Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS JURNAL

“Efficacy cognitive behavioural therapy for sleep improvement in patients


with persistent delusions and hallucinations (BEST): a prospective, assessor-
blind, randomised controlled pilot trial”
DI BANGSAL GATOTKACA RUMAH SAKIT JIWA GRHASIA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Disusun Oleh:
1. Ketut Darmawan 18160073
2. Herlambang Wicaksono 18160098
3. Apriandi 18160005
4. Ramlakhan Agus Putra 18160001

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATIYOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah bagian integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sebatas terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan
hal dasar yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah
perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup,
dapat menerima orang lain sebagai mana adanya, mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes, 2013).
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara
klinis bermakna yang berhubungan dengan distress atau penderitaan dan
menimbulkan gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia
(Keliat, 2009). Setiap saat terdapat 450 juta orang diseluruh dunia
terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan
jumlahnya terus meningkat. Pada study terbaru WHO di 14 negara
menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85%
kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada
tahun pertama. WHO menyatakan setidaknya ada satu dari empat orang
didunia mengalami masalah mental, dan masalah gangguan kesehatan
jiwa yang ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat
serius (WHO, 2013).
Prevalensi Gangguan jiwa berat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) tahun 2013 terbanyak yaitu 2,7 per mil adalah DI
Yogyakrta dan Aceh. Prevalensi penderita di Indonesia adalah 0,3-1%
dan bisa timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang
baru berusia 11-12 tahun sudah menderita gangguan jiwa. Apabila
penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa maka diperkirakan sekitar
2 juta mengalami skizofrenia (Cahya, 2015).
Provinsi Jawa Tengah sendiri saat ini terdapat 30.000 orang
yang mengidap gangguan jiwa Dari jumlah tersebut, hanya 20.000 orang
yang mendapat perawatan intensif di rumah sakit jiwa. Tingginya angka
gangguan kesehatan jiwa tersebut penyebabnya multifaktorial bisa
diakibatkan masalah sosial, ekonomi, maupun gizi yang kurang
dimana sekitar 99% pasien di Rumah Sakit Jiwa adalah penderita
skizofrenia (Widodo,2015). Skizofrenia adalah penyakit yang
mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi,
emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak
dapat di definisikan sebagai penyakit tersendiri melainkan diduga
sebagai suatu sindrom gangguan jiwa (Stuart, 2008).
Skizofrenia didefinisikan sebagai penyakit jiwa terberat dan
kronis, di mana penderita memiliki gangguan dalam memproses
pikirannya sehingga timbul halusinasi (perubahan sensori persepsi;
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, dan penghiduan sehingga merasakan stimulus yang
sebenarnya tidak ada), delusi (kesalahpahaman seseorang yang serius
tentang apa yang terjadi yang mereka lihat, dengar, atau pikir), dan
tingkah laku atau bicara tidak wajar. Gejala-gejala ini dikenal sebagai
gejala psikotik, yang menyebabkan penderitanya sulit berinteraksi
dengan orang lain, bahkan menarik diri dari aktivitas sehari-hari dan
dunia luar (Stuart, 2008).
Pasien dengan psikosis juga sering melaporkan kesulitan
mendapatkan atau tidur (insomnia). Dalam bukti terbaru menunjukkan
bahwa insomnia memicu dan memperburuk delusi dan
halusinasi. Implikasi klinis adalah jika insomnia ditangani maka gejala
psikotik secara signifikan akan berkurang. Selain itu kita tahu bahwa
tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi jadi bila
pemenuhan kebutuhan dasar bisa dicapai maka pasien dapat mencapai
tingkat kepuasan yang diharapkan (Freeman, 2013).
Sebagai perawat terutama perawat jiwa yang memperhatikan
dan membantu pasien untuk memenuhi seluruh kebutuhannya secara
holistic maka sudah seharusnya perawat membantu pasien untuk
mengatasi gangguan jiwa yang dialaminya, begitu juga dengan masalah
insomnia pada pasien yang mengalami halusinasi dan delusi.
Hasil pengamatan kelompok di Wisma Gatotkaca RSJ Grhasia
untuk mengatasi masalah gangguan jiwa yang dialami klien sudah
dilakukan dengan cukup baik tapi masalah seperti insomnia yang
dialami klien baru diatasi dengan obat-obatan yang dikonsumsi saja
belum tampak adanya terapi yang secara spesifik ditujukan untuk
mengatasi insomnia yang terjadi. Berdasarkan data rekam medis Wisma
Gatotkaca bulan Mei-november 2018 terdapat total 65 pasien dengan
delusi dan halusinasi. Observasi yang dilakukan kelompok dari 22
pasien terdapat 9 pasien delusi dan halusinasi yang mengalami
gangguan tidur dan mendapatkan terapi sedasi. Atas dasar hal yang
sudah diajelaskan sebelumnya maka kelompok tertarik untuk
mempresentasikan jurnal yang berjudul “Efficacy cognitive behavioural
therapy for sleep improvement in patients with persistent delusions and
hallucinations (BEST): a prospective, assessor-blind, randomised
controlled pilot trial”.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui dan menganalisa jurnal dengan judul “Efficacy
cognitive behavioural therapy for sleep improvement in patients with
persistent delusions and hallucinations (BEST): a prospective,
assessor-blind, randomised controlled pilot trial”

2. Tujuan Khusus.
a. Mengetahui judul jurnal keperawatan jiwa
b. Mengetahui nama peneliti pada jurnal tersebut
c. Mengetahui tujuan analisa jurnal
d. Mengetahui metode penelitian pada jurnal
e. Mengetahui hasil penelitian pada jurnal
f. Mengetahui kesasihan metode penelitian meliputi (desain,
sampling, alat ukur)
g. Mengetahui kesahihan hasil penelitian (besaran hasil, nilai
signifikasi)
h. Mengetahui implikasi keperawatan pada jurnal.
BAB II JUDUL JURNAL

“Efficacy cognitive behavioural therapy for sleep improvement in patients


with persistent delusions and hallucinations (BEST): a prospective,
assessor-blind, randomised controlled pilot trial”
BAB III
PEMBAHASAN

A. Nama Peneliti
1. Daniel Freeman, Helen Startup, Elissa Mayers, John Geddes dan
Rachel Lister (Departement of phsychiatry, University of
Oxford, Warneford Hospital, Oxford)
2. Allison Harvey (Departement of Psychology, University of
California, Berkeley).
3. Ly-Mee Yu (Centre for Statistic in medicine, University of Oxford,
Wolfson College Annexe, Oxford)
4. Zenobia Zaiwalla (Oxford Non-Respiratory Sleep Disorder Service,
Oxford University Hospitals NHS Trust, John Radcliffe
Hospital,UK)
5. Ramon Luengo-Fernandez (Health Economics Research Centre,
Department of Public Health, University of Oxford, Old Road
Campus, Headington, Oxford, UK)
6. Russell Foster (Nuffield Laboratory of Opthalmology, Nuffield
Department of Clinical Neurosciences, University of Oxford, John
Radcliff Hospital, Oxford, UK)
a. Kelebihan
Sudah terdapat nama-nama peneliti didalam jurnal. Latar
Belakang tim peneliti juga sudah sesuai dengan judul jurnal
yaitu berasal dari bagian psikiater, psikolog, tim penelitian dari
universitas oxford, dan dari rumah sakit dibidang neurosciences.
b. Kekurangan
Ketua tim peneliti tidak disebutkan dalam jurnal ini.

B. Tempat dan waktu Penelitian


Penelitian dilakukan dimulai pada bulan Oktober 2012 sampai
akhir Agustus 2014 pada dua pusat kesehatan di UK.
a. Kelebihan
Waktu penelitian telah disampaikan pada jurnal ini.
b. Kekurangan
Tempat penelitian tidak dijelaskan secara rinci dalam jurnal ini.

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan pola
tidur pada pasien delusi dan halusinasi dengan cognitive behavioral
therapy insomnia.

D. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah prospektif (kohort) yang dimana jenis
penelitian prosfektif adalah jenis penelitian yang dilakukan berupa
pengamatan terhadap peristiwa yang belum dan yang akan terjadi
(Follow Up Research) dilakukan satu kali atau lebih.
a. Kelebihan
1) Studi kohort merupakan desain yang terbaik dalam
menentukan insidens dan perjalanan penyakit atau efek yang
diteliti.
2) Studi kohort yang baik dalam menerangkan hubungan antara
factor- faktor resiko dengan efek secara temporal.
3) Studi kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus yang
bersifat fatal dan progesif.
4) Studi kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa efek
sekaligus dari suatu factor resiko tertentu.
5) Karena pengamatan dilakukan secara kontinyu dan
longitudinal, studi kohort memiliki kekuatan yang andal untuk
meneliti berbagai masalah kesehatan yang makin meningkat.
b. Kekurangan
Studi kohort dengan waktu yang lama dapat membuat responden
berkurang karena banyak faktor. Sehingga jumlah awal
responden tidak sama dengan jumlah akhir responden.
Responden pada penelitian ini awalnya berjumlah 60 orang.
Hingga hasil penelitian keluar jumlah responden adalah 50 orang.

2. Populasi ,sampel dan teknik pengambilan sampel, instrument


penelitian.
a. Populasi
Pasien akan direkrut dari dua pusat layanan kesehatan di seluruh
Oxford Kesehatan NHS Foundation Trust, yang mencakup jumlah
penduduk 1,1 juta. Peneliti mencari responden dari semua pasien
rawat jalan dan rawat inap dan tim klinis yang melihat pasien
dengan skizofrenia dan diagnosa terkait.
b. Sampel
Jumlah sampel yang ditetapkan pada tahun 2012 adalah sebanyak
60 responden dengan 30 responden intervensi dan 30 responden
kontrol. Pada hasil akhir terdapat 50 responden dengan 24
responden intervensi dan 26 responden kontrol.
c. Tehnik Pengambilan Sampel
Tehnik pengambilan sampel menggunakan rondomaized control
trial dengan kriteria inklusi dan eklusi
Kriteria Inklusi:
1) Delusi atau halusinasi yang telah berlangsung selama
setidaknya tiga bulan
2) Skor minimal 2 pada skala marabahaya dari psikotik
Gejala Penilaian Timbangan (PSYRATS) untuk baik
delusi atau halusinasi.
3) Diagnosis klinis skizofrenia, gangguan schizoafektif atau
gangguan delusional (yaitu, diagnosis psikosis
nonaffective (F2) dalam International Classification of
Diseases dan Diagnostik dan Statistik IV Manual)
4) Kesulitan tidur yang berlangsung satu bulan atau lebih
dengan skor ISI 15 atau di atas (yaitu, di atas subthreshold
insomnia).
5) Peserta harus berusia antara 18 dan 65, dan, di mana
perubahan pengobatan yang dilakukan, awal penelitian
tidak akan terjadi sampai setidaknya satu bulan setelah
stabilisasi dosis
Kriteria Eklusi
1) Diagnosis utama sleep apnea
2) Alkohol atau zat ketergantungan
3) Sindrom organik atau ketidakmampuan belajar
d. Instrument Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa alat ukur, yaitu
1) Tingkat insomnia diukur menggunakan ISI.
2) Tingkat delusi dan halusinasi diukur menggunakan
PSYRATS.
E. Hasil penelitian
Didalam jurnal ini tidak mencantumkan nilai signifikasi hipotesis,
akan tetapi dalam abstrak jurnal ini mencantumkan hasil hipotesis
yang dimana CBT-I menambahkan pengobatan seperti biasa akan
meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi gejala psikotik pada pasien
delusi dan halusinasi dibandingkan dengan pengobatan seperti biasa.
Pada minggu ke-12, sembilan (41%) dari 22 pasien yang menerima
CBT dan satu (4%) dari 25 pasien yang menerima perawatan standar
saja tidak lagi memiliki insomnia, dengan skor ISI lebih rendah dari
cut off untuk insomnia. CBT secara signifikan mempercepat waktu
pemulihan sebanyak 25-50 %, dapat disimpulkan CBT aman dan
efektif sebagai intervensi pasien skizofrenia di perawatan sekunder.
F. Korelasi antara isi jurnal dengan teori
Prosedur CBT dalam jurnal ini dilakukan dalam 8 sesi selama 12
minggu, Awalnya sesi, fokus pada psikoedukasi tentang
kesulitan tidur, dan pemeliharaan kesulitan tidur, dan goal setting.
Ada daftar faktor yang menyebabkan kesulitan tidur. Berdasarkan
penilaian tersebut, tekhnik terapi aktif yang digunakan termasuk
kebersihan tidur, stimulus terapi kontrol (misalnya, pengaturan yang
tepat dan tidur yang teratur, tidak melakukan apa pun di tempat tidur
atau kamar tidur terpisah, tidak tinggal di tempat tidur jika tidak bisa
tidur selama lebih dari 20 sampai 30 menit, berhenti tidur siang),dan
relaksasi. Intervensi sengaja disederhanakan, karena kelompok kontrol
teknik terapinya memberikan stimulus belajar untuk mengasosiasikan
tempat tidur dengan tidur. Peserta juga diberikan informasi tertulis
sebagai bagian dari intervensi dengan bentuk leaflet untuk membaca
antara sesi dan penyelesaian intervensi. Intervensi akan dilakukan oleh
seorang psikolog klinis.
Menurut Videbeck dan Sheila (2008) manusia dibangun oleh sistem
indra untuk menggapai rangsangan eksternal yang diberikan oleh
lingkungan. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
sperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,demam hingga
dilirium, intokskasi, alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.
G. Korelasi antara isi jurnal dengan lapangan atau lahan praktik
Tempat dikorelasikannya hasil penelitian tersebut yaitu di wisma
Gatotkaca RSJ Grhasia saat ini belum pernah dilakukan CBT-I karena
keterbatasan tenaga ahli, akan tetapi ada beberapa hal yang mendukung
pasien untuk mendapatkan manfaat yang sama seperti terapi CBT-I
yaitu dengan pemberian obat pada pasien yang efek sampingnya
menyebabkan pasien mendapatkan tidur yang optimal. Wisma
Gatotkaca juga terdapat pasien dengan delusi dan halusinasi yang
berjumlah 9 orang, sedangkan tenaga perawat yang terbagi dalam dua
team dan belum ada yang mempunyai sertifikasi untuk melakukan CBT.
Penerapan CBT-I yang belum bisa dilakukan di Wisma Gatotkaca
dapat digantikan dengan Nursing Interventions Classification yaitu
Kesiapan Meningkatan Pengetahuan dan Insomnia. Kesiapan
meningkatkan pengetahuan merupakan adanya atau pemerolehan
informasi kognitif yang berhubungan dengan topik tertentu yang
memadai untuk memenuhi tujuan terkait kesehatan dan dapat
ditingkatkan. Sedangkan untuk insomnia dapat dilakukan berdasarkan
beberapa intervensi seperti, terapi relaksasi, manajemen lingkungan,
manajemen energi, dan pengaturan posisi.

H. Analisa SWOT
Strenght:
1. Kekuatan dalam penelitian ini dibuktikan bahwa CBT-I
menambahkan pengobatan seperti biasa akan meningkatkan kualitas
tidur, delusi dan halusinasi dibandingkan dengan pengobatan seperti
biasa.
2. Uji coba ini didanai oleh NHS Institut Nasional untuk
Penelitian Kesehatan (NIHR) khususnya untuk Pasien.
3. Penelitian ini akan menjadi tes pertama dikendalikan dari CBT-I
untuk pasien dengan delusi dan halusinasi.
4. CBT-1 berpotensi hemat biaya, mengurangi waktu dirumah sakit
selama enam minggu berpotensi untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien dengan menggunakan dana NHS.
Weakness:
Kelemahan pada penelitian ini yaitu menggunakan waktu yang cukup
lama dan bila ingin diterapkan di RSJ Grhasia baiknya membutuhkan
psikolog dan perawat spesialis jiwa. Selain itu dalam penelitian ini tidak
dicantumkan p value untuk membuktikan apakah CBT-I menurunkan
insomnia pada pasien. Terdapat efek samping peningkatan delusi dan
halusinasi juga menjadi kelemahan pada penelitian ini walaupun hanya
sedikit peningkatan.
Oportunity:
Peluang dalam jurnal ini adalah CBT dapat diterapkan di RSJ
Grhasia untuk mengurangi insomnia dan gejala psikotik pada pasien
delusi dan halusinasi karena CBT tidak membutuhkan biaya yang
banyak dan waktu yang lama.
Threat:
Tantangan pada penelitian ini adalah penerapan CBT guna untuk
mengurangi gejala psikotik dan insomnia namun akan diperlambat
ketika fase halusinasi pada pasien berberda-beda.

I. Analisa PICO
P : Pasien/populasi
Pasien dengan Delusi dan Halusinasi, sampel berjumlah 60 orang.
I : Intervention
Cognitive Behaviour Theraphy-Insomnia (CBT-I)
C : Comparrison
CBT-I vs Non CBT-I (kelompok control)
O : Outcome
CBT-I lebih baik dari pada Non CBT-I untuk mengatasi
kesulitan tidur pada pasien delusi dan halusinasi, serta
mengurangi delusi dan halusinasi.

J. Implikasi Keperawatan
Penerapan Cognitive Behavior Therapy Insomnia pada pasien delusi
dan halusinasi untuk mendapatkan kualitas tidur dan mengurangi delusi
serta hallusinasi pada pasien schizofrenia tidak dapat diterapkan secara
langsung di RSJ Grhasia, sehingga dapat diganti dengan Nursing
Intervention Classification.
What : Intervensi kesiapan meningkatkan pengetahuan dan
insomnia.
When : Intervensi diterapkan apabila ada pasien delusi dan
halusinasi dengan gangguan susah tidur
Where : Intervensi akan diterapkan di Wisma Gatotkaca RSJ Grhasia
Who : Intervensi dapat dilakukan oleh perawat ruangan.
Why : Karena pasien halusinasi dan delusi yang mengalami insomnia
akan terjaga dimalam hari yang bisa membuat halusinasi dan
delusi pasien kambuh.
How : Pasien akan diberikana tindakan sesuai intervensi yang telah
dibuat.
a. Kesiapan Meningkatkan Pengetahuan
Dukungan Pengambilan Keputusan
1) Tentukan apakah terdapat perbedaan antara pandangan pasien
dan pandangan penyedia perawatan kesehatan mengenai kondisi
pasien.
2) Bantu pasien untuk mengklarifikasi nilai dan harapan yang
mungkin akan membantu dalam membuat pilihan yang penting
dalam hidupnya.
3) Informasikan pada pasien mengenai pandangan-pandangan atau
solusi alternatif dengan cara yang jelas dan mendukung.
4) Kolaborasi dengan keluarga pasien untuk membantu pasien
memutuskan tindakan yang akan menunjang kesehatannya.
Bantuan Modifikasi Diri
1) Observasi lingkungan fisik dan lingkungan sosial pasien
2) Identifikasi bersama pasien mengenai strategi paling efektif
terkait dengan perubahan perilaku
3) Puji alasan pasien untuk berubah
4) Instruksikan pasien untuk mencatat kegiatan dan kejadian yang
mendukung perubahan
5) Jelaskan kepada pasien mengenai pentingnya monitor diri
dalam usaha untuk merubah perilaku
6) Libatkan keluarga dalam mengontrol jadwal kegiatan maupun
kejadian yang mendukung perubahan.

b. Insomnia
Manajemen Energi
1) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan kelelahan
sesuai dengan konteks usian dan perkembangan
2) Anjurkan pasien mengungkapkan perasaan secara verbal
mengenai eterbatasan yang dialami
3) Tentukan jenis dan banyaknya aktivitas yang dibutuhkan
untuk menjaga kesehatan
4) Monitor intake/asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi
yang adekuat
5) Konsulkan dengan ahli gizi mengenai cara meningkatkan
asupan energi dari makanan
6) Bantu pasien memprioritas kegiatan untuk mengakomodasi
energi yang diperlukan
7) Bantu pasien untuk menetapkan tujuan aktivitas yang akan
dicapai secara realistis
Manajemen Lingkungan
1) Identifikasi kebutuhan keselamatan pasien berdasarkan fungsi
fisik dan kognitif serta riwayat perilaku dimasa lalu
2) Singkirkan bahaya lingkungan (misalnya.,karpet yang longgar
dan kecil, furnitur yang dapat dipindahkan)
3) Siapkan tempat tidur dengan ketinggian yang rendah yang
sesuai
4) Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan nyaman
5) Sediakan linen dan pakaian dalam dengan kondisi baik, bebas
dengan residu dan noda
6) Edukasi pasien dan pengunjung mengenai perubahan/tindakan
pencegahan, sehingga mereka tidak akan dengan sengaja
mengganggu lingkungan yang direncanakan
7) Sediakan keluarga/orang terdekat dengan informasi mengenai
membuat lingkungan rumah yang aman bagi pasien
Pengaturan Posisi
1) Dorong pasien untuk terlibat dalam perubahan posisi
2) Posisikan (pasien) sesuai dengan kesejajaran tubuh yang tepat
3) Tempatkan pasien dalam posisi terapeutik yang sudah
dirancang
4) Instrusikan pasien agaimana menggunakan postur tubuh dan
mekanika tubuh yang baik ketika beraktivitas
5) Tempatkan barang secara berkala dalan jangkuan pasien
6) Tempatkan perubah posisi tempat tidur dalam jangkauan
pasien
Terapi Relaksasi
1) Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis
relaksasi yang tersedia (misalnya, musik, meditasi, bernafas
dengan ritme, relaksasi rahang dan relaksasi otot progresif)
2) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa retraksi dengan
lampu yang redup dan suhu lingkungan yang nyaman, jika
memungkinkan
3) Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan
pakaian longgar dan mata tertutup
4) Minta klien untuik rileks dan merasakan sensasi yang terjadi
5) Tunjukan dan praktikan teknik relaksasi pada klien
6) Dorong klien untuk mengulang praktik teknik relaksasi, jika
memungkinkan
7) Berikan informasi tertulis mengenai persiapan dan keterlibatan
di dalam teknik relaksasi

K. Manfaat Jurnal
1. Bagi mahasiswa
Dapat digunakan sebagai pengembangan keilmuan
keperawatan jiwa sebagai alternative lain dalam penanganan
insomnia pada pasien delusi dan halusinasi.
2. Bagi intsitusi RS
Sebagai bahan pertimbangan bagi instistusi Rumah Sakit khususnya
RSJ Grhasia dalam menerapkan metode CBT-I untuk penanganan
insomnia pada pasien delusi dan halusinasi.
BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hasil penelitian dalam jurnal ini tidak mencantumkan nilai
signifikasi hipotesis, akan tetapi dalam abstrak jurnal ini
mencantumkan hasil hipotesis yang dimana CBT-I menambahkan
pengobatan seperti biasa akan meningkatkan kualitas tidur dan
mengurangi gejala psikotik pada pasien delusi dan halusinasi
dibandingkan dengan pengobatan seperti biasa.

B. SARAN
1. Dengan adanya jurnal keperawatan jiwa ini diharapkan perawat
lebih mengetahui tentang efek dari penggunaan perilaku
kognitif terapi untuk meningkatkan tidur untuk
pasien dengan delusi dan halusinasi.
2. Perawat diharapkan mampu memberikan perawatan yang
professional pada pasien yang mengalami ganguan jiwa
dengan diagnosa delusi dan halusinasi.
3. Memberikan pelayanan yang bermutu akan dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien gangguan jiwa.
4. Bagi profesi lain diharapkan mampu untuk mengetahui manfaat
penggunaan perilaku kognitif terapi dalam meningkatkan
kuallitas tidur pada pasien dengan delusi dan halusinasi serta
mampu membandingkan jurnal tersebut dengan jurnal-jurnal
yang sesuai dengan penelitian yang sudah diakui.
5. Bagi RSJ Grhasia khususnya perawat atau instansi agar
melakukan penelitian yang serupa terkait pasien delusi dan
halusinasi yang mengalami insomnia sehingga dapat diterapkan
di wisma Gatotkaca atau hendaknya menerapkan terapi perilaku
kognitif untuk meningkatkan kualitas tidur pada pasien
dengan delusi dan halusinasi sehingga kesejahteraan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


(2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Cahya, Asriana. (2015). “Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan
Kontrol Pasien Gangguan Jiwa di Klinik Jiwa RSJS Magelang”. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Freeman, D. (2013). Insomnia and Paranoid. Arch Pshycologic Med Rehabil,
volume 4, number 81. www.ebsco.com. Diakses pada tanggal 8 Oktober
2016.
Keliat, Budi Anna & Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional
jiwa. Jakarta: EGC.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Katalog dalam Terbitan
Kementerian Kesehatan RI Indonesia. Kementerian Kesehatan. Pusat
Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Stuart G.W. Sundeen S.J. ( 2008). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3.
Jakarta: EGC
Widodo, Agung. (2015). Internet. Tingkat Kemiskinan dan Kesehatan Jiwa
.www.jogja.tribunnews.com/2015/06/05/kemiskinan-kesehatanjiwa-di-
jawatengah, diakses pada 10 Oktober 2016.
Videbeck. L, Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai