Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa
bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di
butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta
mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya.
Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005).
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii
Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap
negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat.
Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan
dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina
Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara
berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun
pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada
dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen
Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional.
Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat
kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin
berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian
meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia
mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi
selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai
berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang
(52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%),
tahun 2008 ( januari-maret) jumlah pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang.
Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada klien halusinasi maka sangat di butuh kan
asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
Akibat semakin kompleksnya persoalan hidup yang muncul di tengah masyarakat,
menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di Riau tiap tahunnya terus bertambah.
Selama tahun 2007 ini saja di Riau telah menerima sebanyak 8.870 pasien gangguan
jiwa. Berdasarkan dari hasil anamnesa pada bulan november 2010 pada ruangan nuri
yang mana jumlah pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada
diruangan, di merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, di mawar ada 9 pasien
halusinasi (45%) dari 20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi (28,57%) dari 7
pasien, di melati ada 22 pasien halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.
Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas halusinasi
dalam seminar kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas untuk menyelesaikan
praktek klinik di RSJ Tampan Pekanbaru.
1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien
dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ Tampan
Pekanbaru.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran.
b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi.
c. Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi
sensori:halusinasi pendengaran.
d. Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori:
halusinasi pendengaran.
f. Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan persepsi sensori
: halusinasi pendengaran.
g. Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis
dapatkan.

1.3. Ruang Lingkup Masaalah


Ruang lingkup ini dilakukan di Rumah Sakit jiwa Tampan tahun 2010. Dimana
pembuatan makalah ini yang akan dilihat sejauh mana halusinasi akan mempengaruhi sifat
yang mal adaktif dan cara penanggulangan atau tindakan yang akan dilakukan untuk klien.
Alasan pembuatan makalah ini karena halusinasi merupakan penyebab terbanyak pada
gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa Tampan. Dipilihnya halusinasi ini karena di RSJ
Tampan Pekanbaru Provinsi Riau salah satu tempat rujukan di daerah Riau ini. Makalah ini
dibuat berdasarkan hasil ovservasi terbanyak di RSJ Tampan Pekanbaru.

1.4. Metode Pengambilan Data


Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif, dimana
kelompok hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada kasus. Untuk menggali data,
teknik yang digunakan berbagai macam di antara nya adalah :
a. Wawancara : penulis mengadakan wawancara pada klien di ruang nuri
b. Observasi : kelompok melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan secara langsung pada prilaku klien
c. Studi kepustakaan : kelompok mempelajari sumber-sumber pemeriksaan fisik
yang dilakukan secara bertahap
d. Data sekunder : kelompok mengambil data dari status klien, catatan keperawatan
untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah klien.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Konsep Dasar Penyakit


2.1.1. Definisi
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari
suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon
terhadap suara atau bunyi tersebut( kliat, 2006 ).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang,
kejadian alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun
(maramis, 2005). Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru
melibatkan panca indra pendengaran (isaac,2002).

2.1.2. Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Faktor predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon
neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian sebagai berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukan
keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofren.
b. Beberapa zat kimia diotak seperti dopamin
neorotransmiter yang berlebihan.
c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada
otak manusia.
2) Psikolagis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi  psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial budaya
Kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi  realita seperti :
kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang
terisolasi.
b. Faktor presipitasi
Secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah
koping dapat mengindikasi  kemungkinnan kekambuhan (kelliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan  halusinasi adalah :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi  stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Sterss lingkungan
Ambang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
c. Sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
2.1.3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi
dengar:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.

2.1.4. Jenis halusinasi


Menurut stuart (2007) halusinasi terdiri dari dua jenis:
a. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang.
Suara berbentuk kebinsingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua
orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien
mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
b. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan biasa yang
menyenangkan atau menakut ksn seperti melihat monster.
c. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenang kan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang , atau dimensia.
d. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tesentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine.
g. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
2.1.5. Tahapan halusinasi
a. Fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk
meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan
tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah
pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. Fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
2.1.6. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologi.
a. Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b. Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu
yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
c. Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
di sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak
lama.
d. Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum
yang belaku.
e. Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut
hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk
kerja sama.
f. Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu diotak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
g. Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
h. Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan
nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial
atau berbudaya umum yang berlaku.
i. Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau
budaya umum yang berlaku.
j. Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
k. Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.

Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indra (pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan
klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun
sebenarnya stimulas itu tidak ada.

2.1.7. Pohon masalah


Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
 

Gangguan konsep diri : HDR

2.1.8. Asuhan Keperawatan


1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan telambat
1. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
a. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
b. usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
1. Komunikasi peran ganda
a. Tidak ada komunikasi
b. Tidak ada kehangatan
c. Komunikasi dengan emosi berlebihan
d. Komunikasi tertutup
e. Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas
dan komplik orang tua.
c. Faktor sosialisasi budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
1. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri,
ideal diri tinggi, harga diri rendah, idintitas diri tidak jelas, krisis
peran, gambaran diri negatif dan koping deskruptif.
2. Faktor biologis
Adanya kegiatan terhadap fisik, berupa: atropi otak, pembesaran
Vertikel, perubahan besar dan bentuk sel bentuk sel korteks dan
limbik.
3. Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia di turunkan melalui
kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yang berada yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom
nomor enam, dan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan 22.
anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika
dizyote peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia,
sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka perluangnya
menjadi 35% .
2. Faktor presipitasi
1. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan, system syaraf pusat,kurangnya latihan dan
hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
2. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar
dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial,
tekanan kerja ( kurang tampil dalam berkerja), stigmasasi, kemiskinan,
kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3. Sikap
Merasa tidak mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya
diri), merasa gagal ( kehilangan motovasi menggunakan keterampilan diri ),
kehilangan kendali diri ( demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan,,
merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual ), bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan
sosialisasi, prilaku asertif, prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan
ketidakadekuatan penanganan gejala.
4. Prilaku
Respon prilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara
sendiri, tidak dapat membedakan yang nyata dengan yang tidak
nyata.Prilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya, meliputi:
a. Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan , suara apa yang didengar, apa saja yang 
dikatakan suara itu, jjika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan
yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium,
jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecap, dan apa yang diraskan dipermukaan tubuh jika halusinasii
perabaan.
b. Waktu dan frekuensi
Ini dapat ditanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, sebulan pengalaman halusinasi
itu muncul.
c. Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum
halusinasi muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi
apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasikan pernyataan klien.
d. Respon klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi


klien, bisa dikaji dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami
halusinasi.

2.1.8. Mekanisme koping


1. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari.
2. Proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

2.1.9. Masalah keperawatan


1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Isolasi sosial: menarik diri
4. Gangguan konsep diri: HDR
5. Intoleransi aktivitas
6. Difisit perawatan diri
2.1.10. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
2. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3. Isolasi sosial: menarik diri
4. Gangguan konsep diri: HDR
5. Defisit  perawatan diri

2.1.11. Intervensi Keperawatan


Diagnosa: Perubahan persepsi sensori halusinasi: pendengaran
Tujuan umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 minggu
perubahan persepsi
Sensori: Halusinasi teratasi.
Tujuan khusus:
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan komunikasi
teraupetik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non
verabal. Perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap dan nama
panggilan yang disenangi klien, buat kontrak dengan jelas tujukan sikap jujur
dengan menepati janji setiap kali interaksi.
2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
3. Observasi tingkah laku klien dan halusinasinya( halusinasi pendengaran ),
4. Diskuaikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya halusinasi.
5. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tersebut.
6. Diskusikan tentang dampak yang  akan dialami bila klien menikmati
halusinasinya.
7. Identifikas dengan klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi:
- Klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
Intervensi:

1. Diskusikan cara yang digunakan klien


- Klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi
halusinasinya
2. Diskkusikan cara baru mengontrol halusinasi
- Klien melaksanakan cara yang telah dipilih  untuk mengendalikan  
halusinasinya
3. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk
mencobanya
- Klien mengikuti terapi aktivitas kelompok
4. Beri kesempatan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
5. Pantau pelaksanaan cara yang dipilih jika berhasil beri pujian
6. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
7. Buat kontrak yang jelas untuk pertamuan( waktu, tempat, dan topik)
8. Diskusikan dengan keluarga
9. Diskusikan klien tentang manfaat dan erugian jika tidak minum obat ,
nama, warna, dosis, cara, efek, terapi dan efek samping pengobatan
- Klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar

10. Pantau kllien saat minum obat

- Klien dapat menyebutkan  akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi


dengan dokter

11. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar

12. Diskusikan akibat berhenti minum obot tanpa konsultasi

13. Anjurkan klien untuk konsultasi dengan dokter jika ingin berhenti minum
obat
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1.Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 8 November 2010 dengan nama klien Tn. Y berusia
40 tahun. Klien masuk pada tanggal 22 September 2010 No. RM 00.08.08 di ruang nuri. Klien
dibawa kerumah sakit  dengan alasan, klien selalu marah-marah tanpa sebab, bicara ngawur,
gelisah, mengamuk, dan hampir memukul keluarga. Klien pernah mengalami gangguan  jiwa
sebelumnya, riwayat pengobatan sebelumnya kurang berhasil dikarenakan klien putus obat lebih
kurang 3 bulan.

Klien merupakn anak ke- 6 dari 9 bersaudara. klien mengatakan bagian tubuh yang
disukai adalah kepala dan bagian yang tidak disukai adalah tangan kiri karena pernah patah dan
klien menyadari bahwa dia seorang laki-laki yang bekerja sebagai tukang perabot. Orang yang
paling berarti bagi klien adalah ibu, bapak dan keluarga. Klien mengetahui agama yang dianut
nya, dan selama dirumah sakit klien melakukan kegiatan ibadah yaitu shalat.

Dari observasi yang didapat kelompok, ditemikan data; penampilan rapi dan sesuai
dengan cara penggunaan nya. Saat diajak berkomunikasi atau wawancara, pembicaraan klien
selalu  berpindah-pindah dari satu kalimat ke kalimat lainnya. Klien tampak lesu, gelisah dan
terkadang bolak-balik, klien mengatakan sedih karena klien merasa terlalu lama di RSJ.selama
interaksi klien sangat kooperatif  , terkadang klien selalu memulai pembicaraan terlebih dahulu,
kontak mata (+), akan tetapi klien sering tidak nyambung antara pertanyaan dengan jawaban.
Klien mengalami gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Klien mengatakan sering
mendengar suara-suara yang menyuruhnya untuk memukul orang lain, suara itu sering terdengar
saat klien sendirian dan pada sore hari sangat sering, gejala yang tampak klien ingin marah-
marah. Obsesi, klien menyatakan ingin berjaya dalam hidup dan ingin mencari istri yang
sakinah. Orientasi orang, tempat dan waktu baik, karena klien mengetahui tempat ia berada
sekarang waktu dan orang-orang disekitarnya.
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat karena klien mampu mengingat masa lalu
dan waktu saat ini, klien mudah teralih saat diberi

Pertanyaan, klien mampu mengambil keputusan sederhana dengan bantuan orang lain
dengan penjelasan yang benar dan klien menyatakan bahwa ia masuk ke RSJ karena ada jin, jin
yang menggaunya sehiangga ia marah-marah.

Untuk memenuhi kebutuhan klien, sudah mampu untuk memenuhinya seperti kebutuhan
makan, keaamanan, perawatan kesehatan, pakaian, dan tempat tinggal.

