Anda di halaman 1dari 63

HALUSINASI

DISUSUN OLEH RUANG 401 :


1. PARASUCI DEWI
2. AMBAR INDAH
3. DWI AYU FAJAR
4. ISTI YANUARI
5. M. ARI TRIWIBOWO
6. WIDI WIDIAWATI
7. AMALIA NURSANTI
8. AGUS PURNAMA
9. RANGGA PRAYOGI
10. APRICILA FITRIA H.

101.0711.006
101.0711.010
101.0711.011
101.0711.025
101.0711.030
101.0711.030
101.0711.036
101.0711.041
101.0711.051
101.0711.056

PROGRAM STUDY S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBAGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................I
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................II
A. LatarBelakang...................................................................................1
B. Tujuan penulisan................................................................................2
C. ruang lingkup masalah ......................................................................3
D.Metode pengambilan data ..................................................................4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................II
A. Masalah utama..................................................................................5
B. Teknik komunikasi terapetik............................................................6
C. Komunikasi terapetik pada pasien ganguan jiwa.............................7
D. Komunikasi dengan klien ganguan jiwa...........................................8
E. Rentang respon neurobiologi............................................................9
F. Fase fase halusinasi........................................................................10
G. Tahap halusinasi...............................................................................11
H. Klasifikasi jenis dan sifat masalah...................................................12
BAB III ASUHAN KEPRAWATAN JIWA.......................................................IV
A. Pohon masalah .....................................................................................13
B. Analisis data .........................................................................................14
C. Diagnosa ..............................................................................................15
BAB IV PENGKAJIAN SENSORI PRESEPSI HALUSINASI...................V
BAB V ROLE PLAY...........................................................................................VI
BAB VI PENUTUP .............................................................................................VII
A. Kesimpulan................................................................................................16
B. Daftar pustaka............................................................................................17

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
kebesaran dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Perubahan persepsi sensori.
Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah kami alami. Oleh karena itu,
terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan kami semata-mata. Namun
karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait dalam proses pengerjaan
makalah ini.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya kami dengan ketulusan hati
mengucapkan terima kasih kepada TIM DOSEN yang telah membimbing kami dalam
menyelsaikan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada orang tua kami yang selalu
mendoakan kami dalam penyelesaian makalah ini serta yang telah mendukung kami dalam
hal materi untuk penyelesaian makalah ini. Dan teman-teman semua yang telah bekerja sama
dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari pengetahuan dan pengalaman kami
masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
dari berbagai pihak agar laporan percobaan ini lebih baik dan bermanfaaat bagi semua orang
terutama bagi mahasiswa/mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
terutama S1 Keperawatan tingkat tiga.
Dan akhir kata kami ucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membalas budi
baik anda semua,

Penulis

LEARNING PROGRESS

Hari / tanggal : senin / 27april 2012


Topik

: halusinasi

Blok

:sistem persepsi sensori

:
Problem
Kelompok 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pengertian presepsi
Pengertian halusinasi
Proses penyampaian halusinasi
Proses penyampaian informasi
Rentang respon neurobiologi
Fase fase halusinasi

Kelompok 2
1. Diagnosa keperawtan halusinasi
2. Pohon masalah
3. Intervensi halusinasi
4. Evaluasi

Kelompok 3
1. Pengkajian presepsi sensori halusinasi
Kelompok 4
1. Role play

7. Jenis jenis halusinasi


8. Faktor faktor predoposisi
9. Faktor presivitasi (pemicu )
10. Mekanisme koping
11. Prilaku klien dengan halusinasi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan
sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh
semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad,
kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk
Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak
terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta
mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan
Medik Dapertemen Kesehatan, 2007)
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan
jiwa,

syaraf

maupun

perilaku

dan

jumlahnya

terus

meningkat.

Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang,
sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun
utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan
(Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari
jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit
kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan
jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25%
dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).

Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi selatan
menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun
2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah
pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 ( januari-maret) jumlah
pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada
klien halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
Akibat semakin kompleksnya persoalan hidup yang muncul di tengah masyarakat,
menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di Riau tiap tahunnya terus bertambah. Selama
tahun 2007 ini saja di Riau telah menerima sebanyak 8.870 pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan dari hasil anamnesa pada bulan november 2010 pada ruangan nuri yang
mana jumlah pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada diruangan, di
merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, di mawar ada 9 pasien halusinasi (45%) dari
20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi (28,57%) dari 7 pasien, di melati ada 22 pasien
halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ Tampan Pekanbaru.
2. Tujuan khusus
a.

Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran

b. Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi


c.

Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi sensori:halusinasi


pendengaran.

C. Ruang Lingkup Masaalah


Ruang lingkup ini dilakukan di Rumah Sakit jiwa. Dimana pembuatan makalah ini yang
akan dilihat sejauh mana halusinasi akan mempengaruhi sifat yang mal adaktif dan cara
penanggulangan atau tindakan yang akan dilakukan untuk klien. Alasan pembuatan makalah ini
karena halusinasi merupakan penyebab terbanyak pada gangguan jiwa di Rumah Sakit Jiwa.

D. Metode Pengambilan Data


Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif, dimana
kelompok hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada kasus. Untuk menggali data, teknik
yang digunakan berbagai macam di antara nya adalah :
a. Wawancara : penulis mengadakan wawancara pada klien di ruang JIWA
b. Observasi : kelompok melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan
pengamatan secara langsung pada prilaku klien
c. Studi kepustakaan : kelompok mempelajari sumber-sumber pemeriksaan fisik
yang dilakukan secara bertahap
d. Data sekunder : kelompok mengambil data dari status klien, catatan keperawatan
untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah klien.

BAB II
A. MASALAH UTAMA
a. Perubahan persepsi sensori adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah pola atau interpretasi simulasi
yang dating (carpenito, 2008)
b. Halusinasi adalah gangguan orientasi realita dimana seseorang mengalami perubahan
dalam jumlah stimulus yang mendekat secara internal dan eksternal disertai dengan
pengurangan, perubahan disertai atau kelainan berespon terhadap stimulus (town sand,
1998)
c. Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang
menimbulkannya atau tidak ada objek. ( Drs. Sunardi, 2005)

B. TEKNIK KOMUNIKASI TERAUPETIK


Ada 3 metode pengumpulan data pada tahap pengkajian :
1. Komunikasi yang efektif
2. Observasi
3. Pemeriksaan fisik
Teknik komunikasi sangat bermanfaat bagi perawat. Semua interaksi perawat dengan pasien
dengan komunikasi. Teknik komunikasi terapeutik : Usaha mengajak pasien dan keluarga untuk
bertukar pikiran dan perasaan. Teori komunikasi sangat sesuai dengan praktek keperawatan,
karena :
a. Komunikasi merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik
b. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Keberhasilan intervensi
keperawatan tergantung pada komunikasi
c. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-pasien yang terapeutik dapat
dicapai dengan komunikasi

1.

KOMPONEN KOMPONEN PENTING DALAM KOMUNIKASI


a. pemberi pesan (sender / komunikator)
b. pesan (message)
c. penerima pesan (receiver/komunikan)
d. tanggapan (response / umpan balik)
e. media (saluran)

2. PROSES KOMUNIKASI
3. PENGERTIAN KOMUNIKASI
a.

suatu proses dinamika sosial didalam penyampaian informasi diantara dua orang atau
lebih.

b.

suatu proses dimana informasi disampaikan, diterima dan dimengerti.

c.

suatu proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan yang


berkeseimbangan, untuk mencapai tujuan tertentu.

d.

suatu interaksi dan transaksi yang digunakan manusia dalam menerima dan memberikan
pesan.

4. MACAM MACAM KOMUNIKASI


a. komunikasi verbal : kata-kata yang diucapkan. contoh : tulisan
b. komunikasi non-verbal

Mendengarkan

Sentuhan

Bau

Ekspresi wajah

Pandangan mata

Gerakan bibir

Penampilan fisik

Sikap tubuh dan cara berjalan

Bahasa gerak tubuh

5. CIRI CIRI KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


a. Mudah dipahami dan tidak menimbulkan keraguan dan kebingungan ( ambigu ).
b. Makna informasi harus jelas.
c. Menggunakan istilah istilah yang diartikan sama oleh pengirim dan penerima.
d. Informasi harus obyektif, akurat, faktual.
6. KOMUNIKASI YANG TIDAK EFEKTIF
a. Kegagalan dalam mendengar aktif.
b. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
c. Sering memberi petunjuk / nasehat.
d. Menghentikan pembicaraan atau mendadak merubah topik.
e. Memberi komentar yang monoton.
f. Kata kata / ucapan tidak dimengerti klien.
g. Memperbincangkan soal pribadi kita dengan klien sampai sekecil kecilnya.
h. Terlalu banyak bertanya.
i. Menantang.
j. Mengembangkan hubungan sebagai teman yang seharusnya hubungan profesi.

JOHARIS WINDOW
DIKETAHUI OLEH DIRI

HANYA DIKETAHUI

SENDIRI & ORANG LAIN

ORANG LAIN

( KUADRAN I )

( KUADRAN II )

OPEN

BLIND AREA

(PUBLIC AREA)
HANYA DIKETAHUI DIRI

TIDAK DIKETAHUI OLEH

SENDIRI

SIAPAPUN

( KUADRAN III )

( KUADRAN IV )

HIDDEN AREA

MYSTERI / DARK AREA

JOHARIS WINDOW
a. Perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran lain.
b. Bila kuadran I paling sempit, individu tersebut komunikasinya buruk/ kesadaran diri
kurang.
c. Bila kuadran I lebih luas, individu tersebut terbuka / terus terang.
d. Bila kuadran II lebih luas, individu tersebut kesadaran dirinya kurang.
e. Bila kuadran III lebih luas, individu tersebut sangat tertutup.
f. Bila kuadran IV lebih luas, individu tersebut tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.
7. CARA MENINGKATKAN KESADARAN DIRI
a. Mempelajari diri sendiri.

b. Belajar dari orang lain.


c. Membuka diri.
8. JARAK (SPACE) DALAM BERKOMUNIKASI
Konsep hubungan interpersonal diperkenalkan oleh Hall (1966)
Jenis Komunikasi
1
Comfort zones
2
Komunikasi akrab
3
Komunikasi pribadi
4
Komunikasi social
5
Komunikasi public
a. Hall menekankan kebudayaan mempengaruhi jarak interaksi.
b.

Jarak
15 20 cm
20 45 cm
45 120 cm
120 360 cm
360 750 cm

Menentukan jarak interaksi perawatpasien adalah sangat penting, agar keduanya merasa
nyaman (Comfort Zones)

c.

Berbagai budaya jarak yang nyaman adalah 15 20 cm (Comfort Zones)

Sikap Perawat dalam Berkomunikasi


a.

Perawat hadir secara fisik dan psikologis pada saat berkomunikasi dengan pasien.

b.

Yang sangat penting adalah sikap dan penampilan.

5 cara untuk menghadirkan diri secara fisik / psikologis :


a. Berhadapan. Arti dari posisi ini adalah Saya siap membantu anda
b. Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai
pasien dan ingin tetap berkomunikasi.
c. Membungkuk ke arah pasien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan
atau mendengar sesuatu.
d. Mempertahankan sikap terbuka. Tidak melipat kaki atau tangan, menunjukkan
keterbukaan untuk berkomunikasi.
e. Tetap relaks. Mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
merespon pasien.

f. Untuk mengumpulkan data pada tahap pengkajian terhadap klien, perawat


menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik (Stuart & Sundeen, 2002, hal
18).

Hindari pertanyaan :
Kenapa / mengapa (Why)
Bagaimana (How)
Karena jawaban pertanyaan tersebut memerlukan kemampuan analisa, pasien sering
menjawab Tidak tahu
Mengapa dan bagaimana : Sulit untuk menggali data yang akurat dan juga menjadi
hambatan dalam komunikasi.

9. JENIS TEKNIK KOMUNIKASI


NO
1

JENIS TEKNIK KOMUNIKASI


CONTOH
Memberi
informasi
(Giving Nama saya adalah

KEGUNAAN
BHSP

information)
Saya perawat Ruang

Mengorientasikan
situasi bangsal

Tempat tidur anda no.

Kamar mandi / WC di
sebelah sana

Memberi

pengakuan

/ Selamat pagi

BHSP

penghargaan

Assalamualaikum

Menghormati klien

(Giving recognition)
Menunjukkan penerimaan

Ya

BHSP

(Showing acceptance)
Saya mendengarkan apa
yang anda katakan

Mengobservasi

Mengangguk
Saya perhatikan

(Making observations)

pucat

anda Menanyakan keadaan


klien
Mengkaji halusinasi /

Anda tampak sedih ?


Anda
5

senyum

Menawarkan diri

tertawa ?
Saya akan

(Offering of self)

anda

ilusi

dan

membantu

Fixasi
psikologis

Biarkan saya duduk di


6

Mengarahkan secara umum

samping anda 15 menit


Kemudian

Menggali data yang

(General leads)

lebih akurat
Jadi
Katakan padaku tentang

Pertanyaan terbuka

Apa yang anda ingin Menanyakan

(Broad openings)

bicarakan ?

alasan

masuk RS
Menggali data

Apa

yang

terjadi

di

yang lebih lengkap

rumah, coba ceritakan


Apa yang sedang anda
8

Klarifikasi

pikirkan ?
Siapakah mereka itu ?

(Seeking clarification)

Siapa yang anda ajak observasi


bicara ?

Dikombinasi dengan
untuk

menanyakan
halusinasi/ ilusi

Menggambarkan persepsi
(Encouraging
perseption)

description

Apa

yang

dikatakan

of suara itu ?
Katakan

Mengkaji waham
Menanyakan
halusinasi

jika

merasa cemas

anda

isi

10

Eksplorasi

Ceritakan lebih banyak Mengkaji daya ingat

(Exploring)

lagi tentang

dan alasan masuk RS.

Siapa yang mengantar


11

Pemusatan (Focusing)

anda ke RS
Saya
pikir

kita Menghemat

seharusnya

12

Humor

waktu

interaksi

membicarakan

lebih

lanjut tentang
Saya anggota

PDIP Bentuk sublimasi

(Penurunan

ingat

daya

progresif)

Memberi suasana baru

C. KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN GANGGUAN JIWA


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar. Bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. (purwanto, 1994). Tehnik komunikasi
terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapetik dimana terjadi penyampaian
informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain.
(Stuart dan Sundeen, 1995)
Adapun tujuan komunikasi terapetik adalah :
a. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta
dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal
yang diperlukan.
b. Mengurani kergauan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan
mempertahankan kekuatan egonya.
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerjasama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah sera mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan. (Purwanto, 1994)
1. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI ADALAH :
a. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
b. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
c. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
d.
e.
f.
g.
h.

terapeutik
Hubungan social dengan klien harus dihindari
Kerahasiaan klien harus dijaga
Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menemukan pemahaman
Implementasi intervensi berdasarkan teori
Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah

laku klien dengan member nasihat


i. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamnnya secara rasional
j. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan
subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien
2. PERAN TENAGA MEDIS
Agar proses pelayanan kesehatan jiwa terhadap pasien berlangsung efektif, tenaga medis
spesialis jiwa sebenarnya harus terampil berkomunikasi terapetik dengan pasien. Pelayanan
kesehatan tidak hanya berorientasi tehnik pengobatan, tetapi juga komunikasi. Pelayanan yang
berorientasi pada komunikasi sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan atau dapat
menumbuhkan rasa percaya diri dan harapan sembuh.
Pada dasarnya komunikasi terapeutik merupakan komunikasi interpersonal (antar pribadi) yang
professional mengarah pada tujuan kesembuhan pasien dengan titik tolak saling memberikan
pengertian antara tenaga medis spesialis jiwa dan pasien. Kegunaan komunikasi terapeutik
adalah mendorong dan menganjurkan kerjasama melalui hubungan tenaga medis spesialis jiwa
dengan pasien. Kualitas hubungan ini akan memberikan dampak terapeutik yang mempercepat
proses kesembuhan pasien. Komunikasi interpersonal terapeutik memiliki 5 kualitas umum yang
perlu dipertimbangkan untuk menciptakan interaksi yang efektif, bermakna dan memuaskan.
Pertama, keterbukaan. Agar komunikasi interpersonal antara tenaga medis spesialis jiwa dan
pasien melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, dogmatisme harus digantikan dengan

sifat terbuka. Sikap terbuka tenaga medis spesialis jiwa mendorong timbulnya pengertian, saling
menghargai dan yang paling penting saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.
Kedua, empati. Dalam empati, tenaga medis spesialis jiwa ikut serta secara emosional
dan intelektual dalam pengalaman pasien. Dengan empati tenaga medis spesialis jiwa berusaha
melihat seperti pasien melihat dan merasakan seperti pasien merasakannya. Empati dan
kepedulian mereka terhadap pasien ternyata mengurangi kecemasan dan meningkatkan
kesehatan pasien secara umum.
Ketiga, sikap mendukung. Sikap mendukung adalah sikap yang mengurangi sikap
defensive dalam komunikasi. Orang bersikap defensive bila ia tidak menerima, tidak jujur dan
tidak empati. Tenaga medis spasialis jiwa seyogjanya menempatkan pasien bukan sekedar obyek,
melainkan juga subyek yang punya latar belakang social budaya, nilai, harapan, perasaan,
keinginan dan kekhawatiran serta mendambakan kebahagiaan.
Keempat, sikap positif. Sikap ini melihat orang lain sebagai manusia, individu yang patut
dihargai. Menerima tidak berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung
semua akibat perilakunya. Tenaga medis spesialis jiwa menyampaikan semua informasi yang
diperlukan mengenai manfaat dan resiko pengobatan. Sementara itu, pasien sendiri yang
mempertimbangkan dan memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya.
Kelima, kesetaraan. Dalam kesetaraan, tenaga medis tidak mempertegas perbedaan. Status
boleh jadi berbeda, tetapi komunikasi tenaga medis dengan pasien tidak vertical. Tenaga medis
tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama. Dengan kesetaraan, tenaga medis
mengomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan.
Hubungan tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien harus dianggap sebagai hubungan antara
mitra medis yang saling membutuhkan untuk memerangi keadaan sakit pasien.

D. KOMUNIKASI DENGAN KLIEN GANGGUAN JIWA


Berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah tehnik khusus,
ada beberapa hal yang membedakan berkomunkiasi antara orang gangguan jiwa dengan
gangguan akibat penyakit fisik. Perbedaannya adalah :
a. Penderita gangguan jiwa cenderung mengalami gangguan konsep diri, penderita
gangguan penyakit fisik masih mempunyai konsep diri yang wajar (kecuali pasien
dengan perubahan fisik. Ex : pasien dengan penyakit kulit, pasien amputasi, pasien
penyakit terminal, dll)

b. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri, sedangkan penderita
gangguan penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
c. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja
jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan antara
penyakit jiwa dan penyakit fisik, tetapi pada metode komunikasinya.
Komunikasi pada penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan
tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus
terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata-kata bisa saja
kacau balau.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
a. Ada pasien halusinasi, maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi kadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
b. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
c. Pada pasien menarik diri sering dilibatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersamasama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan, dll.
d. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi
atau ditenangkan dengan obat-obatan sebelum kita support dengan terapi-terapi lain, jika
pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban

E. RENTANG RESPON NEUROBIOLOGI

Respon Adaptif

Respon Maladaptif

-pikiran logis

-pikiran menyimpang

-kelainan pikiran/delusi

-persepsi akurat

-ilusi

-halusinasi

-Emosi konsisten
dengan pengalaman

-reaksi emosional
berlebihan/berkurang

-ketidakmampuan untuk
mengatasi emosi

Hubungan social yang


harmonis

-perilaku ganjil/tidak
lazim

-perilaku tidak terorganisir

-menarik diri

-isolasi sosial

F. FASE-FASE HALUSINASI
1. Fase I
Pada fase ini klien merasa cemas (ansietas) tingkat sedang, menyenangkan, dapat
menolong klien untuk sementara dan keadaan masih dapat dikontrol, klien tertawa,
tersenyum sendiri, menggerakkan mata depan dengan cepat, respon verbal lambat.
2. Fase II
Ansietas meningkat berhubungan dengan pengalaman eksternal dan internal. Klien
berada pada tingkat mendengarkan halusinasinya (listening), gambaran halusinari berupa
suara dan sensori berupa bisikan yang tidak jelas, akan tetapi klien merasa takut apabila
ada orang lain yang mendengar atau memperhatikannya. Perasaan klien tidak efektif
untuk mengontrol pemikiran tersebut. Klien berusaha untuk membuat jarak antara dirinya
dengan halusinasinya dengan memproyeksikan pengalamannya sehingga seolah-olah
halusinanya tersebut dating dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase II
Halusinasi lebih menonjol. Menguasai dan mengontrol pemikiran klien menjadi terbiasa
oleh halusinasinya dan tidak berdaya akan halusinasinya tersebut atau halusinasinya
tersebut menjadi kesenangan dan keamanan yang bersifat sementara.
4. Fase IV
Fase ini tidak berdaya melepaskan diri dari control halusinasinya. Halusinasi yang terjadi
semula menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, mematuhi dan
menyerang klien tidak mampu berhubungan dengan orang lain karena sibuk dengan
khayalannya. Klien mungkin berada pada dunia yang menakutkan dalam waktu singkat
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi
secepatnya.

G. TAHAP HALUSINASI

Menurut tim kesehatan jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahap-tahap


halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan oleh klien yang mengalami halusinasi
adalah :
1) Tahap 1

Memberi nyaman tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan

suatu kesenangan.
Karakteristik (non verbal)
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam control kesadaran,
Perilaku klien
Tersenyum atau tertawa sendiri.
Menggerakan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat.
Respon verbal yang lambat.
Diam dan berkonsentrasi.
2) Tahap 2
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasti
Karakteristik (non verbal)
Pengalaman sensori menakutkan
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
Mulai merasa kehilangan kontrol
Menarik diri dari orang lain
Perilaku klien
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah
Perhatian dengan lingkungan berkurang
Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
3) Tahap 3
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman sensori (halusinasi) tidak dapat ditolak
Karakteristik (psikotik)
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
Isi halusinasi menjadi atraktik
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku klien
Perintah halusinasi ditandai
Sulit berhubungan dengan orang lain

Perhatian dengan lingkungan kurang atau hanya beberapa detik


Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan
berkeringan.

4) Tahap 4
Menguasai tingkat kecerdasan, panic secara umum, diatur dan dipengaruhi
oleh halusinasi
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi mengancam
Halusinasi dapat menjadi beberapa jam atau beberapa hari
Perilaku klien
Perilaku panic
Potensial untuk bunuh diri atau membunuh
Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik
Tidak mampu merespon terhadap lingkungan

H. KLASIFIKASI JENIS DAN SIFAT MASALAH


Menurut sheria (videbeck audituri )
1. Halusinasi pendengaran (akustik, auditori )
Individu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan atau
mengawasi dirinya padahal tidak ada sesuatu disekitarnya sering terjadi pada klien
dengan skizoprenia.
Halusinasi yang seolah-olah mendengar suara, paling sering suara orang. Suara dapat
berkisar dari suara yang sederhana sampai suara orang berbicara mengenai klien.klien
mendengar orang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkan oleh klien dan
memerintah untuk melakukan sesuatu dan kadang melakukan hal yang berbahaya.
2. Halusinasi pengelihatan
Individu merasa melihat orang, hewan atau sesuatu yang tidak ada objeknya yang dapat
memberikan rasa nyaman atau ketakutan.
Halusinasi yang merupakan stimulus pengelihatan dalam bentuk pencaran cahaya,
gambaran geometris, gambaran kartun dan atau panorama yang kuas dan kompleks.
Pengelihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan.

3. Halusinasi penciuman ( olfaktori )


Individu mengatakan mencium bau-bauan seperti bunga, bau kemenyan, bau mayat, dst,
yang tidak ada sumber atau objeknya, halusinasi ini jarng ditemukan.
Halusinasi yang seolah-olah mencium bau busuk, amis atau bau yang menjijikan seperti
darah, urin, feses. Halusinasi khususnya berhubungan dengan struk, tumor, kejang dan
demensia.
4. Halusinasi mengecap ( gostatonik )
Individu merasa mengecap sesuatu atau ada rasa dimulutnya zalzure disorder.
Halusinasi yang seolah-olah merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan seperti
darah, urin, dan feses.
5. Halusinasi raba ( fantil )
Individu tersebut merasa ada binatang yang merayap pada kulitnya, ada orang yang
memukulnya. Ini sering terjadi pada klien dengan alkohol withdrawl.
Halusinasi yang seolah-olah mengalami rasa sakit atau tidak enak, tampak stimulusi yang
terlihat merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

I. PROSES TERJADINYA MASALAH


a. Faktor predisposisi
Perasaan tekanan sehingga pematangan fungsi dan emosi tidak efektif sehingga
hubungan intepersonal terganggu dan terjadilah ansietas dan stres yang akibatnya dapat
menyebabkan gangguan persepsi sensori lingkungan masyarakat juga berperan dalam
terjadinya gangguan sensori persepsi misalnya dikucilkan dari masyarakat, disingkirkan,
kesepian dari lingkungan tempat tinggal yang menyendiri. Stres yang berlabihan
mengakibatkan tubuh secara fisiologi berespon seperti dobutamin dan di metylkanferase
(DMT). Jika sters berlangsung dalam jangka waktu yang panjang atau lama dapat
mengakibatkan gangguan persepsi sensori. Pada umumnya gangguan ansietas realita
diteruskan pada klien skrizoprenia dan akan lebih tinggi jika kedua orang penderita ada
faktor keturunan dari anggota keluarga.
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stres. Faktor-faktor predisposisi
meliputi :

1. Faktor biologis
Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladatif termasuk halhal berikut : penelitian pencintraaan otak yang menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luuas dalam perkembangan skizoprenia, lesi pada area frontal, temporal dan
limbik. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizoprenia seperti seperti covamine
neurottranmister yang berlebihan dan masalah pada respon dovamen.
2. Faktor psikologis
Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi
alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadao konflik
psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi merupakan
gambaran dan rangsangan keinginan dan ketakutan yang dialami oleh klien.
3. Faktor sosial budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizoprenia dan gangguan
psikotik lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

b. Faktor presipitasi
Stres dan kecemasan akan meningkatkan bila terjadi penurunan stabilitas keluarga.
Perpisahan dari orang tua dan orang-orang yang dianggap penting dan diasingkan dari
kelompok. Kecemasan disertai dengan terbatasnya kemampuan permusuhan masalah
mungkin menyebabkan perubahan persepsi sensori ,klien biasanya mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
Faktor presipitasi dapat berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,
stresor juga bisa menjadi salah satu penyebab. Gangguan orientasi realita halusinasi yang
meliputi biologis dan stressor lingkungan.
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladatif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi
dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2. Stressor lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan perilaku.

c. Mekanisme koping
Prilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dan pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologis. Mekanisme koping yang sering digunakan
klien dengan halusinasi adalah regresi, menjadi malas beraktivitas sehari-hari . proyeksi ,
mencoba menjelaskan gangguan presepsi dengan mengalihkan tanggung jawab.

J. PERILAKU KLIEN DENGAN HALUSINASI


Tahap I

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai


Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
Gerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

Tahap II

Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya


peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah
Penyempitan kemampuan konsenstrasi
Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Tahap III

Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari


pada menolaknya

Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain


Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk

Tahap IV

Prilaku menyerang teror seperti panik


Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri atau katatonik

Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

K. OBAT-OBATAN PENENANG UNTUK PASIEN GANGGUAN JIWA


Psikofarmaka adalah obat-obat yang berkhasiat terhadap SSP (Sistem Syarat Pusat)
dengan mempengaruhi fungsi-fungsi psikis (rohaniah) dan proses-proses mental.
Perubahan dan kemajuan besar dalam farmakoterapi psikosis telah dimulai dengan introduksi
dari klorpromazin pada tahun 1952, disusul dengan dengan alkaloida Rauwolfia Reserpin (1954)
yang pada saat itu sudah beberapa tahun digunakan sebagai obat hipertensi. Sekitar 1957 obatobat antidepresi pertama mulai digunakan, yaitu obat tuberkolosa yaitu iproniazida dan
imipramin. Pada waktu itu juga telah diperkembangkan tranquillizer-tranquillizer modern, yakni
meprobamat dan senyawa-senyawa benzodiazepine (diazepam,dan sebagainya). Semua obat ini
lalu disusul dengan banyak turunannya dan psikofarmaka yang lainnya.
Obat-obat baru ini tidak hanya lebih efektif dari obat-obat sebelunya, melainakan sangat
merubah dan mempermudah perawatan penderita-penderita di rumah sakit gangguan jiwa.
Mereka menjadi lebih terbuka dengan para perawat dan terapinya, selain itu waktu perawatan
dirumah sakit juga dapat diperpendek, karena para penderita gangguan jiwa dapat diobati secara
ambulan (poliklinis, dirumahnya sendiri). Namun demikian psikofarmaka ternyata tidak dapat
mengantikan terapi shock secara keseluruhan, antara lain electro-shock pada keadaan-keadaan
depresi tertentu.
Psikofarmaka dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar, yaitu:
A. Obat-obat yang menekan fungsi-fungsi psikis tertentu pada SSP(Sistem Syaraf Pusat) yang
terdiri atas :
1. Neuroleptika
Obat ini bekerja secara antipsikotis dan sedative. Digunakan pada bermacam-macam
psikosis (schizophrenia,mania,dll). Obat ini disebut juga major tranquillizer.
2. Tranquilizers (ataraktika atau anksiolitika)

Tranquillus berasal dari bahasa latin yang berarti tenang. Obat ini bekerja secra sedative,
merelaksasi otot dan antikonvulsif. Digunakan pada keadaan-keadaan neurotis (gelisah,
takut,stess). Obat ini disebut juga minor transquillizers
B. Obat-obat yang menstimulir fungsi-fungsi psikis tertentu pada SSP (Sistem Syaraf Pusat)
1. Antidepresiva
Dahulu obat ini dipecah lagi menjadi :
a. Thimoleptika, yang berkhasiat melawan melancholia, dan memperbaiki suasana jiwa.
b. Thimeretika, yang berkhasiat menghilangkan inaktivitas fisik dan mental yang
menyertai depresi tanpa memperbaiki suasana jiwa
2. Psikostimulasia.
Obat ini berkhasiat mempertinggi inisiatif,kewaspadaan serta prestasi fisik dan
mental, rasa lelah dan ngantuk ditanguhkan. Suasana jiwa dipengaruhi silih berganti,
seringkali terjadi euphoria (rasa nyaman), tak jarang juga dapat menimbulkan dysforia (rasa
tidak nyaman) bahkan depresi. Oleh karena itu obat ini tidak layak digunakan sebagai
antidepresivum.Yang termasuk dalam kelompok ini adalah amfetamin, metilfenidat,
fenkamfamin, dan juga kofein.
C. Obat-obat yang mengacaukan fungsi-fungsi mental tertentu.
1. Psikodisleptika.
Obat ini mengandung zat-zat halusinogen, yang menimbulkan keadaan
desintegrasi dengan gejala-gejala yang mirip psikosis halusinasi, pikiran-pikiran dan
impian-impian khayal,dan sebagainya. Yang termasuk obat ini adalah LSD, fensiklidin
(HOG,PCP) obat-obat ini adalah obat-obat drugs.

L. YANG PALING SERING DIGUNAKAN OLEH KLIEN JIWA


1. ANTI PSIKOTIK

Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau psikotropik: neuroleptika.


Mekanisme kerja: menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia nigra)
pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal.
Efek farmakologi: sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi
insomnia, sangat efektif untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir.
Indikasi pemberian: Pada semua jenis psikosa, Kadang untuk gangguan maniak dan paranoid

a. efek samping antipsikotik


a. Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)
1. Parkinsonisme
Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat.
Terdapat trias gejala parkonsonisme:
a. Tremor: paling jelas pada saat istirahat
b. Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada
saat berjalan
c. Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku)
2. Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama
Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak
terkontrol.
3. Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya
perasaan cemas, tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan gerakan
mengguncang pada saat duduk.
Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa
ilang/kembali normal).
4. Tardive dyskinesia

Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan


jangka panjang bersifat irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan
involunter yang berulang pada lidah, wajah,mulut/rahang, anggota gerak
seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.
b. Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side effect.
Terjadi karena penghambatan pada reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti
kolinergik adalah:
a. Mulut kering
b. Konstipasi
c. Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris)
d. menyebabkan presbiopia
e. Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic
f. Kongesti/sumbatan nasal
Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:
a.
b.
c.

Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ)


Halloperidol disingkat Haldol
Serenase

B. Anti Parkinson
Mekanisme

kerja:

meningkatkan

reseptor

dopamin,

untuk

mengatasi

gejala

parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik.


Efek samping: sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi.
Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil (THF).
C. Anti Depresan
Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic
neurotransmitter (seperti: noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP,
khususnya pada sistem limbik.
Mekanisme kerja obat:
a.
b.

Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmitter


Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter

c.

Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi
peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.

Efek farmakologi:
a. Mengurangi gejala depresi
b. Penenang
Indikasi:
a. syndroma depresi
Jenis obat yang sering digunakan:
a. trisiklik (generik)
b. MAO inhibitor
c. amitriptyline (nama dagang).
Efek samping:
yaitu efek samping kolonergik (efek samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi
mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.
D. Obat Anti Mania/Lithium Carbonate
Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor
dopamin.
Hipotesis : pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.
Efek farmakologi:
a. Mengurangi agresivitas
b. Tidak menimbulkan efek sedatif
c. Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea
Indikasi:
a. Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan.
b. Pada mania dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan obat
antipsikotik.
Efek samping:
a. Efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal terapi dapat
juga terjadi nausea, diare.

b. Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi,
nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga
menambah keadaan oedema.

E. Anti Ansietas (Anti Cemas)


Ansietas adalah gangguan mental berupa suatu ketegangan yang tidak
menyenangkan, rasa takut,gelisah dan penyebabkannya tidak diketahui. Ansietas ringan
tidak perlu diobati, ansietas berat diobati. Gejala ansietas adalah Takhikardi, berkeringat,
gemetar, palpitasi dan aktivitas simpatik Secara farmakologi penyebab ansietas karena
terjadinya letupan neuritansmitter di otak,
sehingga obat obat yang digunakan untuk menurunkan gejala ansietas adalah
menormalkan letupan neurotransmitter yang terjadi di otak.
Ansxiolytic agent, termasuk minor tranquilizer. Jenis obat antara lain: diazepam
(chlordiazepoxide).
Golongan Obat Antiansietas (Ansiolitik)
Obat yang digunakan untuk mengobati cemas, dari golongan benzodiazepin, golongan ini
dibedakan berdasarkan sifat ada tidaknya efek hipnotik, dengan pembagian sebagai
berikut :
a. Pertama,
golongan benzodiazepin Bersifat ansiolitik dan tidak mempunyai efek hipnotik adalah
Alprazolam, Klordiazepoksid, Klonazepam, Klorazepat, Diazepam dan Lorazepam .
b. Kedua Golongan

benzodiazepine Bersifat Hipnotik adalah Quazepam, Midazolam, Estazolam,


Flurazepam, Temazepam dan Triazolam.
Indikasi obat golongan Ansiolitik.
1. Untuk gangguan ansietas digunakan diazepam, untuk pasien yang memerlukan
pengobatan lama. Alprazolam untuk pengobatan lama atau pendek. Obat ini
menimbulkan adiksi sehingga hanya untuk ansietas kronik.
2. Untuk gangguan otot digunakan diazepam, bisa juga digunakan untuk kaku otot.
3. Untuk penanganan kejang dengan obat klonazepam untuk kejang karena epilepsi.
epilepsi Klorazepat, diazepam dan oksazepam untuk pengobatan akut putus alkohol.
4. Untuk gangguan tidur, tidak semua benzodiazepam dapat digunakan sebagai obat
tidur, meskipun semua mempunyai efek sedatif dan penenang. Yang digunakan untuk
gangguan tidur (obat tidur) adalah Flurazepam, Temazepam, Triazolam
F. Obat Anti Insomnia:
Hipnotik
Sebaiknya diberikan dalam jangka waktu pendek, 2-4 minggu cukup, walaupun sering
timbul insomnia pantulan (rebound), bila pengobatan dihentikan. Oleh karena itu obat
diberikan hanya beberapa malam saja tiap minggu.
Yang dianjurkan senyawa-senyawa benzodiazepin berkhasiat pendek:
a. Nitrozepam (Dumolid, Mogadon)
b. Flurazepam (Dalmadorm)
c. Triazolam (Halcion)
Pada insomnia dengan kegelisahan (anksietas), senyawa-senyawa fenotiazin akan menolong:
a. Phenobarbital
b. Tioridazin (melleril)
c. Prometazin (Phenergan)

G.Obat Anti Obsesif Kompulsif: clomipramine


H. Obat Anti Panik: imipramine

BAB III

A. POHON MASALAH

Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Sensorik Persepsi

Isolasi Sosial

B. ANALISA DATA
Tanggal

Data

Masalah

DS : Klien mengatakan suka mendengar suara Halusinasi Pendengaran


yang memerintah
DO :

Klien tampak tertawa sendiri.

Klien tampak berbicara sendiri

Klien tampak menyendiri

DS : klien mengatakan sudah dikucilkan selama 5 Isolasi Sosial


bulan.
DO :

Klien tampak menyendiri

Klien tampak bicara seperlunya

Kontak mata kurang


Resiko prilaku kekerasan

DS :

Klien suka marah-marah tanpa sebab

DO :

Ekspresi tegang

Muka merah

Berbicara keras

C. DIAGNOSA
1. Gangguan Sensori presepsi : halusinasi pendengaran.
2. Resiko perilaku kekerasan.

3. Isolasi sosial.
STRATEGI PELAKSANA

A. proses keperawatan
1. Kondisi Klien
DS :

Klien mengatakan suka mendengar suara yang memerintah

DO :

Klien tampak tertawa sendiri.

Klien tampak berbicara sendiri

Klien tampak menyendiri

B. Diagnosa Keperawatan : Gangguan Sensori Persepsi : halusinasi Pendengaran.


SP 1 :

Klien dapat mengenali halusinasinya

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

C. Tindakan Keperawatan:
1. Bina Hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukainnya
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

g. Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.


2. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
3. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya, bicara dan tertawa
tanpa stimulus ,memandang ke kiri , ke kanan , ke depan seolah-olah ada lawan
bicara.

4. Bantu klien mengenal halusinasinya


a. Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, apakah ada suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab ada ,lanjutkan apa yang dikatakan.
c. Katakana bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri

tidak

mendengarnya

(dengan

nada

bersahabat,

tidak

menuduh

/menghakimi)
d. Katakana bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
e. Katakana bahwa perawat akan membantu klien.
5. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan /tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi ,siang ,sore dan malamatau jika
sendiri , jengkel.sedih).
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/ takut,
senang , sedih ) , beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.
STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase Orientasi

a. Salam terapeutik : Selamat pagi Pak? Perkenalkan nama saya. Bisa dipanggil
, Nama bapak siapa ? Bapak sukannya dipanggil apa?
i. Saya perawat yang bertugas disini. Saya disini bertujuan untuk
membantu menyelesaikan masalah bapak .
b. Evaluasi / Validasi : Bagaimana perasaaanya bapak hari ini ?.
c. Kontrak
d. Topik : Bapak , Bagaimana kalau hari ini kita berbicang bincang mengenai masalah
yang bapak hadapi, bapak bersedia
e. Waktu : Bapak maunya kita berbincang-bincang berapa lama ? bagaimana kalau 10
menit dari jam 10.00-10.10 wib.
f. Tempat : Bapak mau kita berbincang dimana ?bagaimana kalu di tempat makan ?.
g. Tujuan : Tujuannya agar kita saling kenal dan Bapak dapat mengetahui suara-suara yang
bapak sering dengar.
2. Fase kerja
a. Bapak ada masalah apa sehingga bapak berada disini ?
b. Bapak sudah berapa lama berada disini?
c. Apa yang bapak pikirkan akhir-akhir ini?
d. Bapak , apakah bapak sering mendengar suara-suara aneh atau melihat sesuatu yang
aneh?
e. Sejak kapan bapak mendengar suara-suara dan melihat sesuatu?
f. Suara-suara apa yang sering bapak dengar ?
g. Berapa kali dalam sehari bapak mendengar suara-suara itu?
h. Kapan saja waktunya bapak mendengar suara-suara itu ?

i. Bagaimana bapakmengatasi kalau bapak sering mendengar suara-suara itu?


j. Bagaimana perasaan bapak kalau mendengar suara-suara itu ?

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi repons klien

Evaluasi Subjektif : Bagimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan


saya ?

Evaluasi Objektif : Bapak bisa sebutkan kembali nama dan asal saya? Bagus
bapak masih ingat. Bapak bisa sebutkan lagi suara apa yang bapak dengar dan cara
mengatasinya ?

b. Tindak lanjut : Bapak, kita sudah berbincang-bincang selama 10 menit, jadi sampai
disini dulu pembicaraan kita, saya harap bapak dapat dapat mengingat nama saya dan
dapat mengingat suara-suara yang bapak tadi ceritakan.
c. Kontrak yang akan datang

Topic : Bapak , bagaimana jika besok kita bincang-bincang lagi ? Bapak mau
membicarakan apa? Bagaimana kalau cara mengontrol / mengendalikan suarasauara yang bapak dengar .

Waktu : Bapak mau bicara kapan dan berapa lama ? Bagaimana kalau jam 10.00
wib

Tempat : Bapak inginnya kita bicara berapa diaman ?Bagaimana kalau disini
lagi ?.

STRATEGI PELAKSANAAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
DS :

klien kadang - kadang mendengar dan melihat sesuatu yang sangat jelas

DO :

Klien tampak tertawa sendiri.

Klien tampak berbicara sendiri

Klien tampak menyendiri

Klien konsentrasi rendah

Klien disorientasi

B. Diagnosa Keperawatan : gangguan sensori persepsi : halusinasi dengar dan lihat


SP 2 : klien dapat mengontrol halusinasinya
C. Tindakan Keperawatan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur,
marah, menyibukkan diri dan lain lain)
b. Diskusikan manffat carayang dilakukan klien, jika bermanfaat beri pujian
c. Diskusikan cara baru memutus / mengontrol timbulnya halusinasinya

Katakana Saya tidak mau dengar kamu (pada saat halusinasi terjadi)

Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap cakap


atau mengatakan halusinasi yang terdengar

Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak sampai muncul

Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika tampak bicara sendiri

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil
f. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik : Selamat pagi, Tn. T
b. Evaluasi /validasi : Bagaimana perasaan Tn. T hari ini? Masih ingat dengar suster?
Tn.T sudah mandi belum?
c. Kontak

Topic : Tn. T,sesuai janji kita kemrin, sekarang kita akan berbincang bincang
mengenai bagaimana cara agar suara suara yang Tn. T dengar dapat diatasi

Waktu : Kemarin kita sepakat hari ini kita berbincang bincang mengenai
bagaimana cara mengatasi suara suara yang Tn. T dengar dan lihat

Tempat : Sesuai janji kemrin, kita akan berbincang bincang di teras

d. Tujuan : tujuannga agar Tn T tidak terganggu dengan suara suara yang di dengar

2. Fase kerja
a. Apa yang Tn. T lakukan jika dapat mendengar suara- suara itu ?
b. Bagaimana cara Tn. T memutuskan suara suara itu ?
c. Bagaimana kalau suster beri tahu tahu tentang cara memutuskan suara-suara itu ?
d. Cara memutus/menghilangkan suara-suara itu adalah:

Tn. T bisa menutup kedua telinga dan mengatakan saya tidak mau
mendengar

Tn.T juga bisa melakukan kegiatan misalnya : Bicara dengan teman, nonton tv
atau baca majalah.

e. Menurut Tn.T , apa cara yang mudah untuk memutuskan suara-suara itu ?
f. Oh , iya Tn.T , tapi alangkah baiknya jika semua cara yang suster beritahu dapat dicoba.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien

Evaluasi Subjektif : Bagaimana perasaan Tn.T setelah berbincang bincang


tentang cara memutus suara-suara itu?.

Evaluasi Objektif : Bagaimana kalau Tn.T sebutkan lagi tentang cara-cara


memutuskan suara-suara itu?.

b. Tindak lanjut : Suster harap Tn. T mengingat cara memutuskan suara suara
yang telah suster ajarkan dan Tn. T dapat mencobanya
c. Kontrak yang akan datang

Topic : Tn. T bagaimana kalau nanti kita berbincang bincang tentang


apa itu TAK

Waktu : Tn. T nanti kita berbincang bincang jam berapa ? bagaimana


kalau jam 14.00 WIB setelah Tn. T makan ?

Tempat : Dimana kita akan berbincang bincang ? Bagaimana kalau


disini lage?

STRATEGI PELAKSANAAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
DS :

klien kadang - kadang mendengar sesuatu yang sangat jelas

DO :

Klien tampak tertawa sendiri.

Klien tampak berbicara sendiri

Klien tampak menyendiri

Klien konsentrasi rendah

Klien disorientasi

B. Diagnosa Keperawatan : gangguan sensori persepsi : halusinasi dengar


SP 3 : klien dapat melakukan aktivitas secara terjadwal
C. Tindakan keperawatan :

a. Bersama klien membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak
muncul
b. Memberi kesempatan kepada klien untuk melakukan jadwal yang telah ditetapkan
dan mengevaluasinya
c. Memberi reinforcement jika berhasil

STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik :Selamat pagi Tn. T ?
b. Evaluasi / validasi :bagaimana perasaan Tn. T hari ini ?apakan tadi malam Tn.
T maish mendengar suara suara? Masih ingat cara mengatasi jika suara suara
itu muncul
c. Kontrak
1) Topic : Sesuai janji kita hari ini kita akan berbincang bincang tentang
jadwal kegiatan
2) Waktu :Kemarin kita sepakat hari ini kita akan berbincang bincang
selama 10 menit dari jam 10.00 10.10 WIB
3) Tempat : Sesuai janji hari ini kita berbincang bincang diteras
2. Fase kerja
a. Kegiatan apa yang biasa dilakukan sehari hari?

b. Dari kegiatan tersebut kita coba bersama sama membuat jadwal agar Tn. T bisa
melakukannya secara teratur
c. Jadwal yang telah kita buat bersamaa, Tn. T simpan dan bila sudah melakukan
beri tanda M bila Tn. T sudah bisa melakukan secara mandiri tanpa bantuan dari
suster, beri tanda B bila melakukan dengan cara dibantu
3. Fase terminasi
a. Evaluasi respon
1) Evaluasi Subjektif : Bagaimana perasaan Tn. T setalah berbincang bincang
dengan suster mengenai pembuatann jadwal sehari hari ?
2) Evaluasi Objektif :Tn. T, bisa sebutakan lagi kegiatan kegiatan yang telah Tn.
T lakukan?
b. Rencana tindak lanjut
Tn. T sekarang sudah 10 menit, jadi sampai disini dlu pembicaraan kita, setelah
Tn. T tahu tentang kegiatan kegiatan yang sehari hari dilakukan, suster harap
Tn. T mau untuk melakukan kegiatan yang telah terjadwal
c. Kontrak yang akan datang
1) Topic :Tn. T, bagaimana kalau nanti kita berbincang bincang lagi
mengenai manfaat minum obat
2) Waktu :Tn. T maunya kita berbincang bincang berpa lama?
3) Tempat :Bincang bincangnya dimana menurut Tn. T?
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
DS :

Klien mengatakan suka mendengar suara yang memerintah

DO :

Klien tampak tertawa sendiri.

Klien tampak berbicara sendiri

Klien tampak menyendiri

B. Diagnosa Keperawatan : gangguan sensori persepsi : halusinasi dengar


SP 4 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik dan benar
C. Tindakan Keperawatan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekwensi dan manfaat obat
b. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat yang
dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat dengan prinsip benar
STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase orientasi
a. Salam terateutik : Selamat pagi TN. T?
b. Evaluasi /validasi :
Bagaimana perasaan Tn. T hari ini?
Bagaimana tidurnya semalam ?
Bapak sudah mandi belum ?
c. Kontrak

1) Topic :Sesuai janji kita hari ini kita akan berbincang bincang tentang
manfaat obat
2) Waktu :Kemarin kita sepakat hari ini kitaakan berbincang bincang
selama 10 menit dari jam11.00 11.10 WIB
3) Tempat :Sesuai janj hari ini kkita berbincang bincang diteras
2. Fase kerja
a. Apakah selama disini Tn. T minum obat?
b. Apakah Tn. T tahu tentang manfaat minum obat ?
c. Berapa kali sehari Tn. T minum obat ?
d. Siapa yang memberi obat pada Tn. T ?
e. Apakah Tn. T tahu akibat jika berhenti minum obat ?
f. Apakah Tn. T tahu akibat jika berhenti minum obat tanpa memberitahukan dokter
atau suster ?
3. Fase terminasi
a. Evaluasi Respon
1) Evaluasi Subjektif : Bagaimana perasaan Tn. T setelah berbincang
bincang dengan suster mengenai manfaat obat yang bapak minum ?
2) Evaluasi Objektif :Tn. T bisa sebutkan lagi manfaat minum obat dan
akibat bila Tn. T berhenti moinum obat tanpa memberitahukan dokter atau
suster ?
b. Rencana tindak lanjut
Tn. T sekarang sudah 10 menit, jadi sampai disini dulu pembicaraan kita,
setelah Tn. T tahu manfaat minum obat dan akibatnya jika berhenti, suster harap
Tn. T mau untuk minum obat sesuai anjuran dokter

c. Kontrak yang akan datang


1) Topic :Tn. T, bagaimana kalau nanti kita berbincang bincang mengenai
mengapa Tn. T sering menyendiri
2) Waktu :Tn. T maunya kita berbincang bincang berapa lama?
3) Tempat :Bincang bincang dimana menurut TN. T ?

BAB IV
PENGKAJIAN PADA GANGGUAN SENSORI PERSEPSI
HALUSINASI
1. Data yang harus terkumpul tentang halusinasi
a. Jenis halusinasi
Berikut ini adalah jenis-jenis halusinasi, data obyektif dan subyektifnya. Data
obyektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data
subyektif dapat dikaji melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat
dapat mengetahui isi halusinasi pasien.

