Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

DISUSUN OLEH :

CATURIN PRATIWI PUTRI HERWANTI


195140017

PRODI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MITRA INDONESIA

TAHUN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. KASUS /MASALAH UTAMA


RESIKO PRILAKU KEKERASAN

1. Pengertian
Menurut Berkowitz (1993), perilaku kekerasan adalah perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis, sedangkan menurut Citrome dan
Volavka (2002, dalam mohr, 2006) perilaku kekerasan adalah respond dan perilaku
manusia untuk merusak dan berkonotasi sebagai agresif fisik yang dilakukan oleh
seseorang terhadap orang lain dan atau sesuatu.
Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari
marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panic) sebagai respon terhadap
perasaan terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri. Perasaan
terancam ini dapat berasal dari stressor eksternal (penyerangan fisik, kehilangan
orang berarti dan kritikan dari orang lain) dan internal (perasaan gagal ditempat kerja,
perasaan tidak mendapatkan kasih sayang dan ketakutan penyakit fisik).
Resiko perilaku kekerasan merupakan perilaku yang memperlihatkan individu
tersebut dapat mengancam secara fisik, emosional dan atau seksual kepada orang lain
(Herdman, 2012).
Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan :
1. Respon emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan
dirasakan sebagai ancaman (di ejek atau dihina)
2. Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa,
keinginan tidak tercapai, tidak puas).
3. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal diarahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan.
2. Tahapan Risiko Perilaku Kekerasan
Tahapan risiko agresif atau risiko perilaku kekerasan : (Fontaine, 2002)
a. Tahap 1 : Tahap Memicu
Perasaan : Kecemasan
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir, menghindari kontak.
Tindakan perawat :Mengidentifikasi factor pemicu, mengurangi kecemasan,
memecahkan masalah bila memungkinkan.
b. Tahap 2 : Tahap Transisi
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi meningkat
Tindakan perawat :Jangan tangani marah dengan amarah, membaca pembicaraan,
menetapkan batas dan memberikan pengarahan, mengajak kompromi, memicu
dampak agitasi, maminta bantuan.
c. Tahap 3 : Krisis
Perasaan : peningkatan kemarahan dan agresi.
Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang disekitar, berkata
kotor; berteriak.
Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam menjaga jarak pribadi,
hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah untuk menjaga komunikasi.
d. Tahap 4 : Perilaku Merusak
Perasaan : Marah
Perilaku : menyerang; merusak
Tindakan perawat: lindingi klien lain, menghindar, melakukan pengekangan fisik.
e. Tahap 5 : Tahap Lanjut
Perasaan : Agresi
Perilaku : menghentikan perilaku terang-terangan dekstruktif, pengurangan
tingkat gairah.
Tindakan perawat :tahap waspada karena perilaku kekerasan baru masih
memungkinkan, hindari pembalasan atau balas dendam.
f. Tahap 6 : Tahap peralihan
Perasaan : Marah
Perilaku : Agitasi, mondar-mandir
Tindakan perawat : lanjutkan focus mengatasi masalah utama.
3. Rentang Respon Risiko Perilaku Kekerasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Asertif Pasif Frustasi Agresif Amuk


a. Asertif
Perilaku asertif adalah menyampaikan suatu perasaan diri dengan pasti dan
merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain. Individu yang asertif
berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat norma dari individu
lainnya dengan tepat sesuai dengan situasi. Pada saat berbicara kontak mata
langsung tapi tidak mengganggu, intonasi suara dalam berbicara tidak
mengancam. Postur tegak dan santai, kesan keseluruhan adalah bahwa individu
tersebut kuat tapi tidak mengancam. Individu yang asertif dapat menolak
permintaan yang tidak beralasan dan menyampaikan rasionalnya kepada orang
lain dan sebaliknya individu juga dapat menerima dan tidak merasa bersalah bila
permintaannya ditolak orang lain. Individu yang asertif ingat untuk
mengungkapkan kasih sayang kepada siapa saja yang dekat, pujian diberikan
sepatutnya. Permintaan masukan yang positif juga termasuk perilaku asertif
(Stuart dan Laraia,2005;Stuart,2009).

