Anda di halaman 1dari 33

Mata Kuliah Keperawatan Psikiatri

MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NARAPIDANA

OLEH

KELOMPOK

Agung Prihandoko 2021206203118P


Annisa Solihah 2021206203122P
Diah Kurnia Febrianti 2021206203127P
Fajar Dwi Rohmad 2021206203130P
Heni Puspita Sari 2021206203135P
Joni Budi Santoso 2021206203175P
Krisdiyantoro 2021206203143P
Mery 2021206203176P
Muslihatun 2021206203149P
Ni Putu Winda Puspa Dewi 2021206203154P
Safitri Endriani 2021206203158P
Suherlin 2021206203161P
Suryanto 2021206203165P
Yohanes Wahyudi 2021206203169P

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


FAKULTAS KESEHATAN PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena
limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan
makalah kami dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA
NARAPIDANA”.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari
pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena
kami sangat menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki
banyak kekurangan.

Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah


yang telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.

Lampung Tengah, 12 November 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................4

A. Latar Belakang...................................................................................4
B. Rumusan Masalah…..........................................................................6
C. Tujuan Penulisan...............................................................................6

BAB II PEMBAHASAN…............................................................................7

A. Definisi Narapidana...........................................................................7
B. Faktor Penyebab Narapidana.............................................................7
C. Masalah Kesehatan pada Narapidana................................................9
D. Klasifikasi Narapidana.......................................................................11
E. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Narapidana...................................11
F. Asuhan Keperawatan pada Narapidana..................................................14

BAB III PENUTUP.........................................................................................22

A. Kesimpulan........................................................................................22

B. Saran...................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kunci keberhasilan seseorang dalam menjalani hidup adalah ketika
seseorang mampu mempertahankan kondisi fisik, mental dan emosionalnya
dalam suatu kondisi yang optimal melalui pengendalian diri, peningkatan
aktualisasi diri serta selalu menggunakan mekanisme koping yang efektif
dalam menyelesaikan masalah.
Setiap individu memiliki kekuatan, martabat, tumbuh kembang,
kemandirian dan merealisasikan diri, potensi untuk berubah, kesatuan yang
utuh mulai dari bio psiko sosial dan spiritual, perilaku yang berarti, serta
persepsi, pikiran, perasaan dan gerak. Keseluruhannya merupakan suatu
rangkaian yang tidak terpisahkan (Jaya, 2015).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun
2014 tentang kesehatan jiwa dalam pasal 1 menyebutkan bahwa kesehatan
jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk kelompoknya.
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan
oleh individu yang menyebabkan distres, disfungsi, dan menurunkan
kualitas kehidupan. Hal ini mencerminkan disfungsi psikobiologis dan
bukan sebagai akibat dari penyimpangan sosial atau konflik dengan
masyarakat (Stuart, 2017).
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan saja
objek melainkan subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang
sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekilafan yang dapat
dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Oleh karenanya, yang
harus diberantas adalah factor, factor yang dapat menyebabkan narapidana
berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau
kewajiban- kewajiban sosial lain yang dapat dikarenakan pidana (Malinda,
Anggun 2016:26).
Kehidupan narapidana di lembaga pemasyarakatan juga selalu dijaga
oleh petugas. Seluruh aktivitas akan selalu diawasi oleh para petugas
sehingga mereka merasa kesulitan untuk beraktivitas dan selalu merasa
dicurigai karena dipantau oleh petugas. Para narapidana ini merasa dirinya
tidak berguna ketika hidup di lembaga pemasyarakatan karena tidak dapat
berbuat apa-apa. Mereka juga memikirkan kehidupan setelah keluar dari
lembaga pemasyarakatan.
Mereka berpikir bahwa dirinya sudah dianggap penjahat oleh orang-
orang sekitar sehingga tidak mau untuk bersosialisasi dengan komunitas.
Mereka juga akan merasa dirinya sulit mendapatkan pekerjaan karena masa
lalunya yang pernah ditahan di lembaga pemasyarakatan dan sudah
dianggap penjahat. Ini dapat mengakibatkan mereka merasa dirinya tidak
berguna lagi sehingga akan berdampak pada psikologisnya berupa
penurunan harga diri.
Stress dan harga diri rendah sangat berhubungan dan harus segera
ditangani. Apabila stres dan harga diri rendah sudah terjadi pada seorang
individu, ini akan mempengaruhi seseorang dalam berpikir dan akan
mempengaruhi terhadap koping individu tersebut sehingga menjadi tidak
efektif. Bila kondisi seorang individu dengan stres dan harga diri tidak
ditangani lebih lanjut, akan menyebabkan individu tersebut tidak mau
bergaul dengan orang lain, yang menyebabkan mereka asik dengan dunia
dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul risiko perilaku kekerasan.
Selain dapat membahayakan diri sendiri, lingkungan, maupun orang lain
juga dapat terjadi percobaan bunuh diri pada individu yang mengalami stres
dan harga diri rendah.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai
andil dalam memberikan pelayanan kesehatan di LP dalam bentuk
“Correctional setting” . perawat memberikan pelayanan secara menyeluruh.
Warga binaan memiliki hak untuk mendapatkan kesejahteraan kesehatan
baik fisik mauapun mental selama masa pembinaan. Namun hal tersebut
kurang mendapatkan perhatian. Kenyataannya banyak narapidana yang
mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress, depresi dari ringan
sampai berat (Butler, dkk. 2005).

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Narapidana?
2. Apa Faktor Penyebab Narapidana ?
3. Bagaimana Klasifikasi Narapidana ?
4. Apa Masalah Kesehatan pada Narapidana ?
5. Bagaimana Penatalaksanaan Gangguan Jiwa pada Narapidana ?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Narapidana?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Narapidana
2. Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Narapidana
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Narapidana
4. Untuk Mengetahui Masalah Kesehatan pada Narapidana
5. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Narapidana
6. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Narapidana
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Definisi
Narapidana adalah orang-orang yang sedang menjalani sanki
kurunan atau sanksi lainnya, menurut perundang-undangan. Pengertian
narapidana menurut KBBI adalah orang hukuman (orang yang sedang
menjalani hukuman karena tindak pidana) atau terhukum.
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di LAPAS (Lembaga Permasyarakat). Narapidana bukan
saja objek melainkan subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya
yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kehilafan yang dapat
dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Oleh karnanya yang
harus diberantas adalah factor yang dapat menyebabkan narapidana
berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hokum, kesusilaan, agama, atau
kewajiba-kewajiban social lainnya yang dapat dikarenakan pidana.
(Malinda, Anggun 2016 : 26)

B. Etiologi
Faktor-faktor penyebab kejahatan sehingga seseorang menjadi narapidana
adalah :

a. Faktor ekonomi
1. Sistem Ekonomi
Sistem ekonomi baru dengan produksi besar-besaran, persaingan
bebas, menghidupkan konsumsi dengan jalan periklanan, cara
penjualan modern dan lain-lain, yaitu menimbulkan keinginan
untuk memiliki barang dan sekaligus mempersiapkan suatu dasar
untuk kesempatan melakukan penipuan-penipuan.
2. Pendapatan
Dalam keadaan krisis dengan banyak pengangguran dan gangguan
ekonomi nasional, upah para pekerja bukan lagi merupakan indeks
keadaan ekonomi pada umumnya. Maka dari itu perubahan-
perubahan harga pasar (market fluctuations) harus diperhatikan
3. Pengangguran
Di antara faktor-faktor baik secara langsung atau tidak,
mempengaruhi terjadinya kriminalitas, terutama dalam waktu-
waktu krisis, pengangguran dianggap paling penting. Bekerja
terlalu muda, tak ada pengharapan maju, pengangguran berkala
yang tetap, pengangguran biasa, berpindahnya pekerjaan dari satu
tempat ke tempat yang lain, perubahan gaji sehingga tidak
mungkin membuat anggaran belanja, kurangnya libur, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah faktor yang paling
penting.

b. Faktor Mental
1. Agama
Kepercayaan hanya dapat berlaku sebagai suatu anti krimogemis
bila dihubungkan dengan pengertian dan perasaan moral yang telah
meresap secara menyeluruh. Meskipun adanya faktor-faktor
negatif , memang merupakan fakta bahwa norma- norma etis yang
secara teratur diajarkan oleh bimbingan agama dan khususnya
bersambung pada keyakinan keagamaan yang sungguh,
membangunkan secara khusus dorongan-dorongan yang kuat untuk
melawan kecenderungan-kecenderungan kriminal.
2. Bacaan dan Film
Sering orang beranggapan bahwa bacaan jelek merupakan faktor
krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman dari abad ke-
18, lalu dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan
pornografi, buku-buku picisan lain dan akhirnya cerita- cerita
detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh dengan
kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari
bacaan demikian ialah gambaran suatu kejahatan tertentu dapat
berpengaruh langsung dan suatu cara teknis tertentu kemudian
dapat dipraktekkan oleh si pembaca. Harian- harian yang mengenai
bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat berasal dari koran-
koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk
TV) dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas tertutama
kenakalan remaja akhir- akhir ini.

c. Faktor Pribadi
1. Umur
Kecenderungan untuk berbuat anti social bertambah selama masih
sekolah dan memuncak antar umur 20 dan 25 tahun, menurun
perlahan-lahan sampai umur 40 tahun, lalu meluncur dengan cepat
untuk berhenti sama sekali pada hari tua. Kurve atau garisnya tidak
berbeda pada garis aktivitas lain yang tergantung dari irama
kehidupan manusia.
2. Alkohol
Dianggap factor penting dalam mengakibatkan kriminalitas, seperti
kejahatan dilakukan dengan kekerasan, kejahatan sexs, dan
penimbulan kebakaran. Walaupun alcohol merupakan factor yang
kuat masih juga merupakan tanda Tanya sampai berapa jauh
pengaruhnya.
3. Perang
Disamping kemungkinan orang jadi kasar karena perang
kepemilikan senjata menambah bahaya akan terjadinya perbuatan
criminal.

C. Masalah Kesehatan Narapidana


a. Kesehatan Mental
Menurut data dari Bureau of justice, 1999 kira-kira 285.000
tahanan dilembaga pemasyarakatan mengalami gangguan jiwa.
Penyakit jiwa yang sering dijumpai adalah skozofrenia, bipolar
affective disorder dan personality disorder. Karena banyak yang
mengalami ganguan kesehatan jiwa maka pemerintah harus
menyediakan pelayanan kesehatan mental.
Mental health atau kesehatan mental merupakan kondisi dimana
seseorang memiliki jiwa yang sehat, dengan kata lain, dapat berfungsi
dengan baik. Definisi kesehatan mental juga diatur dalam undang-
undang no 3 tahun 1966 dalam pasal 1 (a) pada bagian penjelasan
adalah satu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektuil dan emosionil yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang-orang lain,
makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi)
dan memperhatikan semua segi-segi dalam penghidupan manusia dan
dalam hubungannya dengan manusia lain.
Kesehatan mental merupakan sebuah konsen ilmu yang
mempelajari mental dan jiwa dengan objek nya adalah manusia
sebagai makhluk yang mempunyai jiwa dan mental. Ada beberapa
definisi mengenai kesehatan mental. Alexander Schneuders
mengatakan bahwa dalam Semiun (2006:23) “ilmu kesehatan mental
adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat
prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihata
kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan
mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri” (Schneiders, 1965).
Adapun kriteria dari kesehatan mental menurut Alexander Schneiders
dalam personality Dynamics and mental health (1965) adalah sebagai
berikut :
1) Efisiensi Mental
2) Pengendalian dan Integrasi Pikiran dan Tingkah Laku
3) Integrasi motif-motif serta pengendalian konflik dan frustasi
4) Perasaan-perasaan dan emosi-emosi yang positif dan sehat
5) Ketenangan atau kedamaian pikiran
6) Sikap-sikap yang sehat
7) Konsep diri yang sehat
8) Identitas ego yang adekuat
9) Hubungan yang adekuat dengan kenyataan
(Mellyani, Budiarti . Gangguan Kepribadian Antisosial
Pada Narapidana. (Jakarta : Social Work Jurnal) . 2015
hal 20-21)

b. Kesehatan Fisik
Perawatan kesehatan yang paling penting adalah penyakit kronis dan
penyakir menular seperti :
1. HIV-AIDS
Angka kejadian HIV diantara narapidana diperkirakan 6
kali lebih tinggi dari pada populasi umum. Tingginya angka infeksi
ini berkaitan dengan perilaku yang beresiko seperti penggunaan
obat-obatan terlarang, seksual intercourse yang tidak aman dan
pemakaian tattoo. Pendekatan yang dilakukan untuk menekan
angka kejadian yaitu dengan dilakukannya program pendidikan
kesehatan mengenai HIV dan AIDS.
2. Hepatitis
Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat-obatan lewat
suntikan, imigran dari daerah dengan insiden hepatitis B dan C
tinggi. National Commision on Correctional Healt Care (NCCHC)
menyarankan agar dilakukan skrining pada semua tahanan dan jika
diindikasikan maka harus segera diberikan pengobatan. NCCHC
juga merekomendasikan pendidikan bagi semua staf dan tahanan
mengenai cara penyebaran, pencegahan, pengobatan dan kemajuan
penyakit.
3. Tuberkolosis
Hal ini terkait dengan kepadatan penjara dan ventilasi yang
buruk, yang memepengaruhi penyebaran penyakit. Pada tahun 196,
lembaga yang menangani tuberculosis yaitu CC
merekomendasikan pencegahan dan pengontrolan TB di lembaga
pemasyarakatan yaitu:
a) Diadakannya skrining TB bagi semua staf dan tahanan
b) Diadakan penegahan transmisi penyakit dan diberikan
pengobatan yang sesuai
c) Monitoring dan evaluasi skrining

D. Klasifikasi Narapidana
Berdasarkan populasi narapidana yang mempunyai masalah kesehatan
pada lembaga permasyarakatan yaitu :

1. Wanita
Masalah kesehatan yang ada misalnya, tahanan wanita yang dalam
keadaan hamil, meninggalkan anak dalam pengasuhan orang lain,
korban penganiyayaan dan kekerasan social, penyalahgunaan obat
terlarang
2. Remaja
Para remaja ini akan mempunyai masalah-masalah kesehatan seperti
kekerasan seksual, penyerangan oleh tahanan lain atau tindakan bunuh
diri. Disini perawat harus memantau tingkat perkembangan dan
pengalaman mereka dan perlu waspada bahwa pada usia ini rentan
terkena masalah kesehatan.

E. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa pada Narapidana


1. Pzikoterapi
Terapi ini untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain,
penderita lain, perawat, dan dokter agar maksudnya supaya ia tidak
mengasingkan diri karena bila ia menarik diri dapat membentuk
kebiasaan yang kurang baik. (Maramis, 2005 hal. 231)
2. Keperawatan
Pada pelaksanna keperawatan yang paling relevan dilakukan pada
individu dengan gangguan konsep diri yaitu Harga Diri Rendah adalah
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi. TAK ini merupakan
terapi yang menggunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait
dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi
atau alternative penyelesaian masalah. (Keliat dan Akemat, 2005)
3. Terapi Kerja (Okupasi)
Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan.
Terapi ini difokuskan pada pengenalan kemampuan yang masih ada
pada seseorang, pemeliharaan dan peningkatan bertujuan untuk
membentuk seseorang agar mandiri tidak bergantung pada orang lain.
(Riyadi dan Purwanto, 2009)
a. Terapi Kerja Narapidana pada Laki-laki
1) Pelatih binatang
Bekerja sebagai pelatih sekaligus merawat binatang- binatang
dianggap dapat membantu narapidana untuk mendapatkan
terapi secara psikologis dan menjadi lebih terlatih secara
emosional. Binatang yang dilatih tidak hanya binatang
peliharaan, namun juga binatang yang ditinggalkan atau
dibuang oleh pemiliknya. Diharapkan nantinya binatang-
binatang ini juga dapat berguna di masyarakat, sama seperti
narapidana yang mendapatkan pelatihan untuk dapat diterima
dan bekerja dengan masyarakat lainnya.
2) Bidang Kuliner
Dapur yang ada di penjara juga dapat dimanfaatkan sebagai
pelatihan memasak bagi para narapidana. Meskipun ada yang
mendapatkan pekerjaan sederhana seperti membuka kaleng,
banyak pula yang mendapatkan pelatihan memasak secara
khusus, mulai dari membuat menu hingga menyusun anggaran.
Beberapa penjara juga bekerja sama dengan restoran lokal
untuk memberi pelatihan ini. Selain itu, dengan pekerja di
dapur, mereka tidak perlu banyak berinteraksi dengan
masyarakat yang mungkin memandang negatif.
3) Konseling
Meskipun Anda mungkin tidak berencana untuk berkonsultasi
pada mantan penjahat, namun di penjara, narapidana diberikan
pengetahuan mengenai rehabilitasi dan terapi konseling. Hal ini
dikarenakan narapidana memiliki pengalaman yang membuat
mereka lebih mengerti mengenai tindak kejahatan.
Dengan pelatihan ini, mereka diharapkan untuk dapat
memberikan konseling dengan lebih baik kepada orang-orang
yang bermasalah berdasarkan pengalaman pribadi mereka serta
pelatihan yang mereka terima.
b. Terapi Kerja Narapidana pada Anak
1) Keterampilan
Agar narapidana anak menjadi terampil dan juga sebagai bekal
baginya setelah kembali kemasyarakat nantinya, kepada
mereka di berikan latihan kerja. Pemberian latihan kerja ini
dapat dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan sedangkan
tempat penentuan kerja dan jenis pekerjaan yang akan
diberikan kepada narapidana ditetapkan oleh Tim Pengamat
Pemasyarakatan. Latihan kerja ini berupa latihan kerja di
bidang pertanian, Perkebunan, Pengelasan, Penjahitan dan lain
sebagainya.
c. Terapi Kerja Narapidana pada Perempuan
Program pembentukan perilaku wirausaha narapidana di Lapas IIB
Sleman dilaksanakan melalui pembinaan soft kill dan hard skill
dengan pendekatan perilaku wirusaha. Pembinaan soft skill yang
dilaksanakan yaitu pembinaan intelektual, pembinaan kerohanian
dan pembinaan rekreatif. Pembinaan hard skill yang dilaksanakan
yaitu pembinaan keterampilan dan kemandirian melalui bimbingan
kerja.Ketrampilan khusus yang di latihkan pada naraidana
perempuan berupa ketrampilan hidup seperti pertukangan kayu,
kerajinan sapu, las listrik, batik tulis, kerajinan sangkar
burung,perkebunan, dan pembuatan souvenir.

F. Asuhan Keperawatan Pada Narapidana

Tanggal Pengkajian : 16 November 2021


Tanggal Masuk : 18 Oktober 2020
Ruang : Kutilang

a. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A

Umur : 24 Tahun

Alamat : Metro

Status Perkawinan : Belum Menikah

Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak ada
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung
Alamat : Metro
2. Alasan Masuk
Dua bulan sebelum masuk lapas klien melakukan tindakan pencurian.

3. Faktor Predisposisi
1) Klien belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya.
2) Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang susah
3) Klien mempunyai pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu ketika sekolah selalu di bully.

4. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda – tanda vital
1.1 Tekanan darah : 130/80 mmHg
1.2 Nadi : 84 x/menit
1.3 Suhu : 36,5 ºC
1.4 Pernafasan : 26 x/menit
2) Ukuran
2.1 Tinggi badan : 169 cm
2.2 Berat badan : 62 Kg
3) Kondisi Fisik
Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, tidak ada kelainan
fisik.

5. Psikososial
1) Konsep Diri
1.1 Citra Tubuh : Klien mengatakan bagian tubuh yang
paling disukai adalah mata karena bisa melihat.
1.2 Identitas : Klien mengatakan anak ke-2 dari 3
bersaudara.

1.3 Peran : Klien mengatakan di dalam keluarganya atau


dirumah sebagai anak.
1.4 Ideal diri : Klien mengatakan merasa takut jika keluar
dari lapas
1.5 .Harga diri : Klien mengatakan malu berhadapan
langsung dengan orang lain selain ibu dan adiknya,klien
merasa tidak pantas jika berada diantara orang lain,
kurang interaksi social karena statusnya sebagai
narapidana.
2) Hubungan Sosial
2.1 Orang yang dekat dengan klien adalah ibu dan adiknya.
2.2 Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum klien
masuk lapas sering keluyuran tidak jelas.
3) Spiritual
Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, akan tetapi
selama di lapas pasien sering sholat.
4) Status Mental
4.1 Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, rambut
jarang disisir, klien menggunakan baju yang disediakan
di lapas.
4.2 Pembicaraan : Klien berbicara lambat tetapi dapat
tercapai dan dapat dipahami.
4.3 Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk,
aktivitas klien menyesuaikan.
4.4 Alam perasaan : Klien mengatakan merasa malu jika
masa tahanan nya sudah selesai karena takut tidak
diterima oleh masyarakat
4.5 Afek : Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien
lambat
4.6 Interaksi selama wawancara : Kontak mata kurang
karena menunduk,sesekali klien menengadah,selalu
menjawab jika ditanya.
4.7 Persepsi : Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.
4.8 Pola Fikir : Tidak ada waham.
4.9 Tingkat kesadaran : Klien sadar hari, tanggal dan waktu
saat pengkajian, hari jum’at tanggal 18 Februari 2019
jam 16.30 WIB,hari berikutnya juga klien sadar hari
sabtu tanggal 19 Februari 2019.
4.10 Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat
masa lalunya.
4.11 Tingkat konsentrasi dan berhitung : Klien berhitung
lancar, contoh 20 – 15= 5
4.12 Kemampuan Penilaian : Klien mampu menilai antara
masuk kamar setelah makan atau membiarkan kursi
tidak rapi, klien memilih membereskan kursi.
4.13 Daya Tilik Diri : Klien tahu dan sadar bahwa dirinya
dirumah sakit jiwa.

6. Pola Fungsional Kesehatan


1) Makan
Klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore, minum ± 6 gelas /
hari, mandiri.
2) BAB / BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ± 4x sehari, mandiri.
3) Mandi
Klien mandi 2x sehari, pagi dan sore, gosok gigi setiap kali
mandi, mandiri.
4) Berpakaian / berhias
Klien mampu berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain.
5) Istirahat dan Tidur
Klien lebih banyak tiduran, tidur siang 12.30 WIB15.00
WIB,tidur malam jam 20.00WIB 04.30 WIB.
6) Penggunaan obat
Klien minum obat 3x sehari setelah makan. Haloperidol 2x5
mg, trihexiperidine 2x2 mg.
7) Pemeliharaan Kesehatan
Klien sudah pernah periksa di RSJD Soedjarwadi Klaten tetapi
rawat jalan.
8) Kegiatan di Dalam Rumah
Klien dirumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan
rumah
7. Mekanisme Koping
1) Klien mampu berbicara dengan orang lain,terlihat malu
2) Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri
3) Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada
orang lain,lebih suka diam.
Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.

8. Masalah Psikososial dan Lingkungan


1) Masalah berhubungan dengan lingkungan : Klien menarik
diri dari lingkungan
2) Masalah dengan kesehatan (-)
3) Masalah dengan perumahan :Klien tinggal dengan kedua
orang tua dan 2 saudaranya.
4) Masalah dengan Ekonomi : Kebutuhan klien dipenuhi oleh
ibunya akan tetapi ekonomi keluarganya sulit.

9. Aspek Medik
1) Diagnosa Medis : Schizofrenia
2) Terapi
 Haloperidol 2x5 mg
 Trihexiperidine 2x2 mg

b. Diagnosa Keperawatan yang Muncul pada Narapidana


1. Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial
3. Koping Individu Tidak Efektif
Intervensi Keperawatan

Dx.Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Harga Diri Rendah TUM
Klien dapat melakukan - Klien mampu duduk 1. Lakukan pendekatan dengan baik, menerima
keputusan yang efektif untuk berdampingan dengan perawat klien apa adanya dan bersikap empati
mengendalikan situasi Klien mampu berbincang - 2. Cepat mengendalikan perasaan dan reaksi
kehidupan yang demikian bincang dengan perawat perawatan diri sendiri misalnya rasa marah,
menurunkan perasaan rendah - Klien mampu merespon empati.
diri tindakan perawat
3. Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina
TUK 1
hubungan yang sopan.
Klien dapat menbina
4. Berikan kesempatan kepada klien untuk
hubungan terapeutik
merespon.
dengan perawat

TUK 2 - Klien dapat 1. Tunjukan emosional yang sesuai


mengungkapkan 2. Gunakan tekhnik komunikasi terapeutik
Klien dapat mengenali dan
perasaannya terbuka,
mengekspresikan emosinya
- Klien mampu mengenali 3. Bantu klien mengekspresikan perasaannya
emosinya dan dapat 4. Bantu klien mengidentifikasikan situasi
mengekspresikannya kehidupan yang tidak berada dalam
kemampuan dan mengontrolnya
5. Dorong untuk menyatakan secara verbal
perasaan – perasaan yang berhubungan
dengan ketidak mampuannya.
TUK 4 - Klien mampu menentukan 1. Libatkan klien dalam menetapkan tujuan yang
Klien dapat berpartisipasi kebutuhan untuk perawatan ingin dicapai
dalam mengambil keputusan pada dirinya 2. Motivasi klien untuk membuat jadwal
yang berkenan dengan - Klien dapat berpartisipasi aktivitas perawatan dirinya
perawatan dirinya dalam pengambilan 3. Berikan privasi sesuai kebutuhan yang
keputusan ditentukan
4. Berikan reinsforcement posotif tentang
pencapaian kegiatan yang telah sesuai dengan
keputusan yang ditentukannya.

Isolasi Sosial TUM: Setelah 1x interaksi, Klien 1. Bina hubungan saling percayadengan
Klien dapat berinteraksi dengan Menunjukan tanda-tanda Mengemukakan prinsip Komunikasi
orang lain. percaya kepada perawat: terapeutik :
TUK 1: a.Ekspresi wajah cerah, a. Mengucapkan salam terapeutik. Sapa Klien
Klien dapat membina hubungan tersenyum dengan ramah, baik verbal ataupun non
Saling percaya b.Mau berkenalan verbal.
c.Ada kontak mata b. Berjabat tangan dengan Klien.
d.Bersedia menceritakan c. Perkenalkan diri dengan sopan.
perasaan d. Tanyakan nama lengkap Klien dan nama
e.Bersedia mengungkapkan pangglian yang disukai Klien.
masalah e. Jelaskan tujuan pertemuan
f. Membuat kontak topik,waktu, dan tempat
setiap kali bertemu Klien.
g. Tunjukan sikap empati dan menerima
Klien apa adanya.
h. Beri perhatian kepada Klien dan perhatian
kebutuhan dasar Klien.
TUK 2: a.Klien dapat menyebutkan a. Orang yang tinggal serumah atau sekamar
Klien mampu menyebutkan minimal satu penyebab dengan Klien.
penyebab isolasi sosial. b. Orang yang paling dekat dengan Klien
isolasi sosial b.Penyebab munculnya dirumah atau ruang perawatan.
isolasi sosial: diri sendiri, c. Hal apa yang membuat Klien dekat dengan
orang lain,dan lingkungan orang tersebut.
d. Orang yang tidak dekat dengan Klien, baik
dirumah atau di ruang perawatan.
e. Apa yang membuat klien tidak dekat
dengan orang tersebut.
f. Upaya yang sudah dilakukan agar dekat
dengan orang lain.
g. Diskusikan dengan Klien penyebab isolasi
sosial atau tidak mau Bergaul dengan orang
Lain
h. Beri pujian terhadap Kemampuan Klien
dalam tanda dan gejala isolasi sosial yang
muncul, perawat dapat menentukan langkah
intervensi selanjutnya.
TUK 3: - Klien dapat menyebutkan 3.1 Tanyakan kepada Klien tentang:
Klien mampu menyebutkan keuntungan dalam berhubugan a. Manfaat hubungan sosial
keuntungan berhubungan sosial sosial seperti: b. Kerugian isolasi sosial
dan kerugian dari isolasi sosial. a. Banyak teman 3.2. Diskusikan bersama Klien tentang manfaat
b. Tidak kesepian berhubungan sosial dan kerugian isolasi sosial
c. Bisa diskusi 3.3. Beri Pujian terhadap kemampuan Klien dalam
d. Saling menolong mengungkapkan perasaannya.
- Klien dapat menyebutkan
kerugian menarik diri, seperti:
a. sendiri
b. keseptian
c. tidak bisa diskusi
TUK 4: a.Klien dapat melaksanakan 4.1 Observasi perilaku Klien ketika berhubungan
Klien dapat melaksanaka n hubungan sosial secara sosial
hubungan sosial secara bertahap. bertahap dengan: Perawaat, 4.2 Jelaskan kepada Klien cara berinteraksi
perawat lain, Klien lain, dengan orang lain
keluarga dan kelompok 4.3 Berikan contoh cara berbicara dengan orang
lain
4.4 Beri kesempatan kepada Klien mempraktikan
cara berinteraksi dengan orang yang dilakukan di
hadapan perawat
4.5 Bantu Klien berinteraksi dengan salah satu
orang, teman atau anggota keluarga
4.6 Bila Klien sudah menunjukan kemajuan,
tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga,
empat orang dan seterusnya
4.7 Beri pujian untuk setiap kemajuaan interaksi
yang telah dilakukan
4.8 Latih Klien bercakap-cakap dengan anggota
keluarga saat melakukan kegiatan harian dan
kegiatan rumah tangga
4.9 Latih Klien bercakap-cakap saaat melakukan
kegiatan sosial misalnya: belanja ke warung,
pasar, pos, bank, dll
4.10 Klien merasa lebih berguna dan rasa percaya
diri Klien dapat tumbuh kembali.
4.11 Siap mendengarkan ekspresi perasaan Klien
setelah berinteraksi dengan orang lain. mungkin
TUK 5: Klien dapat menjelaskan 5.1 Diskusikan dengan Klien tentang perasaannya
Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah setelah berhubungan sosial dengan: Orang lain
perasaannya setelah berhubugan
sosial berhubngan sosial dengan: dan kelompok. 5.2 Beri pujian terhadap
Orang lain, kelompok. kemampuan Klien mengungkapkan perasaannya.

TUK 6 : Keluarga dapat menjelaskan 6.1 Diskusikan pentingnya peran serta keluarga
Klien mendapat dukungan keluarga tentang: sebgai pendukung untuk mengatasi perilaku
dalam memperluas hubungan a. isolasi sosial beserta tanda isolasi sosial
sosial dan gejalannya. 6.2 Diskusikan potensi keluarga untuk membantu
b. penyebab dan akibat dari Klien mengatasi perilaku isolasi sosial.
isolasi sosial. 6.3 Jelaskan pada keluarga tentang:
c. Cara merawat Klien isolasi a. Isolasi sosial beserta tanda dan gejalanya
sosial b. Penyebab dan akibat isolasi sosial
c. Cara merawat Klien isolasi sosial
6.4 Latih keluarga cara merawat Klien isolasi
sosial
6.5 Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba
cara yang dilatihkan
6.6 Beri motivasi keluarga agar membantu Klien
untuk bersosialisasi
6.7 Beri pujian kepada keluarga atas
keterlibatannya merawat Klien dirumah sakit
TUK 7: Klien bisa menyebutkan: 7.1 Diskusikan dengan Klien tentang manfaat dan
Klien dapat memanfaatkan obat a. Manfaat minum obat kerugian tidak minum obat.
dengan baik b. Kerugian yang dtimbulkan 7.2 Pantau Klien pada saat penggunaan obat
akibat tidak minum obat 7.3 Berikan pujian kepada Klien jika Klien
c. Nama, warna, dosis, efek menggukan obat dengan benar
terapi, dan efek samping obat 7.4 Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa
d. Akibat berhenti minum obat konsultasi dokter.
tanpa konsultasi dokter 7.5 Anjurkan Klien untuk konsultasi dengan
dokter atau perawat jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan

Koping Individu Tidak TUM : 1. Pasien mau membelas 1. Beri salam/panggil nama
Efektif Setelah dilakukan tindakan
salam a. Sebutkkan nama perawat
keperawatan selama kali
2. Pasien mau menjabat b. Jelaskan maksud hubungan
pertemuan diharapkan pasien
tangan interaksi
dapatmelakuka n koping
3. Pasien menyebutkan nama c. Jelaskan akan kontrak yang akan
individu menjadi efektif
4. Pasien mau tersenyum dibuat
TUK I :
d. Beri rasa aman dan sikap empati
Klien dapat membina
e. Lakukan kontak singkat tapi sering.
hubungan saling percaya
dengan perawat.
Kriteria evaluasi dalam
berinteraksi klien
menunjukkan tanda-tanda
percaya pada perawat
TUK 2: 1. Klien dapat meningkatkan 1.Bantu klien mengeksplorasi perasaan
Klien dapat meningkatkan harga
harga dirinya • Biarkan klien mengungkapkan perasaannya
Diri
2. Klien dapat mengidentifikasi • Ajak klien untuk berbincang-bincang
aspek positif yang dimilikinya mengenai perasaannya namun jangan
mamaksa
• Identifikasi aspek positif yang dimiliki
• Bantu mengidentifikasi sumber-sumber
harapan (misal : hubungan antar sesama,
keyakinan, hal- hal)
TUK 3: 1. Klien dapat menyebutkan 1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa
Klien dapat mendemonstrasikan cara koping yang efektif : dilakukan klien.
cara fisik untuk mendapatkan Tarik nafas dalam 2. Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang
koping yang efektif 2. Klien dapat endemonstrasikan biasa dilakukan
cara fisik untuk koping yang 3. Diskusikan satu cara fisik yang paling mudah
efektif dilakukan yaitu : Tarik nafas dalam
3. Klien mempunyai jadwal 4. Diskusikan cara melakukan nafas dalam
untuk melatih cara dengan klien
pencegahan fisik yang telah 5. Beri contoh klien tentang cara menarik
dipelajari sebelumnya. nafas dalam
4. Klien mengevaluasi 6. Minta klien mengikuti contoh yang
kemampuan dalam melakukan diberikan sebanyak 5 kali.
cara fisik sesuai jadwal yang 7. Beri pujian positif atas kemampuan klien
telah disusun mendemonstrasikan cara nafas menarik dalam
8. Tanyakan perasaan klien setelah selesai
bercakap-cakap
9. Anjurkan klien menggunakan cara yang telah
dipelajari, ketika klien merasa sedih, marah,
jengkel, dll.
10. Lakukan hal yang sama dengan 1,2 dan 3
untuk cara fisik lain dipertemuan yang lain.
11. Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi
latihan yang akan dilakukannya sendiri oleh
klien.
12. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara
yang telah dipelajari
13. Klien mengvaluasi pelaksanaan latihan
yang telah dilakukan
TUK 4 : 1. Klien dapat melakukan 1. Evaluasi kegiatan sebeleumnya.
Klien dapat mengikuti kegiatan
kegiatan sebelumnya. 2. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa
fisik untuk mendapatkan koping
2. Klien dalam keadaan dilakukan klien.
yang efektif
tersenyum dan terlihat lebih 3. Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang
carah biasa dilakukan : bersepeda
3. Klien mau melakukan Diskusikan waktu kegiatan yang akan
kegiatan latihan fisik lainnya dilakukan 5-10 menit
seperti Bersepeda 5. Siapkan alat untuk bersepeda
6. Tanyakan kepada klien apakah sudah sering
melakukan bersepeda
7. Awasi kegiatan
8. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara
yang telah dipelajari
9. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan
yang telah dilakukan
10. Beri pujian atas keberhasilan klien, tanyakan
kepada klien “bagaimana perasaan klien
setelah melakukan kegiatan bersepeda ?”
apakah perasaan klien sudah merasa tenang?”
TUK 5 : 1. Klien dapat 1. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
Klien dapat mendemonstrasikan
mendemonstrasikan cara 2. Beri contoh cara bicara yang baik
cara sosial untuk mendapatkan
verbal yang baik “mengungkapkan perasaan dengan baik”
koping efektif
2. Klien mempnyai jadwal 3. Meminta klien mengikuti contoh cara bicara
untuk melatih cara bicara yang baik seperti mengungkapkan perasaanya
yang baik. dengan baik “saya kesal karena permintaan saya
a. Klien melakukan evaluasi tidak dikabulkan” dll.
terhdap kemampuan cara 4. Minta klien mengulangi sendiri
bicara yang sesuai dengan 5. Beri pujian atas keberhasilan pasien
jadwal yang telah disusun. 6. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan
kondisi cara bicara yang dapat dilatih ketika
mengungkapkan perasaannya ke perawat
7. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang
telah dipelajari
8. Klien mengevaluasi kegiatan
9. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latiha : “beri pujian atas keberhasilan klien,
tanyakan kepada klien bagaimana perasaan klein
setelah mengungkapkan perasaannya?”
TUK 6 : Keluarga dapat 1. Identifikasikan keluarga dalam merawat
Klien dapat mendapatkan mendemonstrasikan cara klien sesuai dengan yang telah dilakukan
dukungan dari keluarga dalam merawat klien keluarga selama ini.
melakukan koping yang efektif 2. Jelaskan keuntungan peran serta
keluarga dalam merawat klien
3. Jelaskan cara-cara merawat klien :
a. Sikap dan bicara
b. Membantu mengenal penyebab
masalah dan pelaksanaan
penyelesaian masalah
c. Bantu keluarga mendemonstrasikan
cara merawat klien
d. Bantu keluarga mengungkapkan
perasaannya setelah melakukan
demonstrasi
e. Anjurkan keluarga mempraktikkan
pada klien selama dirumah sakit dan
Melanjutkannya setelah pulang
kerumah.

