101.0711.006
101.0711.010
101.0711.011
101.0711.025
101.0711.030
101.0711.030
101.0711.036
101.0711.041
101.0711.051
101.0711.056
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................I
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................II
A. LatarBelakang...................................................................................1
B. Tujuan penulisan................................................................................2
C. ruang lingkup masalah ......................................................................3
D.Metode pengambilan data ..................................................................4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................II
A. Masalah utama..................................................................................5
B. Teknik komunikasi terapetik............................................................6
C. Komunikasi terapetik pada pasien ganguan jiwa.............................7
D. Komunikasi dengan klien ganguan jiwa...........................................8
E. Rentang respon neurobiologi............................................................9
F. Fase fase halusinasi........................................................................10
G. Tahap halusinasi...............................................................................11
H. Klasifikasi jenis dan sifat masalah...................................................12
BAB III ASUHAN KEPRAWATAN JIWA.......................................................IV
A. Pohon masalah .....................................................................................13
B. Analisis data .........................................................................................14
C. Diagnosa ..............................................................................................15
BAB IV PENGKAJIAN SENSORI PRESEPSI HALUSINASI...................V
BAB V ROLE PLAY...........................................................................................VI
BAB VI PENUTUP .............................................................................................VII
A. Kesimpulan................................................................................................16
B. Daftar pustaka............................................................................................17
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
kebesaran dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Perubahan persepsi sensori.
Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah kami alami. Oleh karena itu,
terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan kami semata-mata. Namun
karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait dalam proses pengerjaan
makalah ini.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya kami dengan ketulusan hati
mengucapkan terima kasih kepada TIM DOSEN yang telah membimbing kami dalam
menyelsaikan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada orang tua kami yang selalu
mendoakan kami dalam penyelesaian makalah ini serta yang telah mendukung kami dalam
hal materi untuk penyelesaian makalah ini. Dan teman-teman semua yang telah bekerja sama
dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat
waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari pengetahuan dan pengalaman kami
masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
dari berbagai pihak agar laporan percobaan ini lebih baik dan bermanfaaat bagi semua orang
terutama bagi mahasiswa/mahasiswi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
terutama S1 Keperawatan tingkat tiga.
Dan akhir kata kami ucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membalas budi
baik anda semua,
Penulis
LEARNING PROGRESS
: halusinasi
Blok
:
Problem
Kelompok 1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pengertian presepsi
Pengertian halusinasi
Proses penyampaian halusinasi
Proses penyampaian informasi
Rentang respon neurobiologi
Fase fase halusinasi
Kelompok 2
1. Diagnosa keperawtan halusinasi
2. Pohon masalah
3. Intervensi halusinasi
4. Evaluasi
Kelompok 3
1. Pengkajian presepsi sensori halusinasi
Kelompok 4
1. Role play
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan
sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal yang di butuhkan oleh
semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap
positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad,
kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk
Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak
terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta
mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan
Medik Dapertemen Kesehatan, 2007)
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan
jiwa,
syaraf
maupun
perilaku
dan
jumlahnya
terus
meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang,
sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun
utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan
(Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari
jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit
kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan
jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25%
dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi sulawesi selatan
menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun terakhir sebagai berikut: pada tahun
2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah
pasien 9245 dengan halusinasi sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 ( januari-maret) jumlah
pasien 2294 dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada
klien halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan yang berkesinambungan.
Akibat semakin kompleksnya persoalan hidup yang muncul di tengah masyarakat,
menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di Riau tiap tahunnya terus bertambah. Selama
tahun 2007 ini saja di Riau telah menerima sebanyak 8.870 pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan dari hasil anamnesa pada bulan november 2010 pada ruangan nuri yang
mana jumlah pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada diruangan, di
merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, di mawar ada 9 pasien halusinasi (45%) dari
20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi (28,57%) dari 7 pasien, di melati ada 22 pasien
halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan
perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ Tampan Pekanbaru.
2. Tujuan khusus
a.
Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
BAB II
A. MASALAH UTAMA
a. Perubahan persepsi sensori adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami
atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah pola atau interpretasi simulasi
yang dating (carpenito, 2008)
b. Halusinasi adalah gangguan orientasi realita dimana seseorang mengalami perubahan
dalam jumlah stimulus yang mendekat secara internal dan eksternal disertai dengan
pengurangan, perubahan disertai atau kelainan berespon terhadap stimulus (town sand,
1998)
c. Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada rangsang yang
menimbulkannya atau tidak ada objek. ( Drs. Sunardi, 2005)
1.
2. PROSES KOMUNIKASI
3. PENGERTIAN KOMUNIKASI
a.
suatu proses dinamika sosial didalam penyampaian informasi diantara dua orang atau
lebih.
b.
c.
d.
suatu interaksi dan transaksi yang digunakan manusia dalam menerima dan memberikan
pesan.
Mendengarkan
Sentuhan
Bau
Ekspresi wajah
Pandangan mata
Gerakan bibir
Penampilan fisik
JOHARIS WINDOW
DIKETAHUI OLEH DIRI
HANYA DIKETAHUI
ORANG LAIN
( KUADRAN I )
( KUADRAN II )
OPEN
BLIND AREA
(PUBLIC AREA)
HANYA DIKETAHUI DIRI
SENDIRI
SIAPAPUN
( KUADRAN III )
( KUADRAN IV )
HIDDEN AREA
JOHARIS WINDOW
a. Perubahan satu kuadran akan mempengaruhi kuadran lain.
b. Bila kuadran I paling sempit, individu tersebut komunikasinya buruk/ kesadaran diri
kurang.
c. Bila kuadran I lebih luas, individu tersebut terbuka / terus terang.
d. Bila kuadran II lebih luas, individu tersebut kesadaran dirinya kurang.
e. Bila kuadran III lebih luas, individu tersebut sangat tertutup.
f. Bila kuadran IV lebih luas, individu tersebut tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu.
7. CARA MENINGKATKAN KESADARAN DIRI
a. Mempelajari diri sendiri.
Jarak
15 20 cm
20 45 cm
45 120 cm
120 360 cm
360 750 cm
Menentukan jarak interaksi perawatpasien adalah sangat penting, agar keduanya merasa
nyaman (Comfort Zones)
c.
Perawat hadir secara fisik dan psikologis pada saat berkomunikasi dengan pasien.
b.
Hindari pertanyaan :
Kenapa / mengapa (Why)
Bagaimana (How)
Karena jawaban pertanyaan tersebut memerlukan kemampuan analisa, pasien sering
menjawab Tidak tahu
Mengapa dan bagaimana : Sulit untuk menggali data yang akurat dan juga menjadi
hambatan dalam komunikasi.
KEGUNAAN
BHSP
information)
Saya perawat Ruang
Mengorientasikan
situasi bangsal
Kamar mandi / WC di
sebelah sana
Memberi
pengakuan
/ Selamat pagi
BHSP
penghargaan
Assalamualaikum
Menghormati klien
(Giving recognition)
Menunjukkan penerimaan
Ya
BHSP
(Showing acceptance)
Saya mendengarkan apa
yang anda katakan
Mengobservasi
Mengangguk
Saya perhatikan
(Making observations)
pucat
senyum
Menawarkan diri
tertawa ?
Saya akan
(Offering of self)
anda
ilusi
dan
membantu
Fixasi
psikologis
(General leads)
lebih akurat
Jadi
Katakan padaku tentang
Pertanyaan terbuka
(Broad openings)
bicarakan ?
alasan
masuk RS
Menggali data
Apa
yang
terjadi
di
Klarifikasi
pikirkan ?
Siapakah mereka itu ?
(Seeking clarification)
Dikombinasi dengan
untuk
menanyakan
halusinasi/ ilusi
Menggambarkan persepsi
(Encouraging
perseption)
description
Apa
yang
dikatakan
of suara itu ?
Katakan
Mengkaji waham
Menanyakan
halusinasi
jika
merasa cemas
anda
isi
10
Eksplorasi
(Exploring)
lagi tentang
Pemusatan (Focusing)
anda ke RS
Saya
pikir
kita Menghemat
seharusnya
12
Humor
waktu
interaksi
membicarakan
lebih
lanjut tentang
Saya anggota
(Penurunan
ingat
daya
progresif)
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerjasama antara
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah sera mengevaluasi tindakan yang dilakukan
dalam perawatan. (Purwanto, 1994)
1. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI ADALAH :
a. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
b. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
c. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan
d.
e.
f.
g.
h.
terapeutik
Hubungan social dengan klien harus dihindari
Kerahasiaan klien harus dijaga
Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menemukan pemahaman
Implementasi intervensi berdasarkan teori
Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah
sifat terbuka. Sikap terbuka tenaga medis spesialis jiwa mendorong timbulnya pengertian, saling
menghargai dan yang paling penting saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal.
Kedua, empati. Dalam empati, tenaga medis spesialis jiwa ikut serta secara emosional
dan intelektual dalam pengalaman pasien. Dengan empati tenaga medis spesialis jiwa berusaha
melihat seperti pasien melihat dan merasakan seperti pasien merasakannya. Empati dan
kepedulian mereka terhadap pasien ternyata mengurangi kecemasan dan meningkatkan
kesehatan pasien secara umum.
Ketiga, sikap mendukung. Sikap mendukung adalah sikap yang mengurangi sikap
defensive dalam komunikasi. Orang bersikap defensive bila ia tidak menerima, tidak jujur dan
tidak empati. Tenaga medis spasialis jiwa seyogjanya menempatkan pasien bukan sekedar obyek,
melainkan juga subyek yang punya latar belakang social budaya, nilai, harapan, perasaan,
keinginan dan kekhawatiran serta mendambakan kebahagiaan.
Keempat, sikap positif. Sikap ini melihat orang lain sebagai manusia, individu yang patut
dihargai. Menerima tidak berarti menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung
semua akibat perilakunya. Tenaga medis spesialis jiwa menyampaikan semua informasi yang
diperlukan mengenai manfaat dan resiko pengobatan. Sementara itu, pasien sendiri yang
mempertimbangkan dan memutuskan apa yang terbaik bagi dirinya.
Kelima, kesetaraan. Dalam kesetaraan, tenaga medis tidak mempertegas perbedaan. Status
boleh jadi berbeda, tetapi komunikasi tenaga medis dengan pasien tidak vertical. Tenaga medis
tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama. Dengan kesetaraan, tenaga medis
mengomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pandangan dan keyakinan.
Hubungan tenaga medis spesialis jiwa dengan pasien harus dianggap sebagai hubungan antara
mitra medis yang saling membutuhkan untuk memerangi keadaan sakit pasien.
b. Penderita gangguan jiwa cenderung asyik dengan dirinya sendiri, sedangkan penderita
gangguan penyakit fisik membutuhkan support dari orang lain.
c. Penderita gangguan jiwa cenderung sehat secara fisik, penderita penyakit fisik bisa saja
jiwanya sehat tetapi bisa juga ikut terganggu.
Sebenarnya ada banyak perbedaan, tetapi intinya bukan pada mengungkap perbedaan antara
penyakit jiwa dan penyakit fisik, tetapi pada metode komunikasinya.
Komunikasi pada penderita gangguan jiwa membutuhkan sebuah dasar pengetahuan
tentang ilmu komunikasi yang benar, ide yang mereka lontarkan terkadang melompat, fokus
terhadap topik bisa saja rendah, kemampuan menciptakan dan mengolah kata-kata bisa saja
kacau balau.
Ada beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
a. Ada pasien halusinasi, maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi kadang
menikmati dunianya dan harus sering harus dialihkan dengan aktivitas fisik.
b. Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinforcement
c. Pada pasien menarik diri sering dilibatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersamasama, ajari dan contohkan cara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan, dll.
d. Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan maka harus direduksi
atau ditenangkan dengan obat-obatan sebelum kita support dengan terapi-terapi lain, jika
pasien masih mudah mengamuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi korban
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
-pikiran logis
-pikiran menyimpang
-kelainan pikiran/delusi
-persepsi akurat
-ilusi
-halusinasi
-Emosi konsisten
dengan pengalaman
-reaksi emosional
berlebihan/berkurang
-ketidakmampuan untuk
mengatasi emosi
-perilaku ganjil/tidak
lazim
-menarik diri
-isolasi sosial
F. FASE-FASE HALUSINASI
1. Fase I
Pada fase ini klien merasa cemas (ansietas) tingkat sedang, menyenangkan, dapat
menolong klien untuk sementara dan keadaan masih dapat dikontrol, klien tertawa,
tersenyum sendiri, menggerakkan mata depan dengan cepat, respon verbal lambat.
2. Fase II
Ansietas meningkat berhubungan dengan pengalaman eksternal dan internal. Klien
berada pada tingkat mendengarkan halusinasinya (listening), gambaran halusinari berupa
suara dan sensori berupa bisikan yang tidak jelas, akan tetapi klien merasa takut apabila
ada orang lain yang mendengar atau memperhatikannya. Perasaan klien tidak efektif
untuk mengontrol pemikiran tersebut. Klien berusaha untuk membuat jarak antara dirinya
dengan halusinasinya dengan memproyeksikan pengalamannya sehingga seolah-olah
halusinanya tersebut dating dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase II
Halusinasi lebih menonjol. Menguasai dan mengontrol pemikiran klien menjadi terbiasa
oleh halusinasinya dan tidak berdaya akan halusinasinya tersebut atau halusinasinya
tersebut menjadi kesenangan dan keamanan yang bersifat sementara.
4. Fase IV
Fase ini tidak berdaya melepaskan diri dari control halusinasinya. Halusinasi yang terjadi
semula menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah, mematuhi dan
menyerang klien tidak mampu berhubungan dengan orang lain karena sibuk dengan
khayalannya. Klien mungkin berada pada dunia yang menakutkan dalam waktu singkat
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi
secepatnya.
G. TAHAP HALUSINASI
suatu kesenangan.
Karakteristik (non verbal)
Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam control kesadaran,
Perilaku klien
Tersenyum atau tertawa sendiri.
Menggerakan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat.