b. Pasif
Individu yang pasif yang sering menyampingkan haknya dari persepsinya
terhadap orang lain. Ketika seseorang yang pasif marah maka dia akan berusaha
menutupi kemarahannya sehingga mengingatkan tekanan pada dirinya. Pola
interaksi seperti ini dapat menyebabkan gangguan perkembangan interpersonal
(Stuart dan Laraia,2005;Stuart,2009). Perilaku pasif dapat diekspresikan secara
nonverbal, seseorang yang pasif biasanya bicara pelan, sering dengan cara
kekanak-kanakan dan kontak mata yang sedikit. Individu tersebut mungkin dalam
posisi membungkuk, tangan memegang tubuh dengan dekat (Stuart,2009).

c. Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang kurang
realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (Stuart dan Laraia,2005). Frustasi
adalah kegagalan individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan frustasi akan
bertambah berat jika keinginan yang tidak tercapai memiliki nilai yang tinggi
dalam kehidupan (Keliat dan Sinaga,1991).

d. Agresif
Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. Individu merasa harus
bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Seseorang yang agresif di
dalam hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan verbal. Perilaku agresif
pada dasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa percaya diri (Bushman
dan Baumeister,1998 dalam Stuart dan Laraia,2005;Stuart,2009). Perilaku agresif
juga dapat ditunjukkan secara nonverbal, seseorang yang agresif melanggar batas
pribadi orang lain, bicaranya keras dan lantang, biasanya kontak mata yang
berlebihan dan mengganggu, postur kaku dan tampak mengancam (Stuart,2009).

e. Amuk
Amuk atau perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
yang disertai kehilangan kontrol diri sehingga individu dapat merusak diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat dan Sinaga,1991). Menurut Stuart dan Laraia
(2009) perilaku kekerasan berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi yaitu
yang disebut dengan hirarki perilaku agresif dan kekerasan.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


Proses terjadinya perilaku kekerasan pada pasien akan dijelaskan dengan menggunakan
konsep stress adaptasi Stuart yang meliputi stressor dari faktor predisposisi dan
presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan, meliputi:
a. Faktor Biologis
Hal yang di kaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter mengalami
gangguan jiwa, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA.

b. Faktor Psikologis
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustasi. frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu menemui kegagalan atau terhambat, seperti kesehatan fisik yang terganggu,
hubungan social yang terganggu. Salah satu kebutuhan manusia adalah
“Berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut berperilaku
destruktif.
c. Faktor Sosiokultural
Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertai lingkungan social yang
mengancam kebutuhan individu, yang mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mempengaruhi individu untuk
berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat di pelajari secara langsung
melalui proses sosialisasi (social learning theory), merupakan proses meniru dari
lingkungan yang menggunakan perilaku kekerasan sebagai cara menyelesaikan
masalah.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap individu
bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain. Stressor tersebut dapat
merupakan penyebab yang bersifat faktor eksternal maupun internal dari individu.
Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan dan
kegagalan akan kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan orang yang
dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.
Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian sosial yang berubah seperti serangan
fisik atau tindakan kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan yang terlalu ribut,
atau putusnya hubungan sosial/kerja/sekolah.
a. Faktor Biologi
Stressor presipitasi adalah stimuli yang diterima individu sebagai tantangan,
ancaman atau tuntutan. Stressor presipitasi perilaku kekerasan dari faktor biologi
dapat disebabkan oleh gangguan umpan balik diotak yang mengatur jumlah dan
waktu dalam proses informasi. Stimuli penglihatan dan pendengaran pada awalnya
di saring oleh hipotalamus dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila
informasi yang disampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi
tersebut salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia basal dan
diingatkan lagi hipotalamus untuk memperlambat transmisi kelobus frontal.
Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan
balik dalam penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi overload
(Stuart dan Laraia, 2005; Stuart, 2009).
b. Faktor Psikologis
Pemicu perilaku kekerasan dapat di akibatkan oleh toleransi terhadap frustasi yang
rendah, koping individu yang tidak efektif, impulsive dan membayangkan atau
secara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan dirinya, tubuh atau kehidupan.
Dalam ruang perawatan perilaku kekerasan dapat terjadi karena provokasi petugas,
perilaku kekerasan klien terjadi pada setting ini dimana petugas merasa memiliki
sikap otoriter dan cenderung mengatur/controlling; mengatur apa yang dapat dan
tidak dapat dilakukan oleh klien; menahan klien bertentangan dengan keinginan
klien dan memaksa untuk minum obat, semua itu berkontribusi terjadi konflik
petugas dan klien (Fontaine, 2009). Perilaku agresif atau kekerasan dapat terjadi
karena beberapa perasaan seperti marah, ansietas, rasa bersalah, frustasi atau
kecurigaan (Townsend, 2009)
c. Faktor Sosial Budaya
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah insiden kekerasan lebih besar
terjadi ketika klien dipindahkan dalam kelompok yang besar, penuh sesak, kurang
privasi atau tidak bebas. Menurut Fagan-Pyor et al., (2003 dalam Stuat, 2009)
petugas mungkin secara sengaja atau tidak sengaja memicu perilaku klien untuk
melakukan kekerasan, ketidak pengalaman petugas, provokasi petugas, menejemen
lingkungan yang buruk, ketidak pahaman petugas, pertemuan fisik yang terlalu
dekat, penetapan batasan yang tidak konsisten dan budaya kekerasan
mempengaruhi perilaku kekerasan klien. Akhirnya pemahaman terhadap situasi
dan penerimaan lingkungan, kognitif dan stress komunikasi serta respon afektif
klien perlu diidentivikasi oleh petugas.

