Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ANALISIS PENYAKIT TIDAK MENULAR OSTEOPOROSIS

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

Dosen Pengampu : Pebrianty, S.KM., M.Kes

Disusun Oleh : Kelompok 8 / Kelas A

1. Armia Intan Windy Novelia 10318008


2. Gayuh Sri Kuncoro 10318020
3. Namira Milleniawati Wijatmiko 10318040

SEMESTER 4 / TINGKAT 2

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI


2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur senantiasa kami ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
Berjudul “Analisis Penyakit Tidak Menular Osteoporosis” ini dengan tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihal. Untuk itu, penulis ucapkan terimakasih kepada :
1. Allah SWT
2. Ibu Pebrianty, S.KM., M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah Epidemiologi Tidak
Menular.
3. Teman-teman sekalian yang ikut serta membantu penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan segala bentuk kritik dan saran untuk perbaikan makalah yang akan datang.

Kediri, 20 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1

C. Tujuan............................................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Osteoporosis ....................................................................................................... 2

B. Tren Penyakit Osteoporosis di Indonesia ......................................................................... 2

C. Faktor Risiko Penyakit Osteoporosis ............................................................................... 4

D. Upaya Pencegahan Penyakit Osteoporosis ...................................................................... 6

E. Upaya Penanggulangan Osteoporosis .............................................................................. 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................................... 12

B. Saran ............................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh.Tulang mempunyai
struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan
membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan
karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan
pergantian sel. Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami
proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak
dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan
tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.
Pembentukan tulang paling cepat terjadi pada usia akil balig atau pubertas, ketika
tulang menjadi makin besar, makin panjang, makin tebal, dan makin padat yang akan
mencapai puncaknya pada usia sekitar 25-30 tahun. Berkurangnya massa tulang mulai
terjadi setelah usia 30 tahun, yang akan makin bertambah setelah diatas 40 tahun, dan
akan berlangsung terus dengan bertambahnya usia, sepanjang hidupnya. Hal inilah
yang mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang yang berakibat pada
osteoporosis (Tandra, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Osteoporosis?
2. Bagaimana tren penyakit Osteoporosis di Indonesia?
3. Apa saja yang menjadi faktor resiko terjadinya Osteoporosis?
4. Bagaimana upaya pencegahan penyakit Osteoporosis?
5. Bagaimana penanggulangan penyakit Osteoporosis?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Osteoporosis
2. Untuk mengetahui tren penyakit Osteoporosis di Indonesia
3. Untuk mengetahui faktor resiko terjadinya Osteoporosis
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit Osteoporosis
5. Untuk mengetahui penanggulangan penyakit Osteoporosis

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang, yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang ( Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma,
Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang
yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas
jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan
tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang yang mengkhawatirkan dan dipengaruhi
oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan
gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).

B. Tren Penyakit Osteoporosis di Indonesia


Penelitian terbaru dari International Osteoporosis Foundation (IOF)
mengungkapkan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia dengan rentang usia 50-80
tahun memiliki risiko terkena osteoporosis. Dan juga risiko osteoporosis perempuan
di Indonesia 4 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Biasanya penyakit keropos
tulang ini menjangkiti sebagian besar wanita paska menopause. (Kemkes, 2015)
Belum terdapat data resmi mengenai penderita osteoporosis di Indonesia. Tetapi,
hasil penelitian white paper yang dilaksanakan bersama Perhimpunan Osteoporosis
Indonesia tahun 2007, melaporkan bahwa proporsi penderita osteoporosis pada
penduduk yang berusia di atas 50 tahun adalah 32,3% pada wanita dan 28,8% pada
pria. Sedangkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS, 2010) menunjukkan
angka insiden patah tulang paha atas akibat osteoporosis adalah sekitar 200 dari
100.000 kasus pada usia 40 tahun. (Kemkes, 2015)

2
1. Data Kementrian Kesehatan

Berdasarkan Gambar 1 di atas terlihat bahwa insiden patah tulang panggul


tertinggi pada jenis kelamin perempuan terlihat pada umur 95-99 tahun yaitu
sebanyak 1.680 kasus dan terendah pada umur 40-44 tahun yaitu sebanyak 8 kasus.
Sedangkan insiden patah tulang panggul tertinggi laki-laki terlihat pada umur 90-94
tahun sebanyak 718 kasus dan terendah pada umur 40-44 tahun sebesar 10 kasus.

3
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa prevalensi osteoporosis pada
perempuan trennya meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini bisa disebabkan
karena menopause dimana kadar hormon estrogen yang turun. Prevalensi osteoporosis
pada perempuan meningkat lebih tinggi pada pemeriksaan tulang selain spine L1-L4,
femur neck, dan total femur. Sedangkan pada laki-laki prevalensi osteoporosis trennya
juga meningkat seiring bertambahnya usia, akan tetapi tidak sebesar pada perempuan.
Prevalensi osteoporosis pada perempuan pemeriksaan tulang any site 4 kali lebih
tinggi dibandingkan laki-laki.

C. Faktor Risiko Penyakit Osteoporosis


1. Usia
Semakin bertambah usia semakin tinggi resiko terkena osteoporosis. Hal ini
disebabkan karena tulang manusia mengalami proses yang dinamakan modelling dan
remodelling yang berjalan baik pada masa pertumbuhan, sehingga massa tulang terus
bertambah. Massa tulang pada usia 30 – 35 tahun. Pada usia setelah 35 tahun, proses
modelling tulang sudah berhenti dan proses remodelling tulang berjalan tidak
seimbang. Sel osteoblas akan lebih cepat mati akibat sel osteoklas yang menjadi lebih
aktif, sehingga proses resorpsi tulang juga akan menjadi lebih aktif dibandingkan
dengan formasi tulang dan massa tulang akan berkurang sekitar 0,5 – 1 % setiap
tahunnya, sehingga kepadatan tulang akan terus menerus menurun sampai puncaknya
terjadi osteoporosis dan fraktur.
2. Jenis Kelamin
Menurut Wisnu Wardhana (2012) terdapat hubungan yang signifikan antara
jenis kelamin dengan terjadinya osteoporosis. Penelitian yang dilakukan oleh Fatmah
pada tahun 2008 dengan desain penelitian cross sectional juga memberikan hasil yang
sama, yaitu wanita memiliki risiko 4 kali lebih besar untuk terjadi osteoporosis
dibandingkan pria. Wanita mengalami suatu periode menopause dimana fungsi
ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron menurun.
Hormon estrogen diketahui berperan dalam mempertahankan tingkat remodeling
tulang yang normal. Selain itu juga karena pria memiliki puncak massa tulang yang
lebih besar dan cenderung memiliki massa otot yang lebih besar.

4
3. Berat Badan
Seseorang dengan berat badan yang rendah lebih berisiko terkena osteoporosis
daripada orang dengan berat badan yang berlebih.Seseorang dengan berat badan yang
berlebih akan membuat tubuhnya menopang beban yang lebih berat dan memberikan
tekanan yang lebih tinggi juga pada tulang, sehingga tulang akan menjadi lebih kuat
dan meningkatkan massa tulang.
4. Ras/Suku
Ras atau suku merupakan salah satu faktor resiko osteoporosis. Ras yang
rentan terhadap osteoporosis adalah Asia dan Kaukasia dibandingkan dengan ras
berkulit hitam (Afrika-Amerika). Ras kulit hitam memiliki masa otot dan tulang yang
lebih besar dan padat.
5. Riwayat Keluarga
Seseorang dengan riwayat keluarga orang tuanya menderita osteoporosis akan
lebih rentan terkena osteoporosis. Pada seorang wanita yang mempunyai riwayat
keluarga ibunya mengalami patah tulang belakang akibat osteoporosis diperkirakan
60-80% lebih mudah mengalami penurunan masa tulang dan lebih berisiko terkena
osteoporosis. Hal ini berkaitan dengan faktor genetik yang berpengaruh pada jumlah
reseptor estrogen pada sel-sel tulang.
6. Aktivitas Fisik
Aktivititas fisik yang kurang dapat menjadi faktor resiko osteoporosis.
Aktivitas fisik kurang menyebabkan sekresi kalsium tinggi dan pembentukan tulang
tidak maksimal yang mengakibatkan penurunan massa tulang. Banyak beraktivitas
fisik dan berolah raga memicu pembentukan massa tulang dan otot, sehingga tulang
tidak mudah mengalami pengeroposan di usia tua.
Aktivitas fisik dan olah raga yang paling baik pada saat masih proses
pembentukan tulang adalah weight bearing exercise yang membebani otot dan tulang,
sehingga memicu tulang menjadi semakin padat.
7. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok membuat seseorang rentan terkena osteoporosis. Zat
nikotin di dalam rokok berperan dalam mempercepat proses penyerapan tulang dan
menurunkan kadar dan aktivitas hormon estrogen pada wanita, selain itu nikotin juga
menyebabkan terganggunya proses reabsorbsi kalsium dalam ginjal.

5
8. Kebiasaan Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan mengganggu metabolisme vitamin D
dalam tubuh dan menghambat penyerapan kalsium, sehingga berpengaruh
menurunkan kepadatan tulang.
9. Kebiasaan Konsumsi Kafein
Kafein memiliki efek diuretik. Efek diuretik ini menyebabkan ekskresi
kalsium melalui urin menjadi semakin banyak dan berpengaruh terhadap kepadatan
tulang.
10. Asupan Makanan
Asupan makanan yang baik untuk tulang adalah makanan yang cukup
mengandung protein, kalsium, dan vitamin D. Protein yang berlebih dapat
meningkatkan resiko osteoporosis. Dari beberapa penelitian sebelumnya, protein akan
dipecah menjadi senyawa asam. Senyawa asam ini akan ditahan di dalam tulang
sehingga menyebabkan pelepasan kalsium oleh tulang.
Kalsium merupakan faktor pendukung untuk proses pertumbuhan tulang, dan
menjadi salah satu terapi osteoporosis. Asupan kalsium tiap individu dapat berbeda-
beda dipengaruhi faktor resiko yang dimiliki individu tersebut. Kadar kalsium yang
dibutuhkan orang dewasa berkisar 1000-1300 mg/hari. Sumber kalsium bisa
didapatkan dari makanan seperti susu, ikan terutama ikan yang dimakan dengan
tulangnya, bahan makanan dari kedelai, dll. Penyerapan kalsium dibantu juga oleh
vitamin D. Vitamin D dapat diperoleh dari konsumsi lemak ikan dan minyak ikan.

D. Upaya Pencegahan Penyakit Osteoporosis


Osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi, terkadang tanpa gejala dan tidak
terdeteksi, sampai timbul gejala nyeri karena mikrofraktur atau karena patah tulang
anggota gerak. Karena tingginya morbiditas yang terkait dengan patah tulang, maka
upaya pencegahan merupakan prioritas. Pencegahan osteoporosis dapat dibagi dalam
3 kategori yaitu primer, sekunder, dan tersier (sesudah terjadi fraktur).
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya terbaik serta dirasa paling murah dan
mudah. Yang termasuk ke dalam pencegahan primer adalah:
a) Konsumsi Kalsium
Mengkonsumsi kalsium cukup baik dari makanan sehari-hari ataupun
dari tambahan kalsium, pada umumnya aman kecuali pada pasien dengan

6
hiperkalsemia atau nefrolitiasis. Jenis makanan yang cukup mengandung
kalsium adalah sayuran hijau dan jeruk sitrun. Sedangkan diet tinggi protein
hewani dapat menyebabkan kehilangan kalsium bersama urin. Dalam suatu
penelitian dikatakan bahwa perempuan yang melakukan diet vegetarian lebih
dari 20 tahun mengalami kehilangan mineral tulang lebih rendah yaitu sebesar
18% dibandingkan perempuan non vegetarian sebesar 35%
b) Latihan Fisik (Exercise)
Latihan fisik harus mempunyai unsur pembebanan pada anggota tubuh/
gerak dan penekanan pada aksis tulang seperti jalan, joging, aerobik atau jalan
naik turun bukit. Olah raga renang tidak memberikan manfaat yang cukup
berarti. Sedangkanjika latihan berlebihan yang mengganggu menstruasi
(menjadi amenorrhea) sangat tidak dianjurkan karena akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan kehilangan massa tulang. Demikian pula pada laki-laki
dengan latihan fisik berat dan berat dapat terjadi kehilangan massa tulang
Hindari faktor yang dapat menurunkan absorpsi kalsium, meningkatkan
resorpsi tulang, atau mengganggu pembentukan tulang, seperti merokok,
minum alkohol dan mengkonsumsi obat yang berkaitan dengan terjadinya
osteoporosis. Kondisi yang diduga akan menimbulkan osteoporosis sekunder,
harus diantisipasi sejak awa1.
2. Pencegahan Sekunder
a) Konsumsi Kalsium Tambahan
Konsumsi kalsium dilanjutkan pada periode menopause, 1200-1500 mg
per hari, untuk mencegah negativecalciumbalance. Pemberian kalsium tanpa
penambahan estrogen dikatakan kurang efektif untuk mencegah kehilangan
massa tulang pada awal periode menopause. Penurunan massa tulang terlihat
jelas pada perempuan menopause yang asupan kalsiumnya kurang dari 400 mg
per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kalsium bersama
dengan estrogen dapat menurunkan dosis estrogen yang diperlukan sampai
dengan 50%.
b) Estrogen Replacement Therapy (ERT)
Semua perempuan pada saat menopause mempunyai resiko osteoporosis.
Karena itu dianjurkan pemakaian ERT pada mereka yang tidak ada
kontraindikasi. ERT menurunkan resiko fraktur sampai dengan 50% pada
panggul, tulang radius, dan vertebra.

7
c) Latihan fisik (Exercise)
Latihan fisik bagi penderita osteoporosis bersifat spesifik dan individual.
Prinsipnya tetap sama dengan latihan beban dan tarikan pada aksis tulang.
Perlu terjadi karena hal ini berhubungan dengan dosis dan cara gerakan yang
bersifat spesifik tersebut. Latihan tidak dapat dilakukan secara masal karena
perlu mendapat supervisi dari tenaga medis/paramedis terlatih individu per
individu.
d) Pemberian Kalsitonin
Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang dan dapat
meningkatkan massa tulang apabila digunakan selama 2 tahun. Nyeri tulang
juga akan berkurang karena adanya efek peningkatan stimulasi endorfin.
Pemakaian kalsitonin diindikasikan bagi pasien yang tidak dapat
menggunakan ERT, pasien pascamenopause lebih dari 15 tahun, pasien
dengan nyeri akibat fraktur osteoporosis, dan bagi pasien yang mendapat
terapi kortikosteroid dalam waktu lama.
e) Terapi
Terapi yang juga diberikan adalah vitamin D dan tiazid, tergantung
kepada kebutuhan pasien. Vitamin D membantu tubuh menyerap dan
memanfaatkan kalsium. Dua puluh lima hidroksi vitamin D dianjurkan
diminum setiap hari bagi pasien yang menggunakan suplemen kalsium
3. Pencegahan Tersier
Setelah pasien mengalami fraktur osteoporosis, pasien jangan dibiarkan
imobilisasi terlalu lama. Sejak awal perawatan disusun rencana mobilisasi mulai
dari mobilisasi pasif sampai dengan aktif dan berfungsi mandiri. Beberapa obat
yang mempunyai manfaat adalah bisfosfonat, kalsitonin, dan NSAID (Non-
Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) bila ada nyeri. Dari sudut rehabilitasi medik,
pemakaian ortosespinal/ korset dan program fisioterapi/ okupasi terapi akan
mengembalikan kemandirian pasien secara optimal.

8
E. Upaya Penaggulangan Osteoporosis
1. Penyuluhan (KIE)
Kegiatan :
a) Kegiatan KIE pengendalian osteoporosis di puskesmas agar melibatkan peran
serta dan sumber daya masyarakat secara aktif.
b) Kegiatan pos lanjut usia di puskesmas mengintegrasikan pencegahan dan
penanggulangan osteoporosis yang didukung oleh tenaga kesehatan dan kader
yang terlatih.
2. Kemitraan
Kegiatan :
a) Melaksanakan hubungan/jejaring kerja dengan Dinas/Instansi dan Organisasi
Profesi/Lembaga Swadaya Masyarakat (seperti: PEROSI = Pehimpunan
Osteoporosis Indonesia, PERWATUSI = Perkumpulan Warga Tulang Sehat
Indonesia) atau Lembaga lain yang diperlukan.
b) Kegiatan advokasi sangat diperlukan untuk mendapatkan dukungan dan
mewujudkan komitmen dalam kemitraan.
c) Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, mengajukan
rencana strategis kepada pimpinan wilayah setempat (dukungan pendanaan),
menyusun rencana operasional, persiapan pelaksanaan, dan melaksanakan
rencana operasional serta komitmen yang telah dibuat , dengan memobilisasi
sumber daya yang tersedia bersama mitra kerja.
3. Perlindungan Khusus (specific protection)
Kegiatan :
a) Penerapan peraturan perundangan, misalnya Perda tentang Pengendalian
Masalah Merokok (perokok aktif dan pasif).
b) Sosialisasi gaya hidup sehat seperti : menkonsumsi nutrisi dengan asupan
kalsium dan vitamin D yang cukup, terkena sinar matahari pagi dan sore hari,
aktivitas fisik yang teratur (olah raga dan kegiatan lainnya), serta tidak
merokok dan minum minuman yang beralkohol tinggi.
4. Penemuan dan Tatalaksana Kasus
Kegiatan :
a) Deteksi Dini
b) Penemuan Kasus dan Tatalaksana Pasien

9
5. Surveilans Epidemiologi Osteoporosis.
Surveilans epidemiologi osteoporosis terdiri dari surveilans kasus dan
surveilans faktor risiko. Surveilans kasus dilakukan secara rutin dan berjenjang di
seluruh wilayah Indonesia yang berbasis pada pelayanan kesehatan, sedangkan
surveilans faktor risiko memanfaatkan sistem yang sudah ada, seperti Susenas,
Surkesnas, Surkesda, dan lain-lain.

6. Peningkatan Partisipasi (Kemandirian) Masyarakat dalam Pencegahan dan


Penanggulangan Osteoporosis
Dalam menyusun program peningkatan partisipasi (kemandirian)
masyarakat dalam pencegahan penyakit tidak menular khususnya osteoporosis,
berorientasi dan memerlukan pendekatan melalui prinsip-prinsip pemberdayaan
masyarakat, seperti: menumbuh kembangkan potensi masyarakat (community
leader, community organization, community fund, community material,
community knowlage, dan community technology); kontribusi masyarakat dalam
pembangunan kesehatan; kerjasama antar masyarakat; KIE berbasis masyarakat;
Jejaring dan Kemitraan, serta; Konsep Desentralisasi.
Membangun jejaring dan kemitraan antara pemerintah, LSM, ormas, dan
berbagai kelompok organisasi lainnya akan memudahkan kerjasama di lapangan,
sehingga potensi bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin. Program peningkatan
kemandirian masyarakat lebih diprioritaskan pada anak sekolah dan wanita
menopause dan usia lanjut dalam berbagai bentuk kegiatan yang sesuai dengan
kondisi masing-masing daerah. Selama berada di bangku sekolah misalnya, guru
pendidikan jasmani dan kesehatan dan perawatan UKS disamping orang tua,
berperan untuk meningkatkan massa tulang murid terutama anak perempuan,
tergantung tingkat/kelas muridnya, yaitu melalui pendidikan gizi, olahraga dan
paparan matahari.
Melalui pendidikan guru dapat menerangkan atau dalam berbagai bentuk
permainan tentang pentingnya tulang dan peranannya, sebab terjadinya keropos
tulang atau osteoporosis di masa tua, menggambarkan tulang yang utuh dan
tulang yang keropos, menjelaskan akibat osteoporosis (memendek, bungkuk,
patah tulang), meningkatnya harapan hidup dan hubungannya dengan ancaman
osteoporosis.

10
Gizi anak perlu diperhatikan tidak hanya waktu janin dan balita tetapi juga
waktu sekolah, terutama antara usia 8 dan 16 tahun. Yang diperlukan adalah
makanan yang mengandung mineral, kalsium, antara lain: susu dan hasil produk
susu (keju, yougrt), ikan teri (teri kering, rebon, teri segar), sarden dan makarel
kalengan dengan tulangnya, salmon, kacang-kacangan (kacang panjang, kacang
hijau kering), sayur (daun pepaya, daun talas, bayam, pakcoi, sawi, brokoli, kol),
buah-buahan (jeruk, siturn). Makanan yang memperlancar penyerapan kalsium
antara lain kedelai dan hasil produknya (tempe, tahu, susu kedelai), sayur hijau
(bayam, brokoli, green klover/semanggi) lalap pecel, kacang-kacangan dan buah-
buahan (bengkoang). Perlu diupayakan penyediaan bentuk-bentuk jajanan di
sekolah dengan kandungan kalsium yang memadai. Olahraga sama pentingnya
dengan diet. Lakukan latihan/plahraga dengan urutan: 1) Pemanasan dengan
senam ringa selama 5-10 menit, diikuti peregangan, 2) Latihan melawan gravitasi
seperti lompat tali, lari, senam, bola voli/basket, tenis, kasti dan sepak bola.
Mineralisasi tulang juga membutuhkan sinar matahari dengan Ultra Violet
Beta (UVB) yang merubah previtamin D kulit menjadi vitamin D, yang
membantu penyerapan kalsium agar tulang lebih kuat. Cukup selama 5 sampai 15
menit pada muka dan anggota badan sebanyak 3 kali seminggu sudah bermanfaat.
Patokannya di pagi dan sore hari menjelang magrib, sebelum jam 10 pagi dan
sesudah jam 16 sore hari. Dianjurkan agar tidak menggendong bayi dengan ketat.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah penyakit tulang
keropos. Penelitian terbaru dari International Osteoporosis Foundation (IOF)
mengungkapkan bahwa 1 dari 4 perempuan di Indonesia dengan rentang usia 50-80
tahun memiliki risiko terkena osteoporosis. Dan juga risiko osteoporosis perempuan
di Indonesia 4 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Beberapa faktor risiko dari
penyakit osteoporosis diantaranya ada usia, jenis kelamin, ras/suku, berat badan,
riwayat keluarga, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan konsumsi alkohol,
kebiasaan konsumsi kafein, dan asupan makanan. Pencegahan osteoporosis dapat
dibagi dalam 3 kategori yaitu primer, sekunder, dan tersier (sesudah terjadi fraktur).
Penanggulangan terhadap penyakit osteoporosis diantaranya adalah penyuluhan
(KIE), kemitraan, perlindungan khusus, penemuan dan tata laksana kasus, surveilans
epidemiologi osteoporosis, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pencegahan
dan penaggulangan osteoporosis.

B. Saran
Memberikan penyuluhan tentang pentingnya beraktivitas fisik untuk menjaga
kekuatan tulang, agar terhindar dari penyakit osteoporosis. Memberikan pengetahuan
kepada masyarakat tentang faktor risiko yang mengakibatkan penyakit osteoporosis.
Serta mengajak masyarakat untuk terus makan yang banyak mengandung gizi untuk
pembangunan tulang sehingga terhindar dari penyakit osteoporosis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hermawhuan, S. 2012. Makalah Osteoporosis. (Diakses pada 20 Maret 2020 pukul 16.15)
Sumber: https://www.scribd.com/doc/93573839/Makalah-Osteoporosis

INFODATIN KEMENKES RI. 2015. Data dan Kondisi Penyakit Osteoporosis Di Indonesia.
Jakarta : KEMENKES RI (Diakses pada 20 Maret 2020 Pukul 16.48) Sumber :
http://www.kemkes.go.id/development/resources/download/tabloid/infodatin/infodatin-
osteoporosis.pdf

KEPMENKES RI. 2008. Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Jakarta : KEMENKES RI.


(Diakses pada 20 Maret 2020 pukul 21.35) Sumber :
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/Permenkes_5_2014.pdf

Kurniawan, DY. 2016. Nilai Diagnostik Osteoporosis Self-Assesment Tool For Asians
terhadap Dual Energy X-Ray Absorbtiometry dalam Penapisan Osteoporosis Studi
pada Wanita Post Menopause. Semarang : Universitas Diponegoro (Diakses pada 20
Maret 2020 pukul 17.00) Sumber: http://eprints.undip.ac.id/55170/

Ramadani, M. (2010). Faktor-faktor Resiko Osteoporosis dan Upaya Pencegahannya. Jurnal


Kesehatan Masyarakat Andalas, 4(2), 111-115. (Diakses pada 21 Maret 2020 pukul
19.45) Sumber : http://jurnal.fkm.unand.ac.id/index.php/jkma/article/view/78

Wardhana, W., Nugroho, K., & Hapsari, R. (2012). Faktor–Faktor Risiko Osteoporosis Pada
Pasien Dengan Usia Di Atas 50 Tahun (Doctoral dissertation, Fakultas Kedokteran)
(Diakses pada 21 Maret 2020 pukul 19.30) Sumber : http://eprints.undip.ac.id/37820/

13

Anda mungkin juga menyukai