Disusun oleh
Disusun oleh
Mengetahui,
KPP Pembimbing
Instalasi Bedah Sentral RSSA Instalasi Bedah Sentral RSSA
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
KPP Pembimbing
Instalasi Bedah Sentral RSSA Instalasi Bedah Sentral RSSA
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan program pelatihan perawat instrument di Instalasi Bedah Sentral
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang selama 4 bulan.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
BAB. I PENDAHULUAN
BAB. IV PENUTUP
PENDAHULUAN
Batu pyelum (ginjal) / saluran kemih adalah suatu keadaan terdapat satu
atau lebih batu di dalam calyces ginjal atau di saluran kemih. Batu ginjal didalam
saluran kemih (kalkulus uriner) adalah masa keras seperti batu yang terbentuk
disepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal)
maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu
ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitialis) (Pratomo, 2007).
Senyawa yang paling sering ditemukan dalam batu ginjal adalah kalsium
oksalat (sekitar 70%), kalsium fosfat atau magnesium ammonium fosfat (sekitar 30
%), asam urat atau garam asam urat (sekitar 30 %), serta xantin atau sistin (<5 %).
Beberapa zat bisa terdapat di dalam satu batu karena Kristal yang telah terbentuk
sebelumnya berperan sebagai inti kristalisasi dan memudahkan pengendapan bagi
zat metastabil terlarut lainnya (sehingga totalnya > 100%) (muttaqin, 2009).
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan
pertanyaan masalah sebagai berikut : “Bagaimana Penatalaksanaan Keperawatan
Perioperatif Pada Ny. S Dengan Nefrektomy Dextra Atas Indikasi Batu Multiple
Renal Dextra + Hydronefrosis Grade IV Di OK 5.4 Bedah Urologi Instalasi
Bedah Sentral Rsud Dr. Saiful Anwar Malang? ”
1.3 Tujuan Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
1. Bentuk, kamar bedah tidak boleh memiliki sudut–sudut ruangan yang tajam.
Lantai, dinding dan langit–langit harus dari bahan yang keras, tidak berpori,
tahan terhadap api, kedap air, tidak mudah kotor, tidak mempunyai
sambungan, berwarna terang, tidak memantulkan cahaya dan mudah
dibersihkan serta tidak menampung debu. Dinding kamar bedah terbaik
terbuat dari porselen atau vinyl setinggi langit – langit atau dicat dengan cat
tembok yang mengandung wether shiel. Idealnya lantainya kamar bedah
harus dari bahan yang kuat, tidak mudah menghantarkan listrik, kedap air
mudah dibersihkan dan juga berwarna terang.
2. Ukuran, Ukuran kamar bedah bermacam–macam tergantung dari besar dan
kecilnya rumah sakit. Tetapi dianjurkan minimal berukuran 29,1 – 37,16
meter persegi (5,6 m x 5,6 m). Maksimal 56 – 60 meter persegi (7,2 m x 7,8m)
besar kecilnya kamar bedah tergantung dari penggunaannya. Untuk tinggi
kamar bedah dianjurkan 3,5 m, minimal 2,5 m dan maksimal 3,65 m. Lebar
pintu minimal 1,2 m dan tinggi pintu minimal 2,1 m. Ini berhubungan dengan
penempatan peralatan anestesi, lampu operasi dan kemudahan untuk
membersihkan.
3. Pintu, pintu masuk dan keluar untuk pasien dan petugas harus berbeda.
Setiap pintu kamar bedah harus ada kaca tembus pandang sehingga orang dari
luar bisa melihat keadaan didalam tanpa harus masuk.
4. Sistem ventilasi, sistem ventilasi kamar bedah sebaiknya menggunakan
pengatur suhu sentral (AC sentral). Di daerah tropis suhu udara antara 19 – 22
derajat C, sedangkan di daerah dingin antara 20 – 24 derajat C, kelembapan
udaranya 55% (50 – 60%).
5. Sistem penerangan, penerangan di dalam kamar bedah harus menggunakan
lampu pijar putih dan mudah dibersihkan. Lampu operasi biasanya lampu
khusus yang merupakan satu sistem yang terdiri dari beberapa lampu. Lampu
operasi mempunyai kekhususan dalam hal arah dan fokusnya dapat diatur,
tidak menimbulkan panas, cahayanya terang dan tidak menyilaukan.
Pencahayaan antara 300 – 500 lux, pada meja operasi 10.000 – 20.000 lux.
6. Sistem gas medis, gas-gas medis sebaiknya dipasang secara sentral. Pipa gas
diletakkan dibawah lantai atau diatas. Tujuannya adalah untuk mencegah
penimbunan gas yang berlebihan di dalam kamar bedah bila terjadi kebocoran
dari pipa gas tersebut. Pipa gas dibedakan dengan warna antara gas nitrogen,
karbon dioksida dan oksigen.
7. Sistem listrik, Di dalam kamar bedah sebaiknya tersedia 2 macam voltase
(110 V dan 220 V) karena sering alat-alat di kamar bedah mempunyai voltase
yang berbeda. Tombol penyambungan aliran listrik (stop kontak) harus aman
dari kemungkinan tersentuh oleh petugas.
8. Sistem komunikasi, Sistem komunikasi di kamar bedah sangat vital,
komunikasi tiap ruangan menggunakan telepon pararel.
9. Peralatan, semua peralatan di kamar bedah harus mobile yaitu mempunyai
roda. Ini memudahkan untuk mobilitas dan alat harus stainless steel sehingga
mudah dibersihkan. Standart peralatan yang harus ada di kamar bedah adalah
meja operasi, pesawat anestesi, lampu operasi yang tergantung tetap di atas
meja operasi, monitor EKG, alat diatermi, suction pump, standart infuse,
baskom tempat instrument kotor dan standarnya, tempat alat tenun kotor
beroda, tempat kain kasa kotor beroda, piala ginjal, 2 buah kursi bundar
beroda, jam dinding, lampu penerangan ruangan.
Perbedaan kamar operasi dengan ruangan lain di RS serta
Kekhususannya menuntut diperlakukannya tata tertib agar tujuan tindakan
dan perawatan bisa tercapai seperti yang diharapkan. Tata tertib kamar
operasi hendaknya mencakup :
Perawat instrumen mempunyai peran yang sangat penting. Peran dan tugas
perawat instrument dilakukan pada waktu sebelum, selama dan sesaat sesudah
operasi. Tugas dan tanggung jawab yang dilakukan adalah menyiapkan ruangan,
pasien, personil, maupun alat instrument dan bahan kebutuhan operasi lainnya.
Selama itu tentu disesuaikan dengan macam dan jenis operasi yang akan
dilakukan para operator bedah (Turkanto : 2000).
a. Menerima pasien:
- Kelengkapan rekam medis/ status
- Memeriksa kembali persiapan pasien identitas pasien
- Informed consent
- Laborat, foto, EKG, USG
- Gigi palsu, kontak lens, perhiasan, cat kuku, peniti, jepit rambut,
lipstick
- Menggganti baju pasien dan memberi ekstra selimut
- Menilai keadaan umum dan tanda-tanda vital
- Pastikan pasien dalam keadaan puasa
- Anjurkan pasien untuk mengosongkan V U
b. Memberikan pre medikasi
c. Mendorong pasien ke kamar tindakan sesuai dengan jenis tindakan
pembedahan
d. Memindahkan pasien ke meja operasi
2. Asuhan keperawatan intra operatif
Dimulai dari pasien di operasi di kamaar bedah sampai pasien pindah
ke ruang pulih sadar ( AORN, 1995). Lingkup diagnosa keperawatan
yaitu resiko injuri fisik , elektrik, bahaya fisik, resiko infeksi serta
gangguan perfusi jaringan dan intervensi keperawatan yaitu monitor
kondisi klien , mempertahankan sterilitas dan mencegah bahaya
prosedur operasi
1) Anestesi umum
Adalah tindakan rasa nyeri atau sakit secara sentral serta disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Cara pemberian anestesi
meliputi:
Batu ginjal adalah batu yang terdapat dalam pelvis dan kaliks ginjal yang
terdiri atas kristal garam atau asam yang sukar larut
1. Sistem Perkemihan.
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya
proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang
tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih
dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Susunan sistem
perkemihan terdiri dari:
2. Ginjal (Ren)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum pada kedua sisi vertebra thorakalis ke 12 sampai vertebra
lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih
rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dexter yang besar.
3. Fungsi ginjal
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak.
4. Fascia Renalis terdiri dari:
Fascia renalis terdiri dari ; a). fascia (fascia renalis), b). Jaringan
lemak peri renal, dan c). kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa),
meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal.
5. Struktur Ginjal.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat
gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih
terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang
disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang
terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai
pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi
ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-
masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores.
Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan
unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal.
Nefron terdiri dari : Glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus
distal dan tubulus urinarius.
1. Teori Supersaturasi/Kristalisasi
Urin mempunyai kemampuan melarutkan lebih banyak zat yang terlarut
bila dibandingkan dengan air biasa. Dengan adanya molekul-molekul zat
organik seperti urea, asam urat, sitrat dan mukoprotein, juga akan
mempengaruhi kelarutan zat-zat lain. Bila konsentrasi zat-zat yang relatif
tidak larut dalam urin (kalsium, oksalat, fosfat dan sebagainya) makin
meningkat, maka akan terbentuk kristalisasi zat-zat tersebut. Batasan pH
urin normal antara 4,5-8. Bila air kemih menjadi asam (pH turun) dalam
jangka lama maka beberapa zat seperti asam urat akan mengkristal.
Sebaliknya bila air kemih menjadi basa (pH naik) maka beberapa zat
seperti kalsium fosfat akan mengkristal. Dengan demikian, pembentukan
batu pada saluran kemih terjadi bila keadaan urin kurang dari atau
melebihi batas pH normal sesuai dengan jenis zat pembentuk batu dalam
saluran kemih.
2. Teori Nukleasi/Adanya Nidus
Nidus atau nukleus yang terbentuk, akan menjadi inti presipitasi yang
kemudian terjadi. Zat/keadaan yang dapat bersifat sebagai nidus adalah
ulserasi mukosa, gumpalan darah, tumpukan sel epitel, bahkan juga
bakteri, jaringan nekrotik iskemi yang berasal dari neoplasma atau infeksi
dan benda asing
3. Teori Tidak Adanya Inhibitor
Supersaturasi kalsium, oksalat dan asam urat dalam urin dipengaruhi oleh
adanya inhibitor kristalisasi. Hal inilah yang dapat menjelaskan mengapa
pada sebagian individu terjadi pembentukan batu saluran kemih,
sedangkan pada individu lain tidak, meskipun sama-sama terjadi
supersaturasi. Terbentuk atau tidaknya batu di dalam saluran kemih
ditentukan juga oleh adanya keseimbangan antara zat-zat pembentuk batu
dan penghambat (inhibitor). Ternyata pada penderita batu saluran kemih,
tidak didapatkan zat yang bersifat sebagai inhibitor dalam pembentukan
batu. Magnesium, sitrat dan pirofosfat telah diketahui dapat menghambat
pembentukan nukleasi (inti batu) spontan kristal kalsium. Zat lain yang
mempunyai peranan inhibitor, antara lain : asam ribonukleat, asam amino
terutama alanin, sulfat, fluorida, dan seng
4. Teori Epitaksi
Epitaksi adalah peristiwa pengendapan suatu kristal di atas permukaan
kristal lain. Bila pada penderita ini, oleh suatu sebab terjadi peningkatan
masukan kalsium dan oksalat, maka akan terbentuk kristal kalsium
oksalat. Kristal ini kemudian akan menempel di permukaan kristal asam
urat yang telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak jarang ditemukan
batu saluran kemih yang intinya terjadi atas asam urat yang dilapisi oleh
kalsium oksalat di bagian luarnya.
5. Teori Kombinasi
Teori terakhir mengenai pembentukan BSK adalah gabungan dari berbagai
teori tersebut yang disebut dengan teori kombinasi. Terbentuknya BSK
dalam teori kombinasi adalah sebagai berikut : Pertama, fungsi ginjal
harus cukup baik untuk mengekskresi zat yang dapat membentuk kristal
secara berlebihan. Kedua, ginjal harus dapat menghasilkan urin dengan pH
yang sesuai untuk kristalisasi. Dari kedua hal tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa ginjal harus mampu melakukan ekskresi suatu zat
secara berlebihan dengan pH urin yang sesuai sehingga terjadi presipitasi
zat-zat tersebut. Ketiga, urin harus tidak mengandung sebagian atau
seluruh inhibitor kristalisasi. Keempat, kristal yang telah terbentuk harus
berada cukup lama dalam urin, untuk dapat saling beragregasi membentuk
nukleus, yang selanjutnya akan mengganggu aliran urin. Statis urin yang
terjadi kemudian, memegang peranan penting dalam pembentukan batu
saluran kemih, sehingga nukleus yang telah terbentuk dapat tumbuh.
2.5 Gambaran klinis
a. Diagnosis
Batu yang tidak menimbulkan gejala, mungkin akan diketahui secara
tidak sengaja pada pemeriksaan analisa air kemih rutin (urinalisis). Batu yang
menyebabkan nyeri biasanya didiagnosis berdasarkan gejala kolik renalis,
disertai dengan adanya nyeri tekan di punggung dan selangkangan atau nyeri
di daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas.
Analisa air kemih mikroskopik bisa menunjukan adanya darah, nanah
atau kristal batu yang kecil. Biasanya tidak perlu di lakukan pemeriksaan
lainnya, kecuali jika nyeri menetap lebih dari beberapa jam atau diagnosisnya
belum pasti. Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu menegakkan
diagnosis adalah pengumpulan air kemih 24 jam dan pengambilan contoh
darah untuk menilai kadar kalsium, sistin, asam urat dan bahan lainnya yang
bisa menyebabkan terjadinya batu.
b. Penatalaksanaan
c. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal
untuk mengeluarkan BSK yang terdiri atas memecah batu, dan
mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (PCNL atau Percutanues
Nefrolithotomy) . Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang
suara atau energi laser
2. Tindakan operasi
a. Bedah laparoscopy
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang
berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
b. Bedah terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah : pielolitomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat
BSK yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
2.6 Terapi Pembedahan
Ketika ginjal diangkat, ginjal tersisa yang sehat akan mengambil alih
fungsi ginjal yang diangkat. Jika kedua ginjal diangkat, dialisis harus
dilakukan untuk mengambil alih fungsi ginjal, kecuali dilakukan transplantasi
dengan ginjal baru. Adapun jenis-jenis nefrektomi meliputi :
Darah lengkap, tes faal ginjal, sedimen urin, foto polos abdomen,
pyelografi intravena, USG atau CT scan abdomen.
1. Sign in.
Konfirmasi identitas, area operasi, tindakan operasi, dan lembar
persetujuan operasi.
Kesiapan mesin anestesi dan obat-obatannya
Penandaan area operasi
Kesiapan fungsi pulse oksimeter
Riwayat alergi pasien
Adanya penyulit airway atau resiko aspirasi
Resiko kehilangan darah
2. Setelah pasien diberikan epidural dan general anasthesi pasien, pasang
arde, Pasang catheter no 16 & urobag oleh asisten.
3. Diposisikan pada posisi lumbotomy.
4. Berikan bethadine scrub dan kassa pada asisten untuk membersihkan area
operasi.
5. Perawat instrument melakukan surgical scrubbing, gowning, dan gloving
kemudian memakaikan schort dan handscoon sesuai ukuran kepada tim
operasi.
6. Antisepsis area operasi dengan memberikan desinfeksi klem dan cucing
yang berisi deppers dan povidone iodine 10% kepada operator atau
assisten.
7. Drapping area operasi dengan
a. Doek besar tebal 1 pada area bawah.
b. Doek besar 1 lagi untuk bagian atas.
c. 2 buah doek sedang pada samping kanan dan kiri.
d. Fiksasi masing-masing dengan doek klem.
e. Doek kecil 1 buah untuk melapisi doek besar pada bagian bawah area
operasi.
8. Perawat instrument mendekatkan meja mayo dan meja instrument pada
area operasi.
9. Ikat couter dan selang suction dengan kasa. Fiksasi dengan duk klem pada
duk bagian bawah lalu cek fungsi alat.
10. Time out.
Konfirmasi pengenalan nama dan tugas masing-masing tim bedah
Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan, dan area yang akan
dioperasi
Pemberian antibiotik profilaksis 60 menit sebelum operasi.
Antisipasi kejadian kritis yang berkaitan dengan operator, anestesi
maupun instrumen.
Penggunaan instrumentasi radiologi
11. Berikan kassa basah kemudian kering kepada asisten untuk membersihkan
area operasi dari bethadine 10%.
12. Berikan pinset cirurgis dan povidone iodine 10% kepada operator untuk
menandai sayatan (marker).
13. Berikan hanvat mess no.22 kepada operator untuk incisi kulit.
14. Berikan kassa dan klem mosquito kepada assisten untuk rawat perdarahan.
15. Berikan haak tajam 2 buah kepada assisten untuk membuka incisi dan
operator memperdalam incisi dengan couter (cutting) sampai dengan
muskulus.
16. Berikan steel deppers dan langen back 2 buah pada operator & asisten
untuk memisahkan otot dengan peritoneum.
17. Berikan timan 2 buah kepada assisten untuk meluaskan lapang pandang.
18. Berikan gunting mayo dan pinset anatomis panjang kepada operator untuk
membuka fasia gerota.
19. Berikan klem 90o dan pinset anatomis pada operator untuk mencari ureter
lalu tegel dengan nelaton catheter no.8 dan jepit dengan kocher.
20. berikan retractor/ sprider untuk memperluas lapang pandang & bebaskan
ginjal dengan gunting metzenbaum dan pinset anatomis panjang,
kemudian berikan ring klem kepada asisten.
21. Siapkan utuk pengangkatan ginjal dengan membebaskan ginjal dari
jaringan yang melekat dengan klem 90o
22. Setelah ginjal dan arteri renalis bebas dari jaringan sekitar, berikan 2
pedikel klem pada operator untuk menjepit arteri, kemudian berikan
gunting metzenboum untuk memotong arteri, dan berikan silk no.1 untuk
jahit arteri.
23. Karena ginjal lengket ke jaringann yang lain berikan gunting metzenboum
pada operator untuk memotong ginjal.
24. Berikan 2 klem besar pada operator untuk menjepit pembuluh darah vena
kemudian potong dengan gunting metzenboum, jahit dengan silk no.1.
25. Berikan 2 klem besar pada operator untuk menjepit ureter, potong dengan
gunting metzenboum dan ikat dengan silk no.2-0.
26. Cuci dengan NS 0,9% hangat, evaluasi perdarahan & jaringan sekitar
ginjal.
27. Karena terjadi rembesan di sekitar hepar berikan surgicel + spongostan
pada operator untuk menghentikan perdarahan.
28. Berikan drain no. 14 pada operator dan fiksasi dengan silk 2-0 jarum
cutting
29. Hitung kembali jumlah kassa, jarum dan alat.
30. Berikan nald voeder, benang vicryl 1 & pinset chirrugis pada operator,
berikan gunting benang & pinset anatomis pada asisten untuk menjahit
fasia dan otot.
31. Setelah jahitan slesai lanjutkan menjahit fat dengan memberikan plain
no.2-0.
32. Setelah jaringan fat terjahit kemudian berikan klip untuk Kulit.
33. Evaluasi perdarahan & bersihkan luka dengan kasa basah dan kasa kering.
34. Tutup luka dengan sufratul, kassa dan hypafik.
35. Sign out.
Jenis tindakan
Kecocokan jumlah instrumen, kasa, dan jarum sebelum dan
sesudah operasi
Label pada spesimen
Permasalahan pada alat yang digunakan
Perhatian khusus pada masa pemulihan
36. Inventaris kasa & alat.
37. Rapikan pasien.
38. Cuci alat dan hitung kelengkapannya kemudian di set ulang, tulis
pemakaiaan bahan habis pakai pada lembar depo.
39. Rapikan area kamar operasi.
40. Operasi selesai.
Evaluasi Hasil :
Intervensi :
1. Bantu pasien untuk berpindah dari brancart ke meja operasi.
Implementasi
Intervensi :
1. Kaji tingkat dan kharakteristik nyeri.
2. Ajarkan melakukan teknik relaksasi.
3. Kolaborasi pemberian obat analgetik.
Implementasi
1. Pasien tenang.
2. TTV normal.
3. Resiko Injuri (jatuh, terlepasnya alat infus) b.d kesadaran yang menurun
gelisah dan berontak
Intervensi:
3.4 Follow-up
TINJAUAN KASUS
Kamar bedah sentral merupakan salah satu instalasi atau unit di RSUD
dr. Saiful Anwar Malang di mana semua operasi dari ruangan dilaksanakan,
yang mempunyai tugas dan fungsi menyediakan sumber daya manusia, fasilitas
dan kompetensi untuk mendukung penyelenggaraan kegiatan pelayanan
operasi bagi pasien dan pendidikan pelatihan bagi tenaga medis dan paramedis
sehingga pelayanan dituntut sesuai dengan prosedur tetap yang ada.
Proses operasi diawali dari pendaftaran operasi dan Instalasi Rawat Inap
pengguna kamar operasi, lalu dilanjutkan dengan penanganan oleh tim leader
OK sentral maka tersusunlah jadwal operasi yang rasional sesuai dengan situasi
dan kondisi saat itu. Kemudian jadwal operasi ditulis agar mudah dilihat dan
diketik lalu digandakan kemudian diinformasikan pada pengguna kamar
operasi melalui instalasi rawat inap sehari sebelum pelaksanaan operasi. Proses
pengetikan sampai pembagian jadwal ini dilakukan oleh dokter yang
bertanggung jawab terhadap perencanaan jadwal operasi.
3.2 Pengkajian
Umur : 45 tahun
4) Posisi Infus
(√ ) Tangan kanan ( ) kaki kiri
( ) Tangan kiri ( ) Arteri Line
( ) Kaki kanan ( ) CVP
5) Posisi Pembedahan
( ) Supine ( ) Prone ( ) Latral
( ) Lithotomi (√ ) Lumbotomi ( ) Meja Traksi
( ) Lain-lain
6) Jenis Operaasi
( ) Bersih (√ ) bersih kontaminasi
( ) Kontaminasi ( ) Kotor
7) Golongan Operasi
(√) Khusus ( ) Sedang
( ) Besar ( ) Kecil
8) Posisi Tangan
(√ ) Terlentang ( ) Terlipat
9) Katheter Urin
(√ ) Ya
( ) Tidak
10) Desinfeksi kulit dengan
(√ ) Providon Iodine ( ) Yodium
( ) Alkohol ( ) Idopors:
11) Lokasi Arde diatermi
( ) Bokong ( ) Punggung ( ) Tangan
( ) Bahu ( ) Tungkkai (√ ) Paha
12) Monitor anestesi
(√ ) ya ( ) Stanbay
( ) Tidak
13) Mesin anestesi
(√ ) ya ( ) Stanbay
( ) Tidak
14) Tourniquet
( ) ya (√ ) Tidak
( ) Lokasi: ( ) Lengan kanan
( ) Lengan Kiri
( ) Kaki kanan
( ) Kaki kiri
Jam mulai : s/d WIB Tekanan : mmHg
Diawasi Oleh :..................................................
15) Pemakaian Imaging
( ) ya, Lokasi/Jenis ................................./.....................................
(√ ) Tidak
16) Irigasi Luka
(√) ya, Nama Cairan : NS 0,9% ( ) tidak
17) Tampon
( ) ya (√) Tidak
TEKNIK INSTRUMENTASI
A. Tujuan
1. Menyiapkan perlengkapan peralatan instrumen bedah pada
operasi nefrektomi.
2. Mengatur alat secara sistematis di meja instrumen dan meja
mayo.
3. Memperlancar handling instrumen.
4. Mempertahankan keseterilan alat alat instrumen selama
pembedahan.
B. Persiapan
1. Persiapan Ruang Operasi
a. Mengatur dan mengecek fungsi mesin suction, couter, lampu
operasi, meja operasi, meja maja mayo, meja instrument.
b. Member underpad dan duk steril di meja operasi, memasang
sarung meja mayo pada meja mayo dan memberi underpad
steril diatasnya dan ditutup dengan kain duk steril,
mempersiapkan linen steril dan instrument yang akan
digunakan.
c. Menempatkan tempat sampah yang sesuai agar mudah
dijangkau
2. Persiapan pasien
a. Persetujuan tindakan operasi, foto rontgen.
b. Pasien dipersiapkan dalam kondisi bersih dan menggunakan
pakaian khusus masuk kamar operasi.
c. Mengatur posisi pasien dengan posisi lumbotomi kanan
dengan posisi batu diatas.
d. Pasien dilakukan dengan anasthesi GA
e. Memasang arde atau plat diatermi pada penampang luas (paha,
betis).
f. Mencuci area yang akan dilakukan insisi.
3. Persiapan alat dan bahan operasi.
a. Alat/instrumen
Alat On steril
No Nama Alat Onsteril Jumlah
1 Meja operasi 1
2 Meja mayo 1
3 Meja Instrumen 1
4 Lampu operasi 2
5 ESU (Electro Surgical Unit) 1
6 Plat diatermi 1
7 Tempat sampah 1
8 Standard waskom 2
9 Standard infus 2
10 Standard foto rongen 1
11 Suction set 1
12 Scort plastic 3
Alat steril
Basic Set
No. Alat steril Jumlah
1. Handvat mess no. 4 (Scalp blade and 1
handle)
2. Pincet anatomis (Tissue forceps) 2
3. Pincet sirurgis (Dissecting forceps) 2
4. Gunting metzenbaum (Metzenbaum 1
scoissor)
5. Gunting jaringan (Surgical scissor) 1
6. Desinfeksi klem (Sponge Holder 1
Forceps)
7. Doek klem (Towel klem) 5
8. Pean bengkok kecil (Haemostatic forcep 2
pean)
9. Pean bengkok sedang 4
10. Kocker lurus sedang (Haemostatic forcep 2
khocker)
11. Needle holder (Nald voeder) 2
12 Langenbeck (Retractor US Army) 2
Ekstra Set
INSTRUMENTASI TEKNIK
Sign in
Konfirmasi identitas, area operasi, tindakan operasi, dan lembar
persetujuan operasi.
Kesiapan mesin anestesi dan obat-obatannya
Penandaan area operasi
Kesiapan fungsi pulse oksimeter
Riwayat alergi pasien
Adanya penyulit airway atau resiko aspirasi
Resiko kehilangan darah
1. Setelah pasien diberikan general anasthesi, pasang arde, pasang catheter no
16 + urobag oleh asisten
2. Posisikan pasien lumbotomy kanan, kemudian berikan cairan clorhexidine
2-4% dan kassa pada asisten untuk mencuci area operasi, kemudian
dikeringkan dengan kasa steril kering
3. Perawat instrument melakukan surgical scrubing, gowning, dan gloving
kemudian memakaikan schort dan handscoon sesuai ukuran kepada tim
operasi
4. Antisepsis area operasi dengan memberikan desinfeksi klem dan cucing
yang berisi deppers dan povidone iodine 10% kepada operator atau asisten
5. Drapping area operasi dengan
a) Doek besar tebal 1 pada area bawah
b) Doek besar 1 lagi untuk bagian atas
c) 2 buah doek sedang pada samping kanan dan kiri
d) Fiksasi masing-masing dengan doek klem
e) Doek kecil 1 buah untuk dibuat seperti kantong untuk tempat
canule suction dan couter kemudian difiksasi dengan duk klem
6. Dekatkan meja mayo, meja instrument dan troli waskom kemudian ikat
couter dan selang suction dengan kasa dan fiksasi dengan duk klem lalu
cek fungsi alat.
7. Time out
Konfirmasi pengenalan nama dan tugas masing-masing tim bedah
Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan, dan area yang akan
dioperasi
Pemberian antibiotik profilaksis 60 menit sebelum operasi.
Antisipasi kejadian kritis yang berkaitan dengan operator, anestesi
maupun instrumen.
Penggunaan instrumentasi radiologi
8. Berikan kassa basah kemudian kering kepada asisten untuk membersihkan
area operasi dari bethadine 10%
9. Berikan pinset cirurgis dan bethadine 10% kepada operator untuk
menandai sayatan (marker)
10. Berikan hanvat mess no.22 kepada operator untuk incisi kulit
11. Berikan kassa dan klem mosquito kepada assisten untuk rawat perdarahan
12. Berikan haak tajam 2 buah kepada assisten untuk membuka incisi dan
operator memperdalam incisi dengan couter (cutting) sampai dengan
muskulus
13. Berikan steel deppers dan langen back 2 buah pada operator & asisten
untuk memisahkan otot dengan peritoneum
14. Setelah peritoneum terbebas, berikan timan 2 buah kepada asisten untuk
menarik peritoneum ke arah medial
15. Berikan gunting metzenbaum dan pinset anatomis panjang kepada
operator untuk membuka fasia gerota.
16. Berikan still deppers untuk menyisihkan fat ginjal
17. Setelah ginjal teridentifikasi, berikan spuit 10cc untuk aspirasi cairan
ginjal
18. Berikan mess untuk membuat sayatan di ginjal agar cairan dalam ginjal
keluar dan kempes.
19. Hisap cairan yang keluar dari ginjal dengan suction
20. Berikan klem 90o dan pinset anatomis pada operator untuk membebaskan
ginjal dari jaringan sekitarnya atau fat peri renal
21. Berikan retractor/ sprider untuk memperluas lapang operasi
22. Berikan ring klem untuk menjepit ginjal
23. Setelah ginjal dan arteri renalis bebas dari jaringan sekitar, berikan 2
pedikel klem pada operator untuk menjepit arteri
24. Berikan gunting metzenbaum untuk memotong arteri dan vena
25. Berikan nald voeder + mersilk no.1 untuk jahit arteri dan vena
26. Berikan 2 klem pean panjang untuk menjepit ureter
27. Berikan gunting metzenbaum untuk memotong ureter
28. Berikan nald voeder + mersilk 2-0 untuk jahit ureter.
29. Ginjal sudah terlepas, berikan bengkok besar untuk tempat ginjal
30. Cuci dengan NS 0,9% , evaluasi perdarahan dan jaringan sekitar ginjal
31. Berikan drain no. 14 pada operator dan fiksasi dengan mersilk 2-0 jarum
cutting
32. Sign out
Jenis tindakan
Kecocokan jumlah instrumen, kasa, dan jarum sebelum dan
sesudah operasi
Label pada spesimen
Permasalahan pada alat yang digunakan
Perhatian khusus pada masa pemulihan
33. Berikan nald voeder + benang vicryl 1 & pinset chirrugis pada operator,
gunting benang pada asisten, untuk menjahit fasia dan otot.
34. Setelah jahitan slesai lanjutkan menjahit fat dengan memberikan monocryl
3-0
35. Setelah jaringan fat terjahit kemudian berikan skin stappler untuk menutup
kulit
36. Evaluasi perdarahan & bersihkan luka dengan kasa basah dan kasa kering
37. Tutup luka dengan sufratul, kassa dan hypafik
38. Drapping dilepas, Inventaris kasa & alat kemudian rapikan pasien
39. Cuci alat dan hitung kelengkapannya kemudian di set ulang, tulis
pemakaiaan bahan habis pakai pada lembar depo,
40. Operasi selesai
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Intra Operasi
- Akral dingin .
Intervensi:
Implementasi
Intervensi:
Intervensi :
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran