Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. MASALAH UTAMA : RISIKO PERILAKU KEKERASAN


1. PENGERTIAN
1) Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan untuk melukai
dirinyadan seseorang secara fisik, verbal, maupun psikologis (Malfasari
et al. 2020).
2) Perilaku kekerasan ini dapat dilakukan secara verbal untuk mencederai diri
sendiri, orang lain, danlingkungannya, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah
yang tidak terkontrol (Dermawan2018).
3) Pada pasien dengan perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan
secarafluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan
emosi yang memilikiciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan
adanya perasaan tidak suka yangsangat kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin
menyerang, meninju, menghancurkan ataumelempar sesuatu dan biasanya timbul
pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akanterjadi perilaku agresif
(Siauta, Tuasikal & Embuai 2020).
4) Perilaku kekerasan berfluktuasidari tingkat rendah (memperlihatkan
permusuhan) sampai tinggi dan membahayakan(melukai) (Stuart & Laraia
2009).
Dari pernyatan diatas maka prilaku kekerasan atau agresifitas dapat didefinisikan
sebagai prilaku mencederai orang lain, diri sendiri dan lingkungan yang berfariasi
dari intensitas ringan sampai berat atau intens,dilakukan baik secara verbal, fisik, dan
emosional yang akan mengakibatkan kerusakan harta benda, perampasan hak,
kerugian dan bahkan kematian

2. Tahapan risiko perilaku kekerasan


Tahapan prilaku agresif atau risiko perilaku kekerasan : (Fontaine,2019)
a. Tahap 1: tahap memicu
Perasaan : Kecemasan
Perilaku : Agitasi, mondar mandir, menghindari kontak
Tindakan perawat : Mengidentifikasi faktor pemicu , mengurangi kecemasan ,
memecahkan masalah bila memungkinkan
b. Tahap 2 : Tahap transisi
Perasaan : Marah
Pilaku : agitasi meningkat
Tindakan perawat : jangan tangani marah dengan amarah , menjaga
pembembicaraan , menetapkan batas dan memberikan pengarahan , mengajak
kompromi , mencari dampak agitasi ; meminta bantuan .
c. Tahap 3 : Krisis
Perasaan : peningkatan kemarahan dan agresi
Perilaku : agitasi , gerakan mengancam , menyerang orang disekitar , berkata
kotor ; berteriak
Tindakan perawat : lanjutkan intervensi tahan 2 , dalam menjaga jarak pribadi ,
hangat (tidak mengancam) konsekuensi , cobalah untuk menjaga komunikasi.
d. Tahap 4 : Perilaku merusak
Persaan : marah
Perilaku : menyerang ; merusak
Tindakan perawat : lindungin klien lain , menghindar , melakukan pengekangan
fisik
e. Tahap 5 : tahap lanjut
Perasaan : agresi
Perilaku : mengentikan perilaku terang – terangan destruktif, pengurangan
tingkat gairah
Tindakan perawat: tetap waspada karena prilaku kekerasan baru masih
memungkinkan, hindari pembalasan atau balas dendam
f. Tahap 6: tahap peralihan
Perasaan:marah
Perilaku:agitasi,mondar mandir
Tindakan perawat:lanjutan fokus mengatasi masalah utama

3. Rentang Respon Risiko Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan merupakan respon kemaraan.respon kemarahan dapat
berfluktuasi dalam rentang adaptif sampai maladaptif (Kliat & Sinaga,2019).rentan
respon marah menurut stuart dan sundeent(2015) di jelaskan dalam skema 2.2
dimana agresif dan amuk (perilaku kekerasan) berada pada rentan respon yang
maladaftif
hh respon maladaptif
Respon

Asertif pasif frustasi Agresif amuk

a. Asertif
Perilaku asertif adalah menyampaikan suatu perasaan diri dengan
pasti dan merupakan komunikasi untuk menghormayi orang lain.individu
yang asertif berbicara dengan jujur dan jelas. Mereka dapat melihat norma
dari individu lainnya dengan tepat sesuai dengan situasi. Pada saat berbicara
kontak mata langsung tapi tidak mengganggu, intinasi suara dalam berbicara
tidak mengancam.
Postur tegak dan santai, kesan keseluruhan adalaah bahwa individu
tersebut kuat tapi tidak mengancam.individu yang asertif dapat menolak
permintaan yang tidak beralasan dan menyampaikan resionalnya kepada
orang lain dan sebaliknya individu juga dapat menerima dan tidak merasa
bersalah bila permintaannya ditolak orang lain.individu yang asertif ingat
untuk mengungkapkan kasih sayang kepada siapa saja yang dekat,ujian
diberikan sepatutnya. Permintaan masukan yang positif juga termasuk
prilaku asertif (stuart&laraia, 2015; stuart, 2019.)
b. Pasif
Individu yang pasif sering mengenyampingkan haknya dari
persepsinya terhadap hak orang lain. Ketika seseorang pasif marah maka dia
berusaha menutupi kemarahannya senhingga meningkatkan tekanan pada
dirinya. Pola interaksi seperti ini dapat menyebabkan gangguan
perkembangan interpersonal ( stuart&laraia,20019). Perilaku pasif dapat
diekspresikan secara nonverbal, seorang yang pasif biasanya bicara pelan,
sering dengancara kekanak-kanakan dan kontak mata yang sedikit. Individu
tersebut mungkin dalam kondisi membungkuk, tangan memegang tubuh
dengan dekat (stuart, 2019)
c. Frustasi
Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan yang
kurang realistis atau hambatan dalam mencapai tujuan (( stuart&laraia,
2005)frustasi adalah kegagalan individu dalam mencapai tujuan yang
diinginkan frustasi akan bertambah berat jika keinginan yang tidak tercapai
memiliki nila yang tinggi dalam kehidupan (keliat&sinaga,1991)
d. Agresif
Indifidu yang agresi tidak menghargai hak orang lain . indifidu mersa
harus bersaing untuk merasakan apa yang diinginkannya . sesorang yang
agresif didalam hidupnya selalu mengarah pada kekerasan fisik dan ferbal .
perilaku agresif pada dasarnya disebabkan karena menutupi kurangnya rasa
percaya diri (bushman & baumeister, 1998 dalam stuart & laraia , 2005;
stuart , 2009). Perilaku agresif juga dapat ditunjukan secara non verbal ,
seseorang yang agresif melanggar batas pribadi orang lain , bicaranya keras
dan lantang , biasanya kontak mata yang berlebihan dan mengganggu ,
postur kaku dan tampak mengancam (stuart , 2009).
e. Amuk
Amuk atau perilaku kekerasan adalah perasaan marah dan
bermusuhan yang kuat yang disertai kehilangan kontrol diri sehingga
indifidu dapat merusak diri sendiri , orang lain dan lingkungan (keliat &
sinaga , 1991). Menurut stuart dan laraia (2009) perilaku kekerasaan
berfluktuasi dari tingkat rendah sampai tinggi yaitu yang disebut dengan
hiraki perilaku agresif dan kekerasan (gambar 2.1)
Hirarki Perilaku pada klien dengan perilaku kekerasan

Melukai dalam tingkat serius dan berbahaya


Tinggi
Melukai dalam tingkat yang tidak brbahaya
Mengucapkan kata-kata ancaman dengan rencana
melukai
Menyentuh orang lain dengan cara yang manakutkan
Mengucapkan kata-kata ancaman tanpa melukai
Mendekati orang lain dengan ancaman

Rendah Bicara keras dan menuntut


Memperlihatkan permusuhan dengan tingkat rendah

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa perilaku kekerasan


mempunyai tingkat berdasarkan perilakunya mulai dari yang terendah yaitu
memperlihatkan permusuhan pada tingkat rendah sampai pada tingkatan
yang tertinggi yaitu melukai dalam tingkat serius dan membahayakan .

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon maladaptif dari marah .
marah adalah emosi yang kuat ; ketika ditolak atau dipendam dapat memicu masalah
fisik seperti sakit kepala migren , ulcers , radang usus dan bahkan penyakit jantung
koroner ; ketika ditunjukan kedalam diri sendiri mrah dapat mengakibatkan depresi
dan harga diri rendah ; ketika diungkapkan tidak dengan tepat , dapat memburuk
hubungan ; ketika ditekan / supresi , marah dapat berubah menjadi kebencian yang
sering dimanifestasikan dengan perilaku diri yang negatif dari pasif sampai agresif
(tauwwensend , 2019).
Faktor predesposisi

Biologi psikilogi sosial kultural

Stresor presipirasi

Nanure Origin Timin Number


Penilaian terhadap stresor

Kognitif Afektif fisiologis perilaku sosial

Sumber koping

Kemampuan person Dukungan sosial alat material keyakinan positif

Mekanisme koping

Konstruktif Destruktif

Remang respon koping

Respon Adaptif Respon maladaptif


1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologi
Faktor biologi secara alami dapat menjadi salah satu faktor penyebab
(redisposisi) atau menjadi faktor pencetus (presipitasi) terjadinya perilaku
kekerasan pada indifidu . faktor redisposisi yang berasal dari biologis dapat
dilihat sebagai suatu keadaan atau faktor risiko yang dapat memengaruhi
peran manusia dalam menghadapi stressor. Adaapun yang termasuk dalam
faktor biologis ini adalah:
1) Struktur otak (nouroanatomi)
Penelitian telah difokuskan pada tiga area otak yang diyakini
terlibat dengan perilaku agresif adalah sistem limbik, lobus frontal,
dan hipotalamus.nourotransmitter juga diusulkan memeiliki perran
dalam munculnya perilaku kekerasan atau penekanan prilaku
kekerasan (Rstuart, 2019)
Kerusakan struktur pada sistem limbik dan lobus frontal serta
lobus temporal otak dapat mengubah kemampuan individu untuk
memodulasi ageresif sehingga menyebabkan perilaku
agresif/kekerasan (Videback, 2018). Penelitian telah menemukan
bahwa epilepsi pada daerah lobus temporal dan frontal ada pada klien
episodik agresif dan perilaku kekerasan, tumor diotak terutama di
sistem limbik dan lobus temporal serta traauma otak menjadi
predisposisi agresif dan perilaku kekerasan (Towsend, 2019; Fontain,
2019)
2). Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5 dan 6
yang mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia (Copel,
2017). Sedangkan Buchanan dan Carpenter (2019, dalam Stuart &
Laraia, 2015; Stuart , 2019) menyebutkan bahwa krornosom yang
berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah kromosom 6.
Sedangkan kromosom lain yang juga berperan dalam kromosom 4, 8,
15 dan 22, craddok et al(2016 dalam stuart, 2019 ).

3). Neurotranmiter
Adalah zat kimia otak yang ditransmisikan dari dan keseluruh
neuron sinaksis, sehingga menghasilkan komunikasi antara otak dan
sruktur otak yang lain. Peningkatan atau penurunan zat ini dapat
mempengaruhi perilaku perubahan keseimbangan zat ini dapat
memperburuk atau menghambar perilaku agresif . beberapa penelitian
menunjukan bahwa berbagai neuro transmiter (epinefrin, nerepinefrin,
dopaine, acetiyelcholine dan serotinin ) berperan dalam fasilitasi dan
inhidisi ransangan agresif (sadock & sadock, 2007 dalam townsend,
2009). Rendahnya neuro tranmiter serotonin dikaitkan dengan
perilaku yang iritabilitas , hipertensensi vitas terhadap provokasi , dan
perilaku amuk. Indifidu dengan perilaku impulsif, bunuh diri, dan
melakukan pembunuhan, mempunyai sorotanin dengan jumlah lebih
rendah dari pada rata-rata, jumlah asam 5-hidroxyinoleacetik (5-
HIAA)/ produk serotonin (stuart, 2020).
4) Imunovirologi
Karakteristik biologis yang lain yang berhubungan dengan
perilaku kekerasan adalah riwayat penggunaan obat NAPZA dan
prekuensi dirawat. Penggunaan NAPSA akan mempengaruhi fungsi
otak, mempengaruhi terapi perawatan yang diberikan fungsi otak,
mempengaruhi terapi dan perawatan yang diberikan (dyah 2027).
Frekuensi dirawat menunjukan seberapa sering indifidu dengan
perilaku kekerasan mengalami kekambuhan. Perilaku kekerasan pada
skizofrenia sering terjadi karena penyakit yang tidak tekontrol, putus
obat, kecemasan karena kegagalan dalam mengerjakan sesuaatu atau
situasi yang menciptakan perilaku kekerasan (stuart & laraia, 2018;
stuart, 20018). Secara umum dua populasi klien akan meningkatkan
risiko kekerasan yaitu klien dengan gejala psikotik aktif dan
penyalahgunaan zat. Perilaku kekerasan juga meningkat pada klien
penyalahgunaan zat, skizofrenia dan tidak mengambil obat yanng
diresepkan, hidup bersama dalam orang yang mengalami gangguan
jiwa.

b. Faktor psikologis
Merupakan salah satu redisposisi . atau presipitasi dalam proses
terjadinya prilaku agresif / kekerasan . menurut stuart dan laraia (2005) yang
termasuk dalam faktor sikologis diantaranya kepribadian , pengalaman masa
lalu , konsep diri , dan pertahanan psikologi .
1) Teori psikoanalitik
Suatu pandangan psikologi tentang perilaku agresif menyatakan
bahwa pentingnya mengetahui predisposisi faktor perkembangan atau
pengalaman hidup yang membatasi kemampuan indifidu untuk memilih
koping mekanisme yang bukan perilaku kekerasan. Faktor perkembangan
atau pengalaman hidup yang membatasi mekanisme koping nonviolence
menurut stuart dan ralaia (2019).
Teori pembelajaran sosial mengemukakan bahwa perilaku agresif
dipelajari melalui proses sosialisasi sebagai hasil dari pembelajaran
internal dan eksternal. Pembelajaran internal terjadi selama indifidu
mendapat penguatan pribadi ketika melakukan perilaku agresif.

2. Faktor resipitasi
a. Faktor bilogis
Sressor presipitasi adalah stimuli yang diterima indifidu sebagai
tantangan , ancaman atau tuntutan . stressor presipitasi perilaku kekerasan
dari faktor bioloigi dapat disebabkan oleh gangguan umpan balik diotak yang
mengatur jumlah dan waktu dalam proses imformasi. penurunan fungsi dari
lobus frontal menyebabkan gangguan pada proses umpan balik dalam
penyampaian informasi yang menghasilkan proses informasi overload (stuart
& laraia ; 2015).
b. Faktor psikologis
Pemicu prilaku kekerasan dapat diakibatkan oleh toleransi terhadap
frustasi yang rendah , koping indifidu yang tidak efektif , implusive dan
membayangkan atau cara nyata adanya ancaman terhadap keberadaan
dirinya , tubuh atau kehidupan . dalam ruang perrawatan perilaku kekerasan
dapat terjadi karena profokasi petugas , perilaku kekerasan klien terjadi pada
setting ini dimana petugas merasa memiliki sikap oktoriter dan cenderung
mengatur / kontroling ; mengatur apa yang dapat dilakukan oleh klien ;
menahan klien bertentangan dengan keinginan klien dan memaksa untuk
minum obat , semua itu berkontribusi terjadi konflik petugas dan klien
(fontaine , 2019).
c. Faktor sosial budaya
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa jumlah insiden
kekerasan lebih besar terjadi ketika klien dipindahkan dalam kelompok yang
besar kurang prifasi atau tidak bebas (stuart & laraia , 2015 ).
3. Penilaiian sressor
Model stess diatesis dalam sebuah karya klasik oleh liberman dan
rekan (2014) menjelaskan bahwa gejala skizofronia berkembang berdasarkan
pada hubungan antara jumlah stress dalam pengaalaman seseorang dan toleransi
internal terhadap ambang stress. Ini adalah model penting karena
mengintegrasikan faktok budaya biologis, psikologis,dan social,cara ini miri
dengan stress adaptasi model struart yang di gunakan sebagai kerangka kerja
konseptual (struat,2019). Menurut wuarker (2020) model adaptasi ini membantu
menjelaskan hubungan stres dengan skrizofenia, meskipun tidak ada penelitian
ilmiah telah menunjukan bahwa stres menyebabkan skizofrenia, namun semakin
jelas bahwa skizofrenia adalah gangguan yang tidak hanya menyebabkan
stres,tetapi juga di perparah oleh sres ( stressor , dan masalah yang terkait dengan
koping untuk mengatasi stress dapat memprediksi timbulnya gejala .

4. Sumber koping
Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan sangat
menjengkelkan yang memerlukan penyesuaiaan baik bagi klien dan keluarga .
proses penyesuaian pasca psikotik terdiri dari empat fase : (1) disonansi kognitif
(psikosis aktif ) , (2) pencapaiin wawasan , (3) stabilitas dalam semua aspek
kehidupan ( ketetapan kognitif ), dan (4) bergerak terhadap prestasi kerja atau
tujuan pendidikan (ordinariness) . proses multifase penyesuaian dapat
berlangsung 3 sampai 5 tahun (moller , 2016 , dalam stuart , 2019):
a. Efikasi / kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi gejala
dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama memakan waktu
6 sampai 12 bulan .
b. Awal pengenalan diri isight sebagai proses mandiri melakukan pemeriksaan
realitas yang dapat diandalkan . pencapaiian keterampilan ini memakan
waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada keberhasilan pengobatan dan
dukungan yang berkelanjutan .
c. Setelah mencapai pengenalan diri /insight , proses pencapaiin kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersonal normal dan
reenganging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan sekolah
dan bekerja . fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun .
d. Ordinariness/kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat dalam
kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-hari
mencerminkan tujuan prepsychosis . fase ini berlangsung minimal 2 tahun .
sumber daya keluarga , seperti pemahaman orang tua terhadap penyakit ,
keuangan , ketersediaan waktu dan energi , dan kemampuan untuk
menyediakan dukungan yang berkelanjutan mempengaruhi jalannya
penyesuaiaan postpsychotic.

5. Mekanisme koping
Pada fase aktif psikosis klien menggunakan beberapa meknisme
pertahanan diri dalam upaya untuk melindungi diri dari pengalaman menakutkan
yang diseababkan oleh penyakit mereka . regresi adalah berkaitan dengan
masalah informasi pengolahan dan pengeluaran sejumlah besar energi dalam
upaya untuk mengelola kegelisahan , menyiksakan sedikit untuk hidup sehari –
hari. proyeksi adalah upaya untuk menjelaskan persepsi membingungkan dengan
menetapkan responsibility kepada seseorang atau sesuatu . penarikan diri ini
berkaitan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan dengan
pengalaman internal .(stuart,2019).

C. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA DAN PERLU DIKAJI


1. Pohon masalah
Menurut keliat dkk (2015) pohon masalah perilaku kekerasaan adalah sebagai
berikut:
risiko mencederai diri sendiri risiko mencederai orang lain dan
lingkungan

Risiko prilaku kekerasan

Harga diri rendah


Pohon Masalah Pada Masalah Prilaku Kekerasan (keliat, 2015)
2. Masalah keperawatan : diagnosis keperawatan NANDA-1 rentang respon
neurobiologis, skizofrenia dan gangguang psikotik (stuart, 2019):
 Anxiety
 Impaired verbal communication
 Confusion,Acute
 Compromised family coping
 Decisional conflict
 Hopelessness
 Impaired personal identity
 Ineffective role performance
 Self care deficit (bating/ hygene, dressing grooming)
 Disturbed sensory perception
 Impaired sosial interaction
 Sosial isolation
 Risk for suicide
 Ineffective therapeutic regiment management
 Disrbed tought processes
 (diagnosis keperwatan primer rentan respon neurobiologis, skizofrenia dan
gangguan psikotik)

3. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan prilaku kekerasan


Tanda dan gejala risiko prilau kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan
didukung dengan hasil observasi
a. Data subjektif:
1) Ungkapan beruba ancaman
2) Ungkapan kata kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/melukai
b. Data objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatup rahang dengan kuat
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak ( Kemenkes RI, 2016 )

D. DIAGNOSIS
1. Diagnosis keperawatan: risiko perilaku kekerasan

E. RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA
SP/KEMAMPUAN KLIEN SP/KEMAMPUAN KELUARGA
KEPERAWATAN
Risiko perilaku SP 1: SP 1:
kekerasan  Identifikasi, tanda &  Diskusikan masalah yang dirasakan
gejala,PK yang dalam merawat pasien
dilakukan, akibat PK  Jelaskan pengertian, tanda& gejala
 Jelaskan cara dan proses terjaninya PK (gunakan
mengkontrol pk: fisik, booklet)
obat, verbal, spiritual  Jelaskan cara merawat PK
 Latihan cara  Latih satu cara merawat PK dengan
mengkontrol PK secara melakukan kegiatan fisik: tarik
fisik: tarik napas dalam napas dalam dan pukul kasur dan
dan pukul kasur dan bantal
bantal  Anjurkan membantu pasien sesuai
 Masukan pada jadwal jadwal dan memberi pujian
kegiatan untuk latihan
fisik

SP 2: SP 2:
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarga dalam
fisik, beri pujian merawat/melatih pasien fisik, beri
 Latih cara mengkontrol pujian
PK dengan obat  Jelaskan 6 benar cara cara memberi
(jelaskan 6 benar: jenis, obat
guna, dosis, frekuensi,  Latih cara
cara, kontinuitas minum memberikan/membimbing minum
obat) obat
 Masukan pada jadwal  Anjurkan membantu pasien sesuai
kegiatan untuk latihan
fisik dan minum obat jadwal dan beri pujian
 Masukan pada jadwal
kegiatan untuk latihan
fisik dan minum oba
SP 3: SP3:
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarga dalam
fisik & obat, beri pujian merawat/melatih pasien fisik,
 Latih cara mengkontrol memberikan obat, beri pujian
PK secara verbal (3 cara  Latih cara membimbing: cara bicara
yaitu: mengungkapkan, yang baik
meminta, menolak  Latih cara membimbing kegiatan
dengan benar) spiritual
 Memasukan pada jadwal  Anjurkan membantu pasien sesuai
kegiatan untuk latihan jadwal dan memberi pujian
fisik, minum obat dan
verbal
SP 4: SP4:
 Evaluasi kegiatan latihan  Evaluasi kegiatan keluarga dalam
fisik & obat, beri pujian merawat /melatih pasien
 Latih cara mengontrol fisik,memberikan obat,latihan bicara
spiritual (2 kegiatan) yang baik & kegiatan spiritual, beri
 Masukan pada jadwal pujian
kegiatan untuk latihan  Jelasakan follow up ke RSJ/PKM,
fisik,minum obat, verbal tanda kambuh, rujukan
dan spiritual  Anjurkan membantu pasien sesuai
jadwal dan memberikan pujian
SP 5 1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam
1. Evaluasi kegiatan merawat/ melatih pasien fisik,
latihan fisik 1, 2 & obat memberikan obat, cara bicara yg
& verbal & spiritual. baik & kegiatan spiritual dan
Beri pujian follow up. Beri pujian
2. Nilai kemampuan yang 2. Nilai kemampuan keluarga
telah mandiri merawat pasien
3. Nilai apakah PK 3. Nilai kemampuan keluarga
terkontrol melakukan kontrol ke RSJ/PKM
DAFTAR PUSTAKA

https://www.studocu.com/id/document/universitas-jenderal-soedirman/ilmu-keperawatan-
akreditasi-b-kelas-reguler-kelas-internasional/lp-kepjiwa-rpk-ika-risiko-perilaku-
kekerasan-keperawatan-jiwa
Malfasari, E., Febtrina, R., Maulinda, D. & Amimi, R. 2020, ‘Analisis Tanda dan Gejala
Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia’, Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, vol. 3, no. 1,p. 65.
Muhith, A. 2015, Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori Dan Aplikasi, Andi, Yogyakarta.

PPNI 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
Edisi 1, DPP PPNI, Jakarta.
Siauta, M., Tuasikal, H. & Embuai, S. 2020, ‘Upaya Mengontrol Perilaku Agresif pada
Perilaku Kekerasan dengan Pemberian Rational Emotive Behavior Therapy’,
Jurnal Keperawatan Jiwa, vol. 8, no. 1, p. 27. Stuart & Laraia 2009, Buku Saku
Keperawatan Jiwa (terjemahan), EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai