Dosen Pembimbing :
Bagus Sholeh Apriyanto, S.Kep., Ns., M.Kep
Disusun Oleh:
Kelompok 4
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahNya kami dapat menyelesaikan “Makalah dan
Asuhan Keperawatan Keluarga Osteoporosis”. Dan kami juga berterimakasih kepada
Bapak Bagus Sholeh Apriyanto, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen Keperawatan Keluarga
yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah dan asuhan keperawatan ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa
di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Semoga makalah
dan asuhan keperawatan ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang lain.
Sebelumnya kami mohon maaf bila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
BAB I............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...........................................................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Keluarga.....................................................................................................3
2.1.1 Pengertian Keluarga...................................................................................................3
2.1.2 Tipe Keluarga..............................................................................................................3
2.1.3 Struktur Keluarga.......................................................................................................4
2.1.4 Fungsi Keluarga..........................................................................................................4
2.1.5 Tahapan dan tugas perkembangan keluarga............................................................5
2.2 Osteoporosis........................................................................................................................8
2.2.1 Pengertian Osteoporosis.............................................................................................8
2.2.2 Etiologi Osteoporosis...................................................................................................8
2.2.3 Patofisiologi Osteoporosis.........................................................................................10
2.2.4 WOC Osteoporosis.............................................................................................11
2.2.5 Manifestasi Klinis Osteoporosis...............................................................................11
2.2.6 Klasifikasi Osteoporosis............................................................................................12
2.2.7 Komplikasi Osteoporosis..........................................................................................13
4
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis.....................................................................13
2.2.9 Penatalaksanaan Medis Osteoporosis......................................................................14
2.2.10 Pencegahan Terjadinya Oesteoporosis.................................................................17
BAB III.......................................................................................................................................19
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI KELUARGA...............................................................19
3.1 Pengkajian........................................................................................................................19
3.2 Diagnosis Keperawatan...................................................................................................22
3.3 Perencanaan/Intervensi Keperawatan............................................................................24
3.4 Pelaksanaan/Implementasi Keperawatan......................................................................25
3.5 Evaluasi Keperawatan.....................................................................................................26
BAB IV........................................................................................................................................27
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELUARGA..............................................................27
BAB V.........................................................................................................................................35
PENUTUP..................................................................................................................................35
5.1 Kesimpulan.......................................................................................................................35
5.2 Saran.................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................37
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan bertambahnya usia harapan hidup orang Indonesia, jumlah manusia
lanjut usia di Indonesia akan bertambah banyak pula. Dengan demikian, masalah
penyakit akibat penurunan akan semakin banyak kita hadapi. Salah satu penyakit yang
harus diantisipasi adalah penyakit osteoporosis dan patah tulang. Pada situasi mendatang,
akan terjadi perubahan demografis yang akan meningkatkan populasi usia lanjut usia dan
meningkatkan terjadinya patah tulang karena osteoporosis.
Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan
pengurangan masa tulang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan penurunan
kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Keadaan ini berisiko
tinggi karena tulang menjadi rapuh dan mudah retak bahkan patah. Banyak orang tidak
menyadari bahwa osteoporosis merupakan penyakit tersembunyi (silent disease).
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria. Hal ini disebabkan
pengaruh hormone estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh sejak usia 35
tahun sedangkan pada pria hormone testoteron turun pada usia 65 tahun. Menurut
statistic dunia 1 dari 3 wanita rentang terkena penyakit osteoporosis.
Insiden osteoporosis meningkat sejalan dengan meningkatnya populasi usia lanjut. Pada
tahun 2005 terdapat 18 juta lanjut usia di Indonesia, jumlah ini akan bertambah 33 juta
pada tahun 2020 dengan usia harapan hidup mencapai 70 tahun. Menurut data statistic
tahun 2004 lebih dari 44 juta orang Amerika mengalami osteopenia dan osteoporosis.
Pada wanita usia 50 tahun terdapat 30% osteoporosis, 37-54% osteopenia dan 54%
berisiko terhadap fraktur osteoporotic.
Menurut WHO (2012), angka kejadian patah tulang (fraktur) akibat osteoporosis
di seluruh dunia mencapai angka 3,7 juta orang dan diperkirakan angka ini akan
meningkat hingga 6,3 juta orang pada tahun 2050 dan 71% kejadian ini akan terdapat di
negara-negara berkembang. Di Indonesia 19,7% dari jumlah lansia atau sekitar 3,6 juta
6
orang diantaranya menderita osteoporosis. Lima provinsi dengan risiko osteoporosis
lebih tinggi adalah Sumatra Selatan (27,75%), Jawa Tengah (24,02%). Yogyakarta
(23,5%), Sumatra Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%), Kalimantan Timur (10,5%).
Prevalensi wanita yang menderita osteoporosis di Indonesia pada golongan umur 50-59
tahun yaitu 24% sedang pada pria usia 60-70 tahun sebesar 62%. (KemenKes, 2013)
Adapun pada pasien fraktur osteoporosis pada tingkatan lebih lanjut akan mengalami
dampak social maupun dampak ekonomi. Dampak ekonomi meliputi biaya pengeluaran
langsung dan tidak langsung. Biaya pengeluaran langsung adalah biaya yang dikeluarkan
untuk pengobatan, misalnya di Amerika Serikat untuk pengobatan osteoporosis, biaya
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat adalah sebesar Rp.
90.000.000.000.000,- (Sembilan puluh trilyun rupiah) sampai Rp. 135.000.000.000.000,-
(Seratus tiga puluh lima trilyun rupiah) pertahun. Sedangkan biaya pengeluaran tidak
langsung adalah hilangnya waktu kerja/ upah atau produktivitas, ketakutan/ kecemasan
atau depresi, dan biaya lain yang dikeluarkan selain untuk pengobatan seperti
transportasi dan akomodasi selama perawatan pasien. (KemenKes, 2008).
Sebenarnya kejadian osteoporosis dapat ditunda ataupun dicegah, sejak pembentukan
tulang dalam kandungan dan balita (bawah lima tahun). Selanjutnya usia pencegahan
yang paling berarti adalah dari usia 8-16 tahun, dimana terjadi pemadatan tulang dan
percepatan tumbuh sewaktu remaja. Ternyata tidak hanya kuantitas tulang yang
berpengaruh, tetapi juga kualitas tulangnya. Investasi terhadap tulang terjadi pada usia
dini, yang mencapai puncaknya pada awal usia 20 tahunan sampai 30 tahun.
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Setelah membaca makalah ini diharapkan dapat memahami tentang konsep
osteoporosis serta bagaimana proses keperawatan pada penyakit tersebut dan mampu
menerapkannya dalam memberikan pelayanan kesehatan nyata.
Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai pengertian, ruang osteoporosis, patofiologi,
woc osteoporosis, manifestasi klinis, klasifikasi, komplikasi, pemeriksaan
penunjang, penatalaksanaan medis, dan pencegahan osteoporosis.
7
b. Meningkatkan pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada pasien
osteoporosis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Keluarga
2.1.1 Pengertian Keluarga
Menurut Dep Kes R.I (1988) dalam Komang (2012) mengungkapkan bahwa
keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawh satu atap dalam
keadaan saling ketergantungan.
a. Keluarga Tradisional
8
1. Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak
yang hidup dalam rumah tangga yang sama.
2. Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga hanya dengan satu orang
yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah atau ditinggalkan.
3. Pasangan inti, hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau tidak ada
anak yang tinggal bersama mereka.
4. Bujang dewasa yang tinggal sendirian.
5. Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah, istri
tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau bekerja.
6. Jaringan keluarga besar: terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau anggota
keluarga yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis.
b. Keluarga non Tradisional
1. Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah
(biasanya terdiri dari ibu dan anak saja).
2. Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak.
3. Keluarga gay/lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama hidup
Bersama sebagai pasangan yang menikah.
4. Pasangan komuni adalah rumah tangga yang terdiri lebih dari satu pasangan
monogami dengan anak-anak, secara Bersama menggunakan fasilitas, sumber
dan memiliki pengalaman yang sama.
a) Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala
sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.
b) Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan
orang lain diluar rumah.
c) Fungsi biologis adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga
secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e) Fungsi perawatan/ pemeliharaan kesehatan adalah fungsi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
f) Fungsi psikologis adalah fungsi untuk memberikan rasa aman, memberikan
perhatian diantara anggota keluarga dan membina pendewasaan kepribadian
anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
g) Fungsi pendidikan adalah fungsi keluarga dalam memberikan pengetahuan,
ketrampilan, membentuk perlaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan
dewasa,mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
Tugas keluarga sesuai dengan fungsi kesehatan, keluarga mempunyai tugas dibidang
kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Komang (2012) menerangkan lima tugas
keluarga adalah :
12
perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga serta sikap
keluarga terhadap yang sakit.
d) Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan, seperti pentingnya hygine
sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga,
upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota
keluarga dalam menata lingkungan dalam dan luar rumah yang berdampak
terhadap yang sakit.
e) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan seperti
kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan, keberadaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada, keuntungan
keluarga terhadap penggunaan fasilitas kesehatan, apakah peayanan kesehatan
terjangkau oleh keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang
dipersepsikan keluarga.
2.2 Osteoporosis
2.2.1 Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous
berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos,
yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau
berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2016).
13
Hal ini disebabkan pada perempuan massa tulang puncaknya lebih rendah dan
kehilangan massa tulangnya lebih cepat setelah menopause.
b) Pertumbuhan Usia
Semakin lanjut usia seseorang, semakin besar kehilangan massa tulang dan
semakin besar pula kemungkinan timbulnya osteoporosis. Di samping itu,
semakin tua akan semakin berkurang pula kemampuan saluran cerna untuk
menyerap kalsium. Tulang-tulang akan menjadi berkurang kekuatan dan
kepadatanya.
c) Ras
Perempuan kulit putih dan Asia cenderung lebih berpeluang mengalami
osteoporosis ( Mangoenprasodjo, 2005). Umunya ras campuran Afrika-Amerika
memiliki massa tulang tertinggi, sedangkan ras kulit putih, khususnya dari eropa
utara, memiliki massa tulang terendah (Lane, 2001 dalam Mu’minin, 2013).
d) Struktur Tulang dan Berat Tubuh
Orang yang rangka tulangnya kecil cenderung lebih berisiko terkena osteoporosis
ketimbang dengan orang berangka besar. Bentuk tulang yang kurus dan tubuh
yang kurus berisiko lebih besar untuk mengalami osteoporosis
(Mangoenprasodjo, 2005).
e) Faktor Keturunan
Secara genetik, bila dalam satu keluarga terdapat riwayat osteoporosis,
kemungkinan anggota keluarga lain menderita osteoporosis sekitar 60-80 persen.
Perempuan muda yang ibunya pernah mengalami patah tulang belakang,
peluangnya lebih besar mengalami pengurangan massa tulang.
2. Faktor Lingkungan
a) Kekurangan Hormon esterogen
Esterogen sangat penting untuk menjaga kepadatan massa tulang. Turunya kadar
esterogen bisa terjadi akibat kedua indung telur telah diangkat atau diradiasi
karena kanker, telah menopause. Kekurangan hormone esterogen akan
mengakibatkan lebih banyak resorpsi tulang daripada pembentukan tulang.
Akibatnya, massa tulang yang sudah berkurang karena bertambahnya usia, akan
diperberat lagi dengan berkurangnya hormon esterogen setelah menopause
(Mangoenprasodjo, 2005).
b) Diet
Diet yang buruk biasanya memperlambat pubertas dan pubertas yang tertunda
merupakan faktor risiko dari osteoporosis. Pengguna garam yang berlebih dapat
merusak tulang, garam dapat memaksa keluar kalsium melalui urin secara
14
berlebihan. Pemakaian garam yang di anjurkan tidak melebihi 100 mmol atau 6
gram/hari. Bahan makanan yang diolah, seperti kecap, margarine, mentega, keju,
terasi, dan bahan makanan yang diawetkan tidak boleh terlalu banyak dikonsumsi
karena banyak mengandung garam (Hartono, 200:105 dalam Mu’minin 2013:21).
c) Pemasukan Kalsium dan Vitamin D
Kecilnya asupan kalsium semasa kecil dan remaja bisa menyebabkan rendahnya
massa tulang tertinggi, dan kurangnya kalsium dalam makanan menambah
penurunan massa tulang. Kekurangan vitamin D, yang sering terkait dengan
kekurangan kalsium, membuat tulang lunak (osteomalasia) dan meningkatkan
penurunan massa tulang dan risiko patah tulang (Compston, 2002).
d) Merokok
Wanita perokok mempunyai kadar esterogen lebih rendah dan mengalami massa
menopause 5 tahun lebih cepat disbanding wanita bukan perokok. Secara umum,
merokok menghambat kerja osteoblas sehingga terjadi ketidakseimbanan antara
kerja osteoklas dan osteoblas. Osteoklas lebih dominan. Akibatnya, pengeroposan
tulang/osteoporosis terjadi lebih cepat (Waluyo, 2009).
e) Mengonsumsi Minuman Keras atau Alkohol
Minum minuman keras berlebihan akan mengganggu kesehatan tubuh secara
keseluruhan, khusunya proses metabolisme kalsium. Alkohol berlebihan dapat
menyenbabkan luka luka kecil pada dinding lambung. Dan ini menyebabkan
perdarahan yang membuat tubuh kehilangan kalsium (yang ada dalam darah)
yang dapat menurunkan massa tulang dan pada giliranya menyebabkan
osteoporosis (Waluyo, 2009).
f) Obat Obat yang Mengakibatkan Osteoporosis
Terdapat beberapa obat- obatan yang jika digunakan untuk waktu yang lama
mengubah pergantian tulang yang meningkatkan osteoporosis (Hartono,
2000:106 dalam Mu’minin, 2013:21). Beberapa pengobatan yang memperbesar
risiko osteoporosis antara lain anti konvulsan, hormon tiroid, kortokosteroid,
litium, methotreksate, hormone yang mengeluarkan gonadotropin, kolesteramin,
heparin, warfarin, dan antacid yang mengandung aluminium (Alexander &
Knight, 2011).
15
daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang yang mendapat tekanan
(tulang vertebra dan kolumna femoris) (ode, 2012).
Pada tulang yang normal, kecepatan pembentukan dan resorpsi tulang bersifat
konstan pergantian segera disertai resorpsi, dan jumlah tulang yang digantikan sama
dengan jumlah tulang yang diresorpsi. Osteoporosis terjadi kalau siklus remodeling
tersebut terganggu dan pembentukan tulang yang baru menurun hingga dibawah resorpsi
tulang. Kalau tulang diresorpsi lebih cepat daripada pembentukanya, maka kepadatan
atau densitas tulang tersebut akan menurun (Kowalak, 2003).
16
2.2.5 Manifestasi Klinis Osteoporosis
Gejala yang paling sering terjadi pada osteoporosis adalah :
Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama
karena lebih banyak ditemukan dibandingkan osteoporosis sekunder (Ode, 2012).
Pada wanita biasanya disebabkan oleh pengaruh hormonal yang tidak seefektif
biasanya. Osteoporosis ini terjadi karena kekurangan kalsiumakibat penuaan usia (Syam
dkk, 2014). Menurut Zaviera (2007) osteoporosis primer ini terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Tipe I (Post-menopausal)
Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (53-75 tahun). Ditandai oleh fraktur tulang
belakang dan berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular
pada tempat tersebut, dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi
esterogen.
2. Tipe II (Senile)
Terjadi pada pria dan wanita usia 70 tahun keatas. Ditandai oleh fraktur panggul dan
tulang belakang tipe wedge. Hilangnya masa tulang kortikal terbesar terjadi pada usia
tersebut.
b. Osteoporosis Sekunder
17
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit tertentu, gangguan hormonal, dan
juga kesalahan pada gaya hidup seperti konsumsi alkohol secara berlebihan, rokok,
kafein, dan kurangnya aktifitas fisik. Berbeda dengan osteoporosis primer yang terjadi
karena faktor usia, osteoporosis sekunder bisa saja terjadi pada orang yang masih berusia
muda (Syam dkk, 2014).
Jenis osteoporosis yang penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini terjadi pada
anak – anak dan dewasa yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dan rapuhnya tulang.
1) Fraktur vertebra
2) Fraktur pinggul
3) Fraktur femur
4) Fraktur pergelangan tangan
5) Dan berbagai macam fraktur lainnya
19
optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses pembentukan tulang olehsel
osteoblas.
b. Esterogen
Mekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas
maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi estrogen dalam
pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai Terapi Sulih Hormon
(TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran
cerna.Efek samping estrogen meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan,
peningkatan berat badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian jangka panjang
dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut penggunaan
estrogen adalah: kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium,
perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik, karsinoma
ovarium, dan penyakit hait yang berat.
Beberapa preparat estrogen yang dapat dipakai dengan dosis untuk anti resorpsi
adalah estrogen terkonyugasi 0,625 mg/hari, 17 – estradiol oral 1 Ð 2mg/ hari,
17-estradiol perkutan 1,5 mg/hari, dan 17-estradiol subkutan 25 Ð 50 mg setiap 6
bulan. Kombinasi estrogen dengan progesteron akan menurunkan risiko kanker
endometrium dan harus diberikan pada setiap wanita yang mendapatkan TSH,
kecuali yang telah menjalani histerektomi.Saat ini pemakaian fitoestrogen
(isoflavon) sebagai suplemen mulai dilakukan pemakaiannya sebagai TSH.
Beberapa penelitian menyatakan memberikan hasil yang baik untuk keluhan
defisiensi estrogen, atau mencegah osteoporosis. Fitoestrogen terdapat banyak
dalam kacang kedelai, daun semanggi.Ada golongan preparat yang mempunyai
efek seperti estrogen yaitu golongan Raloksifen yang disebut juga Selective
Estrogen Receptor Modulators (SERM). Golongan ini bekerja pada reseptor
estrogen-b sehingga tidak menyebabkan perdarahan dan kejadian keganasan
payudara. Mekanisme kerja Raloksifen terhadap tulang diduga melibatkan TGF
yang dihasilkan oleh osteoblas yang berfungsi menghambat diferensiasi sel
osteoklas.
c. Bifosnat
Bifosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis.
Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2 asam fosnat yang
diikat satu sana lain oleh atom karbon. Pemberian bifosfonat secara oral akan
diabsorpsi di usus halus dan absorpsinya sangat buruk (kurang dari 55dari dosis
yang diminum). Absorpsi juga akan terhambat bila diberikan bersama – sama
dengan kalsium, kation divalen lainnya, dan berbagai minuman lain kecuali air.
20
Idealnya diminum pada pagi hari dalam keadaan perut kosong. Setelah itu
penderita tidak diperkenankan makan apapun minimal selama 30 menit, dan
selama itu penderita harus dalam posisi tegak, tidak boleh berbaring. Sekitar 20 -
50% bifosfonat yang diabsorpsi, akan melekat pada permukaan tulang setelah 12
- 24 jam.Setelah berikatan dengan tulang dan beraksi terhadap osteoklas,
bifosfonat akan tetap berada di dalam tulang selama berbulan-bulan bahkan
bertahun - tahun, tetapi tidak aktif lagi. Bifosfonat yang tidak melekat pada
tulang, tidak akan mengalami metabolism di dalam tubuh dan akan diekresikan
dalam bentuk utuh melalui ginjal, sehingga harushati-hati pemberiannya pada
penderita gagal ginjal.Generasi Bifosfonat adalah sebagai berikut:
- Generasi I : Etidronat, Klodronat
- Generasi II: Tiludronat, Pamidronat, Alendronat
- Generasi III: Risedronat, Ibandronat, Zoledronat
Hormon lain: hormone – hormone ini akan membatu meregulasi kalsium dan
fosfat dalam tubuh dan mencegah kehilangan jaringan tulang.
Kalsitonin
Teriparetide
21
RANK-Ligand. Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan
aktivitas sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler
RANK-L sangat berperan. RANK-L akan bereaksi denganreseptor RANK pada
osteoklas dan membentuk RANK- RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan
mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk
mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi (MAbs)
dari RANK-L yang dikenal dengan: denosumab. Besarnya dosis yang digunakan
adalah 60mg dalam 3 atau 6 bulan.
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan tujuan untuk tahap awal pencegahan terjadinya
osteoporosis. Salah satunya selalu memperhatikan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
osteoporosis baik secara genetik ataupun karena faktor lingkungan. Adapun cara
pencegahan primer diantaranya:
Cairan putih ini merupakan sumber kalsium dan fosfor yang sangat penting untuk
pembentukan tulang. Itulah sebabnya sumber nutrisi dari susu tak hanya baik bagi
terpeliharanya kebuguran tubuh, tetapi juga kesehatan tulang. Demi mencegah keropos
tulang, dibutuhkan keteraturan konsumsi susu sejak dini hingga usia lanjut (lansia).
Angka kecukupan gizi kalsium adalah 800-1200mg perorang perhari atau setara dengan
tiga sampai 4 gelas susu.
22
Hindari faktor penghambat penyerapan kalsium atau mengganggu pembentukan
tulang seperti merokok, mengonsumsi alkohol, konsumsi obat yang menyebabkan
osteoporosis.
1. Pencegahan Sekunder
23
BAB III
Menurut Nursalam (2008), ada tiga metode yang digunakan dalam pengumpulan data
pada tahap pengkajian, yaitu :
1. Komunikasi
2. Observasi
24
Tahap kedua pengumpulan data adalah dengan observasi. Observasi adalah
mengamati perilaku, keadaan klien dan lingkungan.
3. Pemeriksaan fisik
Menurut Komang (2012) hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan keluarga
adalah :
a. Data umum
1. Nama KK
2. Umur KK
3. Pekerjaan KK
4. Pendidikan KK
5. Alamat dan nomor telepon
6. Komposisi anggota keluarga (nama, umur, jenis kelamin, hubungan dengan
KK, pendidikan, keterangan)
7. Genogram, menyangkut minimal 3 generasi, harus tertera nama, umur,
kondisi kesehatan tiap keterangan gambar
8. Tipe keluarga
9. Suku bangsa
a. Asal suku bangsa
b. Bahasa yang dipakai keluarga
c. Kebiasaan keluarga yang dipengaruhi suku yang dapat mempengaruhi
kesehatan
10. Agama
25
a. Agama yang dianut keluarga
b. Kepercayaan yang mempengaruhi keluarga
11. Status ekonomi keluarga
a. Rata-rata penghasilan seluruh anggota keluarga
b. Jenis pengeluaran keluarga tiap bulan
c. Tabungan khusus kesehatan
d. Barang (harta benda) yang dimiliki keluarga (perabot, transportasi)
12. Aktifitas rekreasi keluarga
b. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini (ditentukan dengan anak tertua)
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
3) Riwayat keluarga inti
a. Riwayat terbentuknya keluarga inti
b. Penyakit yang diderita keluarga orang tua (adanya penyakit menular atau
penyakit menukar di keluarga)
4) Riwayat keluarga sebelumnya
a. Riwayat penyakit keturunan dan penyakit menular di keluarga
b. Riwayat kebiasaan/gaya hidup yang mempengaruhi kesehatan
5) Lingkungan
a. Karakteristik rumah (ukuran, kondisi dalam dan luar rumah, kebersihan,
ventilasi, SPAL, air bersih, pengelolaan sampah, kepemilikan rumah,
kamar mandi, denah rumah)
b. Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal (aturan penduduk
setempat, budaya setempat, apa ingin tinggal dengan satu suku saja)
c. Mobilitas geografis keluarga (keluarga sering pindah rumah, dampak
pindah rumah terhadap keluarga)
d. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
(perkumpulan/organisasi sosial yang diikuti keluarga)
6) Struktur keluarga
a. Pola komunikasi keluarga
b. Struktur kekuasaan keluarga
c. Struktur peran (formal dan informal)
d. Nilai dan norma keluarga
7) Fungsi keluarga
a. Fungsi afektif
26
Bagaimana cara keluarga mengekspresikan perasaan kasih sayang,
perasaan saling memiliki, dukungan terhadap anggota keluarga, saling
menghargai, kehangatan.
b. Fungsi sosialisasi
Bagaimana memperkenalkan anggota keluarga dengan dunia luar,
interaksi dan hubungan dalam keluarga.
c. Fungsi perawatan keluarga
Kondisi perawatan kesehatan seluruh anggota keluarga (bukan hanya
kalau sakit diapakan tapi bagaimana prevensi/promosi). Bila ditemui data
maladaptif, langsung lakukan penjajagan II (berdasarkan 5 tugas keluarga
seperti bagimana keluarga mengenal masalah, mengambil keputusan,
merawat anggota keluarga, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan
fasilitas pelayanan kesehatan).
8) Stres dan koping keluarga
a. Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta kekuatan
keluarga
b. Respon keluarga terhadap stres
c. Strategi koping yang digunakan
d. Strategi adaptasi fungsional (adakah cara keluarga mengatasi masalah
secara maladaptif)
9) Pemeriksaan fisik
a. Tanggal pemeriksaan
b. Pemeriksaan dilakukan pada seluruh anggota keluarga
c. Aspek pemeriksaan mulai tanda vital, rambut, kepala, mata, mulut, THT,
leher,thorax, abdomen, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah, sistem
genetalia.
10) Harapan keluarga
a. Terhadap masalah kesehatan keluarga
b. Terhadap petugas kesehatan yang ada
27
Penilaian (skoring) Diagnosis keperawatan menurut Bailon dan Maglaya (1978)
dalam Komang (2012) sebagai berikut. Proses skoring dilakukan untuk setiap Diagnosis
keperawatan :
a. Diagnosis aktual
28
b. Diagnosis risiko atau risiko tinggi
c. Diagnosis potensial
29
a) Penentuan masalah kesehatan dan keperawatan yang jelas dan didasarkan
kepada analisa yang menyeluruh tentang masalah
b) Rencana yang realistis, artinya dapat dilaksanakan dan dapat menghasilkan
apa yang diharapkan
c) Sesuai dengan tujuan dan falsafah keperawatan
d) Rencana keperawatan dibuat bersama keluarga dalam :
Menentukan masalah dan kebutuhan perawatan keluarga
Menentukan prioritas masalah
Memilih tindakan yang tepat
Pelaksanaan tindakan
Penilaian hasil tindakan
30
a. Independen. Asuhan keperawatan independen adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan interaksi dari dokter atau profesi lain.
b. Interdependen. Asuhan keperawatan interdependen menjelaskan kegiatatan yang
memperlukan kerja sama dengan profesi kesehatan lain, seperti ahli gizi,
fisioterapi, atau dokter.
c. Dependen. Asuhan keperawatan dependen berhubungan dengan pelaksanaan
secara tindakan medis. Cara tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan
medis dilakukan.
Setyowati dan Murwani (2008) menyebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan pada
saat melakukan tindakan keperawatan keluarga antara lain :
a. Evaluasi proses, fokus pada evaluasi proses adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses
harus segera dilaksanakan setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan
untuk membantu menilai efektifitas interfrensi tersebut.
b. Evaluasi hasil, fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir asuhan keperawatan, bersifat objektif, feksibel, dan
efesiensi.
BAB IV
Nama : Tn. P
Pendidikan :SD
Umur : 60 tahun
Agama : islam
Suku : jawa
No.Telp : 08xxxxxxx
b. Komposisi Keluarga
Anak Pembantu
(mencuci
3 Ny. S P 37 SD
baju)
c. Genogram
d. Type Keluarga :
b) Budaya yang berhubungan dg kesehatan : tidak ada khas budaya yang menonjol dalam
keluarga, tidak ada kebiasaaan diet yang di lakukan dalam keluarga ini
33
e. Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan :
Beragama islam
b) Penghasilan :
Upaya lain :
Tn. P tidak memiliki harta benda yang berharga hanya becak tua sebagai alat pencari
nafkah, tv
a. Tahap perkembangan keluarga saat ini (ditentukan dengan anak tertua) : tahap keluarga
usia lanjut, karena sudah mempunyai cucu dari hasil pernikahan anak-anak Tn. P
Ny. C sedang menderita osteoporosis sejak beberapa tahun yang lalu, dan juga
mengalami penyakit varises sejak 28 tahun yang lalu. Tn. P dan Nn. N saat ini dalam
keadaan sehat. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki pengalaman gangguan mental,
namun ada riwayat perceraian, kehilangan serta kematian.
b) Riwayat penyakit keturunan : tidak ada penyakit keturunan. Orang tua Ny. C tidak
ada yang menderita osteoporosis dan varises. Orang tua Ny. C meninggal karena
penyakit tua.
34
d) Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga :
Tn. P maupun Ny. S tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia seperti
puskesmas maupun klinik , Rs
a. Karakteristik Rumah
a) Luas rumah : Jenis rumah semi permanen dengan luas rumah 96 m2 atau 8m x
12m, dan luas pekarangan 24 m2 atau 8m x 3m
e) Ventilasi/jendela : depan dan belakang yaitu jendela dan pintu yang kurang lebih
10% luas lantai
Sumber air minum : air sumur . eluarga memiliki sumber air yaitu sumur gali
dan menggunakan pompa listrik, air tersebut digunakan untuk mandi, mencuci,
dan minum
35
i) Kamar mandi/WC : Keluarga memiliki wc sendiri dengan jenis leher angsa.
Jarak antara sumber air dan tempat pembuangan tinja lebih dari 10 m, dan
pembuangan tinja di salurkan ke septik tank
l) Kebersihan lingkungan : rumah terlihat bersih, jika ada sampah setiap sore akan
segera di bersihan dan di buang di tempat yang sdah di tentukan.
c) Budaya : saling menjaga keamaan dan ketertiban saling membantu jika ada
kegiatan .
c. Mobilitas Geografis Keluarga : Keluarga Ny. C sudah kurang lebih 35 tahun tinggal di
kelurahan mojoroto
Keluarga saling mendukung dan bermusyawarah jika ada mslah yang muncul
a. Pola/cara Komunikasi Keluarga : Hubungan Ny.C dengan anggota keluarga yang lain
saat ini cukup harmonis, komunitas dalam keluarga berfungsi dengan baik, anggota
keluarga cukup menjadi pendengar yang baik utnuk Ny.C terutama Tn. P ataupun
anggota keluarga lainnya. Dalam penyampaian pesan komunikasi disampaikan dengan
baik.
b. Struktur Kekuatan Keluarga : pengambilan keputusan dalam keluarga yaitu Tn.P sebagai
kepala keluarga, namun untuk masalah ekonomi keputusan diambil oleh Ibu.C dibantu
oleh Ny. S keputusan diambil berdasarkan musyawarah bersama
c. Struktur Peran (peran masing-masing anggota keluarga) : Tn.P berperan sebagai suami
dan kepala keluarga serta ayah dari anaknya yaitu Ny.S
Nilai dan budaya yang dianut keluarga adalah budaya betawi, Tidak ada kegemaran yang
menonjol dalam keluarga. Nilai-nilai yang ada dikomunitas tidak mempengaruhi nilai-
nilai yang ada pada keluarga
V. FUNGSI KELUARGA
36
a. Fungsi afektif
b. Fungsi sosialisasi
c) Anggota keluarga yang dominan dalam pengambilan keputusan : Tn.P karena selaku
kepala keluarga
d. Fungsi reproduksi
a) Perencanaan jumlah anak : Tn. P dan Ny. C memiliki 1 orang anak. Ny. C sudah
menopause
b) Akseptor :Tidak KB
e. Fungsi ekonomi
a) Upaya pemenuhan sandang pangan : Tn. P yang mencari nafkah, dengan keadaan
sederhana. Makan cukup dan kebutuhan sandang cukup.
Ny. C sedang menderita osteoporosis sejak beberapa tahun yang lalu, dan juga
mengalami penyakit varises sejak 28 tahun yang lalu. Tn. P dan Nn. N saat ini dalam
keadaan sehat. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki pengalaman gangguan mental,
namun ada riwayat perceraian, kehilangan serta kematian.
d. Strategi koping :
Tn. P maupun Ny. S tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia seperti
puskesmas maupun klinik , Rs
Pemenuhan gizi :
Keluarga dapat makan 2x sehari dengan nasi dan lauk pauk seadanya (tidak memenuhi
standar 4 sehat 5 sempurna)
Upaya lain :
Belum ada upaya lain karena keluarga masih bingung tentang apa yang harus dilakukan.
a. Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 59 tahun
L/P :P
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
38
Ny. C sedang menderita osteoporosis sejak beberapa tahun yang lalu
e. Hasil pemeriksaan
Ditemukan adanya patah tulang kifosis vertebrata torakalis atau pemendekan tinggi
badan. Masalah mobilitas dan pernapasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan
kelelahan otot. Konstipasi dapat terjadi akibat inaktivitas.
X. ANALISIS DATA
DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
DS : Nyeri Akut Pergeseran fregmen
tulang akibat
1. Pasien fraktur.
mengatakan
nyeri. Pada
bagian tulang dan
persendian
DO :
1. Klien
tampak meringis
39
karena nyeri
2. Skala
Nyeri 5 (0-10)
3. TD :
130/90 mmHg
4. N :
96x/menit
5. RR :
24x/menit
6. Suhu :
36 C
DS : Hambatan Fungsi ekstermitas
Mobilitas Fisik dan penurunan
1. Pasien kekuatan otot.
mengatakan nyeri
ketika berjalan
2. pasien
mengatakan
lemas
DO :
Pasien mengalami
penurunan tinggi
badan
DS : Defisiensi Kurangnya
Pengetahuan informasi proses
1. Pasien Osteoporosis dan
mengatakan program terapi.
kurang mengerti
tentang
penyakitnya.
DO:
1. Pasien terlihat
gelisah
2. klien/Keluarga
banyak bertanya
DS : Ansietas Kurangnya
Pasien mengatakan Informasi dan
cemas dengan perubahan dalam
adanya perubahan status terapi.
status kesehatannya
.
DO:
Wajah pasien
terlihat gelisah.
40
kemampuan
gerak cepat
menurun.
2. Pasien
mengatakan
keseimbangan
tubuhnya
menurun.
DO:
Tubuh pasien
terlihat bungkuk.
DO:
Tulang belakang
terlihat bungkuk.
DS : Konstipasi
1. Sakit 1. Kurang latihan
dibagian perut fisik
2. 5 hari 2. Kurang asupan
belum bab serat.
3. Feses
berbentuk keras
dan nyeri
4. Perut
terasa mual.
DO:
1. Peristalti
k usus 3 x/menit
2. Distensi
abdomen
Kediri, .............................................
42
(...........................................................)
43
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas
berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur
tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan
tulang . Osteoporosis adalah penyakit tulang sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun
2001, National Institute of Health mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai
penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang
mudah patah . Orang yang rangka tulangnya kecil cenderung lebih berisiko terkena
osteoporosis ketimbang dengan orang berangka besar.
Pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih
lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran
picture- frame vertebra. Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat
danuntuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis
apabila nilai BMD berada dibawah-2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia bila nilai
BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai
-1. Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
5.2 Saran
Tidak ada saran yang terlalu mengikat dalam kasus ini, hanya saja diharapkan
makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan-rekan mahasiswa calon perawat,
sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai “Osteoporosis dan Asuhan Keperawatan
Osteoporosis”.
44
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan
saran-saran sebagai berikut:
1. Dalam pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi
klien serta senantiasa mengembangkan teknk terapeutik dalam berkomunikasi dengan
klien.
2. Agar dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan serta sikap professional dalam menetapkan diagnosa
keperawatan.
45
DAFTAR PUSTAKA
46
47