Jenis halusinasi
Halusinasi Dengar/ Suara

Data objektif

Data subyektif

Bicara

tertawa sendiri
Marah-marah

tanpa sebab.
Menyedengkan
telinga

atau

suara-suara

atau

kegaduhan.
Mendengarkan
suara

kearah

tertentu
Menutup telinga

Mendengarkan

yangmengajak

bercakap-cakap
Mendengar suara

Halusinasi penglihatan

Halusinasi Penghidu

yang berbahaya.
Melihat bayangan,

Menunjuk nunjuk
kearah tertentu.
Ketakutan
pada

sinar,

sesuatu yang tidak

kartoon,

jelas.

hantu

atau

Menghidu seperti

monster.
Membaui

bau-

Halusinasi Perabaan

suatu

sedang

Halusinasi Pengecapan

menyuruh
Melakukan

bentuk,

geometris, bentuk

membaui

melihat

bauan seperti bau

bau-bauan

darah, urin, feses,

tertentu.
Menutup hidung

kadang-kadang

Sering meludah
Muntah
Menggaruk-garuk

bau

menyenangkan.
Merasakan
rasa
seperti

permukaan kulit.

itu

darah,

urin,atau feses.
Mengatakan ada
serangga

di

permukaan kulit.
Merasa
seperti
tersengat listrik.

b. Isi Halusinasi
Minta pasien untuk menggambarkan isi halusinasi, diperoleh melalui wawancara
dengan pasien.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mangkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang
dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi ? apakah pagi, siang, sore atau malam?
Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus-menerus atau hanya
sekali-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendri, atau setelah terjadi kejadian
tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga

pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya


halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan unutk mencegah terjadinya
halusinasi.
d. Respons halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul. Perawat
dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan saat halusinasi
timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan
pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku.
2. Faktor predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladaptif termasuk halhal berikut:
Penelitian pencitraan otak yang menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas

dalam perkembangan sklzofrenia,lesi pada area frontal, temporal dan limbic.


Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia seperti dopamine

neurotransmitter yang berlebihan dan masalah pada respon dopamine.


b. Psikologis
teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi
alam tidak sadar sebagai suatu respon terhadap konflik psikologis dan kebutuhan
yang tidak terpenuhi, sehingga halusinasi merupakan gambaran dan rangsangan
keinginan dan ketakutan yang dialami oleh klien.
c. Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan
psikotik lain tetapi diyakini penyebab utama gangguan.
3. Faktor presipitasi
a. Biologi
Sterssor biologi yang berhubungan dengan respon neurobiologi yang maladaptif,
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi
dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan unutk selektif menghadapi rangsangan.
b. Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku,
c. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologi yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan ( gizi buruk,infeksi), lingkungan rasa

bermusuhan/lingkungan yang penuh kritik, gangguan dalam hubungan interpersonal,


sikap dan perilaku (keputusasaan,kegagalan).
4. Manifestasi klinik
Menurut ahli keperawatan jiwa manifestasi klinik pada gangguan persepsi sensori
halusinasi adapun perilaku yang dapat teramati adalah sebagai berikut :
a. Halusinasi penglihatan
1. Melirikkan mata kekiri dan kekanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang
dibicarakan.
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.
3. Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
4. Menggerak gerakkan mulut seperti seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
b. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati
1. Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakuti oleh orang lain, benda mati atau
stimulus yang tidak tampak.
2. Tiba-tiba berlari keruangan lain.
c. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat diamati pada klien gangguan halusinasi penciuman adalah
1. Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
2. Mencium bau tubuh
3. Mencium bau udara ketika sedang berjalan kearah orang lain.
4. Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau bau darah.
5. Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang memadamkan
api.
d. Halusinasi pengecapan
Adapun perrilaku yang terluhat pada klien yang mengalami gangguan halusinasi
peraba adalah:
1. Meludahkan makanan atau minuman
2. Menolak untuk makan, minum atau minum obat
3. Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
4.

Mekanisme koping.

Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti pada
perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya unutk menanggulangi ansietas.

b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi)
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi
polusi, sumber infeksi, gas beracun, dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis individu
menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut
dan bermusuha.

BAB V

SP 1 Pasien: Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-cara mengontrolhalusinasi,


mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama:
menghardik halusinasi
Orientasi:
Perawat

Assalamualaikum, selamat siang saya perawat yang akan merawat


kamu, Nama Saya Widi Widiawati, senang dipanggil Widi. Nama kamu
siapa?

Klien

Uci.

Perawat

Senang dipanggil apa?

Klien

Uci aja.(Sambil malu-malu dan sedikit takut)

Perawat

Bagaimana perasaan kamu hari ini?

Klien

Biasa saja

Perawat

Apa keluhan uci saat ini?

Klien

saya suka denger suara orang mentertawakan saya dan menyuruh saya
Saya melakukan sesuatu sus

Perawat

Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang


selama ini kamu dengar tetapi tak tampak wujudnya?

Klien

iya(sambil ketawa ketawa sendiri )

Perawat

Di mana kita duduk? Di ruang tamu?

Klien

Di ujung sana aja

Perawat

Berapa lama ya?

Klien

Terserah. Jangan lama-lama ya.

Perawat

Bagaimana kalau 20 menit?

Klien

iya

Perawat

uci sudah berapa lama berada disini?

Klien

5 bulan sus (sambil bicara sendiri)

Perawat

Apa yang uci pikirkan akhir-akhir ini?

Klien

saya memikirkan suara suara itu sussaya takut

Perawat

Apakah kamu mendengar suara tanpa ada wujudnya?

Klien

iya tapi kadang ada wujudnya suster

Perawat

Apa yang dikatakan suara itu?

Klien

banyak. Menyuruh nyanyi, lari.

Perawat

Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu?

Klien

sering suster

Perawat

Kapan yang paling sering kamu dengar suara? Berapa kali sehari

Kerja:

kamu alami?
Klien

Siang- siang. Sehari bisa 5 kali.

Perawat

Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?

Klien

iya waktu saya sedang sendiri

Perawat

Apa yang kamu rasakan pada saat mendengar suara itu?Apa yang
kamu lakukan saat mendengar suara itu?

Klien

saya takut. Aku lari-lari biar suara itu hilang

Perawat

Apakah dengan cara itu suara-suara itu hilang?

Klien

tidak.

Perawat

Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu


muncul?
Uci, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut.
Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.
Ketiga, melakukankegiatan yang sudah terjadwal, dan yang
ke empat minum obat dengan teratur.

Klien

(sambil menyanyi-nyanyi dan berbicara sendirian)

Perawat

Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik?

Klien

(hanya manggut-manggut kepala dengan berbicara sendiri)

Perawat

Caranya sebagai berikut, saat suara-suara itu muncul, langsung


uci bilang, pergi saya tidak mau dengar!!!Saya tidak mau dengar!!Kamu
suara palsu sambil uci menutup telinga!!!...Begitu diulang-ulang sampai
suara itu tak terdengar lagi. Coba uci peragakan!?

Klien

Pergi saya tidak mau dengar!!!Saya tidak mau dengar!!Kamu suara


palsu!!!...

Perawat

Nah begitu, bagus! Coba lagi!(sambil tepuk tangan )

Klien

Pergi saya tidak mau dengar!!!Saya tidak mau dengar!!Kamu suara


palsu!!!...

Perawat
Terminasi:

Ya bagus uci sudah bisa

Perawat

Bagaimana perasaan kamusetelah peragaan latihan tadi?

Klien

sedikit tenang suster.

Perawat

Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut !


bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya?

Klien

iya mau sus! Heehehe

Perawat

Mau jam berapa saja latihannya? (masukkan kegiatan latihan


menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatanharian pasien).
Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua?

Klien

iyah iyah mau sus!

Perawat

Jam berapa ci?Bagaimana kalau dua jam lagi?

Klien

Iyah. (sambil menyanyi)

Perawat

Berapalama kita akan berlatih?Dimana tempatnya

Klien

sini aja lagi, aku ga kemana-kemana kok, jangan lama-lama yah?

Perawat

Baiklah, sampai jumpa. Assalamualaikum

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:


bercakap-cakap dengan orang lain
Orientasi
Perawat

Assalammualaikum uci, Bagaimana perasaan uci hari ini?

Klien

Baik suster.

Perawat

Apakah suara-suaranya masih muncul ?

Klien

masih suster.

Perawat

Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih?

Klien

sudah

Perawat

Berkurangkan suara-suaranya?

Klien

iya tapi masih suster

Perawat

Bagus! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk
mengontrol halusinasi denganbercakap-cakap dengan orang lain. Kita
akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?

Klien

iya sini saja.

Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah

Kerja
Perawat

dengan bercakap-cakapdengan orang lain. Jadi kalau uci mulai


mendengar suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol.
Minta teman untuk ngobrol dengan uci.
Contohnya begini,
tolong, saya mulaidengar suara-suara. Ayo
ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya
Kakak uci, katakan Kak, ayo ngobrol dengan uci. uci sedang dengar
suara-suara. Begitu cii.....
Coba uci lakukan seperti saya tadi lakukan?
Klien

tolong!!! saya mulaidengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya!


Kak, ayo ngobrol dengan uci. uci sedang dengar suara-suara??

Perawat

Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi?!

Klien

tolong!!! saya mulaidengar suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya!


Kak, ayo ngobrol dengan uci. uci sedang dengar suara-suara??

Perawat

Bagus! Nah, latih terus ya Ciii!

Perawat

Bagaimana perasaan kamu setelah latihan ini?

Klien

lebih enakan sus.

Perawat

Jadi sudah ada berapa cara yang uci pelajari untuk mencegah suara-

Terminasi:

suara itu?
Klien

dua sus.

Perawat

Bagus, cobalah kedua cara ini kalau uci mengalami halusinasi


lagi.
Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian uci?.

Klien

iyah mau suster.

Perawat

Mau jam berapa latihan bercakap-cakap?

Klien

jam 5 sore

Perawat

Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu


muncul!

Besok pagi saya akan ke mari lagi.. Bagaimana kalau kita latih cara
yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal?
Klien

(hanya mengangguk-angguk)

Perawat

Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00?

Klien

(masih mengangguk-angguk)

Perawat

Mau di mana?Di sini lagi?

Klien

(masih mengangguk-angguk)

Perawat

Sampai besok ya. Assalamualaikum

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi
Perawat

Assalamualaikum uci, Bagaimana perasaan uci hari ini? Apakah


suara-suaranya masih muncul ?

klien

masih suster.

Perawat

Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana
hasilnya ?

Klien

sudah. Perasaan aku sedikit tenang sus.

Perawat

Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga
untuk mencegah halusinasi Yaitu melakukan kegiatan terjadwal.
Mau di mana kita bicara?

Klien

di taman saja suster.

Perawat

Baik kita duduk di taman. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau
30 menit?

Klien

iya.

Apa saja yang biasa uci lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam

Kerja
Perawat

berikutnya(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam).


Klien

jam 6 bangun tidur sus,terus sayajam 07:00 mandi,jam 08:00

makan pagi Kemudian minum obat terus latihan menhandrik sus,


Jam 09:00 nyuci piring,kemudian nyapu halaman,jam 10:00Olah raga
kemudian jam 12 makan siang habis makan siang Minum obat kemudian
nyuci piring lagikemudian jam 13berbincang bincang
sama teman,kadang kadang tidur siang kadang kadang juga saya suka
melukis dan nyanyi-nyanyi sesuai hobi saya sus supaya suara suara itu
tidak datang lagi,jam 16:30 mandi,makan sore minum obat ,nyuci pirin,
jam 17 masuk ke kamar dan selanjutnya tidur

NO.

JAM

JADWAL/KEGIATAN

DILAKUKAN
YA

1.

05.00

2.

05.30

3.

06.00

4.

07.00

5.

09.00

6.

10.00

7.

11.00

8.

12.00

9.

13.00

10.

15.00

11.

16.00

12.

17.00

13.

18.00

Bangun tidur
Beribadah (sholat)
Mandi
Sarapan
Mencuci piring
Minum obat
Tidur (tergantung kondisi)
Olahraga
Menyapu
Latihan menghardik SP 2
Beribadah
Makan siang
Minum obat
Cuci piring
Tidur siang
Melukis
Menyanyi-nyanyi (sesuai hobi)
Berbincang-bincang dengan orang
lain
Beribadah
Makan sore
Minum obat
Cuci piring
Masuk kamar, tidur

TIDAK

Perawat

Wah banyak sekali kegiatannya.Mari kita latih dua kegiatan hari ini

(latih kegiatan tersebut).


Bagus sekali uci bisa lakukan. Kegiatan ini dapat uci lakukan untuk
mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain akankita latih lagi
agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi
Perawat

Bagaimana perasaan uci setelah kita bercakap-cakap cara yang ketiga


untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3 cara yang
telah kita latih untuk mencegah suara-suara.

Klien

pertama menghardik halusinasi , kedua bercakap-cakap dengan orang lain,


ketiga melaksanakan aktivitas terjadwal.

Perawat

Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian uci.
Coba lakukan sesuai jadwal ya!
(anda dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam)

Perawat

Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara


minum obat yang baik serta guna obat.

Klien

iya mau suster.

Perawat

Mau jamberapa? Bagaimana kalau jam 12.00 siang?


Di ruang makan ya!

Klien

iya

Perawat

Sampai jumpa.Wassalammualaikum.

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obatsecara teratur


Orientasi
Perawat

Assalammualaikum uci. Bagaimana perasaan uci hari ini? Apakah


suara-suaranya masih muncul ?

klien

sudah banyak kemajuan suster.

Perawat

Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ?

Klien

sudah

Perawat

Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ?

Klien

iyaa

Perawat

Apakah pagi ini sudah minum obat?

Klien

sudah

Perawat

Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang uci
minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang.
Di sini saja ya ci?

Klien

tidak mau. Aku malu disini rame Aku maunya di pojok situ.

Perawat

baik.

cii adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-

Kerja
Perawat

suara berkurang/hilang ?
klien

sama saja

Perawat

ci.. Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang uci dengar dan
mengganggu selama initidak muncul lagi. Berapa macam obat yang uci
minum ?(Perawat menyiapkan obat pasien)
Ini yang warna orange, (CPZ) 3 kali sehari jam 8 pagi, jam 12 siang
dan jam 5 sore gunanyauntuk menghilangkan suara-suara.
Ini yang putih, (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanyauntuk rileks
dan tidak kaku.
Sedangkan yang merah jambu(HP)3 kali sehari jam nya sama gunanya
untuk pikiran biar tenang.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak bolehdiberhentikan.
Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, uci akan
kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis uci bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
uci juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya uci harus memastikan bahwa itu obat
yang benar-benar punya uci.

Jangan keliru dengan obat milik orang lain.


Baca nama kemasannya.
Pastikan obat diminum pada waktunya,dengan cara yang benar, yaitu
diminum sesudah makan dan tepat jamnya.
uci juga harus perhatikan berapa jumlah obat sekali minum, dan harus
cukup minum 10 gelas per hari
Terminasi
Perawat
Perawat

Bagaimana perasaan uci setelah kita bercakap-cakap tentang obat? Klien

saya sudah jauh lebih tenang suster

Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba
sebutkan!

Klien

4. pertama menghardik halusinasi , kedua bercakap-cakap dengan orang


lain, ketiga melaksanakan aktivitas terjadwal, keempat minum obat
secara teratur.

Perawat

Bagus!(jika jawaban benar).


Mari kitamasukkan jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan uci.
Jangan lupa pada waktunya mintaobat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah.
Nah makanan sudah datang. Besok kitaketemu lagi untuk melihat
manfaat 4 cara mencegah suara yang telah kita bicarakan.
Mau jamberapa?

Klien

terserah suster

Perawat

Bagaimana kalau jam 10.00?

Klien

oke suster

Perawat

sampai jumpa. Wassalammualaikum.

DAFTAR PUSTAKA

http://satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/psikofarmaka.html
http://psikosisfrischa.blogspot.com/2011/01/psikofarmaka.html
http://www.docstoc.com/docs/102053204/komunikasi-terapautik-pada-klein-gangguan-jiwa
Keliat, B.A, dkk. (2007). Advance Course Community Mental Health Nursing: Manajemen
community mental health nursing district level. Jakarta: belum diterbitkan
Kumpulan kuliah farmakologi halaman 493.
Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa EGC editor Dr. Budi Anna Keliat , Skp,Mapp,SC
2006
(asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa, Ermawati Dalami,S.Kp, Suliswati,S.kp,
Ns.Rochimah,S.kep)
(http://www.docstoc.com/docs/102053204/komunikasi-terapautik-pada-klein-gangguan-jiwa# )
Deborah Antai Otong, 1995, Psychiatric Nursing Biological and Behavior Consepts, WB.
Saunders Company, Philadelphia. p. 337-353.
Lynda Juall Carpenito, 2000, Diagnosa Keperawatan Edisi 8, EGC, Jakarta, Hal ; 360-370.
Stuart G.W. & Sundeen S.J., 2002, Buku Saku Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, Hal ; 281-299.
Stuart G.W. & Sundeen S.J., Principles Practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, New
York, p. 453-472
(suliswati, S. Kep, M. Kes, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. TIM :
Jakarta)(asuhan

keperawatan

klien

Suliswati,S.kp, Ns.Rochimah,S.kep)

dengan

gangguan

jiwa,

Ermawati

Dalami,S.Kp,

Anda mungkin juga menyukai