G. Pohon Masalah
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan, yaitu seseorang yang dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
(UU No.12 Tahun 1995). Seseorang yang terpaksa tinggal di lembaga
pemasyarakatan karena menjalani hukuman akan mempengaruhi kondisi
psikologisnya. Mereka akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan
kehidupannya di lembaga pemasyarakatan, tetapi mereka harus tetap
mengikuti aturan-aturan yang berlaku di lembaga pemasyarakatan. Selain itu,
mereka juga harus terpisah dari keluarganya, kehilangan barang dan jasa,
kehilangan kebebasan untuk tinggal diluar, atau kehilangan pola
seksualitasnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan seorang menjadi narapidana adalah
faktor ekonomi, faktor mental, dan faktor pribadi. Masalah kesehatan yang
muncul pada narapidana yang berada di lapas yaitu kesehatan mental dan
fisik. Kebanyakan masalah kesehatan terjadi pada narapidana wanita dan
remaja karena adanya koping tidak efektif. Penatalaksanaan pada narapidana
yang mengalami gangguan jiwa yaitu terapi psikoterapi, keperawatan, terapi
kerja.
Perawat sebagai profesi yang berorientasi pada manusia mempuyai
andil dalam memberikan pelayanan kesehatan berupa asuhan keperawatan
kepada semua masyarakat bahkan narapidana sekalipun, karena banyak
narapidana yang mengalami gangguan psikologis seperti cemas, stress,
depresi dari ringan sampai berat (Butler, dkk. 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, BA. Dan Akemat. 2005. Keperawatan Jiwa : Terapi Aktivitas Kelompok.
Cetakan I. Jakarta: EGC.
Maramis. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga.
Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nurul Baety Tsani.2019. “Implementasi Deteksi Tepi Canny Dengan


Transformasi Powerlaw Dalam Mendeteksi Stadium Kanker Serviks”
dalam Information Technology Journal of UMUS Vol.01, No. 01 (Hlm.
22-23).Cirebon: Teknik Informatika STIKOM Poltek.

Budiarti, Mellyani. 2015.” Gangguan Kepribadian Antisosial pada Narapidana”


dalam Social Work Jurnal Vol 7 No. 2 (Hal 20-21). Jakarta : Erlangga
Kanisius.

Malinda, Anggun. 2016.Perempuan Dalam Sistem Peradilan Pidana.Yogyakarta :


Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai