Anda di halaman 1dari 26

DEFISIENSI KALSIUM : OSTEOPOROSIS

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Patologi Penyakit Tidak Infeksi
yang dibimbing oleh
Ibu Dr. Ir. Endang Sutjiati, M.Kes.

Oleh:
Kelompok 7 Kelas 2A
Regita Cahyaning P17111191024
Alya Nazma Anyudilla P17111191026
Setya Wahyu Rehana P17111193028
Bunga Putri Arindra P17111193030
Azizah Rohmah N. R. P17111193032
Nariska Darmawan P17111193034

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN GIZI
SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA 2A
FEBRUARI 2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Matakuliah Patologi
Penyakit Tidak Infeksi. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya
hingga kini. Dan semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan
syafaatnya. Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Dr. Ir. Endang Sutjiati, M.Kes. selaku dosen Matakuliah Patologi Penyakit
Tidak Infeksi yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas ini
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Kami sadar bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, baik dari
aspek kuantitas maupun kualitas dari tugas makalah ini. Oleh sebab itu, kami
membutuhkan kritik dan saran kepada pembaca agar kedepannya kami dapat lebih
meningkatkan kualitas di makalah kami selanjutnya. Makalah ini disusun dengan
menghadapi berbagai rintangan, namun dengan penuh kesabaran dan semangat
kami mencoba untuk menyelesaikan makalah ini. Semoga makalah kami ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Segala kebenaran hanya milik Allah SWT, dan hanya
Allah SWT saya berserah diri dan berlindung dari segala kekhilafan dan
kesalahan. Amin.

Kediri, 5 Februari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan makalah ....................................................................................... 2
BAB II ............................................................................................................... 3
2.1 Definisi dari defisiensi kalsium dan osteoporosis ...................................... 3
2.2 Faktor penyebab defisiensi kalsium dan osteoporisis ............................... 4
2.3 Tanda dan gejala dari defisiensi kalsium dan osteoporosis ....................... 5
BAB III .............................................................................................................. 6
3.1 Patogenesis osteoporosis ......................................................................... 6
3.2 Manifestasi klinis osteoporisis ................................................................. 7
BAB IV ............................................................................................................... 9
4.1 Diagnosa medis osteoporosis ................................................................... 9
4.2 Diagnosa non-medis osteoporosis .......................................................... 14
BAB V .............................................................................................................. 16
5.1 Penatalaksanaan medis osteoporosis ...................................................... 16
5.2 Penatalaksanaan non- medis osteoporosis .............................................. 18
BAB VI PENUTUP .......................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 21
3.2 Saran ..................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kalsium merupakan mineral utama penyusun tulang. Kebutuhan kalsium
selama remaja akan meningkat sejalan dengan berlangsungnya proses
pertumbuhan tulang. Mann dan Truswell (2002), menyatakan bahwa remaja
menjelang usia 20 tahun akan mengalami pembentukan tulang yang pesat, hal ini
merupakan masa persiapan untuk mencapai puncak pertumbuhan massa tulang
(peak bone mass). Peak bone mass dan pembentukan tulang selama remaja akan
menentukan densitas tulang seseorang saat dewasa. Densitas tulang inilah yang
berkaitan dengan status dan osteoporosis.
Beberapa dampak dari kekurangan kalsium, antara lain menyebabkan
tulang kurang kuat, mudah bengkok, mudah rapuh, osteomalasia atau riketsia, dan
kejang otot. Dampak lain dari kekurangan kalsium yaitu dapat menyebabkan sulit
tidur, mudah tegang, emosi dan hiperaktif sebagai akibat dari terhambatnya
pelepasan neurotransmiter dan rusaknya mekanisme pengaktifan dan
pengistirahatan saraf pesan ke otak.
Selain itu bila tubuh kekurangan kalsium sistem imunitas pun akan
menurun karena ion kalsium berperan sebagai sirene ketika tubuh diserang
bakteri, virus atau racun. Kurangnya kalsium juga akan mengurangi daya
kontraksi otot jantung dan menimbulkan asam lambung yang berlebihan.
Sedangkan dampak jangka panjang dari kekurangan kalsium adalah menyebabkan
terjadinya osteoporosis atau pengeroposan tulang di usia lanjut.
Spear (2004), menyatakan bahwa risiko osteoporosis akan meningkat
apabila terjadi kekurangan kalsium di masa remaja dan dewasa awal.
Wijayakusuma (2011) menyatakan bahwa osteoporosis merupakan penyakit
tulang yang ditandai dengan rendahnya masa tulang, diantaranya disebabkan
karena kalsium dan elemen dari tulang berkurang secara abnormal sehingga
tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah.
Penderita osteoporosis dicirikan dengan tubuh yang bungkuk atau
bengkok. Namun sebenarnya tidak selalu demikian, banyak orang yang sudah

1
mulai menderita osteoporosis tetapi tidak terlihat dari luar. Penderita osteoporosis
merasakan linu-linu dan sakit terutama ketika melakukan pergerakan anggota
tubuhnya. Oleh karena itu, perlu diwaspadai gejala-gejala sebagai awal
osteoporosis seperti rasa pegal, linu-linu dan nyeri tulang terutama pada bagian
punggung dan pinggang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut.
1.2.1 Bagaimana definisi, faktor penyebab serta tanda dan gejala dari defisiensi
kalsium dan osteoporosis?
1.2.2 Bagaimana patogenesis dan manifestasi klinis dari osteoporosis?
1.2.3 Bagaimana diagnosa medis dan diagnosis gizi dari osteoporosis?
1.2.4 Bagaimana penatalaksanaan osteoporosis baik dari medis dan non medis?

