Disusun oleh:
1361050163
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 3
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung
organ tubuh. Tulang juga memungkinkan gerakan dan dapat berfungsi sebagai
tempat penyimpanan garam mineral, tetapi fungsi-fungsi dari tersebut bisa saja hilang dengan
terjatuh, benturan atau kecelakaan yang menyebabkan patah tulang atau fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan. Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur femur meningkat secara
eksponensial Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap menjadi
tantangan bagi ahli orthopaedi.
Fraktur collum femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur pada wanita
usia lanjut. Ada beberapa variasi insidens terhadap rasial. Fraktur collum femur lebih banyak
pada population orang putih di Eropa dan Amerika Utara. Insidensi meningkat dengan usia.
Sebagian besar pasien adalah wanita berusia delapan puluh atau sembilan puluhan, dan
kaitannya dengan osteoporosis demikian nyata sehingga insidensi fraktur leher femur
digunakan sebagai ukuran osteoporosis yang berkaitan dengan umur dalam pengkajian
kependudukan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai lima fungsi utama,
yaitu :1
Saat lahir, diafisis tulang biasanya telah mengalami osifikasi sempurna, tetapi kedua
ujungnya, epifisis, tetap berupa kartilago. Namun, segera sesudahnya, di epifisis muncul
pusat-pusat osifikasi. Untuk sementara, lempeng kartilago tetap ada di antara pusat-pusat
osifikasi epifisis dan diafisis. Lempeng ini, lempeng epifisis, berperan penting dalam
pertambahan panjang tulang. Osifikasi endokondral berlangsung di kedua sisi lempeng.
Ketika tulang telah mencapai panjang penuhnya, lempeng epifisis lenyap, dan epifisis
menyatu dengan batang tulang.2
4
Gambar 2.1 Pembentukan tulang10
Osifikasi endokondral membentuk sebagian besar tulang rangka dan terjadi dalam
janin pada model yang terbentuk dari kartilago hialin (1). Proses tersebut berlangsung
beberapa minggu dan tahap-tahap perkembangan utama meliputi: pembentukan kerah tulang
di sekeliling bagian tengah model kartilago dan degenerasi kartilago di bawahnya (2), yang
diikuti oleh pusat osifikasi oleh kapiler dan sel osteoprogenitor dari periosteum (3), deposisi
osteoid oleh osteoblas baru, kalsifikasi tulang anyaman, dan remodeling-nya menjadi tulang
kompak (4). Pusat osifikasi primer ini terbentuk di diafisis, di sepanjang bagian tengah setiap
tulang yang terbentuk. Pusat osifikasi sekunder terbentuk kemudian melalui suatu proses
serupa di epifisis. pusat osifikasi primer dan sekunder dipisahkan oleh lempeng epifisis (5)
yang membantu perpanjangan tulang secara kontinu. Kedua pusat osifikasi tidak menyatu
hingga lempeng epifisis menghilang (6) ketika perawakan penuh tercapai.2
Lempeng kartilago epifiseal dibagi menjadi lima zona, yang dimulai dari sisi epifisis
kartilago:2
1. Zona istirahat terdiri atas kartilago hialin dengan kondrosit yang tipikal.
2. Dalam zona proliferasi, kondrosit mulai cepat membelah dan membentuk kolom-
kolom sel yang paralel terhadap sumbu panjang tulang.
5
3. Zona hipertrofi tulang rawan mengandung kondrosit besar dengan sitoplasma
yang telah menimbun glikogen. Hipertrofi mengompresi matriks menjadi septa
tipis di antara kondrosit.
4. Di zona kalsifikasi tulang rawan kehilangan kondrosit mati melalui apoptosis
disertai oleh kalsifikasi septa matriks tulang rawan melalui pembentukan kristal
hidroksiapatit
5. Di zona osifikasi, jaringan tulang muncul pertama kali. Kapiler darah dan se1-sel
osteoprogenitor yang berasal dari periosteum menginvasi rongga yang
ditinggalkan kondrosit. Banyak rongga tersebut akan bersatu dan menjadi ronga
sempit. Se1 osteoprogenitor membentuk osteoblas, yang menetap di suatu lapisan
diskontinu di atas septa matriks kartilago yang berkapur. Osteoblas menumpuk
osteoid di atas spikula matriks kartilago yang berkapur, yang membentuk tulang
anyaman
B. Anatomi Femur
Di atas, femur bersendi dengan acetabulum untuk membentuk articulatio
coxae dan di bawah dengan tibia dan patella untuk membentuk articulatio genu.
Ujung atas femur memiiiki caput, collum, trochanter major, dan trochanter minor.
Caput mernbentuk kira-kira dua pertiga bulatan dan bersendi dengan acetabulum os
coxae untuk membentuk articulaiio coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil
yang disebut fovea capitis, yaitu untuk tempat perlekatan dari ligamentum capitis
femoris. Sebagian pendarahan untuk caput femoris dari arteria obturatoria dihantarkan
melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis.5
Collum, yang menghubungkan caput dengan corpus, berjalan ke bawah,
belakang, dan lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat (pada perempuan
lebih kecil) dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat merubah
akibat adanya penyakit.5
6
Gambar 2.2 Anatomi Femur5
7
tinggi pada wanita daripada pria. 80% patah tulang pinggul terjadi pada wanita dan
90% pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun.6
Koval dan Zuckerman mencatat kejadian yang disesuaikan menurut umur
fraktur collum femur di Amerika Serikat adalah 63,3 kasus per 100.000 orang-tahun
untuk perempuan dan 27,7 kasus per 100.000 orang-tahun untuk pria. (8) Umur
fraktur collum femur pada pasien usia lanjut terjadi paling umum setelah jatuh ringan
atau cedera memutar, dan mereka lebih sering terjadi pada wanita. Selain itu, Joshi et
al mencatat fraktur stres collum femoralis ipsilateral sebagai konsekuensi langka
artroplasti lutut total.7,8
Di Indonesia sendiri dari penelitian yang dilakukan di RS dr. Soetomo
Surabaya dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita fraktur collum femur berjenis
kelamin laki laki. Hal ini besar kaitannya dengan sebagian besar penyebab fraktur
collum femur yang disebabkan oleh trauma, baik trauma karena kecelakaan lalu lintas
maupun kecelakaan kerja. Dari usia penderita tidak ditemukan adanya kelompok usia
yang menonjol, namun yang jelas adalah hampir semuanya dalam usia produktif
sehingga penanganan yang optimal sangat diperlukan supaya dapat kembali ke
produktivitasnya semula9
8
Klasifikasi Pauwel’s untuk fraktur kolum femur juga sering digunakan.
Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan bidang
horizontal pada posisi tegak.4
a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30˚ dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50˚ dengan bidang
horizontal pada posisi tegak
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50˚ dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
9
pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa memperhatikan
jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan mengeluhkan nyeri
bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri bila pinggul digerakkan.
10
3. Keadaan umum penderita secara keseluruhan
4. Ekspresi wajah karena nyeri
5. Lidah kering atau basah
6. Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei pada
seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain
7. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan
fraktur tertutup atau terbuka
8. Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari
9. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan
10. Perhatikan kondisi mental penderita
11. Keadaan vaskularisasi (3)
b. Palpasi/Raba (Feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
palpasi adalah sebagai berikut:
1. Temperatur setempat yang meningkat
2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan
oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang
3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati
4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna
kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.
5. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan panjang
tungkai
c. Pergerakan (Move)
Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara
aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat
sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga
11
dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah
dan saraf.
Pemeriksaan radiologi
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya
fraktur sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis
diperlukan sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur, untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis
pada tulang, untuk melihat benda asing—misalnya peluru, dan tentunya untuk
menentukan teknik pengobatan atau terapi yang tepat3.
Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of
two, yaitu: dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada
antero-posterior dan lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus
difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak.
Pada anak-anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama
pada fraktur epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi3
12
Fraktur stres dapat diobati secara nonoperatif jika tertangkap lebih awal dan
tidak nondisplaced dan jika garis fraktur tidak meluas ke sisi ketegangan atau
leher superior
Manajemen Pembedahan
1. Pemasangan pin
2. Pemasangan plate and screw
13
Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan IV
tak dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Karena itu,
kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien yang
berumur dibawah 75 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk pasien yang sangat
tua dan sangat lemah dan pasien yang gagal menjalani reduksi tertutup. Penggantian
yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau prostesis bipolar tanpa
semen yang dimasukkan dengan pendekatan posterior. Penggantian pinggul total
mungkin lebih baik kalau terapi telah tertunda selama beberapa minggu dan dicurigai
ada kerusakan asetabulum, atau pada pasien dengan penyakit metastatik atau penyakit
paget.
3. Nonunion
Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami
union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada fraktur
dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan kareana vaskularisasi yang
14
jelek, reduksi yang tidak adekuat, fiksasi yang tidak adekuat dan lokasi fraktur
adalah intra-artikuler.
Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau sekrup menjebol
keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien mengeluh nyeri, tungkai
memendek dan sukar berjalan. Metode pengobatan nekrosis avaskuler tergantung
penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.
4. Osteoartritis
Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau nekrosis
avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi dan kerusakan meluas
ke permukaan sendi, diperlukan pergantian sendi total.
5. Anggota gerak memendek
6. Malunion
7. Malrotasi berupa rotasi eksterna
15
BAB III
KESIMPULAN
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha
yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur
yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian),
dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
Fraktur collum femoris adalah terputusnya tulang pada daerah collum femur. Fraktur
collum femoris sering terjadi pada usia diatas 60 tahun dan lebih sering terjadi pada wanita.
Pada umumnya disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi proses penuaan dan
osteoporosis pasca menopause. Tidak jarang juga fraktur collum femoris ini terjadi akibat
trauma kecil yaitu pada saat berjalan, dimana gaya dari berat badan dibebankan pada satu
tungkai yang diteruskan kebagian sentral tubuh.
Penyebab fraktur femur sendiri meliputi cedera traumatik, fraktur patologik dan
terjadi secara spontan. Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur,
yakni deformitas, bengkak (edema), ekimosis dari perdarahan subculaneous, spasme otot
(spasme involunters dekat fraktur), tenderness, nyeri, kehilangan sensasi, pergerakan
abnormal, dan syok hipovolemik, serta krepitasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif Watampone.
2008
2. Sadler, T. W., Langman J. Langman's Medical Embryology. Philadelphia, Pa:
Lippincott Williams & Wilkins, 2004.
3. Apley AG, Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics Fractures.
ButterworthHeinemann, 1993. 364-374.
4. Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company, 2001.
53-63.
5. Snell, R., Tulang dan Kartilago, in Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, J.
Oswari, Editor. 1998, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. P339
6. Filipov O, Epidemiology And Social Burden Of The Femoral Neck Fractures. J Of
IMAB. 2014; 20(4): 516-518
7. Koval KJ, Zuckerman JD. Hip fractures: I. Overview and evaluation and treatment of
femoral-neck fractures.J Am Acad Orthop Surg. 1994 May. 2(3):141-149.
17