Didalam kehidupan sehari-hari klien mampu untuk melakukan perawatan diri seperti
mandi, makan, BAB/BAK seta ganti pakaian. Klien mengatakan Selama di rumah sakit, nfsu
makan meningkay sehingga berat badan meningkat. Klien mengatakan tidak ada masalah pada
tidurnya. Klien menyatakan puas dengan pekerjaannya sebagai pembuat alat-alat perabot karena
termasuk hoby nya, klien mempunyai koping yang adaptif yaitu jika ada masalah maka klien
mengerjakan salat, terpi yang didapat adalah stelazin 5 mg, THP/ TRihexypenidil,
CPZ/Clorpromazine

3.2.Data Fokus

Tn.Y (40tahun) dirawat di rumah sakit jiwa Tampan Pekanbaru di ruang nuri dengan
diagnosa medis perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Klien mengatakan
mendengar suara yang menyuruh untuk memukul orang dengan palu, suara itu sering pada sore
hari dan saat sendirian, klien mengatakan marah saat mendengar suara-suara, kien mengatakan
pernah memukul orang dengan palu dan memukul orang yang kerja ditempat nya, suara klien
keras saat marah dan tatapan mata nya tajam saat marah. Klien mengatakan bercerai dengan
istrinya dan terlalu lama di RSJ dan klien tampak sedih, klien tampak  marah tanpa sebab. Dari
hasil observasi kelompok didapatkan klien terlihat berbicara sendiri, mondar- mandir, dan
tampak menutup telinga, klien membanting kasur, klien tampak menyendiri. Sedangkan data
tambahan dari catatan keperawatan melalui status klien, klien pernah memukul orang dengan
palu.
No Data Fokus Diagnose
1. DS: Gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran
1) Klien menatakan mendengar suara
yang menyuruh pukul orang
dengan palu, suara itu muncul pada
sore hari dan saat sendirian dan
marah saat mendengar suara itu

DO:

1) Klien tampak marah tanpa sebab


2) klien terlihat berbicara sendiri
3) Pasien tampak mondar-mandir
4) Klien tampak menutup telinga

2. DS:

1) Klien mengatakan pernah memukul Resiko menciderai diri sendiri dan orang
orang dengan palu lain
2) Klien mengatakan memukul orang
yang bekerja dirumahnya

DO:

1) Dari status yang dilihat alas an


klien masuk rumah sakit, klien
memkul orang dengan palu
2) Selama dinas diruangan Nuri
pasien tidak pernah melihat pasien
memukul temannya tanpa sebab
3) Klien tampak membanting kasur

3. DS: Gangguan persepsi sensori: halusinasi


pendengaran

1) Klien mengatakan sudah cerai


dengan istrinya karena ps masuk
RSJ

DO:

1) Sedih jika ditanya tentang rumah


tangganya
2) Klien tampak menyendiri
3) Klien sudah tidak punya istri lagi

4. DS: Gangguan konsep diri: HDR


1) Pasien mengatakan teman-
Isolasi sosial : Menarik diri
temannya gila sehingga malas
bergaul dengan mereka
2) Pasien mengatakan teman-
temannya sering tidak nyambung
bila di ajak berbicara
DO:
1) Pasien terlihat sering duduk sendiri
diatas tempat tidurnya
2) Pasien terlihat memisahkan tempat
tidurnya
3) Pasien terlihat sering makan sendiri
3.3. Pohon Masalah

Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Isolasi sosial : menarik diri 

Gangguan konsep diri : HDR

3.4. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas (Nanda)


Gangguan persepsi sensori : Halusinasi pendengeran
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : HDR
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

3.5. Implementasi dan evaluasi


Implementassi dilakukan dari tanggal 08 november s/d 16 november 2010. Pada tanggal
8 november 2010 jam 09.00 WIB telah dilakukan SP1 halusinasi: dengan hasil SP1 belum
tercapai. Pada tanggal, 09 November 2010 pada jam 15.00 WIB dilakukukan SP 1 halusinasi
yakni membina hubungan saling percaya, membantu mengenal halusinasi, serta mengajarkan
cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik suara, dengan hasil SP 1 tercapai.
Adapun hal yang tercapai dalm SP1 meliputi terbinanya hubungan saling percaya antara
perawat dengan klien, klien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi. Pada tanggal 10
November 2010 kelompok kembali melakukan SP1 halusinasi pada jam 10.00 WIB yakni
mengajarkan klien untuk menghardik suara, adapun hasil dari SP1 tercapai ditandai dengan
klien dapat menghardik suara. Jadi, pelaksanaan SP1 halusinasi dapat tercapai dengan tiga
kali interaksi dengan klien.
Pada tanggal 11 November 2010 jam 09.45 WIB telah dilakukan SP 2 halusinasi dengan
hasil SP 2 tercapai sebagian, yakni klien belum mau bercakap-cakap dengan orang. Pada
tanggal 12 november 2010 dilakukan lagi SP 2 halusinasi pada jam 10.30 WIB dengan
memodifikasi, mengajak klien untuk ngobrol dengan salah satu anggota kelompok. Hasil
yang diperoleh dari SP 2 yakni klien sudah mampu untuk bercakap-cakap dengan perawat
yang diruangan. Jadi sp2 halusinasi teratasi dengan dua kali interaksi.
Pada tanggal 13 November 2010 telah dilakukan SP 3 halusinasi pada jam 09.00 WIB
dengan hasil SP 3 tercapai sebahagian, adapun hal yang tercapai adalah klien melaksanakan
kegiatan terjadwal yaitu sholat. Pada tanggal 15 November 2010 dilakukan lagi SP 3
halusinasi pada jam 10.00 WIB dengan hasil SP 3 tercapai, adapun hal yang tercapai adalah
kegiatan terjadwal klien bertambah dari bangun sampai klien tidur lagi seperti membersihkan
tempat tidur, mandi, dan sholat, jadi SP 3 tercapai dengan dua kali interaksi. Pada tanggal 16
november 2010 telah dilaksanakan SP 4 halusinasi dengan hasil tercapai. Adapun hal yang
tercapai yakni klien tahu jenis, fungsi, efek tidak minum obat serta penggunaan obat yang
benar, jadi SP 4 tercapai dengan satu kali interaksi.
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah kelompok melakukan tindakan keperawatan terhadap klien dengan gangguan


persepsi sensori : halusinasi di Ruang Nuri RSJ Tampn Pekan Baru mulai dari tanggal 08
November s/d 16 November 2010 kelompok menemukan kesenjangan-senjangan antara konsep
tioritis dengan stadi dilapangan yang dilakukan oleh kelompok maka dari itu kelompok akan
membahas kesenjangan tersebut. Adapun kesenjangan-senjangan tersebut adalah sebagai berikut:

4.1.Pengkajian

Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pormat pengkajian


perawatan jiwa yang telah di tetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung
dengan klien, dari data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data-data
teorits dengan apa yang didapat dengan kasus dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan
hanya melalui wawancara dengan klien, obsevasi dan dari pendokumentasian keperawatan
diruangan, sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan hal tersebut dikarenakan selama proses
pengkajian keluarga klien belum ada menjunguk klien.

Menurut data teoritis secara umum dari faktor predisposisi diterangkan bahwa halusinasi
dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor pisikologis, biologis, dan faktor genetik. Dari
hasil observasi dan waawacara yang dilakukan kelompok terhadap klien tidak ditemukan adanya
faktor genetik yang dapat mempengaruhi halusinasi karena anggota keluarga klien tidak ada
mengalami skizofrenia.

4.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan teoritis dengan diagnosa yang muncul ditinjauan kasus terdapat
perbadaan dan kesenjangan. Adapun masing-masing diagnosa yang muncul sebagai berikut:

1. Diagnosa teoritis
 Perubahan persepsi sensori: halusinasi
 Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
 Isolasi sosial: menarik diri
 Gangguan konsep diri: HDR
 Defisit  perawatan diri
 Intoleran aktifitas

2. Diagnosa tinjauan kasus


 Perubahan persepsi sensori: halusinasi
 Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
 Isolasi sosial: menarik diri
 Gangguan konsep diri: HDR

Dalam tinjauan kasus terdapat 2 diagnosa yang tidak muncul pada diagnosa teoritis. Hal
ini disebabkan pada tinjauan kasus ditemukan dari hasil observasi yakni klien dapat memenuhi
kebutuhan perawatan diri.

4.3. Tindakan Keperawatan

Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang


ditetapkan dari empat diagnosa yang diangkat hanya dilaksanakan satu diagnosa keperawatan,
hal tersebut dikarenakan oleh keterbatasan waktu dan klien pun pulang untuk melakukan askep.
Adapun diagnosa yang kelompok laksanakan adalah gangguan persepsi senaori ; halusinasi
pendengaran yang perencanaan tindakannya dilaksanakan mulai dari tanggal 08 november 2010
s/d 16 November 2010 dapat dilaksanakan dengan baik oleh kelompok, dan klien saat diajarkan
dihadapan perawat pada waktu interaksi. Adapun tindakan keperawatan yang dilaksanakan
melalui SP  ddengan SP I dilaksanakan selama 3 kali interaksi, SP II dilaksanakan selama 2 kali
interaksi, SP III dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP IV dilaksanakan selama 1 kali interaksi.
Akan tetapi dalam pelaksanaannya klien masih memnutuhkan bimbingan dari perawat.

4.4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dari awal hingga akhir kegiatan yang setiap kali berinterksi
menggunakan analisis SOAP (Subjektif, Objaktif, Analisa, Planing ). Semua tindakan
keperawatan dengan diagnosa  gangguan persepsi sensori : halusinasi yang dibahas oleh
kelompok melalui strategi pelaksanaan dapat dilaksanakan. Hal ini didukung karena sudah
terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.
BAB V

PENUTUP

5.1.KESIMPULAN

Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses keperawatan


dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh perawat dan peserta didik
keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan otonomi, percaya diri, cara berfikir
yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan tanggung jawab dan tanggung gugat serta
pengembangan diri perawat. Disamping itu klien dapat melaksanakan mutu pelayanan
keperawatan yang baik khusus nya pada klien halusinasi, maka dapatdi ambil ksimpulan sebagai
berikut:

1. Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pngkajian teoritis maupun
penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien.
2. Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis menyusun tindakan
keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP.
3. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan dapat
dilaksanakan walaupun belum optimal.
4. Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien tidak
teratasi semua sesuai dengan masalah klien.

5.2. SARAN
1. Keluarga
Agar keluarga selalu memberikan motivasi kepada klien dan juga perawatan gangguan
persepsi sensori:halusinasi pendengaran dirumah.
2. Ruang rawat inap
Meningkatkan perlatan dan pelayanan serta pemberian askep yang dapat meningkatkan
proses penyembuhan kllien.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Bina pelayanan keperawatan dan pelayanan medik departemen

kesehatan, 2007 di kutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-


trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010

Hawari,2001 dikutif dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi diambil


tanggal 04 november 2010

Isaacs,2002 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi diambil


tanggal 04 november 2010

Keliat,2006 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi di ambil


tanggal 04 november 2010

Keliat, budi anna.(2006) proses keperawatan kesehatan jiwa.jakarta:penerbit buku kedokteran


EGC

Maramis, 2005 dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-


trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010

Menkes,2005 dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-


trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010

Diktat Panduan Pengkajian Keperawatan dan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Praktek
Keperawatan Jiwa Mahasiswa Program D III di RSJ Tampan Propinsi Riau.

Marlyyn E. Doengos Rencana Asuhan Keperawatan psikiatri editor bahasa indonesia, Monica
ester. Jakarta: EGC 2006

Anda mungkin juga menyukai