Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn A DENGAN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA


PERILAKU KEKERASAN DI RUANG FLAMBOYAN
RSJD Dr. RM SOEDJARWADI KLATEN

Disusun Oleh

Fiolita SP Lanmai

PN. 210920

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

WIRAHUSADA YOGYAKARTA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA Tn A DENGAN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN UTAMA
PERILAKU KEKERASAN DI RUANG FLAMBOYAN
RSJD Dr. RM SOEDJARWADI KLATEN

Laporan pendahuluan Ini Telah Dibaca, Dan Diperiksa Pada

Hari/Tanggal………………………………………….

Pembimbing klinik Mahasiswa praktikan

Saktiyono, S. Kep., Ns Fiolita SP Lanmai

Pembimbing Akademik

( Agnes Erida W, S. Kep., Ns., M. Kep)


RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana sesorang berisiko atau melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada diri sendiri maupun orang
lain. (Yosep, 2014).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.(Keliat, 2012).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditunjukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak diinginkan datangnya tingkah laku tersebut
(Purba, dkk, 2012).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan kekerasan yang dapat
melukai dirinya maupun orang lain.

B. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

(Stuart & Sudden, 2013)

C. Jenis / Klasifikasi
Jenis perilaku kekerasan :
1. Verbal
2. Fisik (Keliat, 2012)

D. Tanda dan Gejala


a. Data Subyektif
1. Menghina orang lain : “Anda slalu/tidak pernah”
2. Mengungkapkan perasaan ingin memukul orang lain atau pikiran ingin
mencelakai orang lain
3. Mengungkakan perasaan takut, khawatir, cemas yang berlebihan
b. Data Obyektif
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Mengepalkan tangan
5. Jalan mondar mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Merusak barang atau benda
10. Tidak mempunyai kemampuan mencegah/mengontrol perilaku kekerasan (Stuart,
2013).
E. Penyebab
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agresif mempunyai dasar
biologis. Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
ringan pada hipotalamus. Kerusakan sistem limbic, lobus frontal untuk pemikiran
rasional juga mendukung terjadinya sikap agresif.
b. Psikologis
Gangguan pada pemenuhan tugas perkembangan individu dapat memperbesar
risiko melakukan perilaku kekerasan. Gangguan emosional berat atau penolakan
yang dialami saat masa kanak-kanak, begitu juga kekerasan dari orang tua atau
orang lain dapat berkontribusi terhadap kurangnya kepercayaan pada orang lain
dan menumbuhkan mekanisme koping yang salah yaitu menggunakan kekerasan
untuk mengatasi masalah.
c. Sosiakultural
Beberapa faktor sosial budaya yang dapat mempengaruhi munculnya perilaku
kekerasan adalah norma yang berlaku dimasyarakat yang mengijinkan kekerasan
terjadi, kemiskinan dan ketidakmampuan mengakses kebutuhan dasar, pernikahan
yang bermasalah, tidak bekerja, hidup dalam keluarga dengan orang tua tunggal
dan kesulitan mempertahankan ikatan interpersonal, struktur keluarga dan control
sosial (Hartono, 2013)
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti ini, kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik
dapat pula memicu perilaku kekerasan (Hartono, 2013).
F. Akibat
Adanya resiko perilaku kekerasan dapat berdampak pada perilaku kekerasan yang
diarahkan pada diri sendiri, pada orang lain maupun pada lingkungan. (Kelliat dalam
Yosep, 2012).

G. Psikopatologi
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, yang
individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Keliat, 2010). Amuk
adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri rendah, rasa
bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan.
Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal. Secara
internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara
eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif. Respons marah dapat diungkapkan
melalui tiga cara yaitu (1) mengungkapkan secara verbal, (2) menekan, dan (3)
menantang.
Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti orang
lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila perasaan marah diekspresikan
dengan perilaku agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat.
Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah
laku yang destruktif dan amuk

H. Diagnosis Keperawatan Utama


Diagnosa keperawatan adalah resiko perilaku kekerasan/perilaku kekerasan

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada resiko perilaku kekerasan adalah strategi pelaksanaan perilaku
kekerasan. Ada beberapa penatalaksanaan lain yaitu:
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya.
Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine
estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek
anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca koran, main catur
dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu
diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.
Terapi ini merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas terhadap
rehabilitasi setelah dilakukan seleksi dan ditentukan program kegiatannya.
3. Peran Serta Keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.
4.    Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku
yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien.
5. Terapi Kejang Listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus
listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali
(Keliat, 2012).
J. Fokus Intervensi
1. Tindakan mandiri
SP I
a. Mengidentifikasikan penyebab, PK
b. Mengidentifikasikan tanda & gejala
c. Mengidentifikasikan PK yang dilakukan
d. Mengidentifikasikan akibat PK yg dilakukan
e. Menjelaskan cara cara mengontrol PK: fisik, obat, verbal, spiritual
f. Melatih cara mengontrol PK secara fisik: tarik nafas dalam, pukul bantal atau
pukul kasur
g. Memasukkan pada jadual kegiatan pasien untuk latihan fisik
SP II
a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik. Memberikan pujian
b. Melatih cara mengontrol PK dengan obat (jelaskan 6 benar: jenis, guna, dosis,
frekuensi, cara, kontinuitas minum obat
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik dan minum obat
SP III
a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik & obat. Memberikan pujian
b. Melatih cara mengontrol PK secara verbal (3 cara, yaitu: mengungkapkan,
meminta, menolak dengan benar)
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum obat dan verbal
SP IV
a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik, obat & verbal. Memberikan pujian
b. Melatih cara mengontrol spiritual (2 kegiatan)
c. Memasukkan pada jadual kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal, dan
spiritual
SP V
a. Mengevaluasi kegiatan latihan fisik 1,2 & obat & verbal & spiritual. Beri pujian
b. Menilai kemampuan yang telah mandiri
c. Menilai apakah PK terkontrol
2. Terapi Modalitas
a. Melibatkan pasien dalam terapi aktivitas
b. Melakukan terapi kognitif
1) Kuatkan pikiran kongruen klien.
2) Berikan pikiran yang sesuai dan buat batasan jika klien mencoba berespon
secara impulsive terhadap perubahan pikiran
3) Bantu dan dukung klien dalam usahanya untuk mengungkapkan secara verbal
perasaan ansietas, takut dan tidak aman
4) Diskusikan teknik-teknik yang dapat digunakan untuk mengobrol kemarahan
klien (misal latihan nafas dalam, latihan-latihan relaksasi yang lain, teknik
berhenti berfikir)
3. Terapi Kolaborasi
a. Membantu klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan perilaku
kekerasannya.
b. Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengendalikan perilaku kekerasan.
c. Bantu klien untuk memastikan bahwa klien minum obat sesuai program dokter.
d. Observasi tanda dan gejala terkait dengan efek samping obat
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
RISIKO PERILAKU KEKERASAN
SP I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Subjektif : Pasien mengatakan melakukan tindakan kekerasan,
dan mengungkapkan perasaan takut dan cemas
berlebihan.
Objektif : Muka pasien tampak merah dan tegang, pandangan
tajam, dan mengepalkan tangan.
2. Diagnosa Keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan
a. Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
b. Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
c. Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
d. Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
e. Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
4. Intervensi
a. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Identifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Sebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
e. Bantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan
f. Anjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
B. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Orientasi
“Selamat Pagipak, perkenalkan nama saya Winda, saya mahasiswa
Keperawatan dari Universitas Respati Yogyakarta yang akan
praktek disini selama 1 minggu. Hari ini saya dinas pagi dari pkl.
07.00-14.00. Saya yang akan merawat bapak selama Bapak di
rumah sakit ini. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”.

“Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal


atau marah?” “Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang
tentang perasaan marah bapak” “Berapa lama bapak mau kita
berbincang-bincang?” Bagaimana kalau 10 menit?” “Dimana
enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana
kalau di ruang tamu?”.

2. Kerja
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?, Apakah sebelumnya
bapak pernah marah? Terus, penyebabnya apa? Samakah dengan
yang sekarang?”.

“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak pulang ke rumah
dan istri belum menyediakan makanan(misalnya ini penyebab
marah pasien), apa yang bapak rasakan?”

“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-


debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?”

“Setelah itu apa yang bapak lakukan?. Apa kerugian cara yang
bapak lakukan? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan
kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah
satunya adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik
disalurkanrasa marah.”
”Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”

”Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan


maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar,
lalu keluarkan/tiupu perlahan –lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung,
bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus
sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?”

“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga


bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa
melakukannya”.

3. Terminasi
“Oya Pak, karena sudah 10 menit, apakah perbincangan ini mau
diakhiri atau dilanjutkan?”

“Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang


kemarahan bapak?”

”Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah ........ (sebutkan) dan yang
bapak rasakan ........ (sebutkan) dan yang bapak lakukan .......
(sebutkan) serta akibatnya ......... (sebutkan)”.

”Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah


bapak yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum
kita bahas dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak.
‘Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehari
bapak mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?”

”Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan
cara yang lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya
disini saja ya pak”
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Y. 2013. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Medika


Kelliat, dkk. 2013. Model Praktik Keperawatan ProfesionalJiwa. Jakarta :
EGC.
Purba, dkk. 2012 .Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah
Psikososial danGangguan Jiwa. Medan: USU Press
Stuart dan Sudden. 2013. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.
Yosep, I. 2014. Keperawatan Jiwa. Jakarta : Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai