Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN

MUSKULOSKELETAL OSTEOPOROSIS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Terstruktur

Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu:

Zuniati, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh:

1. Intan Khoirun Nisa’ (17.1.1284)

2. Istikhomah (17.1.1285)

3. Lestari (17.1.1286)

4. Linda Mutiara Dewi (17.1.1287)

5. Linda Yuli Susanti (17.1.1288)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA

SEMARANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah memberikan kami
semua kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II dapat selesai seperti waktu yang telah kami rencanakan. Tersusunnya
makalah ini tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara
materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Semua dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga makalah
ini dapat terselesaikan
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan masukan, saran, dan dorongan
semangat agar makalah ini dapat di selesaikan
Selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan penyusun, makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan .............................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 3
A. Definisi ............................................................................................... 3
B. Etiologi ............................................................................................... 3
C. Faktor Resiko Osteoporosis ............................................................... 4
D. Patogenesis ......................................................................................... 4
E. Pemeriksaan ........................................................................................ 6
F. Pencegahan ......................................................................................... 8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................. 10
A. Pengkajian .......................................................................................... 10
B. Analisa Data ...................................................................................... 11
C. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 11
D. Intervensi Keperawatan...................................................................... 12
E. Implementasi Keperawatan ................................................................ 16
F. Evaluasi............................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP ........................................................................................... 17
A. Simpulan ............................................................................................ 17
B. Saran ................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, jumlah manusia
lanjut usia di Indonesia akan bertambah banyak pula. Dengan demikian, masalah
penyakit akibat penuaan akan semamkin banyak kita hadapi. Salah satu penyakit yang
harus diantisipasi adalah penyakit osteoporosi dan patah tulang. Pada situasi
mendatang, akan terjadi perubahan demografis yang akan meningkatkan populasi lanjut
usia dan meningkatkan terjadinya patah tulang karena osteoporosis.
Kelainan ini 2-4 klien lebih serng terjadi pada wanita dibandingkan pria. Dari
seluruh klien, satu antara tiga wanita yang berusia di atas 60 tahun Dan satu diantara
enam pria yang berusia di atas 75 tahun akan mengalami patah tulang akibat kelainan
ini.
Osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti
kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan
kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang
memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon
paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada
pria). Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap
kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang.
Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan
maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara
perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka
tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis. Sekitar
80% persen penderita penyakit osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang
mengalami penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen
setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep dasar Osteoporosis?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Osteoporosis?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar dari penyakit Osteoporosis.
2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Osteoporosis.

D. Manfaat Penulisan
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II makalah asuhan
keperawatan pada pasien dengan Osteoporosis.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Osteoporosis
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di
Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa
tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan
tulang dengan risiko terjadinya patah tulang.
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai
struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan
membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan
Universitas Sumatera Utara karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami
pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel. Untuk mempertahankan kekuatannya,
tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan pembentukan kembali.
Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat.
Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia
semakin tua. Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas,
ketika tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat yang
akan mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang
mulai terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun,
dan akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah
yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada
osteoporosis ( Tandra, 2009).

B. Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis, yaitu:
1. Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang.
Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51- 75 tahun, tetapi dapat
muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya mulai menurun 2-
3 tahun sebelum menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah menopause. Hal
ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama
setelah menopause.
2. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblas). Senilis berarti bahwa keadaan ini
hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia
diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita sering kali menderita
osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3. Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang
disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal)
serta obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, antikejang, dan hormon tiroid
yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan
fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab
yang jelas dari rapuhnya tulang ( Junaidi, 2007).

C. Faktor Resiko Osteoporosis


Osteoporosis dapat menyerang setiap orang dengan faktor risiko yang berbeda.
1. Jenis kelamin. Kaum wanita mempunyai faktor risiko terkena osteoporosis lebih
besar dibandingkan kaum pria. Hal ini disebabkan pengaruh hormon estrogen yang
mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35 tahun.
2. Usia. Semakin tua usia, risiko terkena osteoporosis semakin besar karena secara
alamiah tulang semakin rapuh sejalan dengan bertambahnya usia. Osteoporosis pada
usia lanjut terjadi karena berkurangnya massa tulang yang juga disebabkan menurunnya
kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium.
3. Ras. Semakin terang kulit seseorang, semakin tinggi risiko terkena osteoporosis.
Karena itu, ras Eropa Utara (Swedia, Norwegia, Denmark) dan Asia berisiko lebih
tinggi terkena osteoporosis dibanding ras Afrika hitam. Ras Afrika memiliki massa
tulang lebih padat dibanding ras kulit putih Amerika. Mereka juga mempunyai otot
yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar. Ditambah dengan kadar
hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras Afrika.
4. Pigmentasi dan tempat tinggal. Mereka yang berkulit gelap dan tinggal di wilayah
khatulistiwa, mempunyai risiko terkena osteoporosis yang lebih rendah dibandingkan
dengan ras kulit putih yang tinggal di wilayah kutub seperti Norwegia dan Swedia.
5. Riwayat keluarga. Jika ada nenek atau ibu yang mengalami osteoporosis atau
mempunyai massa tulang yang rendah, maka keturunannya cenderung berisiko tinggi
terkena osteoporosis.
6. Menopause. Wanita pada masa menopause kehilangan hormon estrogen karena
tubuh tidak lagi memproduksinya. Padahal hormon estrogen dibutuhkan untuk
pembentukan tulang dan mempertahankan massa tulang. Semakin rendahnya hormon
estrogen seiring dengan bertambahnya usia, akan semakin berkurang kepadatan tulang
sehingga terjadi pengeroposan tulang, dan tulang mudah patah. Menopause dini bisa
terjadi jika pengangkatan ovarium terpaksa dilakukan disebabkan adanya penyakit
kandungan seperti kanker, mioma dan lainnya. Menopause dini juga berakibat
meningkatnya risiko terkena osteoporosis.

E. Patogenesis
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang sampai tercapai kepadatan
maksimal berjalan paling efisien sampai umur kita mencapai 30 tahun. Semakin tua
usia kita, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat. Padahal, di usia tersebut, jaringan
tulang yang hilang semakin banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa sesudah usia
mencapai 40 tahun, kita semua akan kehilangan tulang sebesar setengah persen setiap
tahunnya. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi
negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause. Faktor hormonal
menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih
besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar
hormon estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam
mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas
osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklast.

Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya massa tulang


dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran cerna. Dengan demikian, kadar
kalsium darah yang normal dapat dipertahankan. Semakin tinggi kadar kalsium di
dalam darah, semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk
menggantikan kalsium darah).
Penurunan kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause membawa
dampak pada percepatan hilangnya jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih
meningkat lagi pada mereka yang mengalami menopause dini (pada usia kurang dari
45 tahun). Pada pria, hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal
membantu penyerapan kalsium. Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu
dimana testis berhenti memproduksi testosteron.. Dengan demikian, pria tidak begitu
mudah mengalami osteoporosis.dibanding wanita.

Selain estrogen, berbagai faktor yang lain juga dapat mempengaruhi derajat
kecepatan hilangnya massa tulang. Salah satu hal yang utama adalah kandungan
kalsium di dalam makanan kita. Masalahnya, semakin usia kita bertambah, kemampuan
tubuh untuk menyerap kalsium dari makanan juga berkurang.

E. Pemeriksaan
Ada beberapa jenis cara yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis osteoporosis.
Pemeriksaan biasaya dilihat dari gejala apa yang dihadapi,pemeriksaan tubuh, dan
melalui rontgen. Tes Untuk Menguur Bone Mineral Dencity (BMD)

Ada beberapa macam untuk mengukur epadaan tulang atau yang lebih dikenal
dengan nama bone mineral dencity (BMD). Diagnosis ini memeng digunakang
untuk mengetahui apakah seseorang terkena osteoporosis atau tidak.
a. Densitometer dengan teknologi DXA (Dual Energy X-ray Absorptiometry)
Metode ini adalah diagnose yang paling sering digunakan dalam
pemeriksaan osteoporosis. Merode ini sering disebut dengan bone density scan
atau densitometer tulang, pada dasarnya ada dua jenis tulang yang digunakan
teknologi sinar-X ini, diantaranya adalah central dual energy X-ray
absorptiometry yang dikenal dengan sebutan DXA atau DEXA dan
peropherall Dual Energy X-ray absorptiometry atau pDXA, pada dasarnya
pDXA digunakan untuk memeriksa pergelangan tangan dan kaki atau tumit.
Alat ini digunakan karena praktis
DXA menggunakan cahaya dari sinar X untuk mengukur kepadatan
tulang. Kelebihan metode ini adalah mampu mengukur tingkat kemungkinan
rusaknya tulang. Pasien pun bisa mengetahui sejauh mana obat yang
dikonsumsinya berpengaruh pada sembuhnya osteoporosis.
Baagian tubuh yang didiagnosis lewat DXA adalah tulang belakang dan
pinggul. Diarea tersebut, terdapat dua jenis tulang anatara lain tulang kortikal
dan tulangt rabekular
b. Densitometer-USG
Tes yang dilakukan adalah dengan metode screnning. Hasil yng
diberikan berupa T-score. Tes ini disebut sebagai tes awal pada penederita
osteoporosis. Harga diagnosis ini masih tergolong murah.
c. Quantitative computed tomoogaphy
Tes ini mengunakan tes CT-scan dengan bantuan software computer.
Kelebihannya adalah diagnosis ini mampu menghitung stress-strain index
(SSI) den geometri tulang disamping mengukur BMD. Kedua diagnosis BMD
lainnya tidak memiliki kemampuan tersebut. Tes ini pun termasuk tes yang
paling sering digunakan.

d. Alkalin fosfatase (AP)

Alkalin fosfatase adalah anzim yang terikat tualng dan ditemukan


dihati, usus, ginjal, tulang, dan limpa. AP yang dikaitkan dengan fungsi sel
osteoblas dan diperkirakan memiliki peran dan minineralisasi tulang. Yang
diambil untuk mngetahui kondisi AP adalah darah.

e. Osteocalcin (OC)

Osteocalcin adalah protein yang dihasilkan oleh tulang.


Hidroksiaapatit yang mengikat protein yang sudah tersintesis oleh osteoblas.
OC mampu mengindentifikasi tingkat kehilangan tulang pada wanita yang
sudah mengalami menopause. Jika mengunakan diagnosis ini sebaiknya
jangan mengkonsumsi obat warfarin karena akan mempengaruhi hasil
diagnosis.

f. Pengukuran fungsi osteoklas dari Hydroxyproline (OHP)

OHP menunjukan rusaknya kolagen pada tulang OHP ini bisa diambil
dari urine. Namun hubungan antara Hydroxyproline dan resopsi tulang masih
terbilang kecil. Tes ini diambil dari urine dan dilakukan pada pagi hari disertai
dengan puasa.
g. Tes kadar kalsium

Tes ini untuk mengetahui seberapa besar kadar kalsium dalam tulang.
Proses tes yang dillakukan denga diagnosis 25-hydroxy vitamin D. Darah
pasien di ambil untuk di analisis. Sebelum diagnosis, dianjurkan untuk
menghandari beberapa asupan obat dan komsumsi jenis makan tertentu bianya
yang tidak boleh dikomsumsi adalah berbagai nutrisi yang mengandung
vitamin D atau kalsium yang cukup banyak.

F. Pencegahan
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun
masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu:
1. Asupan kalsium cukup. Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat
dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin
D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang
sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari.
Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari,
sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari
makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan
kacang-kacangan.
2. Paparan sinar matahari. Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh
menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa
tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu.
Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam
4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008).
3. Melakukan olahraga dengan beban. Selain olahraga menggunakan alat beban, berat
badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan
tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga
yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai,
mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang
penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar.
Latihan fisik atau olahraga untuk penderita osteoporosis berbeda dengan
olahraga untuk mencegah osteoporosis. Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh
penderita osteoporosis adalah sebagai berikut:
• Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan pembebanan pada tulang
punggung. Hal ini akan menambah risiko patah tulang punggung karena ruas tulang
punggung yang lemah tidak mampu menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa
lompatan, senam aerobik dan joging.
• Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepan dengan
punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat mengakibatkan cedera ruas
tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.
• Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki kesamping atau
menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko patah tulang, karena tulang
panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis :
• Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam selama 50 menit,
lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk mempertahankan kekuatan tulang.
Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.
• Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat ”dumbble” kecil untuk
menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.
• Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
• Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan dengan duduk
dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat menguatkan otot-otot yang menahan
punggung agar tetap tegak, mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat
punggung.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan

a. Keluhan Utama

Pasien mengatakan nyeri pada punggung

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pasien mengatakan sejak 4 bulan lalu mengeluh sakit pada punggungnya dan dua
bulan terakhir merasakan nyeri terus menerus dan terus bertambah dan didiagnosa
osteoporosis.

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan pernah mengonsumsi alkohol, rokok dan kafein dalam jumlah
banyak.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada keluarga pasien terdapat penderita osteoporosis dan tidak terdapat penyakit
menular lainnya.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum: Pasien tampak lemah

b. Pemeriksaan Head to Toe

- Dada & Paru

Palpasi: taktil fremitus tidak seimbang

- Kulit

Keringat dingin

3. Activity Daily Living

a. Pola Aktivitas dan Latihan

Pasien mengatakan tidak dapat bergerak bebas karena merasa nyeri pada
punggungnya, dan merasa berubah bentuk pada tulang punggungnya, terkadang
merasakan sesak napas dan perubahan gaya berjalan.
4. Pemeriksaan Penunjang

a. Radiologi: Ditemukan tanda dan gejala Osteoporosis

b. CT scan: Ditemukan bercak pada tulang di hasil CT scan

c. Laboratorium: kadar kalsium pada tulang menurun, <8.8 mg/dl, dan fosfor
kurang dari 4,5 mg/dl

B. Analisa Data

Data Fokus Etiologi Problem

Data Subjektif: Disfungsi sekunder Gangguan mobilitas fisik


terhadap perubahan
-Pasien mengatakan nyeri
skletal
punggung

Data Objektif:

-Kelainan tulang vertebra


(kifosis)

-Gaya berjalan berubah

C. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebrae


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan disfungsi sekunder terhadap
perubahan skletal (kiposis), nyeri sekunder atau frkatur baru.
3. Risiko injury (cedera) berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal
dan ketidakseimbangan tubuh.
D. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN/KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Pantau tingkat nyeri pada 1. Tulang dalam
dengan dampak tindakan keperawatan punggung, terlokalisisr peningkatan
sekunder dari fraktur ver diharapkan nyeri atau nyeri menyebar pada jumlah
berkurang dengan abdomen atau pinggang trabekuler,
Tebrae
Kriteria: pembatasan
gerak spinal.
1. Klien akan 2. Ajarkan pada klien
2. Laternatif lain
mengekspresikan tentang alternatif lain
untuk mengatasi
perasaan nyerinya untuk mengatasi dan
nyeri
2. Klien dapat tenang mengurangi rasa
pengaturan
dan istirahat yang nyerinya.
posisi, kompres
cukup
hangat dan
3. Klien dapat mandiri
sebagainya.
dalam perawatan dan
3. Kaji obat-obatan untuk 3. Keyakinan klien
penanganannya secara
mengatasi nyeri tidak dapat
sederhana
mentolelir akan
obat yang
adequat atau
tidak adequat
untuk mengatasi
nyerinya.

4. Kelelahan dan
4. Rencanakan pada klien
keletihan dapat
tentang periode istirahat
menurunkan
adequat dengan berbaring
minat untuk
dengan posisi terlentang
aktivitas sehari-
selam kurang lebih 15
hari.
menit
2 Gangguan mobilitas Setelah diberi tindakan 1. Pantau tingkat nyeri 1. Tulang dalam
fisik berhubungan keperawatan diharapkan pada punggung, peningkatan
dengan disfungsi klien mampu melakukan terlokalisisr atau nyeri jumlah
sekunder terhadap trabekuler,
perubahan skletal mobilitas fisik, dengan menyebar pada pembatasan
(kiposis), nyeri kriteria hasil: abdomen atau pinggang gerak spinal.
sekunder atau fraktur 2. Ajarkan pada klien 2. Laternatif lain
1. Klien dapat
baru. tentang alternatif lain untuk mengatasi
meningkatkan
untuk mengatasi dan nyeri
mobilitas fisik
mengurangi rasa pengaturan
2. Klien mampu
nyerinya. posisi, kompres
melakukan ADL
hangat dan
secara independent
sebagainya.
3. Kaji obat-obatan untuk
3. Keyakinan klien
mengatasi nyeri.
tidak dapat
mentolelir
akanb obat yang
adequate atau
tidak adequat
untuk mengatasi
nyerinya.
4. Rencanakan pada klien
4. Kelelahan dan
tentang periode istirahat
keletihan dapat
adequat dengan
menurunkan
berbaring dengan posisi
minat untuk
terlentang selam kurang
aktivitas sehari-
lebih 15 menit
hari.
3 Risiko injury setelah dilakukan 1. Ciptakan 1. Menciptkan
(cedera) berhubungan tindakan keperawata lingkungan yang bebas lingkungan
dengan dampak Injury (cedera) tidak dari bahaya : yang aman
sekunder perubahan terjadi dengan criteria a. Tempatkan klien pada danmengurangi
skletal dan hasil : tetmpat tidur resiko
ketidakseimbangan rendahAmati lantai terjadinya
1. Klien tidak jatuh dan
tubuh yang membahayakan kecelakaan.
fraktur tidak terjadi
klien
2. Klien dapat
b. Berikanpenerangan
menghindari aktivitas
yang cukup
yang mengakibatkan
c. Tempatkan klien pada
fraktur
ruangan yang tertutup
dan mudah untuk
diobservasi
d. Ajarkan klien tentang
pentingnya
menggunakan alat
pengaman di ruangan 2. Ambulasi yang
2. Berikan support ambulasi dilakukan
sesuai dengan kebutuhan: tergesa-gesa
a. Kaji kebutuhan dapat
untuk berjalan menyebabkan
b. Konsultasi dengan mudah jatuh.
ahli terapis
c. Ajarkan klien untuk
meminta bantuan
bila diperlukan
d. Ajarkan klien waktu
berjalan dan keluarg
3. Penarikan yang
ruangan
terlaluk keras
3. Bantu klien untuk
akan
melakukan ADL secara
menyebakan
hati-hati
terjadinya
fraktur.
4. Pergerakan
4. Ajarkan pad aklien untuk yang cepat akan
berhenti secara pelan- lebih mudah
pelan, tidak naik tangga terjadinya
dan mengangkat beban fraktur
berat. kompresi
vertebrae pada
klien dengan
osteoporosis.
5. Diit calsium
5. Ajarkan pentingnya diit dibutuhkan
untuk mencegah untuk
osteoporosis: mempertahnkan
kalsium dalm
a. Rujuk klien pada ahli serum,
gizi mencegah
b. Ajarkan diit yang bertambah nya
mengandung banyak akehilangan
kalsium tulang.
c. Ajarkan klien untuk Kelebihan
mengurangi atau kafein akan
berhenti meningkatkan
menggunakan rokok kehilangan
atau kopi kalsium dalam
urine. Alkohorl
akan
meningkatkan
asioddosis yang
meningkatkan
resorpsi tulang.
6. Rokok dapat
meningkatkan
6. Ajarkan efek dari rokok terjadinya
terhadap pemulihan asidosis
tulang. 7. Obat-obatan
7. Observasi efek samping seperti deuritik,
dari obat-obatan yang phenotiazin
digunakan dapat
menyebabkan
dizzines,
drowsiness dan
weaknes yang
merupakan
predisposisi
klien untuk
jatuh.
E. Implementasi

HARI/TANGGAL NO. IMPLEMENTASI RESPON PARAF


DX
JAM

F. Evaluasi

HARI/TANGGAL NO. EVALUASI PARAF


DX
JAM

S: (Data subjektif dari pasien setelah


dilakukan tindakan)

O: (Data objektif dari pasien yang


diperoleh dari hasil pemeriksaan setelah
dilakukan tindakan)

A: (Pengkajian setelah dilakukan


dindakan, apakah masalah sudah
teratasi/belum teratasi)

P: (Rencana lanjutan yang dapat


dipertahankan setelah dilakukan tindakan)
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/massa tulang,


peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi desertai dengan kerusakan
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga
tulang menjadi mudah patah.
Beberapa faktor resiko Osteoporosis antara lain yaitu : usia, genetik, defisiensi kalsium,
aktivitas fisik kurang, obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin),
merokok, alcohol serta sifat fisik tulang (densitas atau massa tulang) dan lain sebagainya.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra
mengakibatkan deformitas skelet.

B. Saran
Bagi para pembaca khususnya teman-teman sejawat, untuk sekiranya dapat memberi
masukan dan memperbaiki penulisan asuhan keperawatan yang sudah kami tulis. Harus lebih
memahami tentang asuhan keperawatan pada gangguan sistem muskuloskeletal “osteoporosis”
sehingga mampu menerapkannya di lahan praktik demi memberi pelayanan kesehatan yang
baik bagi klien.
DAFTAR PUSTAKA

(NANDA, 2012) Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Anonim.OSTEOPOROSIS(AskepOsteoporosis.pdf). http://www.4shared.com/office/rBkkM-
fK/Askep_Osteoporosis.html, diakses pada 9 April 2019, 18.45 WIB

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
Volume 2. Jakarta: EGC.

Sain, Iwan S.Kep. ASKEP Pada Klien Dengan Gangguan Metabolime Tulang
OSTEOPOROSIS (41-2 PDF)

Anda mungkin juga menyukai