Oleh :
Hendra
(2021-01-14901-070)
Pembimbing Praktik
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang
“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. R Dengan Diagnosa Risiko Bunuh Diri Di RSJ
Kalawa Atei Palangka Raya”. Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak
maka asuhan keperawatan jiwa ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang
diharapkan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak
terima kasih terutama kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes. selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep. Selaku Ketua Prodi Ners STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
3. Bapak Henry Wiyono, Ners, M.Kep. Selaku Dosen Pembimbing Akademik di
RSJ Kalawa Atei Palangka Raya, yang telah banyak memberi saran dan
bimbingan dalam menyelesaikan Asuhan Keperawatan Jiwa ini.
4. Bapak Nikolas Henry, S.Kep., Ners. Selaku Dosen Pembimbing Lahan di RSJ
Kalawa Atei Palangka Raya, yang telah banyak memberi saran dan bimbingan
dalam menyelesaikan Asuhan Keperawatan Jiwa ini.
5. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk
menyempurnaan penulisan studi kasus ini. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih dan semoga laporan studi kasus ini bermanfaat
bagi kita semua.
Penulis
1.1.3 Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan-perubahan dalam
perilaku kekerasan menurut (Dermawan dan Rusdin, 2013) yaitu:
1.1.3.1 Faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan
adalah factor biologis, psikologis dan sosiokultural
1. Faktor Biologis
1) Instinctual Drive Theory ( Teori Dorongan Naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
2) Psychosomatic Theory (Teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologi terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistim
limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah (Dermawan dan Rusdin, 2013)
Menurut Direja (2011) Berdasarkan teori biologi, ada beberapa yang
mempengaruhi perilaku kekerasan:
a) Beragam komponen sistem neurologis mempunyai implikasi dalam
menfasilitasi dan menghambat impuls agresif.
b) Peningkatan hormon adrogen dan norefineprin serta penurunan serotin
pada cairan serebro spinal merupakan faktor predisposisi penting
menyebabkan timbulnya perilaku agresif seseorang.
c) Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetik tipe kariotipe XYY, yang
umumnya dimiliki oleh penghuni penjara atau tindak criminal.
d) Gangguan otak, sindrom otak genetik berhubungan dengan berbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbic dan lobus
temporal), kerusakan organ otak, retardasi terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan perilaku kekerasan.
2. Faktor Psikologis
1) Frustation Aggresion Theory (Teory Agresif-Frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan tersebut dapat
mendorong individu berprilaku agresif karena perasaan prustasi akan
berkurang melalui perilaku kekerasan.
2) Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas/situasi yang mendukung.
3) Eksistensial Theory ( Teori Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila kebutuhan
ersebut tidak dapat terpenuhi melalui berprilaku konstruktif, maka
individu akan memenuhi melalui berprilaku destruktif.
3. Faktor Sosiokultural
1) Sosial Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu
untuk merespon asertif atau agresif.
2) Sosial Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi(Deden dan Rusdin, 2013).
4. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat unik.
Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar (serangan fisik, kehilangan, kematian)
amaupun dalam (putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta, takut
terhadap penyakit fisik). Selain itu lingkungan yang terlalu rebut, padat, kritikan yang
mengaruh pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku
kekerasan(Dermawan dan Rusdin, 2013).
1.1.6 Patofisiologi
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah.
Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun destruktif.
Mengekspresikan rasa marah dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa
menyakiti hati orang lain. Selain memberikan rasa lega, ketegangan akan menurun dan
akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah diekspresikan secara destrukrtif,
misalnya dengan perilaku agresif, menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan
masalah berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011).
Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena merasa tidak kuat,
individu akan berpura-pura tidak marah atau melarikan diri dari rasa marahnya, sehingga
rasa marah tidak terungkap. Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan
yang lama, pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada
suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang destruktif yang ditujukan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).
1.1.7 Penatalaksanaan
1) Terapi Farmakologi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif
tinggi contohnya : clorpromazine HCL yang digunakan mengendalikan
psikomotornya. Bila tidak ada dapat dipergunakan dosis efektif rendah,
contoh : Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan
transquelillzer bukan obat anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun
demikian keduannya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi
(Prabowo, 2014).
2) Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi, karena itu didalam
terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi sebagai bentuk kegiatan
membaca koran, main catur, setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi
dirinya (Prabowo, 2014).
3) Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan yaitu, mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber daya
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah
akan dapat mencegah perilaku maladaptive (primer), mengulangi perilaku
maladaptive (sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive dan adaptive
sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan secara
optimal (Prabowo, 2014).
4) Terapi Somatik
Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik pasien, tetapi
target terpai adalah perilaku pasien (Prabowo, 2014).
1.1.8 Pohon Masalah
Daftar Masalah Isolasi Sosial menurut Yosep (2011) :
Effect
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Core
Problem Resiko Perilaku Kekerasan
1.2.1.4 Implementasi
Menurut Keliat (2012) implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang
aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan
tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu menvalidasi apakah
rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada
saat ini. Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
Dermawan (2013) menjelaskan bahwa tindakan keperawatan dengan pendekatan
strategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan terdiri dari : SP 1 (pasien) : membina
hubungan saling percaya, membantu klien mengenal penyebab perilaku kekerasan,
membantu klien dalam mengenal tanda dan gejala dari perilaku kekerasan. SP 2 (pasien) :
maembantu klien mengontrol perilaku kekerasan dengan memukul bantal atau kasur. SP
3 (pasien) : membantu klien mengontrol perilaku kekerasan seacara verbal seperti
menolak dengan baik atau meminta dengan baik. SP 4 (pasien) : membantu klien
mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan cara sholat atau berdoa. SP 5
(pasien) : membantu klien dalam meminum obat seacara teratur.
1.2.1.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons klien terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi proses atau pormatif dilakukan
setiap selesai melakukan tindakan. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan SOAP
sebagai pola pikirnya. (Keliat, 2011).
S : Respon subjektif klien terhadap intervensi keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang telah di
laksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradikdif dengan
masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon keluarga.
BAB 2
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Hendra
NIM : 2021-01-14901-025
Ruangan Praktik : Benuas. B
Tanggal Pengkajian : 31 Januari 2022
2. Pengobatan sebelumnya:
pernah mendapat pengobatan sebelumnya tetapi kurang berhasil.
3. a. Aniaya fisik : klien pernah melakukan aniaya fisik
b. Aniaya seksual : klien tidak pernah mengalami aniaya seksual
c. Penolakan : klien tidak pernah mengalami penolakkan
d. Kekerasan dalam : klien tidak pernah mengalami Keluarga kekerasan
dalam keluarga
e. Tindakan criminal : klien tidak pernah melakukan tindakan kriminal
Jelaskan 1, 2, 3:
1. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu dan masuk ke
RSJ sebanyak 10x. pertama kali masuk RSJ sekitar tahun 2019.
2. Pangobatan pasien sebelumnya kurang berhasil dikarenakan pasien
pernah putus obat
3. Pasien melakukan aniaya fisik pada tetangganya
.
Masalah Keperawatan :
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Penatalaksanaan Regimen Terapeutik Tidak Efektif
2.1.3 FISIK
1. Tanda vital:
TD : 130/90 mmHg
HR : 89 x/m
RR : 20 x/m
T : 36,2 ˚C
2. Ukur :
TB : 162 cm
BB : 60 kg
IMT :22,9
3. Keluhan fisik : Klien tidak mengalami gangguan fisik.
Jelaskan 1, 2, 3 : tanda tanda vital diatas batas normal (hipertensi), dan
klien tidak memiliki gangguan fisik.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2.1.4 PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan :
Klien merupakan anak ke 1 dari 2 bersaudra, klien anak laki-laki pertama,
klien memiliki 2 anak, klien memiliki 1 saudara laki laki, klien tinggal serumah
dengan istrinya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2. Konsep diri
a. Gambaran diri:
klien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak dia sukai atau
mengalami cacat ditubuh klien.
b. Identitas: Pasien mampu menyebutkan nama lengkap dan nama
panggilannya
c. Peran : Pasien mengatakan dia anak ke-1 dari 3 bersuadara
d. Ideal diri :
Klien mengatakan ingin cepat pulang dan berkumpul bersama
keluarga seperti biasa.
e. Harga diri : Pasien mengatakan tidak merasa malu dengan keadaannya
saat ini :
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
Klien mengatakan orang yang paling berarti adalah kedua orang
tuanya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
Klien mengatakan bahwa klien aktif dalam kegiatan – kegiatan
kemasyarakatan.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Pasien mengatakan
tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan beragama Islam serta merasa tidak ada yang
bertentangan dengan keyakinannya dan tidak mempercaya hal-hal
mistis ataupun dukun.
b. Kegiatan ibadah
Sebelum dirawat klien aktif dalam mengikuti kegiatan kegiatan
kerohanian dan beribadah.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
DO:
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak malas berinteraksi dengan teman
sekamarnya
- Ekspresi muka nya tegang
- Afek labil
- Gerak tubuh pasien tampak gelisah dan tidak bisa diam
- Pasien tampak kurang mampu untuk berkonsentrasi
2 DS : Pasien mengatakan pernah mengalami gangguan Penatalaks
jiwa dimasa lalu dan masuk RSJ selama 10x dikarenakan
anaan Regimen
pengobatan sebelumnya tidak berhasil karena putus obat
DO : Terapeutik
- Pasien memiliki riwayat masuk RSJ 10x Tidak efektif
- Pasien tampak pertama kali dirawat tahun 2019
- Kontak mata kurang dapat dipertahankan
- Pasien tampak gelisah
4 DS : Pasien mengatakan agak susah mengontrol Koping
emosinya
Individu Tidak
DO :
- Pasien tampak sering emosi Efektif
- Pasien tampak berbicara dengan keras dan cepat
- Kontak mata kurang dapat dipertahankan
- Pasien tampak lebih banyak tidur
- Pasien tampak malas berinteraksi
- Pasien bicara jika diajak bicara
2.1.11 Aspek Medik
Diagnosa Medik : F.25.0 (SKIZFEKTIF TIPE MANIK)
Nama Obat : Lithium
Dosi Oral :II – 0 – II 400mg
s
:
Indik - Lithium adalah obat untuk mengatasi penyakit Mental seperti
asi
Gangguan Bipolar. Gangguan bipolar membuat penderitanya
:
mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim. Perubahan suasana
hati ini terjadi dalam 2 fase, yaitu fase naik (episode mania) dan fase
turun (depresi).
Hendra
2021-01-14901-025
2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN JIWA
Nama : Tn. R
Hari/Tgl : 31 Januari 2022
N DIAGNOSA TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS INTERVENSI
o
1 Risiko Perilaku Klien dapat Setelah dilakukan tindakan keperawatan: Lakukan tindakan SP 1 RPK
kekerasan mengontrol perilaku 1. Klien dapat membina hubungan saling 1. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan percaya kekerasan yang dilakukan akibat perilaku
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab kekerasan
marah, tanda dan gejala, perilaku kekerasan 2. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan :
fisik, obat, verbal, dan spiritual
yang dilakukan dan akibatnya.
3. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan secara
3. Klien dapat mengendalikan perilaku fisik : tarik nafas dalam dan pukul kasur dan
kekerasan dengan cara relaksasi nafas dalam bantal
atau memukul kasur dan bantal 4. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
4. Klien dapat mengendalikan perilaku fisik
kekerasan dengan cara latihan cara fisik
5. Klien paham dan mampu mengendalikan Lakukan SP 2 RPK
risiko perilaku kekerasan dengan cara 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik, beri pujian
berbicara dengan baik 2. Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
6. Klien paham dan mampu mengendalikan obat (6 benar obat, guna, dosis, frekuensi, cara,
risiko perilaku kekerasan dengan cara kontinuitas minum obat, akibat jika obat tidak
mempraktikan cara spiritual (beribadah) diminum sesuai program, akibat putus obat)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan
7. Klien dapat mengendalikan perilaku
fisik dan minum obat
kekerasan dengan minum obat secara teratur
dan memasukkan minum obat kedalam Lakukan SP 3 RPK
jadwal aktivitas klien. 1. Evaluasi kegiatan latihan fisik dan obat, serta
beri pujian
2. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan
secara verbal (3 cara, yaitu mengungkapkan,
meminta, menolak dengan benar)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk
latihan fisik, minum obat dan verbal
Lakukan SP 4 RPK
1. Evaluasi latihan fisik , obat dan verbal. Beri
pujian
2. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan
secara spiritual (2 kegiatan)
3. Masukkan pada jadwal kegiatan untuk
latihan fisik, minum obat, verbal dan
spiritual.
Lakukan SP 5 RPK
1. Evaluasi kegiatan latihan fisik 1 & 2, minum
obat, verbal dan spiritual, beri pujian
2. Nilai kemampuan yang telah mandiri
3. Nilai apakah perilaku kekerasan terkontrol
Nuraenah, Mustikasari, & Putri, S. S. E. 2014. Hubungan dukungan keluarga dan beban
keluarga dalam merawat anggota dengan riwayat perilaku kekerasan di RS Jiwa
Islam. Jurnal Keperawatan Jiwa, 2(1), 41-50. doi: 10.26714/jkj.2.1.2014.41-50
Prabowo, E. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta : Nuha
Medika
Sari, Nina Permata, & Istichomah. 2015. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Perilaku Kekerasan Terhadap Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien Di
Poli Jiwa RSJ Soedjarwadi Klaten. Jurnal Kesehatan “Samodra Ilmu” Vol. 06 No.
01 Januari 2015
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI