Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN


DEMAM THYPOID

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

1. HADI GALIH HANISSYAM (142012018060)


2. ISTI FITRI SARI (142012018061)
3. NABILA DWI AMBARWATI (1420120180)
4. SUKMA NURIL ULUM (142012018093)
5. TRI ANGGRAENI (1420120180)
6. DIAN YULIANTI (142012018092)

FAKULTAS KESEHATAN ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
T.A 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DEMAM
THYPOID”.
Kami meyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya kami mohon
maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

Pringsewu, 17 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB  I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
C. Tujuan pembahasan....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Demam Typoid..............................................................................
B. Etiologi ........................................................................................................
C. Manifestasi Klinis .......................................................................................
D. Patofisiologi ................................................................................................
E. Pohon Masalah ............................................................................................
BAB III
A. P...................................................................................................................
B. D...................................................................................................................
C. P...................................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................................
B. Saran.............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang


disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B, salmonella typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda
khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3
minggu disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini
termasuk dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat sering di
jumpai di Asia termasuk di Indonesia. ( Widodo Djoko, 2009 )

Dewasa ini, perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah


banyak menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit – penyakit yang selama
ini tidak terdiagnosis dan terobati, sekarang sudah banyak teratasi. Tetapi
untuk memperbaiki taraf kesehatan secara global tidak dapat
mengendalkan hanya pada tindakan kuratif, karena penyakit yang
memerlukan biaya mahal itu sebagian besar dapat dicegah dengan pola
hidup sehat dan menjauhi pola hidup beresiko. Artinya para pengambil
kebijakan harus mempertimbangkan untuk mengalokasi dana kesehatan
yang lebih menekankan pada segi preventif dari pada kuratif. ( Muttaqin
Arif, 2011 )

Didunia pada tanggal 27 September 2011 sampai dengan 11


Januari 2012 WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderita Typhoid dan
214 orang meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia
pra sekolah

maupun sekolah akan tetapi tidak menutup kemugkinan juga menyerang


orang dewasa.

Demam Typhoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam


kehidupan masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan
sanitasi lingkungan seperti lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat
umun yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk
hidup sehat.

Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik. Telaah kasus di


rumah sakit besar di Indonesia kasus Demam Typhoid menunjukan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. ( Sudoyo, 2006 )

Masalah yang timbul pada pasien demam typhoid yaitu


kemungkinan pada usus halus anatara lain, perdarahan usus, perforasi
usus. Prioritas pada luar usus antara lain, bronkopnemonia, typhoid
ensefalopati, miningitis. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan
kematian pada penderita demam typhoid.

B. RUMUSAN MASALAH
Melihat banyaknya penduduk di Indonesia yang menderita
penyakit demam typhoid, banyak angka kematian di Indonesia akibat
demam typhoid maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan dengan judul. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Demam Typhoid.

C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah memberikan pemahaman
kepada penulis agar dapat berpikir secara logis dan ilmiah dalam
menguraikan dan membahas asuhan keperawatan pada pasien dengan
demam typhoid.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien dengan demam typhoid.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien
dengan demam typhoid.
c. Merumuskan intervensi keperawatan pada pasien dengan demam
typhoid.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan demam
typhoid.
e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan
demam typhoid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella
paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan, dengan gambaran klinis sama.
( Widodo Djoko, 2009 )

B. ETIOLOGI

Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan dan


minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa. Seseorang yang sering
menderita penyakit demam typhoid menandakan bahwa ia mengonsumsi makanan
dan minuman yang terkontaminasi bakteri ini.

C. MANIFESTASI KLINIS
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak
diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh
meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore
hingga malam hari. ( Widodo Djoko, 2009 ).

D. PATOFISIOLOGIS

Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui


makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri
dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan
masuk ke dalam usus, kemudian berkembang. Apabila respon imunitas humoral
mukosa (immunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel
epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Didalam lamina propia
bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke
plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika
melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam
sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak
menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel
fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk
lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik,
menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik.

E. POHON MASALAH
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Menurut dermawan , pengkajian adalah proses keperawatan dalam pengumpulan


data yang di lakukan melalui pendekatan secara sistematis yang nanti nya akan
di analisa. Tujuan dari pada pengkajian keperawatan adalah untuk
mengidentfikasi, mengenali masalah, kebutuhan pasien dan perawatan pada
pasien baik secara fisik, mental, sosial maupun lingkungan.
1. Identitas
Sering di temukan pada anak berumur diatas satu tahu
2. Keluhan utama
Berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
semangat serta nafsu makan kurang (terutama selama inkubasi)
3. Suhu tubuh
Pada kasus yang has, demam berlangsung selama 3 minggu, bersipat
pebrisremiten, dang suhu tidak tinggi lagi. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur rangsur naik setiap harinya. Biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua
, pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu
berangsung dan normal kembali, pada akhir minggu ketiga.
4. Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis sampai samnolen.jarang terjadi spoor, koma, atau gelisah, (keuali bila
penyakitnya berat dan terlambatmendapat pengobatan). Disamping gejala-
gejala tersebut mungkin mendapat gejala lainnya yaitubntik bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang ditemukan pada
minggu pertama.
5. Pemeriksaan pisik
1) Mulut
Terdapat napas yang bau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden) selidah tertutup selaput putih kotor (coaded congus)
sementara ujung dan tepinya bewarna kemerahan dan jarang di sertai
tremor
2) Apdemen
Dapat ditemukan perut kembung bisa terjadi kontipasi atau mungkin
terjadi diare atau normal.
3) Hati dan limfa
Membesar di sertai dengan nyeri pada perabaan

6. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leucopenia, limfosistosis
relative, dan aneosinofilia pada permu sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan empedu)
3) Biakan empedu basil sallmonela typosa dapat di temukan di temukan
dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjut nya lebih sering
di temukan dalam urine dan feses.
4) Pemeriksaan widal
Untuk membuat diagnosis pemeriksaan yang di perlukan ialah titer zat
anti terhadap antigen 0. Titer yang bernilai1/200 atau lebih menunjukan
kenaikan yang progresif.

B. Diagnosa keperawatan
Menurut mardalena (2018) diagnose keperawatan yang dapat muncul pada
memakaikan pakaian tipis dan serap keringat. Memberikan penjelasan mengenai
perubahan suhu pasien. Menganjurkan pasien untuk banyak minum. Dan
berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik.
1. Defisit nutrisi
2. Hipertermia
3. Resiko ketidak seimbangan cairan
C. Intervensi keperawatan
Menurut Rosmalia dan Hariyadi (2019), intervensi keperawatan adalah suatu
proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat dalam merencanakan suatu
tindakan yang bertujuan untuk membantu klien dalam mencegah, mengurangi,
dan menghilangkan dampak yang dapat timbul.

1. Defisit Nutrisi
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan malabsorbsi nutrien
Tujuan: tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Hasil yang diharapkan: nafsu makan meningkat, makan habis satu porsi, berat
badan klien meningkat

Intervensi:
1) Kaji status nutrisi
Rasional: mengetahui langkah pemenuhan nutrisi

2) Anjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan dengan teknik porsi


kecil tapi sering
Rasional: meningkatkan jumlah masukan dan mengurangi mual dan muntah

3) Timbang berat badan klien setiap 3 hari


Rasional: mengetahui peningkatan dan penurunan berat badan

4) Pertahankan kebersihan mulut klien


Rasional: menghilangkan rasa tidak enak pada mulut atau lidah dan dapat
meningkatkan nafsu makan

5) Beri makanan lunak


Rasional: mencukupi kebutuhan nutrisi tanpa memberi beban yang tinggi pada
usus

6) Jelaskan pada keluarga pentingnya intake nutrisi yang adekuat


Rasional: memberikan motivasi pada keluarga untuk memberikan makanan
sesuai kebutuhan.

2. Hipertermia
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhi
Tujuan: suhu tubuh kembali normal
Hasil yang diharapkan: Pasien mempertahankan suhu tubuh normal yaitu 36ºC-
37ºC dan bebas dari demam.

Intervensi:
1) Pantau suhu tubuh klien tiap 3 jam sekali
Rasional: suhu tubuh 38ºC-40ºC menunjukkan proses penyakit infeksi akut

2) Beri kompres hangat


Rasional: kompres dengan air hangat akan menurunkan demam

3) Anjurkan kepada keluarga klien agar klien memakai pakaian tipis dan
menyerap keringat
Rasional: memberi rasa nyaman, pakaian tipis membantu mengurangi
penguapan tubuh

4) Beri banyak minum 1.500-2.000 cc/hari


Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan menurunkan resiko
dehidrasi

5) Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik dan antibiotik


Rasional: antipiretik untuk mengurangi demam, antibiotik untuk membunuh
kuman infeksi.

3. Resiko Kekurangan volume cairan


Resiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak
adekuat
Tujuan: volume cairan terpenuhi
Hasil yang diharapkan: status cairan tubuh adekuat, ditandai dengan membran
mukosa lembab, turgor kulit elastis, tanda-tanda vital normal

Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: mengetahui suhu, nadi, dan pernafasan

2) Kaji pemasukan dan pengeluaran cairan


Rasonal: mengontrol keseimbangan cairan

3) Kaji status dehidrasi


Rasional: mengetahui derajat status dehidrasi

4) Beri banyak minum


Rasional: membantu memelihara kebutuhan cairan dan
menurunkan resiko dehidrasi

BAB IV
ANALISA JURNAL
Jurnal Penelitian Perawat Profesional
TERAPI PADA DEMAM TIFOID TANPA KOMPLIKASI
Volume 3 Nomor 1, Februari2021
Sumber: http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP

A. Problem
Demam typhoid
B. Intervention
Tatalaksana demam tifoid tanpa komplikasi adalah berupa pemeberian antibiotik
golongan fluoroquinolone, diantaranya adalah ciprofloxacin, ofloxacin, dan
pefloxacin pemberian antibiotik golongan fluoroquinolone pada demam tifoid
cukup efektif, karena isolat dari bakteri salmonella tyhpi tidak resisten terhadap
golongan fluoroquinolone.
C. Comparison
Ada beberapa antibiotik pada saat ini yang digunakan sebagaiterapilini
pertama pada demam tifoid diantaranya adalah, kloramfenikol,
tiamfenikol atau amoksisilin/ampisilin. Pemberian antibiotik
kloramfenikolpada demam tifoid biasanya dapat menimbulkan beberapa
efek samping, diantaranya adalah penekanan sumsum tulang dan dan juga
yang parah dapat terjadinya anemia aplasticpada pasien. Selanjutnya
adalah antibiotik golongan Sefalosporin generasi III (sefotaksim,
seftriaksonsefiksim), fluorokuinolon (ofloksasin, siprofloksasin,
perfloksasin) dan pada saat ini azitromisin juga digunakan sebagai terapi
pada demam tifoid (Rampengan, 2016).
Sedangkan demam tifoid tanpa komplikasi adalah berupa pemeberian
antibiotik golongan fluoroquinolone, diantaranya adalah ciprofloxacin, ofl
oxacin, dan pefloxacin. Pemebrian antibiotik golongan
fluoroquinolonepada demam tifoid cukup efektif, karena isolat dari bakteri
Salmonella tyhpitidak resisten terhadapgolonganfluoroquinolone. Angka
kesembuhan dari pemberian antibiotik golongan fluoroquinolonemencapai
98%, demam akan turun dalam 4hari, dan angka fecal carrier dan
kekambuhan kurang dari 2% (Bhan, Bahl, Bhatnagar, 2005). Cara kerja
dari antibiotik golongan Fluorokuinolon ini adalah dengan cara
menghambat enzim topoisomerase II (DNA gyrase) dan topoisomerase IV
yang akan diperlukan oleh bakteri Salmonella thypi
untukmelakukanreplikasi DNA. Golongan antibiotikini dapat membentuk
suatu ikatan yang kompleks dengan enzim topoisomerase II (DNA gyrase)
dan topoisomerase IV danjuga dengan DNA bakteri. Sehingga antibiotik
ini akan mengakibatkan hambatan yang menghasilkan efek sitotoksik ke
dalam sel target (Raini, 2016).
D. Outcome
Pemberian antibiotik kloramfenikol dan tiamfenikol sebagai tereapi
demam tifoid masih cukup sensitive dan efektif. Tiamfenikol merupakan
antibiotik turunan dari antibiotik kloramfenikol, antibiotik ini juga aktif
terhadap spesies Salmonella dan diberikan secara oral. Antibiotik inidapat
diberikan dengan dosis yang lebih kecil, intervalnyalebih dari azitromisin
dan kloramfenikol adalah dalam hal, farmakokinetik, cara pemberian, efek
sampingdan prinsip terapi, kloramfenikol diberikan empat kali sehari
sedangkan untuk azitromisin lebih sedikit yaitu diberikan sekali sehari.
Kedua antibiotik ini dapat berpenetrasi ke dalam selsecara efektif, dan hal
tersebut menerangkan aktivitas terapeutik obat terhadap patogen yang
berada di intraselular seperti S. typhi.Antibiotik lain yang juga digunakan
sebagai terapi demam tifoid adalah sefiksim. Sefiksim adalah antibiotik
dari golongan sefalosporin generasi ketiga dengan pemberian oral,
sefiksim memiliki aktifitas antimikroba terhadap bakteri Gram positif dan
juga negatif termasuk bakteri Enterobacteriaceae. Sefiksim merupakan
antibiotik yang mempunyai toleransi dan efikasi yang baik untuk
pengobatan demam tifoid pada anak(Rampengan, 2016).
E. Time
Jurnal ini dipublikasikan pada tanggal 3 Februari 2021.
BAB V
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Demam tifoid adalah sutau infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri
S typhi. Bakteri lain yang dapat menyebabkan demam tifoid adalah Salmonella
enterica serovar paratyphi A, B, dan C, penyakit ini disebut demam paratifoid.
Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. Penularan
demam tifoid dapat terjadidari menelan makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi oleh bakteri tifoid, dan dapat juga karena adanya kontak
langsung jari tangan yang sudah terkontaminasi oleh tinja yang mengandung
bakteri tifoid, secretsaluran nafas atau dengan pus dari penderita yangs udah
terinfeksi bakteri tersebut (Dian, 2007).
Pemberian asuhan keperawatan dimulai dari melakukan pengkajian,
menegakkan diagnosa, perumusan intervensi, kemudian implementasi dari
intervensi tersebut.
Terapi pada demam tifoid tanpa komplikasi adalah berupa pemberian
antibiotik tiamfenikol, kloramfenikol, Sefalosporin generasi
III(sefotaksim,seftriakson, sefiksim), fluorokuinolon (ofloksasin, siprofloksasin,
perfloksasin) atau ampisilin/amoksisilin, dan azitromisin pada saat ini juga
sering digunakan sebagai terapi pada demam tifoid. Pemberian antipiretik juga
dapat digunakan sebagai terapi pada demam tifoid untuk menurunkan suhu dan
menghilangkan gejala demam. Terapi lain yang juga dapat diberikan pada
demam tifoid tanpa komplikasi adalah terapi suportif seperti pemeberian cairan
dan juga bed rest.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=jurnal+thypoid
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/5666
Mahmudah., & Kasman. (2014). Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Typhus
Abdominalis di Ruang Rawat Inap Puskesmas Negara Kec. Daha Utara Kab. Hulu
Sungai Selatan. An-Nadaa.1(1), hal. 37–41.Nanda, S. De., & Maulina (tanpa
tanggal).Perilaku Pencegahan Penyakit Demam Typhoid pada Mahasiswa, hal. 1–
5.Paputungan, W., Rombot, D., & Akili, R.H. (2016). Hubungan Antara Perilaku Hidup
Bersih Dan Sehat Dengan Kejadian Demam Typhoid di Wilayah Kerja Puskesmas Upai
Kota Kotamobagu Tahun 2015,5(2), hal. 266–275.Swanson., Elizabeth, et.al.(2013).
Nursing Outcomes Clasifications (NOC): Alih bahasa Intisari, N .(et al), Edisi V.
Jakarta : CV Macomedia

Anda mungkin juga menyukai