1.3 Tujuan Makalah


Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1.3.1 Definisi, faktor penyebab serta tanda dan gejala dari defisiensi kalsium
dan osteoporosis.
1.3.2 Patogenesis dan manifestasi klinis dari osteoporosis
1.3.3 Diagnosa medis dan diagnosis gizi dari osteoporosis..
1.3.4 Penatalaksanaan osteoporosis baik dari medis dan non medis.

2
BAB II

2.1 Definisi dari Defisiensi Kalsium dan Osteoporosis


Kalsium adalah mineral penting yang paling banyak dibutuhkan oleh
manusia. Kalsium bermanfaat untuk membantu proses pembentukan tulang dan
gigi serta diperlukan dalam pembekuan darah, kontraksi otot, transmisi sinyal
pada sel saraf. Kalsium dapat membantu mencegah terjadinya osteoporosis.
Fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot, deposit utamanya
berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke
dalam darah. Kalsium terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang lebih dari pada
unsur mineral lainnya. Diperkirakan 2% berat badan orang dewasa atau 1,0 – 1,4
kg terdiri dari kalsium, pada bayi 25-30 gram. Setelah usia 20 tahun secara normal
akan terjadi penempatan sekitar 1200 gram kalsium dalam tubuh. Sebagaian besar
kalsium terkonsentrasi dalam tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan
tubuh dan jaringan lunak (Almatsier S,2001).
Peran kalsium dalam tubuh adalah membentuk tulang dan gigi serta
mengukur proses biologi dalam tubuh diantaranya adalah pembekuan darah,
mempertahankan kepekaan normal jantung, otot dan syaraf serta dalam aspek
permeabilitas membrane yang berlainan (Amran,2018).
Umumnya kadar kalsium dalam darah secara hati-hati dikontrol. Ketika kadar
kalsium darah menjadi rendah (hipokalemia), tulang mengeluarkan kalsium untuk
mengembalikkan kadar normal kalsium dalam darah tinggi (hiperkalemia),
kalsium yang berlebih yang disimpan dalam tulang akan dikeluarkan dari tubuh
melalui air seni dan feses, agar kalsium dapat diserap oleh tubuh secara efektif,
kita harus mengkonsumsinya bersama dengan vitamin D.
Kalsium diperlukan tubuh untuk membangun kekuatan tulang dan gigi,
serta menjaga kerja jantung, otot, dan saraf tetap sehat. Setiap harinya, orang
dewasa membutuhkan asupan kalsium sekitar 1000 mg. Sedangkan lansia berusia
di atas 50 tahun membutuhkan sekitar 1200 mg kalsium per hari. Ketika tidak
mendapatkan asupan kalsium yang cukup, seseorang akan lebih berisiko terkena
beberapa gangguan kesehatan.

3
Sumber dari kalsium terdapat pada susu dan keju, yang tidak dapat
diragukan lagi merupakan sumber kalsium yang terkaya dari makanan sehari-hari.
Sebagian besar makanan lain mengandung jumlah yang lebih sedikit, misal
kuning telur, kacang-kacang kol, lobak hijau, kembang kol, dan asparagus
(Almatsier S, 2001).
Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme
dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yang
diperlukanuntuk proses pematangan tulang (Yatim, 2000). Pada osteoporosis
terjadi pengurangan masa/jaringan tulang per unit volume tulang dibandingkan
dengan keadaan normal. Dengan bahasa awam dikatakan tulang menjadi lebih
ringan dan lebih rapuh dari biasanya, meskipun mungkin zat-zat dan mineral
untuk pembentukan tulang didalam darah masih dalam batas nilai normal. Proses
pengurangan ini terjadi di seluruh tulang dan berkelanjutan sepanjang kehidupan.

2.2 Faktor Penyebab Defisiensi Kalsium dan Osteoporosis


Kekurangan kalsium dalam tubuh disebabkan oleh kurangnya asupan
vitamin D. Pada kondisi normal, kadar kalsium terkontrol dengan baik. Saat
jumlah kalsium menurun, kalsium dilepaskan dari tulang untuk mengembalikan
jumlah kalsium dalam darah. Saat jumlah kalsium darah naik, kelebihan kalsium
mungkin disimpan ditulang atau dikeluarkan dari tubuh melalui urin atau feses.
Selain itu kekurangan kalsium bisa disebabkan oleh pola makan vegetarian yang
salah, efek samping obat-obatan tertentu, dan gangguan penyerapan nutrisi.

4
Salah satu penyebab terjadinya penyakit osteoporosis adalah kekurangan
kalsium dalam tulang. Dan beberapa penyebab lainnya yaitu; factor usia,
konsumsi obat-obatan, gaya hidup yang kurang sehat, kurang latihan fisik dan
kurang paparan sinar matahari (P2PTM Kemenkes RI).

2.3 Tanda dan Gejala dari Defisiensi Kalsium dan Osteoporosis


Tanda seseorang yang sudah mengalami defisiensi kalsium atau
kekurangan kalsium dalam jangka panjang salah satunya adalah dengan kondisi
tubuh mudah lelah, sering kesemutan, kram dan nyeri otot, kuku dan rambut
rapuh, mudah lupa dan sering kebingunan.
Untuk osteoporis sendiri, sering tidak memunculkan gejala apapun. Bila
tidak disertai dengan penyakit pemberat lain (komplikasi), penderita osteoporosis
bisa saja tidak merasakan gejala apapun (Guyton, 1996). Keluhan yang mungkin
timbul hanya berupa rasa sakit dan tidak enak dibagian punggung atau daerah
tulang yang mengalami osteoporosis. Namun perlu diwaspadai, bahwa patah
tulang bisa terjadi hanya karena sedikit goncangan atau benturan yang sering pada
tulang yang manahan beban tubuh. Rasa nyeri bisa hilang sendiri setelah beberapa
hari atau beberapa minggu, dan kemudian timbul lagi bila proses osteoporosis
terjadi lagi di tempat lain. Pemadatan ruas tulang punggung yang luas (multiple
compression) bisa memperlihatkan gejala membungkuk pada tulang belakang,
yang terjadi perlahan dan menahun dengan keluhan nyeri tumpul. Gejalanya,
penderita nampak bongkok sebagai akibat kekakuan pada otot punggung
(Nograhany, 2007).

5
BAB III

3.1 Patogenesis Osteoporosis


Tulang manusia terdiri atas 15% tulang trabekular dan 85% tulang
kortikular. Tulang tidak hanya berfungsi sebagai stabilitator, tetapi juga sebagai
cadangan kalsium, fosfat, magnesium, natrium, kalium, laktat, dan sitrat. Kalsium
merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh. Bila terjadi kekurangan
kalsium tubuh, kadar kalsium dapat dipertahankan stabil melalui mobilisasi
kalsium dari tulang.
Tulang mengalami proses resorpsi dan formasi secara terus menerus yang
disebut sebagai remodelling tulang. Proses remodelling tulang merupakan proses
mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali dengan resorpsi atau
penyerapan tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh formasi atau pembentukan
tulang oleh osteoblas.
Proses remodelling diawali dengan pengaktifan osteoklast oleh sitokin
tertentu. Sitokin yang berasal dari monosit-monosit dan yang berasal sel-sel
osteoblast (sel induk) itu sendiri sangat berperan pada aktivitas osteoklas.
Estrogen mengurangi aktivitas osteoklas, sedangkan bila kekurangan estrogen
meningkatkan aktivitas osteoklas. Enzim proteolitik, seperti kolagen membantu
osteoklas dalam proses pembentukkan tulang.
Pada tahap resorpsi, osteoklas bekerja mengkikis permukaan daerah tulang
yang perlu diganti. Proses resorpsi ini ditandai dengan pelepasan berbagai
metabolit yang sebagian dapat dipergunakan sebagai pertanda (marker) untuk
menasah tingkat proses dinamisasi tulang. Pada proses pembentukkan osteoblast
mulai bekerja. Sel yang berasal dari sel mesenhim ini menyusun diri pada daerah
permukaan berongga dan membentuk matriks baru (osteosid) yang kelak akan
mengalami proses mineralisasi melalui pembentukkan kalsium hidroksiapetit dan
jaringan matrik kolagen.
Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat penting adalah
koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-sel endotel. Selama
sistem ini berada dalam keseimbangan, pembentukkan dan penghancuran tulang

6
akan selalu seimbang. Pada usia reproduksi, di mana fungsi ovarium masih baik,
terdapat keseimbangan antara proses pembentukkan tulang (osteoblas) dan proses
laju pergantian tulang (osteoklas) sehingga tidak timbul pengeroposan tulang.
Namun, ketika memasuki usia klimakterium, keseimbangan antara osteoklas dan
osteobals mulai mengalami gangguan, fungsi osteoblas mulai menurun dan
pembentukkan tulang baru pun berkurang, sedangkan osteoklas menjadi hiperaktif
dan dengan sendirinya penggantian tulang berlangsung sangat cepat (high
turnover).

3.2 Manifestasi Klinis Osteoporosis


Pada umumnya osteoporosis berlangsung secara tersamar. Keluhan dapat
timbul dengan jelas pada osteoporosis yang sudah lanjut. Gambaran klinis yang
sering ditemukan pada penyakit osteoporosis ini adalah nyeri tulang, patah tulang,
deformitas tulang dan tinggi badan menurun.
a. Nyeri Tulang
Nyeri terutama terasa pada tulang belakang yang intensitas serangannya
meningkat pada malam hari (Chairuddin, 2007). Kolaps tulang belakang
menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa
mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan. Nyeri timbul
biasanya secara tiba-tiba dan terasa nyeri di daerah tertentu di punggung, yang
akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh,
daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan
(Junaidi, 2007).
b. Patah Tulang
Tulang bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan
atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di
daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur
Colles (Junaidi,2007). Yang paling rentan terjadi fraktur adalah korpus
vertebra, pelvis, femur, dan tulang penyangga beban lainnya. Selain itu, pada
penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.

7
c. Deformitas tulang
Tubuh membungkuk (kiposis) atau dorsal kyphosis biasanya terjadi karena
kerusakan beberapa ruas tulang belakang dari daerali dada (thoracal) dan
pinggang. Osteoporosis pada tulang belakang ini menimbulkan fraktur
kompresi atau kolaps tulang dan menyebabkan badan membungkuk kedepan.
Kiposis yang berat bisa mengakibatkan gangguan pergerakan otot pemafasan.
Penderita osteoporosis bisa merasakan sesak napas, bahkan kadang
menimbulkan komplikasi pada paru-paru (Tandra, 2009). Dapat terjadi fraktur
traumatik pada vertebra dan menyebabkan kifosis anguler yang dapat
menyebabkan medula spinalis tertekan sehingga dapat terjadi paraparesis
(Chairuddin, 2007). Penderita lain mungkin datang dengan gejaia turunnya
tinggi badan, bungkuk punggung (Dowager's hump), yaitu suatu deformitas
akibat kolaps dan fraktur pada vertebra torakal tengah. Fraktur mengenai leher
femur dan radius sering terjadi (Peck 1989; Chestnut, 1989).
d. Tinggi badan berkurang
Penyebab penurunan tinggi badan adalah fraktur yang terjadi pada tulang
belakang yang umumnya tanpa keluhan, tetapi tubuh semakin pendek dan
bungkuk. Jika didapati penurunan tinggi badan sebanyak dua senti dalam tiga
tahun terakhir, itu menandakan adanya fraktur tulang belakang yang baru
(Tandra, 2009).

8
BAB IV

4.1 Diagnosa Medis


Diagnosis definit osteoporosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
densitas tulang dengan skor T <-2.5. Anamnesis yang mengarah pada osteoporosis
adalah adanya keluhan nyeri kronik, deformitas, fraktur dengan trauma energi
rendah, serta ada tidaknya penyakit dasar atau konsumsi obat-obatan yang dapat
mengakibatkan osteoporosis. Sementara itu, pemeriksaan fisik meliputi tinggi
badan, postur tubuh, serta ada tidaknya fraktur.
1. Anamnesis
Keluhan yang sering timbul berupa nyeri kronik intermiten pada tulang
baik pada tulang punggung maupun tulang lainnya, perubahan postur tubuh
misal kifosis dorsal maupun pengurangan tinggi badan, serta penurunan
performa fisik termasuk fungsi respirasi. Patah tulang akibat trauma energi
rendah juga menunjang anamnesis. Selain itu perlu ditanyakan faktor risiko
terkait osteoporosis.
International Osteoporosis Foundation mengeluarkan list anamnesis tes
semenit risiko osteoporosis yang terdiri atas sepuluh pertanyaan berikut.
 Apakah orang tua Anda pernah didiagnosa mengalami osteoporosis atau
pernah mengalami patah tulang panggul karena terjatuh atau tabrakan
relatif ringan (minor bump) ?
 Apakah Anda pernah patah tulang akibat terjatuh atau tabrakan relatif
ringan?
 Apakah pernah minum obat kortikosteroid dalam jangka waktu lebih dari
tiga bulan?
 Apakah tinggi badan Anda telah berkurang lebih dari 3 cm?
 Apakah Anda secara teratur minum minuman beralkohol?
 Apakah Anda merokok lebih dari 20 batang sehari?
 Apakah Anda sering menderita diare?
 Apakah Anda mengalami menopause sebelum usia 45 tahun ? (khusus
untuk wanita)

9
 Apakah haid pernah terhenti selama 12 bulan atau lebih, kecuali karena
hamil atau menopause? (khusus untuk wanita)
 Apakah Anda pernah menderita impotensi, libido menurun atau gejala lain
yang berhubungan dengan tingkat testosteron yang rendah? (khusus untuk
pria)
Jika salah satu jawaban pertanyaan di atas adalah ” Ya” , orang tersebut
berisiko terkena osteoporosis. Lanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan
penunjang untuk osteoporosis.
2. Pemeriksaan Dasar
Pemeriksaan dasar untuk osteoporosis meliputi pemantauan tinggi badan
dan postur tubuh. Osteoporosis pada tulang punggung dapat memperlihatkan
kelainan postur berupa dorsal thoracickifosis. Selain itu pemeriksaan untuk
mendeteksi ada tidaknya fraktur
3. Diagnosis Banding
 Osteomalasia
Pada osteomalasia, komposisi mineral tulang berkurang. Kalsifikasi terlalu
sedikit sedangkan osteoid (matriks yang tidak mengalami kalsifikasi)
meningkat. Konsistensi tulang lunak dibandingkan dengan tulang normal.
Pada pemeriksaan lab kadar alkali fosfatase serum meningkat.
 Osteopenia
Osteopenia merupakan tanda dini pengurangan massa tulang
sebelum mencapai kondisi osteoporosis. Osteopenia ditandai dengan
kepadatan massa tulang (BMD) -1 sampai -2,5.
 OsteogenesisImperfecta
Osteogenesisimperfecta merupakan kelainan tulang akibat mutasi
genetik kolagen tipe I. Peranan kolagen tersebut salah satunya dalam
pembentukan tulang. Mutasi genetik menimbulkan perubahan struktur
maupun fungsi kolagen yang berakibat pada gangguan
osteogenesisperiosteal dan endosteal. Seluruh tulang menjadi rapuh dan
rentan fraktur. Selain penurunan massa tulang, penderita
osteogenesisimperfecta juga dapat mengalami deformitas tulang progresif,
perawakan pendek, sklera biru, instabilitas sendi.

10
 Kelainan Tulang Metastasis
Metastasis keganasan pada tulang mengakibatkan osteolitik.
Tulang menjadi rapuh dan rentan fraktur. Gejala nyeri tulang juga
dikeluhkan pada metastasis tulang. Osteoporosis senilis sering kali
bermanifestasi pada tulang vertebra. Pemeriksaan radiologi dapat
membantu membedakan osteoporosis senilis pada vertebra dengan
keganasan. Pada gambaran radiologi konvensional, gambaran destruksi
tulang disertai massa jaringan lunak pada posterior badan vertebra
cenderung mengindikasikan keganasan. Pada pemeriksaan
magneticresonance (MRI) dapat ditemukan destruksi tulang disertai massa
jaringan lunak dengan/tanpa massa epidural.
 Infeksi
Infeksi tulang, terutama pada tulang vertebra, dapat menimbulkan
deformitas menyerupai osteoporosis senilis. Manifestasi klinis dapat
berupa deformitas disertai keluhan nyeri kronik.
Tuberkulosis tulang cenderung mengenai vertebra torakolumbal.
Kerusakan cenderung pada badan vertebra disertai keterlibatan jaringan
lunak sekitar secara ekstensif, biasanya abses. Kerusakan cenderung
dimulai pada bagian anteroinferior badan vertebra lalu meluas hingga ke
bagian tengah badan vertebra maupun merusak diskus. Pada gambaran
radiologi konvensional tampak berkurangnya densitas end-plate vertebra,
destruksi oseus, tinggi diskus vertebra berkurang, pembentukan tulang
baru serta dapat ditemukan abses jaringan lunak di sekitar tulang vertebra.
Pada infeksi piogenik, kerusakan sering kali timbul pada vertebra servikal
dan lumbal. Terjadi destruksi diskus intervertebra. Meskipun jarang
terjadi, dapat ditemukan gambaran gibbus (deformitas struktural pada
segmen torakolumbal). Pada pencitraan tampak penyangatan
(enhancement) pada lesi serta adanya abses epidural.
4. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium serta radiologi.
Pemeriksaan radiologi dapat membantu mendeteksi osteoporosis dan menilai
massa tulang. Pemeriksaan baku emas osteoporosis yakni pengukuran
densitas mineral tulang

11
 Radiologi
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan menggunakan pemeriksaan
radiologi konvensional (X-ray) dan pemeriksaan densitas mineral tulang.
Pemeriksaan radiologi konvensional memperlihatkan peningkatan
radiolusen akibat peningkatan resorpsi dan penipisankortikal. Walau
demikian, gambaran foto rontgen polos tidak sensitif dalam mendeteksi
osteoporosis. Pengukuran kualitas tulang dapat menggunakan
pemeriksaan radiologi yakni MRI, MR spectroscopy, CT multidetektor,
serta high-resolutionperipheralquantitative (HR-pQ) CT.
 Pengukuran Densitas Mineral Tulang
Pemeriksaan dualenergy X-rayabsorptiometry (DEXA) merupakan
salah satu teknik yang menjadi pilihan utama dalam menilai densitas
mineral tulang. Pemeriksaan ini memiliki banyak fungsi mulai dari
membantu penegakan diagnosis, menilai respon terapi serta
memperkirakan risiko fraktur. Pemeriksaan DEXA akan menampilkan
hasil skor T. Skor T menunjukan densitas mineral tulang (massa mineral
tulang per unit area) pasien dibandingkan dengan nilai normal puncak
massa tulang dewasa. Nilai skor T pada pemeriksaan DEXA <-1,0
mengindikasikan osteopenia sedangkan skor T <-2,5 mengindikasikan
osteoporosis. Selain itu juga dihasilkan skor Z. Skor Z membandingkan
densitas mineral tulang pasien dengan nilai normal berdasar usia, etnis
dan jenis kelamin. Nilai Z skor perlu diperhatikan pada populasi wanita
post menopause. Skor Z yang terlalu rendah dapat mengindikasikan
osteoporosis sekunder pada populasi wanita menopause.
Pemeriksaan DEXA diindikasikan pada populasi berikut:
a. Pasien dengan kelainan metabolik tulang yang terlihat secara klinis
atau
b. Pasien dengan penyakit dasar yang berisiko menimbulkan
osteoporosis: hiperparatiroid, hipertiroid, gagal ginjal,
rheumatoidartritis, defisiensi testosterone, konsumsi obat
glukokortikoid jangka panjang, penggunaan loop diuretik seperti
furosemide

12
c. Perempuan menopause usia >65 tahun
d. Perempuan menopause usia <65 tahun dengan salah satu kriteria
berikut yakni perokok aktif, indeks massa tubuh < 19 untuk populasi
Asia, konsumsi kortikosteroid oral >3 bulan, riwayat fraktur pinggul
pada orang tuan, memiliki penyakit yang berisiko osteoporosis
(hipertiroid, malabsorpsi), atau
e. Perempuan menopause usia > 45 tahun dengan riwayat fraktur
f. Penderita osteoporosis untuk menilai keberhasilan terapi [5]
g. Studi menunjukkan pemeriksaan DEXA dengan nilai skor T <-2,5
memiliki nilai sensitivitas 88,2%, spesifitas 62,5%,
positivepredictivevalue (PPV) 83,3% dan negativepredictivevalue
(NPV) 71,4% dalam mendiagnosis osteoporosis.
Hasil pemeriksaan densitas mineral tulang dapat digabung dengan
penilaian FRAX (FractureRiskAssessmentTool) dalam menilai risiko
absolut fraktur panggul dan/atau fraktur osteoporosis major (tulang
vertebra, lengan bawah, panggul, humerus proksimal) akibat kerapuhan
tulang dalam jangka waktu 10 tahun. Faktor-faktor yang menjadi
penilaian dalam FRAX yakni usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi
badan, riwayat fraktur, riwayat fraktur panggul pada orang tua pasien,
riwayat merokok, penggunaan glukokortikoid, riwayat artritisrheumatoid,
riwayat penyakit medis yang berkaitan dengan osteoporosis sekunder,
riwayat konsumsi alkohol dan hasil pengukuran densitas mineral tulang.
 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan meliputi
pemeriksaan kadar serum puasa kalsium, fosfat, dan fosfatase alkali.
Pemeriksaan 25-hydroxyvitamin D (25[OH]D) juga diperlukan. Fosfatase
alkali dapat menunjukkan indeks aktivitas osteoblas.
Pada pemeriksaan kalsium serum, phosphorus dan alkalinephosphatase
kadarnya dapat normal pada osteoporosis primer tetapi dapat ditemukan
balans kalsium negatif pada osteoporosis sekunder.
Pemeriksaan lain bertujuan untuk menentukan penyebab osteoporosis,
dilakukan sesuai indikasi berupa pemeriksaan fungsi rutin tiroid, fungsi

13
hati, fungsi ginjal, kadar hormon paratiroid (kecurigaan hiperparatiroid),
serta pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam (deteksi malabsorbsi atau
ekskresi kalsium berlebih).

4.2 Diagnosa Gizi


Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai ciri-ciri khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang, dan penurunan kualitas
jaringan tulang yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang yang
disebabkan oleh menurunnya kepadatan tulang seiring bertambahnya usia.
Adapun diagnosis non medis Osteoporosis dari bidang nutrisi yang dimiliki
pasien, antara lain:
1. Kekurangan Kalsium
Tanpa kalsium, tubuh tidak sanggup membangun kembali sel-sel tulang
baru selama proses remodeling tulang. Tulang merupakan kumpulan dari dua
mineral kalsium dan fosfor. Tubuh memerlukan kadar kalsium yang stabil
dalam darah karena banyak organ, terutama jantung, otot, dan saraf,
bergantung pada kalsium. Ketika organ-organ ini membutuhkan kalsium,
mereka mengambilnya dari tempat penyimpanan mineral di tulang. Semakin
lama tulang menjadi rapuh karena persediaan kalsium dalam tulang semakin
menipis.
2. Kekurangan Vitamin D
Kekurangan vitamin D bisa menyebabkan pengeroposan tulang. Vitamin
D aktif yang disebut kalsitriol, lebih mirip dengan hormon daripada vitamin.
Di antara banyaknya manfaat vitamin tersebut, salah satunya adalah
membantu tubuh menyerap dan menggunakan kalsium
3. Banyak Mengonsumsi Daging
Daging memang baik untuk pembentukan otot. Namun, diet tinggi protein
dapat menyebabkan ginjal mengeluarkan lebih banyak kalsium. Kehilangan
banyak kalsium dapat menyebabkan berkurangnya mineral dalam tulang yang
bisa mengakibatkan osteoporosis.
4. Banyak Mengonsumsi Makanan Asin

14
Kebiasaan lain yang dapat menyebabkan osteoporosis adalah terlalu
banyak mengonsumsi makanan asin. Saat mengonsumsi banyak garam, ginjal
akan bekerja ekstra untuk mengeluarkan natrium, saat itu jugalah kalsium
akan ikut terbuang.
5. Minum Alkohol
Terlalu banyak mengonsumsi alkohol juga dapat menghambat penyerapan
kalsium. Selain itu, alkohol juga dapat memengaruhi kinerja pankreas dan
hati, yang berpengaruh pada jumlah kalsium dan vitamin D di dalam tubuh.
Alkohol juga dapat meningkatkan produksi hormon kortisol. Hal tersebut
dapat menyebabkan berkurangnya kepadatan tulang.

15
BAB V
PENATALAKSANAAN

5.1 Penatalaksanaan Medis


Osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja osteoklas dan
atau meningkatkan kerja ostoblas. Beberapa obat-obatan bersifat anti resorpsi
seperti estrogen, kalsitonin, dan bisfosfonat. Sedangkan kalsium dan vitamin D
tidak bersifat anti resorpsi maupun stimulator tulang tetapi penggunaannya tetap
diperlukan untuk optimalisasi menetralisasi osteoid setelah proses pembentukan
tulang oleh sel osteoblas.
5.1.1 Bisfosfonat
Obat yang digunakan dalam pengobatan osteoporosis yang berfungsi
untuk mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara berkaitan
dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas dengan cara
mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah osteoklas.
Pemberian bisfosfonat secara oral akan diabsorpsi di usus halus dan
absorbsinya sangat buruk (kurang dari 55 dari dosisi minum).
Jenis-jenis bisfosfonat yang digunakan untuk terapi osteoporosis
1. Risedronat
2. Alendronat
3. Ibandronat
4. Zoledronat
5.1.2 Raloksifen
Raloksifen adalah golongan preparat anti estrogen yang mempunyai efek
seperti estrogen di tulang dan lipid tetapi tidak menyebabkan perangsangan
terhadap endometrium dan payudara. Dosis yang direkomendasikan untuk
pengobatan osteoporosis adalah 60 mg/hari.
5.1.3 Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai anti resorpsi, mempengaruhi aktivitas sel
osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian terapi

16
estrogen dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal sebagai
Terapi Sulih Hormon (TSH).
5.1.4 Kalsitonin
Kalsitonin obat yang telah direkomendasikan oleh FDA untuk pengobatan
penyakit-penyakit yang meningkatkan resorpsi tulang. Dosis yang dianjurkan
untuk pemberian intra nasal adalah 200 IU pre hari.
5.1.5 Strontium ranelat
Strontium ranelat merupakan obat osteoporosis kerja ganda, yaitu
meningkatkan kerja osteoblas dan menghambat kerja osteoklas. Dosis
strontium ranelat adalah 2 mg/hari yang dilarutkan dalam air dan diberikan
pada malam hari sebelum tidur atau 2 jam sebelum makan atau 2 jam setelah
makan.
5.1.6 Vitamin D
Vitamin D berperan untuk meningkatkan absorpsi kalsium di usus. Lebih
dari 90% vitamin D disintesis dalam tubuh, prekursornya ada di bawah kulit
oleh paparan sinar ultraviolet.
5.1.7 Kalsitriol
Kalsium sebagai mono terapi ternyata tidak cukup untuk mencegah fraktur
pada penderita osteoporosis.
5.1.8 Fitoestrogen
Fitoestrogen adalah fitokimia yang memiliki aktifitas estrogenik. Ada
banyak senyawa fitoestrogen, tetapi yang telah diteliti adalah isoflavin dan
lignans
5.1.9 Hormon paratiroid (PTH)
Pemberian hormon paratiroid (PTH) secara intermitten dapat
menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoblas, sehingga terjadi
peningkatan massa tulang dan perbaikan mikroarsitektur tulang
5.1.10 Monoklonal antibodi RANK-Ligand
Seperti diketahui terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas
sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler RANK-L
sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor RANK pada
osteoklas dan membentuk RANK-RANKL kompleks, yang lebih lanjut akan

17
mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas osteoklas. Untuk
mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah monoklonal antibodi
(MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan : denosumab. Besarnya dosis
yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis pada wanita pascamenopause
adalah 60 mg subkutan setiap 6 bulan sekali.

5.2 Penatalaksanaan Non-Medis


5.2.1 Edukasi dan pencegahan
Osteoporosis akan menyerang siapa saja baik dari golongan manapun.
Pasien yang positif mengalami osteoporosis harus melakukan konseling
tentang smua kegiatannya untuk memonitor agar memungkinkan untu
memperlambat perkembanagan keropos tulang. Pasien dengan patah tulang
belakang sangat membutuhkan petunjuk khusus mengenai perubahan dalam
aktivitas hidup sehari-hari, seperti belajar membungkuk, mengangkat dan
sebagainya sehingga tidak menambah stres dan ketegangan pada tulang
belakang. Saran serupa juga harus diberikan kepada mereka dengan massa
tulang yang sangat rendah tetapi belum retak. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam edukasi dan pencegahan, sebagai berikut :
1. Anjurkan penderita untuk melakukan aktifitas fisik yang teratur untuk
memelihara kekuatan, kelenturan dan keseimbangan sistem neuromuskular
serta kebugaran, sehingga dapat mencegah risiko terjatuh. Berbagai latihan
yang dapat dilakukan meliputi berjalan 30-60 menit per hari, bersepeda
maupun berenang.
2. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui makanan sehari-hari
maupun suplementasi.
3. Hindari merokok dan minum alkohol.
4. Diagnosis dini dan terapi yang tepat terhadap defisiensi testesteron pada
laki-laki dan menopause awal pada perempuan.
5. Kenali berbagai penyakit dan obat-obatan yang dapat menimbulkan
osteoporosis.
6. Hindari mengangkat barang yang berat pada penderita yang sudah pasti
osteoporosis.

18
7. Hindari berbagai hal yang dapat membuat penderita terjatuh, seperti lantai
licin, obat-obat sedatif atau obat anti hipertensi yang dapat menimbulkan
hipotensi orthostatik.
8. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang yang kurang terpajan
sinar matahari atau penderita dengan fotosensitifitas, misalnya SLE
(Systemic Lupus Erythematosus). Bila di duga ada defisiensi vitamin D,
maka kadar 25(OH)D serum harus diperiksa. Bila kadar 25(OH)D serum
menurun, maka suplementasi vitamin D 400 IU/hari atau 800 IU/hari pada
orang tua harus diberikan. Pada penderita dengan gagal ginjal,
suplementasi 12,5(OH)2D harus dipertimbangkan.
9. Hindari peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal dengan membatasi
asupan natrium sampai 3 gram/hari untuk meningkatkan resorpsi kalsium
di tubulus ginjal. Bila ekskresi kalsium > 300 mg/hari, berikan diuretik
tiazid dosis rendah (HCT 25 mg/hari).
10. Pada penderita yang memerlukan glukokortikoid dosis tinggi dan jangka
panjang, usahakan pemberian glokokortikoid pada dosis serendah
mungkin dan sesingkat mungkin. Pada penderita artritis reumatoid dan
artritis inflamasi lainnya, sangat penting mengatasi aktifitas penyakitnya,
karena hal ini akan mengurangi nyeri dan penurunan densitas massa tulang
akibat artritis inflamasi yang aktif.
5.2.2 Latihan dan program rehabilitasi
Latihan dan program rehabilitasi sangat penting bagi penderita
osteoporosis karena dengan latihan teratur penderita akan lebih lincah, tangkas
dan kuat ototototnya sehingga tidak mudah jatuh. Selain itu latihan juga akan
mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan
biofisikoelektrokimikal yang akan meningkatkan remodelling tulang. Pada
penderita yang belum mengalami osteoporosis, maka sifat latihan adalah
pembebanan terhadap tulang, sedangkan pada penderita yang sudah
osteoporosis,maka latihan dimulai dengan tanpa beban, kemudian
ditingkatkan secara bertahap sehingga mencapai latihan dengan pembebanan
yang adekuat.

19
Latihan (olahraga) merupakan bagian yang sangat penting pada
pencegahan maupun pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi
penderita osteoporosis sangat berbeda dengan olahraga untuk pencegahan
osteoporosis. Gerakan-gerakan tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah
tulang harus dihindari. Jenis olahraga yang baik adalah dengan pembebanan
dan ditambah latihan kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan keadaan
individu masing-masing. Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan
kurang bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita dapat menimbulkan
gangguan pola haid yang justru akan menurunkan densitas tulang. Jadi
olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan
mineral tulang, membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan
kebugaran secara umum untuk mengurangi risiko jatuh.

20
BAB VI
PENUTUP

6.1 Penutup
Osteoporosis adalah kelainan penulangan akibat gangguan metabolisme
dimana tubuh tidak mampu menyerap dan memanfaatkan zat-zat yang
diperlukanuntuk proses pematangan tulang (Yatim, 2000). Pada osteoporosis
terjadi pengurangan masa/jaringan tulang per unit volume tulang dibandingkan
dengan keadaan normal. Salah satu penyebab terjadinya penyakit osteoporosis
adalah kekurangan kalsium dalam tulang. Dan beberapa penyebab lainnya yaitu;
factor usia, konsumsi obat-obatan, gaya hidup yang kurang sehat, kurang latihan
fisik dan kurang paparan sinar matahari (P2PTM Kemenkes RI).
Pada umumnya osteoporosis berlangsung secara tersamar. Keluhan dapat
timbul dengan jelas pada osteoporosis yang sudah lanjut. Gambaran klinis yang
sering ditemukan pada penyakit osteoporosis ini adalah nyeri tulang, patah tulang,
deformitas tulang dan tinggi badan menurun. Osteoporosis dapat diobati dengan
cara menghambat kerja osteoklas dan atau meningkatkan kerja ostoblas. Beberapa
obat-obatan bersifat anti resorpsi seperti estrogen, kalsitonin, dan bisfosfonat.
Sedangkan kalsium dan vitamin D tidak bersifat anti resorpsi maupun stimulator
tulang tetapi penggunaannya tetap diperlukan untuk optimalisasi menetralisasi
osteoid setelah proses pembentukan tulang oleh sel osteoblas.
Latihan dan program rehabilitasi juga sangat penting bagi penderita
osteoporosis karena dengan latihan teratur penderita akan lebih lincah, tangkas
dan kuat otot-ototnya sehingga tidak mudah jatuh. Selain itu latihan juga akan
mencegah perburukan osteoporosis karena terdapat rangsangan
biofisikoelektrokimikal yang akan meningkatkan remodelling tulang.

6.2 Saran
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap osteoporosis dan
menghindari faktor – faktor risiko penyebab osteoporosis.

21
DAFTAR PUSTAKA

Mann, J. dan Truswell, A, S. 2002. Essentials of Human Nutrition. Oxfod


University Press. New York.
Spears, N., & Singh, S. (2004). Measuring Attitudes Toward The Brand
And Purchase Intentions. Journal of Current Issues And Research in Advertising,
53-66.
Wijayakusuma, H., 2011. Mencegah Osteoporosis dengan Pola Hidup
Sehat. Diakses : 7 Juli 2021. http://www.itokindo.org
Setiyohadi B. Penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah
temu ilmiah reumatologi 2010; 82-9.
WHO. Scientific group the assesssment of osteoporosis at primary healht
care level. Summary Meeting Report, Brussels, Belgium, 5-7 May 2004. WHO,
2007.
Amran, Prawansa. 2018. ANALISIS PERBEDAAN KADAR KALSIUM
(Ca) TERHADAP KARYAWAN TEKNIS PRODUKTIF DENGAN
KARYAWAN ADMINISTRATIF PADA PERSERO TERBATAS SEMEN
TONASA. Jurnal Media Analis Kesehatan, Vol. 1, Edisi 1. Jurusan Analis
Kesehatan, Politeknik Kesehatan Kemenkes, Makassar
Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Guyton,AC,1996. Fisiologi manusia dan Mekanisme Penyakit. Penerbit
Buku kedokteran EGC,Jakarta.
Yatim, F, 2000. Osteoporosis Penyakit Kerapuhan Tulang Pada Lansia.
DepkesRI,Jakarta
P2PTM Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018).
Osteoporosis. Direktorat Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Fuleihan GE, Baddoura R, Awada H, et al. Lebanese guidelines for
osteoporosis assessment and treatment. Beirut, Lebanon. 2002.

22
PEROSI. Panduan diagnosis dan penatalaksanaan osteoporosis. Pengurus
Besar Perhimpunan Osteoporosis Indonesia. 2010.
Setiyohadi B. Penatalaksanaan osteoporosis. Dalam: Kumpulan makalah
temu ilmiah reumatologi 2010; 82-9.
Roland Baron R. Chapter 1: Anatomy and ultrasturcture of bone
histologenesis, growth and remodelling. In: Arnold A. editor. Disease of bone and
mineral metabolisme. Updated May 2008. Available from:
http://www.endotext.org/ parathyroid/parathyroid1/parathyroidframe1.htm
Mukti, 2011. Patogenesis, Diagnosis, dan Penatalaksanaan Osteoporosis
Fadli,Rizal.(2021).Hati-Hati Kebiasaan Buruk ini Sebabkan
Osteoporosis.https://www.halodoc.com/artikel/pahami-5-kebiasaan-buruk-yang-
menyebabkan-osteoporosis. Diakses pada 08 Februari 2021
Rahmah, Deptia. (2020). Diagnosis Osteoporosis.
https://www.alomedika.com/penyakit/reumatologi/osteoporosis/diagnosis#:~:text
=Diagnosis%20definit%20osteoporosis%20ditegakkan%20berdasarkan,obat%2D
obatan%20yang%20dapat%20mengakibatkan. Diakses pada 06 Februari 2021
Crishty,Merry.(2020). Diagnosis Osteoporosis.
https://www.alodokter.com/osteoporosis/diagnosis. Diakses pada 06 Februari
2021

23

Anda mungkin juga menyukai