c. Tahap 3: Krisis
Perasaan : Peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : Agitasi, gerakan mengancam, menyerang orang
disekitar, berkata kotor; berteriak
Tindakan perawat : Lanjutkan intervensi tahap 2, dalam menjaga jarak
pribadi, hangat (tidak mengancam) konsekuensi, cobalah untuk menjaga
komunikasi
a. Asertif
Prilaku asertif adalah menyampaikan suatu persaan diri dengan paasti dan
merupakan komunikasi untuk menghormati orang lain . individu yang asertif
berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat normal dari individu
lainnya dengantepat sesuai dengan setuasi pada saat berbicara kontak mata
langsung tapi tidak mengganggu,intonasi sura dalam berbicara tidak
mengancam ,postur tegak dan santai, kesan keseluruhan adalah bahwa
individu tersebut kuat tapi tidak mengancam. Permintaan masukan yang
positif juga termasuk perilaku asertif ( Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
b. Pasif
Individu yang sering pasif sering menyampaikan haknya dari persepsinya
terhadap hak orang lain. Ketika seseorang yang pasif marah makan dia akan
berusaha menutupi kemarahannya sehingga meningkatkan tekanan pada
dirinya (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009). Perilaku pasif dapat
diekspresikan secara nonverbal, seseorang yang pasif biasanya bicara pelan,
sering dengan cara kekanak-kanakan dan kontak mata yang sedikit. Individu
tersebut mungkin dalam posisi membungkuk, tangan memegang tubuh
dengan dekat ( Stuart, 2009)
c. Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang kurang
realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (Stuart & Laraia, 2005).
Frustasi adalah kegagalan individu dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Frustasi akan bertambah berat jika keinginan yang tidak tercapai memiliki
nilai yang tinggi dalam kehidupan (Keliat & Sinaga, 1991).
d. Agresif
Individu yang agresif tidak menghargai hak orang lain. Individu harus merasa
bersaing untuk mendapatkan apa yang diinginkanya seorang yang agresif
didalam hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan perbal .berlaku
agresif pada dasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa percaya
diri ( bushman & baumeister,1998 dalam stuart & laraia,2005;stuart,2009 )
prilaku agresif juga ditunjukkan secara non perbal,seseorang yangagresif
melanggar batas orang lain ,bicaranya keras dan lantang,biasanya kontak mata
yang berlebihan dan mengganggu ,postur kaku dan tanpak mengancam (
stuart,2009)
e. Amuk
Amuk atau prilaku kekerasan adalah perasaan marah dan permusuhan yang
kuat dan disertai kehilangan control diri sehingga individu dapat merusak
diri,orang lain dan lingkungan( melihat keliat & sinaga,1991). Menurut stuart
dan laraya (2009)prilaku kekerasan berplukstuasi dari tingkat rendah sampai
tinggi yaiyu yang disebut dengan hirarki prilaku agresi dan kekerasan (gambar
2.1 )
Gambar 2.1 hirarki prilaku pada klien dengan prilaku kekerasan
Stressor presipitasi
Nature origin Timing Number
Sumber koping
Kemampuan person dukungan social asset material keyakinan positif
Mekanisme koping
Konstruktif destruktif
1 Faktor Fredisposisi
a. Faktor biologi
Faktor biologi secara alami dapat menjadi salah satu faktor penyebab
(predisposisi) atau menjadi faktor pencetus (presipitasi) terjadinya perilaku
kekerasan pada individu. Fraktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat
dilihat sebagai suatu keadaanatau faktor risiko yang dapat mempengaruhi peran
dalam menghadapi stressor adapun yang termasuk dalam faktor biologis ini
adalah :
1). Struktur otak (neuroanatomi)
Penelitian telah di fokuskan pada tiga area otak yang diyakini terlibat dengan
perilaku agresif adalah sistem limbik ,lobus frontal,dan
hiphotalamus.Neurotransmiter juga di usulkan memiliki peran dalam munculnya
prilaku kekerasan atau penekanan prilaku kekerasan
(Niehoff,2002;Hoptman,2003 Stuart & Laraia ,2005;Stuart & laraia,2005;Stuart
,2009)
Kerusakan struktur pada limbik dan lobus frontal serta lobus temporal otak
dapat mengubah kemampuan individu untuk memodulasiagresif sehingga
menyebabkan perilaku agresif sehingga menyebabkan perilaku agresif/kekerasan
(Videback,2008).Penelitian telah menemukan bahwa pada epilepsi pada daerah
lobus temporal dan frontal ada pada klien episodik agresif dan perilaku kekerasan
(townsend,2009;Fontaine;2009
Sistem limbik di kaitkan dengan mediasi dorongan dasar dan ekspresi emosi serta
tingkah laku manusia seperti :makan ,agresi,dan respon sexual,termasuk proses
pengolahan informasi dan memori. Sintesis informasi ke dan dari area lain otak
mempunyai pengaruh pada emosional dan perilaku .perubahan dalam sistem
limbik dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan perilaku agresif .Secara
khusus amigdala bagian dari sistem limbik menjadi mediasi ekpresi kemarahan
dan ketakutan (Stuart,2009).
Lobus Frontal berperan penting dalam mediasi tingkah laku yang berarti dan
berfikir rasional. Lobus ini merupakan bagian dari otak dimana pikiran dan emosi
beriinteraksi. Kerusakan pada lobus frontal dapat mengakibatkan gangguan
penilaian,perubahan kepribadian ,masalah pengambilan
keputusan,ketidaksesuaian dalam berhubungan dan ledakan agresif.Hipotalamus
di dasar otak berfungsi sebagai sistem alarm/peringatan otak. Kondisi stress
menaikan jumlah steroid,hormon yang di keluarkan oleh kelenjar adrenal,saraf
reseptor untuk hormon ini menjadi kurang sensitif dalam upaya mengkompensasi
peningkatan steroid dan hipotalamus merangsang kelenjar pituitari untuk
menghasilkan lebih banyak steroid. Setelah stimulasi berulang sistem berespon
lebih kuat terhadap provokasi. Ini menjadi salah satu alasan mengapa stress
traumatik pada anak secara permanen dapat meningkatkan potensi seseorang
untuk melakukan kekerasan (Stuart,2009).
2) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6 yang
mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel,2007). Sedangkan
Buchana dan Carpenter (2000,dalam Stuart & Laraia,2005;Stuart,2009)
menyebutkan bahwa kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia
adalah kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berperan adalah
kromosom 4,8,15 dan 22,Craddok et al (2006 dalam Stuart,2009 ).
Penelitian lain juga menemukan gen GAD 1 yang bertanggung jawab
memproduksi GABA ,dimana pada klien skizofrenia tidak dapat meningkat
secara normal sesuai perkembangan pada daerah frontal,dimana bagian ini
berfungsi dalam proses berfikir dan pengambilan keputusan Hung et al,(2007
dalam Stuart ,2009).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang
menunjukan anak kembar identik beresiko mengalami skizofrenia sebesar,
sedangkan pada kembar nonidentik/fraternal beresiko 15% mengalami
skizofrenia. Risiko 15% jika salah satu orang tua menderita skizofrenia. Angka
ini meningkat 40% - 50% jika kedua orangtua biologis menderita skizofrenia
(Cancro & Lehman,2000;Videback,2008;Stuart,2009;Townsend
,2009;Fontaine,2009).
Semua penelitian ini menunjukan bahwa faktor genetik dapat menjadi penyebab
terjadinya skizofrenia dan perlu menjadi perhatian untuk mengetahui risiko
seseorang mengalami skizofrenia dilihat dari faktor keturunan.
3) Neurotransmiter
Neurotransmiter adalah zat kimia otak yang di transmisikan dari dan ke seluruh
neuron sinapsis,sehingga menghasilkan komunikasi antara otak dan struktur otak
lain. Peningkatan atau penurunan zat ini dapat mempengaruhi prilaku ,perubahan
keseimbanagn zat ini dapat memburuk atau menghambat prilaku agresif .
Beberapa penelitian menunjukan bahwa berbagai neurotransmiter
(epineprin,norepineprin,dopamine,acetylcolin dan serotinin) berperan dalam
fasilitasi dan inhibisi rangsangan agresif (Sadock&Sadock,2007 dalam
Townsend,2009) Rendahnya neurotransmiter serotonin di kaitkan dengan prilaku
iritabilitas,Hipersensitifitas terhadap provokasi,dan prilaku amuk. Individu
dengan prilaku inpulsif, bunuh diri, dan melakukan pembunuhan,mempunyai
serotononin dengan jumlah rendah daripada rata-rata jumlah asam 5-
hidroxynoleacetik (5-HIAA)/produk serotonin (Stuart,2009).
Penelitian ini telah menunjukan adanya hubungan antara agresif inpulsif dengan
rendahnya level neurotransmiter serotonin Hasil temuan menyatakan bahwa
serotonin berperan sebagai inhibitor utama prilaku agresif,dengan demikian kadar
serotonin yang rendah dapat menyebabkan peningkatan prilaku agresif, selain itu
peningkatan aktiitas dopamine dan norepineprin di otak di kaitkan dengan prilaku
kekerasan yang inpulsif (Kavousi et al.1997 dalam Videback,2008;Frandle et al,
2005;. Perusse & Gendreu,2005; Pihl & Benkelfat ,2005 dalam Fontaine,2009).
4. Imunovirologi
Karakteristik biologis lain yang berhubungan dengan prilaku kekerasan adalah
riayat penggunaan obat NAPZA dan frekuensi dirawat. Penggunaan napza akan
mempengaruhi fungsi otak, mempengaruhi terapi dan perawatan yang diberikan
(Dyha,2009). Frekuensi dirawat menunjukan seberapa sering individu dengan
prilaku kekerasan mengalami kekambuhan. Prilaku kekerasan pada skezoprenia
sering terjadi karena penyakit yang tidak terkontrol, putus obat, kecemasan karena
kegagalan dalam mengerjakan sesuatu atau situasi yang menciptakan prilaku
kekerasan (stuart & laraia, 2005; stuart, 2009). Secara umum dua populasi klien
akan meningkatkan resiko kekerasan yaitu klien dengan gejala psikotik aktif dan
penyalah gunaan zat (Nolan et al. 2003 dalam stuart, 2009). Prilaku kekerasan
juga meningkat pada klien penyalah gunaan zat, skizoprenia dan tidak mengambil
obat yang diresepkan, hidup bersama dalam orang yang mengalami gangguan
jiwa ( Citrome dan Volavka, 1999 dalam Videback, 2008).
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis merupakan salah satu predisposisi atau presipitasi dalam
proses terjadinya perilaku agresif/ kekerasan. Menurut stuart dan Laraia (2005) yang
termasuk dalam faktor psikologis diantaranya kepribadian, pengalaman masa lalu,
konsep diri, dan pertahanan psikologi diantaranya kepribadian, pengalaman masa
lalu, konsep diri, dan pertahanan psikologi.
1) Teori psikoanalitik
Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan bahwa
pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan atau
pengalaman hidup yang membatasi kemampuan individu untuk memilih
mekanisme yang bukan perilaku kekerasan. Faktor perkembangana atau
pengalaman hidup yang membatasi mekanisme koping nonviolence
menurut Stuart dan Laraia (2009) sebagai berikut:
gangg uan otak organik, mental reterdasi, ketidakmampuan belajar karena
kerusakan kapasitas bertindak secara efektif terhadap anak, orang tua yang
terlalu penyayang dan berkontribusi pada kurang rasa percaya dan harga
rendah diri; mengalami kekerasan bertahun-tahun, korban child abuse atau
sering melihat kekerasan dalam keluarga dapat menanamkan pola
oenggunaan kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.
2) Teori pembelajaran
Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa perilaku agresif
dipelajari melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari pembelajaran
internal dan eksternal. Pembelajaran internal terjadi selama individu
mendapat penguatan pribadi ketika melakukan perilaku agresif
kemungkinan sebagai kepuasan dalam mencapai tujuan atau pengalaman
merasa penting, mempunyai kekuatan dan control terhadap orang lain.
Pembelajaran eksternal terjadi selama observasi medel peran seperti
peran sebagai orang tua, teman sebaya, saudara, oleh raga dan tokoh
hiburan (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009).
Menurut teori pembelajaran sosial, perilaku imitasi/meniru perilaku
agresif sebagai perilaku yang dapat diterima untuk memecahkan masalah
dan sesuai status sosial. Peran pemodelan merupakan salah satu bentuk
pembelajaran terkuat, model perilaku anak-anak pada fase awal adalah
orang tua, bagaimana orang tua atau orang terdekat mengekspresikan
marah menjadi contoh anak dalam ekspresi marahnya (Townsend, 2009)
Role model/contoh tidak selalu dirumah, penelitian membuktikan bahwa
acara kekersan ditelevisi sebagai faktor predisposisi perilaku agresif
(American Psychological Assocation,2006, dalam Townsend, 2009).
Menurut American Psychological Assocation,, (2006, dalam Townsend,
2009) menyarankan pentingnya pengawasan terhadap apa yang anak lihat
dan peraturan tentang acara kekerasan dimedia untuk mencegah
pemodelan kekerasan. Faktor psikologis lain dapat berupa kegagalan,
kegagaglan dapat berakibat frustasi (Stuart & Laraia, 2005).
Kegagalan sering diartikan oleh individu oleh ketidakmampuan, respon
yang mucul pada saat individu mengalam kegagalan dapat berupa
penyalahan terhadap diri sendiri, atau orang lain yang ditunjukan dengan
perilaku kekerasan (Dyah, 2009).
Stressor presipitasi yang lain adanya abnormal pada pintu mekanisme adalah proses
elektrik yang melibatkan elektrolit,hal ini memicu penghambatan saraf dan rangsang
aksi dan umpan balik yang terjadi pada sistem syaraf.penurunan pintu mekanisme
/gating proses ini di tunjukan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih
stimuli secara selektif (Hong et al;2007 dalam Stuart, 2009). Menjadi faktor biologi
lainyayang merupakan predisposisi dapat menjadi presipitasi dengan memperhatikan
asal stressor,baik internal lingkungan eksternal individu.waktu dan frekuensi
terjadinya stressor prilaku untuk di kaji (Stuart & Laraia ,2005).
b. Faktor Psikologis
Pemicu prilaku kekerasan dapat di akibatkan oleh toleransi terhadap frustasi yang
rendah ,koping individu yang tidak efektif,impulsive dan membayangkan atau secara
nyata adanya ancaman terhadap keberadaan dirinya ,tubuh atau kehidupan .dalam
ruang perawatan .prilaku kekerasan dapat terjadi karena provokasi petugas, prilaku
kekerasan terjadi pada setting ini dimana petugas merasa memiliki sikap otoriter dan
cenderung mengatur apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh klien ,menahan
klien bertentangan dengan keinginan klien dan memaksa untuk minum obat ,semua
itu prilaku agresif /kekerasan dapat terjadi karena beberapa perasaan seperti marah
,ansietas rasa bersalah ,frustasi atau kcurigaan (Townsend,2009)
3. Penilaian Stressor
Model stress Diatesis dalam sebuah karya klasik oleh Liberman dan rekan (1994)
menjelaskan bahwa gejala sskizofrenia berkembang berdasarkan pada hubungan
antara jumlah stress dalam pengalaman seseorang dan toleransi internal terhadap
ambang stress. Ini adalah model penting karena mengintegrasikan faktor budaya
biologis ,psikologis,dan social ,cara ini mirip dengan stress adaptasi model stuart
yang di guinakan sebagai kerangka kerja konseptual (Stuart ,2009). Menurut Wuerker
(2000) model adaptasi ini membantu menjelaskan hubungan stress dengan
skizofrenia ,meskipun tidak ada penelitian ilmiah telah menunjukan bahwa stress
menyebabkan skizofrenia ,namun semakin jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan
yang tidak hanya menyebabkan stress ,tetapi juga di perparah oleh stress (Jones dan
Fernyhougi ,2007 dalam Stuart ,2009). Penilaian seseorang tentang stressor ,dan
masalah yang terkait dengan koping untuk mengatasi stress dapat memprediksi
timbulnya gejala.
4. Sumber Koping
Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat menjengkelkan
yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien dan keluarga .Proses penyesuaian
paska psikotik terdiri dari empat fase : (1). Disonansi kognitif (psikosis aktif) ,(2)
pencapaian wawasan, (3) stabilitas dalam semua aspek kehidupan (ketetapan
kognitif) dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan
(ordinariness). Proses multifase penyesuaian dapat berlangsung 3 samapi 6 tahun (
Moller 2006 ,dalam stuart ,2009) :
a. Efikasi /kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala
dan menstabilkan disonasi kognitif setelah episode pertama memakan waktu 6
sampai 12 bulan.
b. Awal pengenalan diri/insight sebagai proses mandiri melakukan pemerikasaan
realitas yang dapat diandalkan .pencapaian keterampilan ini memakan waktu
6 sampai 18 bulan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan dukungan
yang berkelanjutan .
c. Setelah mencapai pengenalan diri/insight ,proses pencapaian kognitif meliputi
keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan reengaging dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan dengan sekolah dan bekerja
.fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari – hari
mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2
tahun.sumber daya keluarga,seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit ,
keuangan ,ketersediaan waktu dan energi,dan kemampuan untuk menyediakan
dukungan yang berkelanjutan mempengaruhi jalanya penyeseuaian
postpsychotic.
5. Mekasnisme koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa mekanisme pertahanan
diri dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan yang di
sebabkan oleh penyakit mereka. Regresi adalah berkaitan dengan masalah
informasi pengolahan dan pengeluaran sejumlah besar energi dalam upaya
untuk mengelola kegelisahan ,menyisakan sedikit untuk aktivitas hidup
sehari- hari. Proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi
membingungkan dengan menetapkan reponsibility kepada seseorang atau
sesuatu .Penarikan diri ini berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan
dan keasyikan dengan pengalaman internal.
b. Data objektif:
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkan rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak (Kemenkes RI, 2012)
D. Pohon masalah
Menurut keliat dkk (2005) pohon masalah perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut :
E. Diagnosis
1.diagnosis keperawatan : risiko prilaku kekerasan
2. diagnosa medis : skizoprenia
F. Rencana tindakan
1. Rencana tindakan keperawatan generalis
Diagnosa Sp/kemampuan klien Sp/kemampuan keluarga
keperawatan
Resiko prilak Sp 1. Sp.1
u kekerasan Identifikasi penyebab Diskusikan masalah yang
tanda dan gejala ,pk yang dirasakan dalam merawat
di lakukan ,akibat pk klien
Jelaskan cara mengontrol Jelaskan pengertian
pk : ,tanda dan gejala dan
fisik,obat,verbal,spiritual proses terjadinya pk
Latihan cara mengontrol (gunakan booklet)
pk secara fisik : tarik Jelaskan cara merawat pk
napas dalam dan Latih satu cara merawat
pukulkasur dan bantal. pk dengan melakukan
Masukan pada jadwal kegiatan
kegiatan untuk latihan Fisik :tarik nafas dalam
fisik. dan pukul bantal
Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal dan
memberi pujian
Sp.2 Sp.2
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan
fisikn,beri pujian keluarga dalam merawat /
Latih cara mengontrol pk melatih
dengan obat jelaskan 6 Jelaskan 6 benar member
benar obat : jenis,guna obat
dosis,frekuensi Latih cara memberikan
,cara,kointuinitas minum /membimbing minum
obat obat
Masukan pada jadwal Anjurkan membantu
kegiatan untuk latihan pasien sesuai jadwal dan
fisik dan minum obat. beri pujian
Sp.3 Sp.3
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan
fisik & obat,beri pujian keluarga dalam
Latih cara mengontrol pk merawat/melatih pasien
secara verbal ( 3 cara fisik dan memberikan
yaitu mengungkapkan obat,beeri pujian
,meminta,menolak Latih cara membimbing
dengan benar) ,cara bicara yang baik.
Memasukkan pada Latih cara membimbing
jadwal kegiatan untuk kegiatan spiritual
latihan fisik ,minum obat Anjurkan membantu
dan verbal pasien sesuai jadwal dan
member pujian
Sp.4 Sp.4
Evaluasi kegiatan latihan Evaluasi kegiatan
fisik dan obat,verbal,beri keluarha dalam merawat
pujian /melatihpaisen
Latihan cara mengontrol ,fisik,memberikan
spiritual ( 2 kegiatan ) obat,latihan bicara yang
Masukkan pada jadwal baik dan kegiatan
kegiatan spiritual , beri pujian
untuk latihan fisik minu Jelaskan follow up ke
m ,obat,verbal dan RSJ /pkm ,tanda kambuh
spiritual ,rujukan
Anjurkan membanntu
pasien sesuai jadwal dan
memberikan pujian
Dyah W (2009) .pengaruh assertive training terhadap perilaku Kekerasan pada klien
skizoprenia,tesis.jakarta.FIK UI.tidak dipublikasikan
Keliat,B.A,(2005).Modul Basic Course Community Mental Health Nursing.kejasama
FIK UI dan WHO
Keliat,B.A,&Akemat.(2005).keperawatan jiwa terapi aktivitas kelompok.jakarta
:EGC