3. Penilaian Stressor
Model stress diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan (1994)
menjelaskan bahwa gejala skizofrenia berkembang berdasarkan pada hubungan antara
jumlah stress dalam pengalaman seseorang dan toleransi internal terhadap ambang
stress. Ini adalah model penting karena mengintegrasikan faktor budaya biologis,
psikologis dan sosial, cara ini mirip dengan Stress Adaptasi Model Stuart yang
digunakan sebagai kerangka kerja konseptual (Stuart, 2009). Menurut Wuerker (2000)
Model adaptasi ini membantu menjelaskan stress dengan skizofrenia, meskipun tidak
ada penelitian ilmiah telah menunjukkan bahwa stress menyebabkan skizofrenia,
namun semakin jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan yang tidak hanya
menyebabkan stress, tetapi juga diperparah oleh stress (Jones dan Fernyhougi, 2007
dalam Stuart, 2009 ). Penelitian seseorang tentang stressor, dan masalah yang terkait
dengan kopping untuk mengatasi stress dapat memprediksi timbulnya gejala.
4. Sumber Koping
Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit yang menakutkan dan sangat menjengkelkan
yang memerlukan penyusuaian baik bagi klien dan keluarga. Proses penyesuaian
pasca psikotik terdiri dari 4 fase : (1) Disonansi Kognitif (Psikosis Aktif) (2)
Pencapaian wawasan (3) Stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan
kognitif ) dan (4) Bergerak tehadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan
(Ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3-6 tahun
(moller,2006 dalam stuart, 2009 ) :
1. Efikasi atau kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala dan
menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6-12
bulan.
2. Awal pengenalan diri sebagai proses mandiri melakukan pemeriksaan realitas yang
dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan ini memakan waktu 6-12 bulan dan
tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
3. Setelah mencapai pengenalan diri, proses pencapaian kognitif meliputi keteguhan
melanjutkan hubungan interpersonal normal dan reengaging dalam kegiatan sesuai
dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1-3
tahun.
4. Ordinariness / kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan kemampuan
untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam kegiatan yang
sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-hari mencerminkan tujuan
prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2 tahun. Sumber daya keluarga, seperti
pemahaman orang tua terhadap penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi
dan kemampuan untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi
jalannya penyesuaian postpsychotic.

5. Mekanisme Koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa mekanisme pertahanan diri
dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang disebabkan
oleh penyakit mereka . Regresi adalah berkaitan dengan masalah informasi
pengolahan dan pengerluaran sejumlah besar energi dalam upaya untuk mengelola
kegelisahan,menyisakan sedikit untuk aktivitas hidup sehari-hari. Proyeksi adalah
upaya untuk menjelaskan persepsi membingungkan dengan menetapkan responsibility
kepada seseorang atau sesuatu. Penarikan diri ini berkaitan dengan masalah
membangun kepercayaan dan keasyikan dengan pengalaman internal .
Keluarga sering mengekspresikan penolakan ketika mereka mempelajari kali
diagnosis relatif mereka. Ini sama dengan penolakan yang terjadi ketika seseorang
menerima informasi yang menyebabkan rasa takut dan kecemasan. Hal ini
memungkinkan watu seseorang untuk mengumpulkan sumber daya internal dan
eksternal dan kemudia beradaptasi dengan stressor secara bertahap. Pada klien
penyesuaian postpschotic proses aktif menggunakan mekanisme koping adaptif juga.
Ini termasuk kognitif, emosi , interpersonal, fisiologis, dan spiritual strategi
penanggulangan yang dapat berfungsi sebagai dasar untuk penyusunan intervensi
keperawatan (Stuart,2009).

C. POHON MASALAH
1. Pohon Masalah
Menurut Keliat dkk (2005) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:

Risiko Mencederai Diri Sendiri Risiko Mencederai Orang Lain


dan lingkungan

Risiko Perilaku Kekerasan

Halusinasi, Isolasi Sosial, HDR, Mekanisme Koping Tidak Effektif

2. Daftar Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu Dikaji


a. Data yang perlu dikaji
NO DATA MASALAH
.

1. Subyetif : Risiko Perilaku

1. Ungkapan berupa ancaman Kekerasan

2. Ungkapan kata-kata kasar

3. Ungkapan ingin memukul/melukai


Obyektif :

1. Wajah memerah dan tegang

2. Pandangan tajam

3. Mengatupkan rahang dengan kuat

4. Mengepalkan tangan

5. Bicara kasar

6. Suara tinggi, menjerit atau berteriak

7. Mondar-mandir

b. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1) Perilaku Kekerasan.
2) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3) Perubahan persepsi sensori.
4) Harga diri rendah kronis.
5) Isolasi sosial.
6) Berduka fungsional.
7) Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif.
8) Koping keluarga inefektif.

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko Perilaku Kekerasan
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Perencanaan
No
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
.
1. Tujuan : Klien 1. Setelah…..× interaksi 1. Bina hubungan saling percaya ● Kepercayaan dari klien
dapat klien menunjukan tanda- dengan menggunakan prinsip merupakan hal yang
mengontrol tanda percaya kepada komunikasi terapeutik : mutlak serta akan
perilaku perawat : ● Sapa klien dengan ramah memudahkan dalam
kekerasan a. Ekspresi wajah baik verbal maupun pendekatan dan tindakan
bersahabat nonverbal keperawatan yang akan
SP 1 : Klien dapat b. Menunjukan rasa ● Perkenalkan nama, nama dilakukan kepada klien.
membina senang panggilan dan tujuan
hubungan saling c. Ada kontak mata perawat berkenalan
percaya d. Mau berjabat tangan ● Tanyakan nama lengkap
e. mau menyebutkan dan nama penggilan yang
nama disukai klien
f. Mau menjawab salam ● Buat kontrak yang jelas
g. Mau duduk ● Tunjukan sikap jujur dan
berdampingan dengan menepati janji setiap kali
perawat berinteraksi
h. Bersedia ● Tunjukan sikap empati dan
mengungkapkan menerima apa adanya
masalah yang dihadapi ● Beri perhatian kepada klien
dan masalah yang dihadapi
klien
● Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien
SP 2 : Klien dapat 2. Setelah…..× interaksi 1. Bantu klien mengungkapkan ● Menentukan mekanis-me
mengenal klien menceritakan perasaan marahnya: koping yang dimiliki
penyebab perilaku penyebab perilaku a. Motivasi klien untuk klien dalam menghadapi
kekerasan yang kekerasan yang menceritakan penyebab masalah serta sebagi
dilakukannya dilakukannya : rasa kesal atau jengkelnya langkah awal dalam
Menceritakan penyebab b. Dengarkan tanpa menyela menyusun strategi
perasaan jengkel/marah atau memberi penilaian berikutnya
baik dari diri sendiri setiap ungkapan perasaan
maupun lingkungannya klien.
SP 3 : Klien dapat 3. Setelah…..× interaksi 1. Bantu klien mengungkapkan ● Deteksi dini sehingga
mengidentifikasi klien menceritakan tanda- tanda-tanda perilaku kkerasan dapat mencegah tindakan
tanda-tanda tanda saat terjadi perilaku yang dialaminya : yang dapat
perilaku kekerasan kekerasan : a. Motivasi klien membahayakan klien dan
a. Tanda Sosial: menceritakan kondisi fisik lingkungan sekitar
bermusuhan yang saat perilaku kekerasan
dialami saat terjadi terjadi
perilaku kekerasan b. Motivasi klien
b. Tanda Emosional : menceritakan kondisi
perasaan marah, emosionalnya saat terjadi
jengkel, bicara kasar. perilaku kekerasan
c. Tanda Fisik : mata c. Motivasi klien
merah, tangan menceritakan hubungan
mengepal, ekspresi dengan orang lain saat
tegang,dll terjadi perilaku kekerasan
SP 4 : klien dapat 4. Setelah…..× interaksi 1. Diskusikan dengan klien ● Melihat mekanisme
mengidentifikasi klien menjelaskan : perilaku kekerasan yang koping klien dalam
perilaku kekerasan a. Jenis-jenis ekspresi dilakukannya selama ini : menyelesaikan masalah
yang pernah kemarahan yang a. Motivasi klien yang dihadapi
dilakukan selama ini telah menceritakan jenis-jenis
dilakukannya tindak kekerasan yang
b. Perasaan saat selama ini pernah
melakukan dilakukannya
kekerasan b. Motivasi klien
c. Efektivitas cara yang menceritakan perasaan
dipakai dalam setelah tindakan tersebut
menyelesaikan 2. Diskusikan apakah dengan
masalah tindakan tersebut msalah yang
dialami teratasi
SP 5 : Klien dapat 5. Setelah…..× interaksi 1. Diskusikan dengan klien ● Membantu klien melihat
mengidentifikasi klien menjelaskan akibat akibat negatif cara yang dampak yang
akibat perilaku tindakannya : dilakukan pada : ditimbulkan akibat
kekerasan a. Diri sendiri a. Diri sendiri perilaku kekerasan yang
b. Orang lain b. Orang lain dilakukan klien
c. Lingkungan c. Lingkungan
SP 6 : Klien dapat 6. Setelah…..× interaksi 1. Diskusikan dengan klien : ● Menurunkan perilaku
mengidentifikasi klien: a. Apakah klien mau destruktif yang akan
cara konstruktif Menjelaskan cara yang mempelajari cara baru mencederai klien dan
dalam sehat untuk untuk mengungkapkan lingkungan sekitar
mengungkapkan mengungkapkan marah marah yang sehat
kemarahan b. Jelaskan berbagai
alternatif pilihan untuk
mengungkapkan marah
selain perilaku kekerasan
yang diketahui klien
c. Jelaskan cara-cara sehat
untuk mengungkapkan
marah :
-Cara fisik : nafas dalam,
pukul bantal atau kasur,
olahraga
-Verbal : mengungkapkan
bahwa dirinya sedang
kesal kepada orang lain.
-Sosial : Latihan asertif
dengan orang lain
-Spiritual :
Sembahyang/doa, zikir,
meditasi,dlsb
SP 7 : Klien dapat 7. Setelah…..× interaksi 1. Diskusikan cara yang akan 1. Keinginan untuk marah
mendemonstrsikan klien memperagakan cara dipilih dan anjurkan klien tidak tahu kapan
cara mengontrol mengontrol perilaku memilih cara yang munculnya serta siapa
perilaku kekerasan kekerasan memungkinkan untuk yang akan memicunya
a. Fisik : tarik nafas mengungkapkan kemarahan 2. Meningkatkan
dalam, memukul 2. Latih klien memperagakan kepercayaan diri klien
bantal/kasur cara yang dipilih : serta asertifitas klien saat
b. Verbal : a. Peragakan cara yang dipilih marah/jengkel.
Mengungkapkan b. Jelaskan manfaat cara 3. Meningkatkan asertifitas
perasaan tersebut klien dalam menghadapi
kesal/jengkel pada c. Anjurkan klien menirukan marah.
orang lain tanpa peragaan yang sudah
menyakiti dilakukan
c. Spiritual : Berdoa d. Beri penguatan pada klein,
sesuai agama perbaiki cara yang masih
belum sempurna
3. Anjurkan klien menggunakan
cara yang sudah dilatih saat
marah/jengkel
SP 8 : Klien 8. Setelah…..× interaksi 1. Diskusikan pentingnya peran ● Keluarga adalah sistem
mendapat keluarga : serta keluarga sebagai pendukung utama bagi
dukungan a. Menjelaskan cara pendukung klien untuk klien
keluarga untuk merawat klien mengatasi perilaku kekerasan
mengontrol dengan perilaku 2. Diskusikan potensi keluarga
perilaku kekerasan kekerasan untuk membantu klien
b. Mengungkapkan rasa mengatasi perilaku kekerasan
puas dalam merawat 3. Jelaskan pengertian, penyebab,
klien akibat, dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilakukan keluarga
4. Peragakan cara merawat klien
5. Beri kesempatan keluarga
untuk memperagakan ulang
6. Beri pujian pada keluarga
setelah peragaan
7. Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatih
SP 9 : KLien 9.1 Setelah…..× inter-aksi 9.1 Jelaskan pada klien : ● Mensukseskan program
menggunakan klien menje-laskan : a. Manfaat minum obat pengobatan klien
obat sesuai a. Manfaat minum obat b. Kerugian tidak minum
program yang b. Kerugian tidak obat
telah ditetapkan minum obat c. Nama obat
c. Nama obat d. Bentuk dan warna obat
d. Bentuk dan warna e. Dosis yang diberikan
obat f. Waktu pemakaian
e. Dosis yang g. Cara pemakaian
diberikan h. Efek yang dirasakan
f. Waktupemakaian 9.2 Anjurkan klien :
g. Cara pemakaian a. Minta dan menggunakan
h. Efek yang dirasakan obat tepat waktu
9.2 Setelah…..× inter-aksi b. Lapor ke perawat/dokter
klien menggu-nakan obat jika mengalami efek yang
sesuai program tidak biasa
c. Beri pujian terhadap
kedisiplinan klien
menggunakan obat.
F. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (Individu,Keluarga,dan
Kelompok)
1. Individu
Sp 1. Pengkajian,latihan nafas dalan dan memukul bantal dan kasur
Sp 2. Mengontrol perilaku kekerasan dengan Latihan patuh minum obat
Sp 3. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal atau sosial
Sp 4. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
2. Keluarga
Sp 1. Cara merawat pasien dan latih fisik 1(latihan nafas dalam dan
mukul bantal kasur)
Sp 2. Latihan cara patuh minum obat
Sp 3. Latihan cara verbal atau sosial
Sp 4. Latihan cara spiritual
3. Terapi aktivitas kelompok
Sesi 1. Mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
Sesi 2. Mencegah perilaku kekerasan fisik
Sesi 3. Mencegah perilaku kekerasan sosial
Sesi 4. Mencegah perilaku kekerasan spiritual
Sesi 5. Mencegah perilaku kekerasan patuh minum obat.
DAFTAR PUSTAKA

Damaryanti, Mukhripah, Iskandar, S.Kep.,Ns. 2012. Asuhan Keperawatan


Jiwa.Samarinda:PT.Refika Aditama.
Keliat Budi Ana, 1999, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Jakarta :EGC.
Stuart GW, Sundeen, 1995, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.). St.Louis Mosby Year Book.
Sulastri,2013.Keperawatan Kesehatan Jiwa.Lampung : Poltekkes Kemenkes
Tanjungkarang Jurusan Keperawatan.
Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit
Buku Kedokteran,EGC;Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai