Anda di halaman 1dari 16

PERAWATAN PALIATIF PADA

PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK


(GGK)

DISUSUN OLEH :

Bee’okta Chery Morina Brahmana 21142011907


Erika Novi Yanti Tarigan 21142011908
Hary Pratama Sitindaon 21142011910

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINALITA SUDAMA MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan

judul “Perawatan paliatif pada pasien dengan Gangguan Ginjal Kronis (GGK) Program

Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binalita Sudama Medan

Jalur B.Dengan terselesaikannya makalah ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:.

1. Ibu E l v i S u s a n t i L u b i s , S K M , M . K e s s e l a k u Dosen mata Kuliah

Keperawatan menjelang ajal dan paliatif Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Binalita Sudama Medan, yang telah membimbing

penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

2. Terimakasih kepada Ayah dan Ibu yang tidak terhingga penulis ucapkan,

akan tetapi kata-kata yang pernah disampaikan menjadi motivasi penulis untuk

menyelesaikan makalah tepat pada waktunya.

3. Seluruh rekan-rekan program studi Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Binalita Sudama Medan Jalur B.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan makalah

ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya profesi keperawatan.

Medan, Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar ............................................................................................................. i


Daftar isi ...................................................................................................................... ii
BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar belakang ………….................................................................................. 1

1.2 Tujuan ……………............................................................................................ 3


1.3 Manfaat …………............................................................................................ 3

BAB 2 Pembahasan
2.1 Konsep teori ..................................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian ............................................................................................. 4
2.1.2 Etiologi ................................................................................................. 5
2.1.3 Patofisiologi .......................................................................................... 5
2.1.4 Manifestasi Klinis ................................................................................. 6
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang......................................................................... 8
2.1.6 Penatalaksanaan .................................................................................... 8
2.1.7 Komplikasi ........................................................................................... 9
2.2 Perawatan Paliatif … … … . ............................................................................ 10

2.2.1 D efenis i P eraw atan Paliatif ......................................................... 10


2.2.2 Prinsip Perawatan .......................................................................... 10
34
2.2.3 Karakteristik perawatan ......................................................................... 10
2.2.4 Manfaat keperawatan ................................................................... 11
1
2.2.5 Pelaksana perawatan ........................................................................... 11
2.2.6 Syarat keperawatan ........................................................................... 11
2.2.7 Jenis keperawatan ........................................................................... 11

BAB 3 Penutup
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 12
3.2 Saran ................................................................................................................ 12
Daftar pustaka ............................................................................................................ 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang
melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta
mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Fungsi primer ginjal adalah
mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas normal.
Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi
dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume
yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih
90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke
medulla.
Di negara maju, penyakit kronis tidak menular (cronic non-communicable
diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronis, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai
masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan
kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini
sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit
jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah
perifer.
Pada penyakit ginjal kronis terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan
terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronis biasanya
disertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas,
penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia. Selama ini,
pengelolaan penyakit ginjal kronis lebih mengutamakan diagnosis dan pengobatan
terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronis
serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah
menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronis, tidak bergantung pada etiologi,
dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu,
upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yangefektif
terhadap penyakit ginjal kronis, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor
risiko untuk penyakit ginjal kronis dapat dikendalikan.

1
Perawatan paliatif (palliative care) merupakan salah satu pendekatan untuk
meningkatkan kualitas hidup. Pendekatan ini ditujukan kepada keluarga dan pasien
yang mengalami masalah terkait penyakit terminal atau yang mengancam kehidupan.
Salah satu penyakit kronik yang memerlukan perawatan paliatif adalah penyakit gagal
ginjal kronik (GGK) (World Health Organization, 2018).
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perubahan kualitas hidup
pasien gagal ginjal kronik dengan tindakan hemodialisis. Pasien GGK dengan
frekuensi HD yang sering akan terjadi perubahan secara ekonomi, keluarga,
kebebasan, pekerjaan dan kehidupan sosial yang akan berpengaruh pada kualitas hidup
pasien (Imelda, Susalit, Marbun, & Rumende, 2017). Faktor lain seperti lama
hemodialisa, frekuensi dan mekanisme koping ikut berperan dalam memengaruhi
kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani HD dengan p value <0,05
(Indanah, Sukarmin, & Rusnoto, 2018).
Mekanisme coping ikut berperan dalam memengaruhi perubahan kualitas hidup
pasien. Pasien yang memiliki coping adaptif tidak akan menimbulkan masalah akan
hal ini, namun apabila pasien memiliki coping maladaptif akan terjadi dampak
yang tidak diinginkan. Penyakit GGK secara tidak langsung akan meningkatkan
tekanan emosional serta tekanan spiritual pasien. Fokus utama pelayanan bukan hanya
berfokus terkait pengelolaan penyakitnya saja tetapi perlunya menjaga keseimbangan
di segala aspek baik fisik-psiko-sosio-spiritual contohnya dengan menerapkan
pelayanan perawatan paliatif (Al-Mahrezi& Al-Mandhari, 2016). Dimana salah satu
bidang dari perawatan paliatif adalah dimensi spiritual.
Penelitian pada pasien dengan penyakit terminal di salah satu RS di Bandung
menunjukkan bahwa semua dimensi kebutuhan spiritual sangat dibutuhkan oleh
responden, dan kebutuhan religi merupakan kebutuhan yang paling banyak dipilih dan
dirasakan paling dibutuhkan (Nuraeni, Nurhidayah, Hidayati, Windani Mambang Sari,
& Mirwanti, 2015). Berdasarkan dari tinjauan literatur didapatkan hasil bahwa
pentingnya aspek spiritualitas dan kebutuhan spiritual bagi pasien gagal ginjal kronik
karena merupakan salah satu cara meningkatkan makna dan harapan hidup,
memperbaiki kualitas hidup, dan meningkatkan kepercayaan diri serta dapat
mengurangi kecemasan pasien (Muzaenah & Makiyah, 2018). Selain itu penelitian lain
mengenai pengalaman pasien dalam melakukan manajemen psikososial dan spiritual
terhadap dirinya sendiri didapatkan hasil bahwa dukungan sosial merupakan

2
pendukung utama dalam pengelolaan masalah yang dihadapi pasien, dimana salah
satu dari dukungan sosial tersebut berasal dari tenaga kesehatan yaitu perawat
(Armiyati, Wuryanto, & Sukraeny, 2016).
Menaruh kepercayaan dan keyakinan kuat kepada Tuhan dipercayai dapat menjadi
faktor yang dapat membantu kesembuhan penyakit pasien. Perawat juga penting
berperan dalam membantu mewujudukan kesejahteraan pasien, salah satunya dengan
praktik pelayanan spiritual dengan memberikan rasa aman dan hubungan saling
percaya di mana perawat mempercayai keyakinan dan kepercayaan yang dimiliki
pasien. Maka dari itu keyakinan dan praktik spiritual perawat dapat menjadi sumber
kenyamanan dalam mengurangi tekanan spiritual yang dialami pasien (Ismail,
Hatthakit, & Chinawong, 2015). Careful nursing spiritual value dapat digunakan
sebagai model caring spiritual dalam pelayanan praktik keperawatan dengan penerapan
nilai spiritual didalamnya (Oktaviana, Dwiantoro, & Warsito, 2019).

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perawatan paliatif pada pasien Gagal Ginjal Kronis dan
dapat mengaplikasikan tatacara perawatn paliatif pada pasien GGK

1.3 Manfaat Penelitian


1. Mahasiswa Perawat
diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan ataupun
perawat dalam melakukan perawatan paliatif pada pasien GGK.
2. Institusi Stikes Binalita Sudama Medan
menambah sumber informasi dan pengetahuan mengenai pentingnya caring
spiritual yang merupakan sikap profesional yang harus dimiliki perawat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Teori


2.1.1. Pengertian
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia Retensi uremia
dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare,
2002). National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan
dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi
mikroalbuminuria/ over proteinuria, abnormalitas sedimentasi,
dan abnormalitas gambaran ginjal. Oleh karena itu, perlu
diketahui klasifikasi dari drajat gagal ginjal kronis untuk
mengetahui tingkat prognosanya.
Tabel Klasifikasi Derajat Gagal Ginjal Kronis

Stadium Laju Filtrasi Glomerulus


Deskripsi
(ml.menit/1,73m2)
Kerusakan ginjal dengan normal atau
1 ≥90 meningkatasimtomatik; BUN dan reatinin
Penurunan ringan GFR Asimtomatik, kemungkinan
2 60-89 hipertensi; pemeriksaan darahbiasanya dalam batas normal
Penurunan sedang GFR Hipertensi; kemungkinan anemia
dan keletihan, anoreksia, kemungkinan malnutrisi, nyeri
tulang; kenaikan ringan BUN dankreatinin serum
3 30-59
Penurunan berat GFR Hipertensi, anemia, malnutrisi,
perubahan metabolisme tulang; edema, asidosis metabolik,
4 15-29 hiperkalsemia; kemungkinan uremia; azotemia dengan
Penyakit ginjal stadium akhir
5 <15 (or dialysis) Gagal ginjal dengan azotemia dan uremia nyata

4
Sumber : National Kidney Foundation. (2002)

2.1.2. Etiologi

Menurut Black dan Hawks (2005) penyebab gagal ginjal kronik adalah
glomerulonefritis kronik, GGA, penyakit ginjal Polycistic, Obstruksi ginjal,
pyelonephritis yang berulang, dan nephrotoxin; penyakit-penyakit sistemik
juga menyumbang terjadinya GGK, seperti diabetes melitus, hipertensi, lupus
erythematous, polyarthritis, penyakit sickle cell dan amiloidosis.

2.1.3. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan kedalam urin)tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap system tubuh. Banyak gejala uremia
membaik setelah dialysis ( Smeltzer & Bare, 2002).
Gangguan klirens renal,banyak masalah muncul pada gagal ginjal
sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens
kreatinin.
Retensi cairan dan natrium. Ginjal juga tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir;respons ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari-hari,tidak terjadi.
Asidosis. Dengan semakin berkembangnya penyakit renal,terjadi
asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan
muatan asam (H+) yang berlebihan.
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang
tidak adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien,terutama dari saluruan gastroenstestinal.

5
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat. Abnormalitas utama yang lain
pada gagal ginjal kronis adalah gangguuan metabolisme kalsium dan fosfat.

2.1.4. Manifestasi klinis


Menurut Prabowo (2014), manifestasi klinik akan menggambarkan
kerusakan berbagai sistem organ. Pada sistem urinari, tanda-tanda yang paling
tampak adalah poliuria dan nocturia akibat dari ginjal tidak mampu
memekatkan urine. Akibat lanjut dari ketidakmampuan ginjal memekatkan
urine adalah BJ urine perlahan-lahan menjadi sekitar 1.010 (konsentrasi
plasma osmolar). Begitu gagal ginjal bertambah pesat terjadilah oliguria dan
akhirnya terjadi anuria. Jika pasien tetap mengeluarkan urine, maka akan
sering ditemukan proteinuria dengan endapan-endapan pyuria dan hematuria.
Gangguan metabolik yang terjadi antara lain Azotemia, Intoleransi
terhadap karbohidrat dan Kadar trigliserida meningkat.
Gangguan Imbalans elektrolit yang terjadi antara lain Potasium,
Metabolikasidosis, Magnesium dan Sodium.
Gangguan sistem Hematologi yang terjadi antara lain Anemia,
Kecenderungan Pendarahan dan Infeksi.
Gangguan sistem yang terjadi pada sistem kardiovaskuler adalah
ketidaknormalan kardiovaskuler yang paling sering adalah hipertensi yang
biasanya berkaitan dengan retensi sodium dan peningkatan volume cairan
ekstrasel. Hipertensi mempercepat penyakit arterosklerosis vaskuler,
mengakibatkan spasme arteri internal dan akhirnya mengarak ke atrofi
ventrikel kiri dan CHF. Hiperensi juga menyebabkan retinopati
danenchepalopati.
Gangguan sistem yang terjadi pada sistem respiratori adalah perubahan-
perubahan repsiratori meliputi : pernafasan kusmaul, dispnea akibat CHF,
pulmonary odem, uremic pleuritis (pleurisy), efusi pleura dan suatu
predisposisi terhadap infeksi respiratori yang biasa dikaitkan dengan
menurunnya aktifitas makrofag pulmonari.

6
Gangguan sistem yang terjadi pada sistem gastrointestinaladalah
setiap bagian gastrointestinal terpengaruh sebagai akibat peradangan pada
mukosa oleh urea yang berlebihan.
Ulcerase mukosa ditemukan sepanjang gastrointestinal tract, disebabkan oleh
peningkatan amonia yang dihasilkan oleh pemecahan urea oleh bakteri.
Stomatitis dengan exudat dan ulcersi, rasa metalik pada mulut, dan bau urin
pada pernafasan. Umumnya ditemukan anoreksia, mual, muntah, penurunan
BB.
Gangguan sistem yang terjadi pada system neurological adalah depresi
umum sistem saraf pusat (CNS) mengakibatkan letargi, apatis, kemampuan
konsentrasi menurun, fatique dan gangguan kemampuan mental. Convulsive,
coma terjadi akibat hipertensi encevalopati dan peningkatan BUN yang
ekstrim.
Gangguan sistem yang terjadi pada system muskuloskeletal adalah
osteodystrophy ginjal adalah suatu gejala gangguan skeletal yang ditemukan
pada gagal ginjal kronik. Ini berkaitan dengan perubahan metabolisme
calsium fosfat. Secara normal ratio calcium fosfat mempertahankan elektrolit
dalam keadaan tidak dapat dilarutkan dalam air.
Gangguan sistem yang terjadi pada system integumen adalah perubahan
ini sehubungan dengan penyerapan dan retensi chromogens urinari yang
normalnya memberi karakteristik warna urin. Kulit juga tampak pucat sebagai
akibat anemia dan kering, bersisik karena kegiatan kelenjar minyak berkurang.
Berkurangnya keringat akibat menurunnya ukuran kelenjar keringat. Pruritus
paling lazim akibat campuran dari kulit kering, pengendapan, Ca Phosphate
pada kulit dan sensori neurophaty. Pasien bisa merasa sangat gatal yang dapat
mengarah ke perdarahan atau infeksi karena garukan. Pruritus juga bisa
disebabkan oleh lapisan uremic, akibat kristalisasi urea pada kulit.
Gangguan Sistem yang terjadi pada system reproduksi adalah wanita
bisasnya mempunyai kadar estrogen, progresteron, dan hormon luteinizing
yang menurun, menyebabkan anvolusi dan perubahan menstruasi (biasanya
amenorrhea). Laki-laki mengalami hilangnya kemampuan testis, menurunnya
kadar testosteron, dan spermanya sedikit.
Gangguan sistem yang terjadi pada Sistem endokrin adalah semua pasien
dengan gagal ginjal kronik menunjukan beberapa manifestasi klinik

7
hipotiroidisme. Test fungsi tiroid hasilnya rendah dibawah kadar normal untuk
serum trioidthyronine (T3) dan thyroxine (T4).
pasien dengan gagal ginjal kronik menunjukan beberapa manifestasi klinik
hipotiroidisme. Test fungsi tiroid hasilnya rendah dibawah kadar normal untuk
serum trioidthyronine (T3) dan thyroxine (T4).
Gangguan sistem yang terjadi pada perubahan psikososial adalah
perubahan-perubahan personality dan perilaku, emosional labil, menarik diri
dan depresi merupakan perubahan yang bisa diobservasi/diamati.

2.1.5. Pemeriksaan Diagnostik Penyakit Gagal Ginjak Kronik


Pemeriksaan diagnostik penyakit gagal ginjal kronik menurut
Slamet Suyono (2001) yaitu :
1) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal
ginjal kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat
GGk, menetapkan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
Pemeriksaan laboratorium menurut Barbara Engram (1999) meliputi,
Kreatinin dan BUN serum keduanya tinggi karena eratnya, Klirens kreatinin
menunjukan penyakit ginjal tahap akhir bila berkuran
g sampai90%, Elektrolit serum menunjukan peningkatan kalium, fosfor,
kalsium, magnesium dan produk fosfor-kalsium, dengan natrium serum
rendah, Gas darah arteri menunjukan asidosis metabolik (nilaih pH, kadar
bikarbonat dan kelebihan basa di bawah rentang normal), Hemoglobin dan
hematokrit dibawah rentang normal, Jumlah sel darah merah dibawah
rentang normal, Kadar alkalin fosfat mungkin tinggi bila metabolisme
tulang dipengaruhi.

2) Radiology
Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya
batu atau adanya suatu obstruksi). Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi
akan memperburuk fungsi ginjal, Pielografi Intra-Vena (PIV) untuk menilai
system pelviokalisis dan ureter, USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal,
tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system

8
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih Dan prostat, EKG
untuk melihat kemungkinan hipertropiventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit, Pemeriksaan Pielografi Retrograd
dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel, Pemeriksaan Foto
Dada untuk melihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid
overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial. Tak jarang
ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yangmenurun,
Pemeriksaan radiologi tulang untuk mencari osteodistrofi (terutama tulang
jari), dan klasifikasimetastatik

2.1.6. Penatalaksanaan Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik


menurut Smeltzer dan Bare (2002) yaitu :
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi Hipertensi diberikan
antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol (Inderal), Minoksidil
(Loniten), Klonidin (Catapses), Beta Blocker, Prazonin (Minipress),
Metrapolol Tartrate(Lopressor), Kelebihan cairan diberikan diuretic
diantaranya adalah Furosemid (Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid,
Metolazone (Zaroxolon), Chlorothiazide (Diuril), Peningkatan trigliserida
diatasi dengan Gemfibrozil, Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate,
Natrium PolisterenSulfanat, Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol,
Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium hidroksida,
Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumunium hidroksida, Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan
desmopresin,estrogen, Ulserasi oral diatasi dengan antibiotik.

2. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B


dan C, diet tinggi lemak dankarbohirat
3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.

4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium),


fenitonin (dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau
SC 3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan

9
dekarnoat/deca durobilin) untuk perempuan, androgen (depo- testoteron)
untuk pria, transfuse Packet RedCell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritonealdialisa.

7. Transplantasi ginjal.

2.1.7. Komplikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik (Chronic KidneyDisease)


Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare
(2001) yaitu :
Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebihan, Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
akibat retensi produk sampah uremik dan dialysis yang tidakadekuat,
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiostensin-aldosteron, Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan
rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh
toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis, Penyakit tulang serta
kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

2.2. Perawatan Paliatif

2.2.1 Definisi Perawatan Paliatif


Perawatan Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Perawatan paliatif
untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit, namun bukan
berupaya penyembuhan. Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien
dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan, penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga
masalah psikologis dan spiritual lainnya.

2.2.2 Prinsip Perawatan Paliatif


1. Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain
2. Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses normal
3. Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian.
4. Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya
dari pasien dan keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.

10
5. Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap
aktif sampai kematiannya.
6. Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit
pasien, dan sewaktu masa perkabungan

2.2.3 Karakteristik Perawatan Paliatif


1. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan.
2. Meningkatkan kwalitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi
perjalanan penyakit.

3. Perawatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat
disembuhkan
4. Pendekatan holistik : fisik, mental, spiritual, sosial.
5. Pendekatan multi-disipliner : medis, non-medis, keluarga.

2.2.4 Manfaat Perawatan Paliatif


1. Meningkatkan kualitas hidup Pasien GGK dan keluarganya
2. Mengurangi penderitaan pasien
3. Mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit
4. Meningkatkan kepatuhan pengobatan

2.2.5 Pelaksana Perawatan Paliatif


1. Petugas medis :
a. Perawat
b. Manajer kasus
c. Dokter, fisioterapis, nutrisionis
2. Keluarga pasien
3. Petugas sosial komunitas
4. Anggota KDS
5. Petugas LSM

2.2.6 Syarat Perawatan Paliatif Yang Baik


1. Menghargai otonomi dan pilihan pasien
2. Memberi akses sumber informasi yang adekuat
3. Ciptakan hubungan saling menghargai dan mempercayai antara pasien dengan
pemberi perawatan

11
4. Berikan dukungan bagi keluarga, anak, petugas sosial yang memberikan perawatan.
5. Hormati dan terapkan nilai-nilai budaya setempat, kepercayaan / agama, dan adat
istiadat.

2.2.7 Jenis Perawatan Paliatif


1. Pengobatan medikamentosa terutama penatalaksanaan nyeri dan gejala-gejala lain2.
Perawatan psikososial berupa :
a. Psikologis
b. Social
c. C. Spiritual
d. Kedukaan/berkabung
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perawatan Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Perawatan paliatif
untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit, namun bukan
berupaya penyembuhan. Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien
dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui
pencegahan, penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga
masalah psikologis dan spiritual lainnya.

4.2 Saran
Diharapkan makalah ini bisa memerikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa,
sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai penyakit gagal ginjal kronis
menjadi bekalkan dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi kasus yang kami
bahas ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3.Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
proses Penyakit.Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC Supartondo. ( 2001 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta Balai
Penerbit FKUI

13

Anda mungkin juga menyukai