Respon verbal yang lambat.
Diam dan berkonsentrasi.
2) Tahap 2
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipasti
Karakteristik (non verbal)
Pengalaman sensori menakutkan
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
Mulai merasa kehilangan kontrol
Menarik diri dari orang lain
Perilaku klien
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah
Perhatian dengan lingkungan berkurang
Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
3) Tahap 3
Mengontrol
Tingkat kecemasan berat
Pengalaman sensori (halusinasi) tidak dapat ditolak
Karakteristik (psikotik)
Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
Isi halusinasi menjadi atraktik
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir
Perilaku klien
Perintah halusinasi ditandai
Sulit berhubungan dengan orang lain
4) Tahap 4
Menguasai tingkat kecerdasan, panic secara umum, diatur dan dipengaruhi
oleh halusinasi
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi mengancam
Halusinasi dapat menjadi beberapa jam atau beberapa hari
Perilaku klien
Perilaku panic
Potensial untuk bunuh diri atau membunuh
Tindak kekerasan agitasi, menarik atau katatonik
Tidak mampu merespon terhadap lingkungan
1. Faktor biologis
Abnormalitas yang menyebabkan respon neurobiologi yang maladatif termasuk halhal berikut : penelitian pencintraaan otak yang menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luuas dalam perkembangan skizoprenia, lesi pada area frontal, temporal dan
limbik. Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizoprenia seperti seperti covamine
neurottranmister yang berlebihan dan masalah pada respon dovamen.
2. Faktor psikologis
Teori psikodinamika yang menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya isi
alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadao konflik
psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi sehingga halusinasi merupakan
gambaran dan rangsangan keinginan dan ketakutan yang dialami oleh klien.
3. Faktor sosial budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizoprenia dan gangguan
psikotik lain tetapi diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
b. Faktor presipitasi
Stres dan kecemasan akan meningkatkan bila terjadi penurunan stabilitas keluarga.
Perpisahan dari orang tua dan orang-orang yang dianggap penting dan diasingkan dari
kelompok. Kecemasan disertai dengan terbatasnya kemampuan permusuhan masalah
mungkin menyebabkan perubahan persepsi sensori ,klien biasanya mengembangkan
koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
Faktor presipitasi dapat berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain,
stresor juga bisa menjadi salah satu penyebab. Gangguan orientasi realita halusinasi yang
meliputi biologis dan stressor lingkungan.
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladatif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses informasi
dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2. Stressor lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya gangguan perilaku.
c. Mekanisme koping
Prilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dan pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologis. Mekanisme koping yang sering digunakan
klien dengan halusinasi adalah regresi, menjadi malas beraktivitas sehari-hari . proyeksi ,
mencoba menjelaskan gangguan presepsi dengan mengalihkan tanggung jawab.
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tranquillus berasal dari bahasa latin yang berarti tenang. Obat ini bekerja secra sedative,
merelaksasi otot dan antikonvulsif. Digunakan pada keadaan-keadaan neurotis (gelisah,
takut,stess). Obat ini disebut juga minor transquillizers
B. Obat-obat yang menstimulir fungsi-fungsi psikis tertentu pada SSP (Sistem Syaraf Pusat)
1. Antidepresiva
Dahulu obat ini dipecah lagi menjadi :
a. Thimoleptika, yang berkhasiat melawan melancholia, dan memperbaiki suasana jiwa.
b. Thimeretika, yang berkhasiat menghilangkan inaktivitas fisik dan mental yang
menyertai depresi tanpa memperbaiki suasana jiwa
2. Psikostimulasia.
Obat ini berkhasiat mempertinggi inisiatif,kewaspadaan serta prestasi fisik dan
mental, rasa lelah dan ngantuk ditanguhkan. Suasana jiwa dipengaruhi silih berganti,
seringkali terjadi euphoria (rasa nyaman), tak jarang juga dapat menimbulkan dysforia (rasa
tidak nyaman) bahkan depresi. Oleh karena itu obat ini tidak layak digunakan sebagai
antidepresivum.Yang termasuk dalam kelompok ini adalah amfetamin, metilfenidat,
fenkamfamin, dan juga kofein.
C. Obat-obat yang mengacaukan fungsi-fungsi mental tertentu.
1. Psikodisleptika.
Obat ini mengandung zat-zat halusinogen, yang menimbulkan keadaan
desintegrasi dengan gejala-gejala yang mirip psikosis halusinasi, pikiran-pikiran dan
impian-impian khayal,dan sebagainya. Yang termasuk obat ini adalah LSD, fensiklidin
(HOG,PCP) obat-obat ini adalah obat-obat drugs.
B. Anti Parkinson
Mekanisme
kerja:
meningkatkan
reseptor
dopamin,
untuk
mengatasi
gejala
c.
Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi
peningkatan jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.
Efek farmakologi:
a. Mengurangi gejala depresi
b. Penenang
Indikasi:
a. syndroma depresi
Jenis obat yang sering digunakan:
a. trisiklik (generik)
b. MAO inhibitor
c. amitriptyline (nama dagang).
Efek samping:
yaitu efek samping kolonergik (efek samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi
mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.
D. Obat Anti Mania/Lithium Carbonate
Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor
dopamin.
Hipotesis : pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.
Efek farmakologi:
a. Mengurangi agresivitas
b. Tidak menimbulkan efek sedatif
c. Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea
Indikasi:
a. Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan.
b. Pada mania dengan kondisi berat pemberian obat anti mania dikombinasi dengan obat
antipsikotik.
Efek samping:
a. Efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal terapi dapat
juga terjadi nausea, diare.
b. Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi,
nistagmus dan disorientasi; pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga
menambah keadaan oedema.
BAB III
A. POHON MASALAH
Isolasi Sosial
B. ANALISA DATA
Tanggal
Data
Masalah
DS :
DO :
Ekspresi tegang
Muka merah
Berbicara keras
C. DIAGNOSA
1. Gangguan Sensori presepsi : halusinasi pendengaran.
2. Resiko perilaku kekerasan.
3. Isolasi sosial.
STRATEGI PELAKSANA
A. proses keperawatan
1. Kondisi Klien
DS :
DO :
C. Tindakan Keperawatan:
1. Bina Hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukainnya
d. Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
tidak
mendengarnya
(dengan
nada
bersahabat,
tidak
menuduh
/menghakimi)
d. Katakana bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
e. Katakana bahwa perawat akan membantu klien.
5. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan /tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi ,siang ,sore dan malamatau jika
sendiri , jengkel.sedih).
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/ takut,
senang , sedih ) , beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.
STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik : Selamat pagi Pak? Perkenalkan nama saya. Bisa dipanggil
, Nama bapak siapa ? Bapak sukannya dipanggil apa?
i. Saya perawat yang bertugas disini. Saya disini bertujuan untuk
membantu menyelesaikan masalah bapak .
b. Evaluasi / Validasi : Bagaimana perasaaanya bapak hari ini ?.
c. Kontrak
d. Topik : Bapak , Bagaimana kalau hari ini kita berbicang bincang mengenai masalah
yang bapak hadapi, bapak bersedia
e. Waktu : Bapak maunya kita berbincang-bincang berapa lama ? bagaimana kalau 10
menit dari jam 10.00-10.10 wib.
f. Tempat : Bapak mau kita berbincang dimana ?bagaimana kalu di tempat makan ?.
g. Tujuan : Tujuannya agar kita saling kenal dan Bapak dapat mengetahui suara-suara yang
bapak sering dengar.
2. Fase kerja
a. Bapak ada masalah apa sehingga bapak berada disini ?
b. Bapak sudah berapa lama berada disini?
c. Apa yang bapak pikirkan akhir-akhir ini?
d. Bapak , apakah bapak sering mendengar suara-suara aneh atau melihat sesuatu yang
aneh?
e. Sejak kapan bapak mendengar suara-suara dan melihat sesuatu?
f. Suara-suara apa yang sering bapak dengar ?
g. Berapa kali dalam sehari bapak mendengar suara-suara itu?
h. Kapan saja waktunya bapak mendengar suara-suara itu ?
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi repons klien
Evaluasi Objektif : Bapak bisa sebutkan kembali nama dan asal saya? Bagus
bapak masih ingat. Bapak bisa sebutkan lagi suara apa yang bapak dengar dan cara
mengatasinya ?
b. Tindak lanjut : Bapak, kita sudah berbincang-bincang selama 10 menit, jadi sampai
disini dulu pembicaraan kita, saya harap bapak dapat dapat mengingat nama saya dan
dapat mengingat suara-suara yang bapak tadi ceritakan.
c. Kontrak yang akan datang
Topic : Bapak , bagaimana jika besok kita bincang-bincang lagi ? Bapak mau
membicarakan apa? Bagaimana kalau cara mengontrol / mengendalikan suarasauara yang bapak dengar .
Waktu : Bapak mau bicara kapan dan berapa lama ? Bagaimana kalau jam 10.00
wib
Tempat : Bapak inginnya kita bicara berapa diaman ?Bagaimana kalau disini
lagi ?.
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
DS :
klien kadang - kadang mendengar dan melihat sesuatu yang sangat jelas
DO :
Klien disorientasi
Katakana Saya tidak mau dengar kamu (pada saat halusinasi terjadi)
Membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak sampai muncul
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih. Evaluasi hasilnya dan beri
pujian jika berhasil
f. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik : Selamat pagi, Tn. T
b. Evaluasi /validasi : Bagaimana perasaan Tn. T hari ini? Masih ingat dengar suster?
Tn.T sudah mandi belum?
c. Kontak
Topic : Tn. T,sesuai janji kita kemrin, sekarang kita akan berbincang bincang
mengenai bagaimana cara agar suara suara yang Tn. T dengar dapat diatasi
Waktu : Kemarin kita sepakat hari ini kita berbincang bincang mengenai
bagaimana cara mengatasi suara suara yang Tn. T dengar dan lihat
d. Tujuan : tujuannga agar Tn T tidak terganggu dengan suara suara yang di dengar
2. Fase kerja
a. Apa yang Tn. T lakukan jika dapat mendengar suara- suara itu ?
b. Bagaimana cara Tn. T memutuskan suara suara itu ?
c. Bagaimana kalau suster beri tahu tahu tentang cara memutuskan suara-suara itu ?
d. Cara memutus/menghilangkan suara-suara itu adalah:
Tn. T bisa menutup kedua telinga dan mengatakan saya tidak mau
mendengar
Tn.T juga bisa melakukan kegiatan misalnya : Bicara dengan teman, nonton tv
atau baca majalah.
e. Menurut Tn.T , apa cara yang mudah untuk memutuskan suara-suara itu ?
f. Oh , iya Tn.T , tapi alangkah baiknya jika semua cara yang suster beritahu dapat dicoba.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi respon klien
b. Tindak lanjut : Suster harap Tn. T mengingat cara memutuskan suara suara
yang telah suster ajarkan dan Tn. T dapat mencobanya
c. Kontrak yang akan datang
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
DS :
DO :
Klien disorientasi
a. Bersama klien membuat jadwal kegiatan sehari hari agar halusinasi tidak
muncul
b. Memberi kesempatan kepada klien untuk melakukan jadwal yang telah ditetapkan
dan mengevaluasinya
c. Memberi reinforcement jika berhasil
STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase orientasi
a. Salam terapeutik :Selamat pagi Tn. T ?
b. Evaluasi / validasi :bagaimana perasaan Tn. T hari ini ?apakan tadi malam Tn.
T maish mendengar suara suara? Masih ingat cara mengatasi jika suara suara
itu muncul
c. Kontrak
1) Topic : Sesuai janji kita hari ini kita akan berbincang bincang tentang
jadwal kegiatan
2) Waktu :Kemarin kita sepakat hari ini kita akan berbincang bincang
selama 10 menit dari jam 10.00 10.10 WIB
3) Tempat : Sesuai janji hari ini kita berbincang bincang diteras
2. Fase kerja
a. Kegiatan apa yang biasa dilakukan sehari hari?
b. Dari kegiatan tersebut kita coba bersama sama membuat jadwal agar Tn. T bisa
melakukannya secara teratur
c. Jadwal yang telah kita buat bersamaa, Tn. T simpan dan bila sudah melakukan
beri tanda M bila Tn. T sudah bisa melakukan secara mandiri tanpa bantuan dari
suster, beri tanda B bila melakukan dengan cara dibantu
3. Fase terminasi
a. Evaluasi respon
1) Evaluasi Subjektif : Bagaimana perasaan Tn. T setalah berbincang bincang
dengan suster mengenai pembuatann jadwal sehari hari ?
2) Evaluasi Objektif :Tn. T, bisa sebutakan lagi kegiatan kegiatan yang telah Tn.
T lakukan?
b. Rencana tindak lanjut
Tn. T sekarang sudah 10 menit, jadi sampai disini dlu pembicaraan kita, setelah
Tn. T tahu tentang kegiatan kegiatan yang sehari hari dilakukan, suster harap
Tn. T mau untuk melakukan kegiatan yang telah terjadwal
c. Kontrak yang akan datang
1) Topic :Tn. T, bagaimana kalau nanti kita berbincang bincang lagi
mengenai manfaat minum obat
2) Waktu :Tn. T maunya kita berbincang bincang berpa lama?
3) Tempat :Bincang bincangnya dimana menurut Tn. T?
STRATEGI PELAKSANAAN
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
DS :
DO :
1) Topic :Sesuai janji kita hari ini kita akan berbincang bincang tentang
manfaat obat
2) Waktu :Kemarin kita sepakat hari ini kitaakan berbincang bincang
selama 10 menit dari jam11.00 11.10 WIB
3) Tempat :Sesuai janj hari ini kkita berbincang bincang diteras
2. Fase kerja
a. Apakah selama disini Tn. T minum obat?
b. Apakah Tn. T tahu tentang manfaat minum obat ?
c. Berapa kali sehari Tn. T minum obat ?
d. Siapa yang memberi obat pada Tn. T ?
e. Apakah Tn. T tahu akibat jika berhenti minum obat ?
f. Apakah Tn. T tahu akibat jika berhenti minum obat tanpa memberitahukan dokter
atau suster ?
3. Fase terminasi
a. Evaluasi Respon
1) Evaluasi Subjektif : Bagaimana perasaan Tn. T setelah berbincang
bincang dengan suster mengenai manfaat obat yang bapak minum ?
2) Evaluasi Objektif :Tn. T bisa sebutkan lagi manfaat minum obat dan
akibat bila Tn. T berhenti moinum obat tanpa memberitahukan dokter atau
suster ?
b. Rencana tindak lanjut
Tn. T sekarang sudah 10 menit, jadi sampai disini dulu pembicaraan kita,
setelah Tn. T tahu manfaat minum obat dan akibatnya jika berhenti, suster harap
Tn. T mau untuk minum obat sesuai anjuran dokter
BAB IV
PENGKAJIAN PADA GANGGUAN SENSORI PERSEPSI
HALUSINASI
1. Data yang harus terkumpul tentang halusinasi
a. Jenis halusinasi
Berikut ini adalah jenis-jenis halusinasi, data obyektif dan subyektifnya. Data
obyektif dapat dikaji dengan cara mengobservasi perilaku pasien, sedangkan data
subyektif dapat dikaji melakukan wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat
dapat mengetahui isi halusinasi pasien.
Jenis halusinasi
Halusinasi Dengar/ Suara
Data objektif
Data subyektif
Bicara
tertawa sendiri
Marah-marah
tanpa sebab.
Menyedengkan
telinga
atau
suara-suara
atau
kegaduhan.
Mendengarkan
suara
kearah
tertentu
Menutup telinga
Mendengarkan
yangmengajak
bercakap-cakap
Mendengar suara
Halusinasi penglihatan
Halusinasi Penghidu
yang berbahaya.
Melihat bayangan,
Menunjuk nunjuk
kearah tertentu.
Ketakutan
pada
sinar,
kartoon,
jelas.
hantu
atau
Menghidu seperti
monster.
Membaui
bau-
Halusinasi Perabaan
suatu
sedang
Halusinasi Pengecapan
menyuruh
Melakukan
bentuk,
geometris, bentuk
membaui
melihat
bau-bauan
tertentu.
Menutup hidung
kadang-kadang
Sering meludah
Muntah
Menggaruk-garuk
bau
menyenangkan.
Merasakan
rasa
seperti
permukaan kulit.
itu
darah,
urin,atau feses.
Mengatakan ada
serangga
di
permukaan kulit.
Merasa
seperti
tersengat listrik.
b. Isi Halusinasi
Minta pasien untuk menggambarkan isi halusinasi, diperoleh melalui wawancara
dengan pasien.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mangkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya halusinasi yang
dialami oleh pasien. Kapan halusinasi terjadi ? apakah pagi, siang, sore atau malam?
Jika mungkin jam berapa? Frekuensi terjadinya apakah terus-menerus atau hanya
sekali-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendri, atau setelah terjadi kejadian
tertentu. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga
Mekanisme koping.
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali seperti pada
perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya unutk menanggulangi ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada orang lain
karena kesalahan yang dilakukan diri sendri (sebagai upaya untuk menjelaskan
kerancuan persepsi)
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun psikologis,
reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber stressor, misalnya menjauhi
polusi, sumber infeksi, gas beracun, dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis individu
menunjukan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut
dan bermusuha.
BAB V
Klien
Uci.
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Biasa saja
Perawat
Klien
saya suka denger suara orang mentertawakan saya dan menyuruh saya
Saya melakukan sesuatu sus
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
iya
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
sering suster
Perawat
Kapan yang paling sering kamu dengar suara? Berapa kali sehari
Kerja:
kamu alami?
Klien
Perawat
Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?
Klien
Perawat
Apa yang kamu rasakan pada saat mendengar suara itu?Apa yang
kamu lakukan saat mendengar suara itu?
Klien
Perawat
Klien
tidak.
Perawat
Klien
Perawat
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik?
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Terminasi:
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Perawat
Klien
Baik suster.
Perawat
Klien
masih suster.
Perawat
Klien
sudah
Perawat
Berkurangkan suara-suaranya?
Klien
Perawat
Bagus! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk
mengontrol halusinasi denganbercakap-cakap dengan orang lain. Kita
akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?
Klien
Kerja
Perawat
Perawat
Klien
Perawat
Perawat
Klien
Perawat
Jadi sudah ada berapa cara yang uci pelajari untuk mencegah suara-
Terminasi:
suara itu?
Klien
dua sus.
Perawat
Klien
Perawat
Klien
jam 5 sore
Perawat
Besok pagi saya akan ke mari lagi.. Bagaimana kalau kita latih cara
yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal?
Klien
(hanya mengangguk-angguk)
Perawat
Klien
(masih mengangguk-angguk)
Perawat
Klien
(masih mengangguk-angguk)
Perawat
klien
masih suster.
Perawat
Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih ? Bagaimana
hasilnya ?
Klien
Perawat
Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang ketiga
untuk mencegah halusinasi Yaitu melakukan kegiatan terjadwal.
Mau di mana kita bicara?
Klien
Perawat
Baik kita duduk di taman. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau
30 menit?
Klien
iya.
Apa saja yang biasa uci lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam
Kerja
Perawat
NO.
JAM
JADWAL/KEGIATAN
DILAKUKAN
YA
1.
05.00
2.
05.30
3.
06.00
4.
07.00
5.
09.00
6.
10.00
7.
11.00
8.
12.00
9.
13.00
10.
15.00
11.
16.00
12.
17.00
13.
18.00
Bangun tidur
Beribadah (sholat)
Mandi
Sarapan
Mencuci piring
Minum obat
Tidur (tergantung kondisi)
Olahraga
Menyapu
Latihan menghardik SP 2
Beribadah
Makan siang
Minum obat
Cuci piring
Tidur siang
Melukis
Menyanyi-nyanyi (sesuai hobi)
Berbincang-bincang dengan orang
lain
Beribadah
Makan sore
Minum obat
Cuci piring
Masuk kamar, tidur
TIDAK
Perawat
Wah banyak sekali kegiatannya.Mari kita latih dua kegiatan hari ini
Klien
Perawat
Bagus sekali. Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian uci.
Coba lakukan sesuai jadwal ya!
(anda dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam)
Perawat
Klien
Perawat
Klien
iya
Perawat
Sampai jumpa.Wassalammualaikum.
klien
Perawat
Klien
sudah
Perawat
Klien
iyaa
Perawat
Klien
sudah
Perawat
Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-obatan yang uci
minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang.
Di sini saja ya ci?
Klien
tidak mau. Aku malu disini rame Aku maunya di pojok situ.
Perawat
baik.
cii adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-
Kerja
Perawat
suara berkurang/hilang ?
klien
sama saja
Perawat
ci.. Minum obat sangat penting supaya suara-suara yang uci dengar dan
mengganggu selama initidak muncul lagi. Berapa macam obat yang uci
minum ?(Perawat menyiapkan obat pasien)
Ini yang warna orange, (CPZ) 3 kali sehari jam 8 pagi, jam 12 siang
dan jam 5 sore gunanyauntuk menghilangkan suara-suara.
Ini yang putih, (THP)3 kali sehari jam nya sama gunanyauntuk rileks
dan tidak kaku.
Sedangkan yang merah jambu(HP)3 kali sehari jam nya sama gunanya
untuk pikiran biar tenang.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak bolehdiberhentikan.
Nanti konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, uci akan
kambuh dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau
obat habis uci bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi.
uci juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya uci harus memastikan bahwa itu obat
yang benar-benar punya uci.
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba
sebutkan!
Klien
Perawat
Klien
terserah suster
Perawat
Klien
oke suster
Perawat
DAFTAR PUSTAKA
http://satriadwipriangga.blogspot.com/2011/11/psikofarmaka.html
http://psikosisfrischa.blogspot.com/2011/01/psikofarmaka.html
http://www.docstoc.com/docs/102053204/komunikasi-terapautik-pada-klein-gangguan-jiwa
Keliat, B.A, dkk. (2007). Advance Course Community Mental Health Nursing: Manajemen
community mental health nursing district level. Jakarta: belum diterbitkan
Kumpulan kuliah farmakologi halaman 493.
Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa EGC editor Dr. Budi Anna Keliat , Skp,Mapp,SC
2006
(asuhan keperawatan klien dengan gangguan jiwa, Ermawati Dalami,S.Kp, Suliswati,S.kp,
Ns.Rochimah,S.kep)
(http://www.docstoc.com/docs/102053204/komunikasi-terapautik-pada-klein-gangguan-jiwa# )
Deborah Antai Otong, 1995, Psychiatric Nursing Biological and Behavior Consepts, WB.
Saunders Company, Philadelphia. p. 337-353.
Lynda Juall Carpenito, 2000, Diagnosa Keperawatan Edisi 8, EGC, Jakarta, Hal ; 360-370.
Stuart G.W. & Sundeen S.J., 2002, Buku Saku Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta, Hal ; 281-299.
Stuart G.W. & Sundeen S.J., Principles Practice of Psychiatric Nursing, Mosby Year Book, New
York, p. 453-472
(suliswati, S. Kep, M. Kes, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. TIM :
Jakarta)(asuhan
keperawatan
klien
Suliswati,S.kp, Ns.Rochimah,S.kep)
dengan
gangguan
jiwa,
Ermawati
Dalami,S.Kp,