minggu ke-12 perkembangan. Dari pusat primer di batang atau diafisis tulang, osifikasi
endokondral secara bertahap menyebar ke ujung-ujung model kartilago.2

Saat lahir, diafisis tulang biasanya telah mengalami osifikasi sempurna, tetapi kedua
ujungnya, epifisis, tetap berupa kartilago. Namun, segera sesudahnya, di epifisis muncul
pusat-pusat osifikasi. Untuk sementara, lempeng kartilago tetap ada di antara pusat-pusat
osifikasi epifisis dan diafisis. Lempeng ini, lempeng epifisis, berperan penting dalam
pertambahan panjang tulang. Osifikasi endokondral berlangsung di kedua sisi lempeng.
Ketika tulang telah mencapai panjang penuhnya, lempeng epifisis lenyap, dan epifisis
menyatu dengan batang tulang.2

4
Gambar 2.1 Pembentukan tulang10

Osifikasi endokondral membentuk sebagian besar tulang rangka dan terjadi dalam
janin pada model yang terbentuk dari kartilago hialin (1). Proses tersebut berlangsung
beberapa minggu dan tahap-tahap perkembangan utama meliputi: pembentukan kerah tulang
di sekeliling bagian tengah model kartilago dan degenerasi kartilago di bawahnya (2), yang
diikuti oleh pusat osifikasi oleh kapiler dan sel osteoprogenitor dari periosteum (3), deposisi
osteoid oleh osteoblas baru, kalsifikasi tulang anyaman, dan remodeling-nya menjadi tulang
kompak (4). Pusat osifikasi primer ini terbentuk di diafisis, di sepanjang bagian tengah setiap
tulang yang terbentuk. Pusat osifikasi sekunder terbentuk kemudian melalui suatu proses
serupa di epifisis. pusat osifikasi primer dan sekunder dipisahkan oleh lempeng epifisis (5)
yang membantu perpanjangan tulang secara kontinu. Kedua pusat osifikasi tidak menyatu
hingga lempeng epifisis menghilang (6) ketika perawakan penuh tercapai.2
Lempeng kartilago epifiseal dibagi menjadi lima zona, yang dimulai dari sisi epifisis
kartilago:2
1. Zona istirahat terdiri atas kartilago hialin dengan kondrosit yang tipikal.
2. Dalam zona proliferasi, kondrosit mulai cepat membelah dan membentuk kolom-
kolom sel yang paralel terhadap sumbu panjang tulang.

5
3. Zona hipertrofi tulang rawan mengandung kondrosit besar dengan sitoplasma
yang telah menimbun glikogen. Hipertrofi mengompresi matriks menjadi septa
tipis di antara kondrosit.
4. Di zona kalsifikasi tulang rawan kehilangan kondrosit mati melalui apoptosis
disertai oleh kalsifikasi septa matriks tulang rawan melalui pembentukan kristal
hidroksiapatit
5. Di zona osifikasi, jaringan tulang muncul pertama kali. Kapiler darah dan se1-sel
osteoprogenitor yang berasal dari periosteum menginvasi rongga yang
ditinggalkan kondrosit. Banyak rongga tersebut akan bersatu dan menjadi ronga
sempit. Se1 osteoprogenitor membentuk osteoblas, yang menetap di suatu lapisan
diskontinu di atas septa matriks kartilago yang berkapur. Osteoblas menumpuk
osteoid di atas spikula matriks kartilago yang berkapur, yang membentuk tulang
anyaman

B. Anatomi Femur
Di atas, femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio
coxae dan di bawah dengan tibia dan patella untuk membentuk articulatio genu.
Ujung atas femur memiiiki caput, collum, trochanter major, dan trochanter minor.
Caput mernbentuk kira-kira dua pertiga bulatan dan bersendi dengan acetabulum os
coxae untuk membentuk articulaiio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil
yang disebut fovea capitis, yaitu untuk tempat perlekatan dari ligamentum capitis
femoris. Sebagian pendarahan untuk caput femoris dari arteria obturatoria dihantarkan
melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis.5
Collum, yang menghubungkan caput dengan corpus, berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada perempuan
lebih kecil) dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat merubah
akibat adanya penyakit.5

6
Gambar 2.2 Anatomi Femur5

C. Definisi Fraktur Collum Femur


Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh
kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah,
otot dan persarafan.3
Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian
proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal
permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.4

D. Prevalensi Fraktur Collum Femur


Kejadian fraktur collum femur, salah satu luka traumatis paling umum pada
pasien lanjut usia yang meningkat secara terus-menerus di antara populasi lainnya.6
Fraktur collum femur jarang terjadi pada orang muda - hanya 2% pada pasien
berusia di bawah 50 tahun. Kejadian meningkat seiring bertambahnya usia, dan
setelah 50 tahun, dua kali lipat untuk setiap dekade berikutnya, dan 2-3 kali lebih

7
tinggi pada wanita daripada pria. 80% patah tulang pinggul terjadi pada wanita dan
90% pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun.6
Koval dan Zuckerman mencatat kejadian yang disesuaikan menurut umur
fraktur collum femur di Amerika Serikat adalah 63,3 kasus per 100.000 orang-tahun
untuk perempuan dan 27,7 kasus per 100.000 orang-tahun untuk pria. (8) Umur
fraktur collum femur pada pasien usia lanjut terjadi paling umum setelah jatuh ringan
atau cedera memutar, dan mereka lebih sering terjadi pada wanita. Selain itu, Joshi et
al mencatat fraktur stres collum femoralis ipsilateral sebagai konsekuensi langka
artroplasti lutut total.7,8
Di Indonesia sendiri dari penelitian yang dilakukan di RS dr. Soetomo
Surabaya dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita fraktur collum femur berjenis
kelamin laki laki. Hal ini besar kaitannya dengan sebagian besar penyebab fraktur
collum femur yang disebabkan oleh trauma, baik trauma karena kecelakaan lalu lintas
maupun kecelakaan kerja. Dari usia penderita tidak ditemukan adanya kelompok usia
yang menonjol, namun yang jelas adalah hampir semuanya dalam usia produktif
sehingga penanganan yang optimal sangat diperlukan supaya dapat kembali ke
produktivitasnya semula9

E. Klasifikasi Fraktur Collum Femur


Klasifikasi fraktur kolum femur menurut Garden’s adalah sebagai berikut :4
a. Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
b. Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
c. Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)
d. Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian
segmen yang bersinggungan

Gambar 2.3 Klasifikasi fraktur collum femur menurut Garden4

8
Klasifikasi Pauwel’s untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan.
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang
horizontal pada posisi tegak.4
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30˚ dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50˚ dengan bidang
horizontal pada posisi tegak
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50˚ dengan bidang horizontal
pada posisi tegak

Gambar 2.4 Klasifikasi fraktur collum femur menurut Pauwel’s4

F. Manifestasi Fraktur Collum Femur


Biasanya ada sejarah jatuh, diikuti rasa sakit di pinggul. Jika fraktur
mengalami pergeseran, pasien berbaring dengan anggota badan dalam rotasi lateral
dan kakinya terlihat pendek.3
Hati-hati, tidak semua patah tulang pinggul sangat jelas. Dengan fraktur
impacted (stage 1), pasien mungkin masih dapat berjalan, dan pasien cacat yang
lemah mungkin tidak mengeluh sama sekali - bahkan dengan fraktur bilateral.
Sebaliknya, fraktur collum femur pada orang dewasa muda diakibatkan oleh
kecelakaan lalu lintas jalan raya atau jatuh dari ketinggian dan sering dikaitkan
dengan banyak cedera. Aturan yang baik adalah bahwa setiap orang dewasa dengan
luka parah - baik mereka mengeluh sakit pinggul atau tidak - harus selalu diperiksa
untuk memastikan adanya fraktur collum femur atau tidak.3
Pada pemeriksaan fisik, fraktur collum femur dengan pergeseran akan
menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal sedangkan

9
pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan
jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri
bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.

G. Patofisiologi Fraktur Collum Femur


Fraktur biasanya merupakan hasil dari proses jatuh yang simpel; Namun, pada
orang-orang yang sangat osteoporosis, diperlukan sedikit kekuatan - memutar pinggul
ke rotasi eksternal. Beberapa pasien mungkin pernah mengalami gejala minor dari
fraktur stres sebelumnya pada leher femoralis.3
Pada individu yang lebih muda, penyebab yang biasa adalah terjatuh dari
ketinggian atau pukulan yang ditimbulkan dalam kecelakaan lalu lintas. Pasien ini
sering mengalami multiple trauma dan 20 persen nya berkaitan dengan fraktur pada
femoralis. Terkadang, fraktur stres pada leher femur terjadi pada pelari atau personil
militer.3

H. Diagnosis Fraktur Collum Femur1,10

Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap


mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma;
pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan imaging
menggunakan foto polos sinar-x.
1. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda-tanda syok,
anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak,
sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien terancam, lakukan resusitasi untuk
menstabilkan kondisi pasien.
Setelah kondisi pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi lain,
misalnya pada fraktur patologis sebagai salah satu penyebab terjadinya fraktur.
Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining awal
dilakukan. Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:
a. Inspeksi (Look)
1. Bandingkan dengan bagian yang sehat
2. Perhatikan posisi anggota gerak

10
3. Keadaan umum penderita secara keseluruhan
4. Ekspresi wajah karena nyeri
5. Lidah kering atau basah
6. Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei pada
seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
7. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
8. Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
9. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
10. Perhatikan kondisi mental penderita
11. Keadaan vaskularisasi (3)

b. Palpasi/Raba (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
palpasi adalah sebagai berikut:
1. Temperatur setempat yang meningkat
2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna
kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
5. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang
tungkai

c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga

11
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah
dan saraf.

Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya
fraktur sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis
diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur, untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis
pada tulang, untuk melihat benda asing—misalnya peluru, dan tentunya untuk
menentukan teknik pengobatan atau terapi yang tepat3.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of
two, yaitu: dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada
antero-posterior dan lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus
difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak.
Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama
pada fraktur epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi3

I. Tatalaksana Fraktur Collum Femur11


Pengobatan nonoperatif mungkin sesuai pada pasien yang nonambulators, neurologis
terganggu, hampir mati, atau ekstrem.
 Pengobatan nonoperatif pada awalnya terdiri dari istirahat di tempat tidur,
pemberian analgesia yang tepat, perlindungan terhadap ulkus dekubitus, dan
perawatan medis yang tepat.
 Traksi buck atau splints bantal bisa membantu mengurangi rasa sakit.
 Segera setelah pengendalian nyeri memadai, pasien harus dimobilisasi dari
tempat tidur ke kursi untuk membantu mencegah komplikasi istirahat, seperti
pneumonia, aspirasi, kerusakan kulit, dan infeksi saluran kemih.
 Beberapa fraktur yang terkena dampak valgus dapat diobati secara
nonoperatif, terutama jika ditemukan setelah beberapa minggu, namun ada
risiko perpindahan hingga 46%.
 Pengobatan nonoperatif untuk pasien ini harus terdiri dari mobilisasi kruk
atau alat bantu jalan.

12
 Fraktur stres dapat diobati secara nonoperatif jika tertangkap lebih awal dan
tidak nondisplaced dan jika garis fraktur tidak meluas ke sisi ketegangan atau
leher superior

Manajemen Pembedahan

 Sebagian besar pasien dengan fraktur leher femur harus dipertimbangkan


untuk perawatan bedah.
 fraktur leher femur yang mengalami pergeseran pada beberapa populasi
pasien mungkin lebih baik dilayani oleh hemiarthroplasti atau artroplasti
pinggul total
 Pasien lanjut usia, pasien osteoporosis, mereka yang memiliki penyakit
neurologis, pasien dengan arthritis pinggul yang sudah ada sebelumnya, dan
mereka yang memiliki penyakit medis yang merusak penyembuhan tulang
atau umur panjang (misalnya, gagal ginjal, diabetes, keganasan, atau
pengobatan antikonvulsan).
 Fraktur nondisplaced, fraktur leher femoralis akibat valgus pada orang tua,
atau fraktur stres pada atlet dapat diobati dengan fiksasi in situ melalui teknik
perkutan.
 Open reduction dan fiksasi internal adalah standar untuk cedera high energi
pada pasien sehat muda dengan tulang yang baik.
 Closed reduction dan fiksasi eksternal pada fraktur leher femur yang
mengalami pergeseran pada pasien muda sulit dilakukan.
 Kualitas reduksi adalah faktor yang paling penting dalam hasil akhir.

Pengobatan fraktur collum femoralis dapat berupa terapi konservatif dengan


indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir selalu
dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena perlu reduksi
yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk
mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu pemasangan pin,
pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan pada penderita umur di
atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti, dan artroplasti total.12

1. Pemasangan pin
2. Pemasangan plate and screw

13
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV
tak dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Karena itu,
kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang
berumur dibawah 75 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk pasien yang sangat
tua dan sangat lemah dan pasien yang gagal menjalani reduksi tertutup. Penggantian
yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis bipolar tanpa
semen yang dimasukkan dengan pendekatan posterior. Penggantian pinggul total
mungkin lebih baik kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai
ada kerusakan asetabulum, atau pada pasien dengan penyakit metastatik atau penyakit
paget.

J. Komplikasi Fraktur Collum Femur1,3

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :

1. Komplikasi yang bersifat umum ; trombosis vena, emboli paru, pneumonia,


dekubitus
2. Nekrosis avaskuler kaput femur
Nekrosis avaskular terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai
pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.tidak ada cara untuk
mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa minggu kemudian, scan
nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas. Perubahan pada
sinar-X, meningkatnya kepadatan pada kaput femoris mungkin tidak nyata selama
berbualan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Baik fraktur itu menyatu atau tidak,
kolapsnya kaput femoris akan menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi.
Apabila lokalisasi fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi
nekrosis avaskular lebih besar.
Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagal pertautan
juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti dengan protesis
metal.

3. Nonunion
Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami
union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur
dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan kareana vaskularisasi yang

14
jelek, reduksi yang tidak adekuat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur
adalah intra-artikuler.
Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau sekrup menjebol
keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien mengeluh nyeri, tungkai
memendek dan sukar berjalan. Metode pengobatan nekrosis avaskuler tergantung
penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.
4. Osteoartritis
Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau nekrosis
avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi dan kerusakan meluas
ke permukaan sendi, diperlukan pergantian sendi total.
5. Anggota gerak memendek
6. Malunion
7. Malrotasi berupa rotasi eksterna

15
BAB III

KESIMPULAN

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur
yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian),
dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
Fraktur collum femoris adalah terputusnya tulang pada daerah collum femur. Fraktur
collum femoris sering terjadi pada usia diatas 60 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita.
Pada umumnya disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pasca menopause. Tidak jarang juga fraktur collum femoris ini terjadi akibat
trauma kecil yaitu pada saat berjalan, dimana gaya dari berat badan dibebankan pada satu
tungkai yang diteruskan kebagian sentral tubuh.
Penyebab fraktur femur sendiri meliputi cedera traumatik, fraktur patologik dan
terjadi secara spontan. Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur,
yakni deformitas, bengkak (edema), ekimosis dari perdarahan subculaneous, spasme otot
(spasme involunters dekat fraktur), tenderness, nyeri, kehilangan sensasi, pergerakan
abnormal, dan syok hipovolemik, serta krepitasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone.
2008
2. Sadler, T. W., Langman J. Langman's Medical Embryology. Philadelphia, Pa:
Lippincott Williams & Wilkins, 2004.
3. Apley AG, Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics Fractures.
ButterworthHeinemann, 1993. 364-374.
4. Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.
53-63.
5. Snell, R., Tulang dan Kartilago, in Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, J.
Oswari, Editor. 1998, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. P339
6. Filipov O, Epidemiology And Social Burden Of The Femoral Neck Fractures. J Of
IMAB. 2014; 20(4): 516-518
7. Koval KJ, Zuckerman JD. Hip fractures: I. Overview and evaluation and treatment of
femoral-neck fractures.J Am Acad Orthop Surg. 1994 May. 2(3):141-149.

8. Joshi N, Pidemunt G, Carrera L, Navarro-Quilis A. Stress fracture of the femoral neck


as a complication of total knee arthroplasty. J Arthroplasty. 2005 Apr. 20(3):392-5.
9. Iwan Sutanto, A. Sjarwani. Long Term Follow Up Evaluation Fibular Auto Strut
Graft In Femoral Neck Fracture At Soetomo General Hospital Surabaya,. Journal
Unair. 2010
10. Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.
53-63.
11. Wiesel SW. Operative Techniques In Orthopaedic Surgery. Philadelphia. Lippincott
Williams & Wilkins, 2011. 521
12. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W. Musculoskeletal
Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby Elsevier. United States. 2007.
Page 408-410

17

Anda mungkin juga menyukai