Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar atau badan yang berputar. Vertigo bisa mengenai semua golongan umur,
dengan jumlah insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada
pasien usia lebih dari 40 tahun. Dizziness dilaporkan sekitar 30% pada populasi
berusia lebih dari 65 tahun (Kwong et al., 2005). Beberapa penelitian menyatakan
bahwa wanita memiliki prevalensi lebih tinggi menderita BPPV dibandingkan laki-
laki sekitar 74% dari sampel. Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon (Dorigueto
et al., 2009). Selain itu, usia lebih dari 60 tahun 7 kali lebih beresiko dibandingkan
usia antara 18-39 tahun. Onset rata-rata penderita sekitar usia 49,4-80 tahun. Vertigo
yang tidak segera ditangani akan menyebabkan beberapa dampak buruk bagi
penderitanya antara lain ancaman nyawa. Hal ini terjadi terutama serangan vertigo
yang terjadi pada saat penderita sedang menyetir atau mengendarai motor sehingga
menyebabkan gangguan konsentrasi. Dampak yang kedua adalah bisa menjadi gejala
atau tanda awal penyakit tertentu yang berhubungan dengan otak dan telinga. Vertigo
juga bisa menjadi penyebab serius dari gejala awal tumor otak.
Dampak ketiga adalah vertigo dapat menjadi indikasi serius terhadap
gangguan pada telinga atau organ pendengaran. Infeksi yang terjadi pada bagian
dalam telinga bisa menyebabkan kerusakan organ telinga sehingga penderita bisa
kehilangan pendengaran secara permanen. Kondisi inilah yang harus diwaspadai oleh
semua penderita vertigo. Akibat vertigo, penderita akan kehilangan waktu produktif
karena biasanya penderita tidak dapat beraktifitas seperti biasanya.
Mengingat banyaknya jumlah kasus vertigo di masyarakat serta dampak serius yang
ditimbulkan, maka diperlukan upaya untuk memperkenalkan konsep vertigo yang
betul kepada masyarakat.
2. Tujuan Umum dan Khusus
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa khususnya mahasiswa

profsi ners mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

kenyamanan dan nyeri pada pasien Vertigo.

3. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mengetahui definisi dari Vertigo

b. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari Vertigo

c. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis dari Vertigo

d. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari Vertigo

e. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana penatalaksanaan keperawatan pada

pasien Vertigo

f. Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan

kenyamanan dan nyeri pada diagnosa Vertigo


BAB II
TINJAUN TEORI
1. Definisi
Vertigo adalah halusinasi atau ilusi gerakan-gerakan seseorang atau
lingkungan seseorang yang dirasakan (Smeltzer, 2002).
Menurut Akbar (2013), vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa
gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang
sebenarnya, disekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar.
Vertigo merupakan gambaran sebagai rasa berputar, tidak stabil (giddiness,
unsteadiness), atau rasa pusing (dizziness) (Sutarni.dkk, 2018).
Jadi vertigo adalah ilusi sensasi gerakan-gerakan atau rasa berputar, tidak
stabil (giddiness, unsteadiness), atau rasa pusing (dizziness) seseorang atau
lingkungan seseorang yang dirasakan.
2. Etiologi
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ

keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf

yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh

kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan

otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan

kelainan penglihatan atau perubahan tekanan darah yang terjadi secara tiba-tiba.

Penyebab umum dari vertigo menurut Israr (2008):

a. Keadaan Lingkungan

Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)

b. Obat-obatan

1). Alkohol

2). Gentamisin
c. Kelainan Sirkulasi

Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena

berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan

arteri basiler

d. Kelainan di Telinga

1). Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga

bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)

2). Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri

3). Herpes zoster

4). Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)

5). Peradangan saraf vestibuler

6). Penyakit Meniere

e. Kelainan Neurologis

1). Sklerosis multipel

2). Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau

keduanya

3). Tumor otak

4). Tumor yang menekan saraf vestibularis.


c. Manifestasi Klinis
Keluhan yang lebih ringan dari vertigo adalah dizziness dan yang lebih
ringan adalah giddiness. Dizziness adalah rasa pusing yang tidak spesifik,
misalnya rasa goyah (unstable, unsteadiness), rasa disorientasi ruangan/waktu
yang dapat dirasakan berbalikan (turning) atau berputar (whirling) (Joesoef &
Kusumastuti, 2002 dalam Sutarni.dkk, 2018).
Pada gejala vertigo/dizziness muncul gejala perubahan kulit menjadi pucat
(pallor) terutama di daerah muka. Gejala ini sselalu mendahului munculnya gejala
mual/muntah yang diakibatkan oleh vasokontriksi pembuluh darah kulit yang
disebabkan oleh peningkatan aktivitas aktivitas sistem saraf simpatik (Joesoef &
Kusumastuti, 2002 dalam Sutarni.dkk, 2018).
Nistagmus adalah gerakan bola mata involunter (diluar kemauan), ritmis
(beraturan), bolak balikyang arahnya bisa horizontal (ke kanan atau ke kiri),
vertikel (ke atas atau ke bawah), atau berputar (searah atau berlawanan arah
dengan jarum jam) (Joesoef & Kusumastuti, 2002 dalam Sutarni.dkk, 2018).
d. Patofisiologi
Vertigo terjadi akibat dari perubahan posisi kepala yang cepat dan tibat-

tiba, biasanya akan dirasakan pusing yang sangat berat, yang berlangsung

bervariasi di semua orang, bisa lama atau hanya beberapa menit saja. Vertigo

diakibatkan karena abnormalitas dari organ-organ vestibuler, visual, ataupun

sistem propioseptif. Labirin (organ untuk ekuilibrium) terdiri atas 3 kanalis

semisirkularis, yang berhubungan dengan rangsangan akselerasi angular, serta

utrikulus dan sakulus, yang berkaitan dengan rangsangan gravitasi dan akselerasi

vertikal. Rangsangan berjalan melalui nervus vestibularis menuju nukleus

vestibularis di batang otak, lalu menuju fasikulus medialis (bagian kranial

muskulus okulomotorius), kemudian meninggalkan traktus vestibulospinalis


(rangsangan eksitasi terhadap otot-otot ekstensor kepala, ekstremitas, dan

punggung untuk mempertahankan posisi tegak tubuh). Selanjutnya, serebelum

menerima impuls aferen dan berfungsi sebagai pusat untuk integrasi antara

respons okulovestibuler dan postur tubuh. Fungsi vestibuler dinilai dengan

mengevaluasi refleks okulovestibuler dan intensitas nistagmus akibat rangsangan

perputaran tubuh dan rangsangan kalori pada daerah labirin.

Refleks okulovestibuler bertanggung jawab atas fiksasi mata terhadap objek

diam sewaktu kepala dan badan sedang bergerak. Nistagmus merupakan gerakan

bola mata yang terlihat sebagai respons terhadap rangsangan labirin, serta jalur

vestibuler retrokoklear, ataupun jalur vestibulokoklear sentral. Vertigo sendiri

mungkin merupakan gangguan yang disebabkan oleh penyakit vestibuler perifer

ataupun disfungsi sentral oleh karenanya secara umum vertigo dibedakan menjadi

vertigo perifer dan vertigo sentral. Penggunaan istilah perifer menunjukkan

bahwa kelainan atau gangguan ini dapat terjadi pada end-organ (utrikulus

maupun kanalis semisirkularis) maupun saraf perifer. Lesi vertigo sentral dapat

terjadi pada daerah pons, medulla, maupun serebelum. Kasus vertigo jenis ini

hanya sekitar 20% - 25% dari seluruh kasus vertigo, tetapi gejala gangguan

keseimbangan (disekulibrium) dapat terjadi pada 50% kasus vertigo. Penyebab

vertigo sentral ini pun cukup bervariasi, di antaranya iskemia atau infark batang

otak (penyebab terbanyak), proses demielinisasi (misalnya, pada sklerosis

multipel, demielinisasi pascainfeksi), tumor pada daerah serebelopontin,

neuropati kranial, tumor daerah batang otak, atau sebab lain.

Perbedaan gambaran klinis antara vertigo sentral dan perifer adalah

sebagai berikut: rotransmiter kolinergik, monoaminergik, glutaminergik, dan

histamin. Beberapa obat antivertigo bekerja dengan memanipulasi


neurotransmiter-neurotransmiter ini, sehingga gejala-gejala vertigo dapat ditekan.

Glutamat merupakan neurotransmiter eksitatorik utama dalam serabut saraf

vestibuler. Glutaneurologis perlu diperhatikan, misalnya apakah ada gangguan

(hilangnya) pendengaran, perasaan penuh, perasaan tertekan, ataupun berdenging

di dalam telinga. Jika terdapat keluhan tinitus, apakah hal tersebut terjadi terus-

menerus, intermiten, atau pulsatif. Apakah ada gejala-gejala gangguan batang

otak atau kortikal (misalnya, nyeri kepala, gangguan visual, kejang, hilang

kesadaran). (Price, 2006)


e. Pathway

Etiologi

Vestibuler: Central:
1. Motion sickness 1. Cerebeller hemorrhage
2. Vetibular 2. Brainstrem ishchemic
neuronitis attack
3. Miniers disease 3. Basilar artery migrane
4. Labyrnthitis 4. Posterior fossa tumors
5. Arteriosklerosis
6. anemia

Neuroma Sklerosis arteri Miniere Motion


auditoria interna

Mengenai N. VII Suplai darah ke Atrofi stria Gerakan berulang


labirin menurun vaskularis dirasakan oleh otak
melalui N.
Optikus, N.
Peningkatan teknan Vestibularis, N.
Iskemik labirin Malabsorbsi
intra kranial spinovestibulosere
dalam sakus stria
vaskularis bralis
Nekrosis di area
sekitar labirin
Keabnormalan Otak tidak bisa
volume cairan mengkoordinasik
an ke-3 input
Penurunan fungsi di
dengan baik
kanalis semikularis
Hidrops
(pembengkakan)
Konflik dalam
koordinasi ke-3
nerves

Sistem keseimbangan tubuh


(vestibuler terganggu)

Sensasi seperti
bergerak, berputar

Vertigo
Otot leher Otak kecil Gangguan Kurang
sistem syararf pengetahuan
Tertekan/kaku Terjadi
pusat
gangguan
keseimbangan MK: Cemas
Nyeri
MK:
Gangguan MK:
pola tidur Resiko Mual muntah
Jatuh

MK:
Ketidakseimbangan
nutrisi: Kurang dari
kebutuhan tubuh

f. Pemeriksaan penunjang
a. Tes Romberg yang Dipertajam

Sikap kaki seperti tandem, lengan dilipat pada dada dan mata kemudian

ditutup. Orang yang normal mampu berdiri dengan sikap yang romberg yang

dipertajam selama 30 detik atau lebih

b. Tes Melangkah Ditempat (Stepping Test)

Penderita disuruh berjalan ditempat dengan mata tertutup sebanyak 50

langkah. Kedudukan akhir dianggap abnormal jika penderita beranjak lebih

dari satu meter atau badan berputar lebih dari 30 derajat

c. Salah Tunjuk (post-pointing)

Penderita merentangkan lengannya, angkat lengan tinggi-tinggi (sampai

fertikal) kemudian kembali kesemula

d. Manuver Nylen Barang atau manuver Hallpike

Penderita duduk ditempat tidur periksa lalu direbahkan sampai kepala

bergantung dipinggir tempat tidur dengan sudut 300 kepala ditoleh kekiri lalu
posisi kepala lurus kemudian menoleh lagi kekanan pada keadaan abnormal

akan terjadi nistagmus

e. Tes Kalori

Menyemprotkan air bersuhu 300 ketelinga penderita

f. Elektronistagmografi

Alat untuk mencatat lama dan cepatnya nistagmus yang timbul

g. Posturografi

Tes yang dilakukan untuk mengevaluasi system visual, vestibular dan

somatosensorik.

g. Komplikasi

a. Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan sistem

syaraf dalam telinga. salah seorang dokter menyampaikan bahwa ini adalah

masalah kronis yang sangat fatal yang mana akan menimbulkan beberapa

gejala seperti vertigo, telinga berdengung, gangguan pendengaran dan bisa

juga ada rasa tekanan dalam telinga.

b. Trauma Telinga dan Labirintitis

Trauma telinga atau labirintitis adalah masalah pendengaran berupa tuli

mendadak yang terjadi karena hal lain seperti ledakan atau suara yang

menggangu telinga dalam waktu yang lama misalnya saat anda dalam

perjalanan panjang. Hal ini juga bisa menimbulkan komplikasi vertigo bila

sampai menimbulkan gangguan pada syaraf telinga yang akhirnya anda akan

merasakan sensasi berputar pada pandangan mata.


c. Epidemic Atau Akibat Otitis Media Kronika

Epidemic Atau Akibat Otitis Media Kronika adalah masalah serius yang

terjadi karena ada peradangan pada telinga bagian tengah. Masalah peradangan

telinga ada 2 level mulai dari akut sampai kronik. Yang jelas peradangan

telinga bisa menimbulkan komplikasi vertigo pada diri anda. Penyebabnya

adalah bakteri yang merusak telinga bagian dalam dan tengah

seperti streptococcus pneumoniaedan ditambah haemophilus influenzae serta

moraxella cattarhalis. Insya Allah anda bisa hubungi saya untuk pemesanan

black cummin untuk mengatasinya.

d. Penyakit Saraf Akustikus Serebelum Atau Sistem Kardiovaskuler.

Penyebab komplikasi vertigo terakhir masih berhubungan dengan syaraf.

Penyakit syaraf akustikus serebelum dan sistem kordiovaskuler jarang terjadi

namun perlu anda lakukan pencegahan berupa menghindari suara keras, musik

rock dan hindari sesuatu yang merusak telinga. Sering periksa ke dokter THT

bila perlu.

h. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

a. Medis

Terapi farmokologi dapat berupa terapi spesifik misalnya pemberian

antibiotik dan terapi simtomatik. Obat anti vertigo seperti miklisin, betahistin

atau fenergen dapat digunakan sebagai terapi simtomatis sewaktu melakukan

latihan atau jika muncul eksaserbasi atau serangan akut. Obat ini menekan

rasa enek (nausea) dan rasa pusing. Namun ada penderita yang merasa efek

samping obat lebih buruk dari vertigonya sendiri. Jika dokter menyakinkan

pasien bahwa kelainan ini tidak berbahaya dan dapat mereda sendiri maka

dengan membatasi perubahan posisi kepala dapat mengurangi gangguan.


b. Keperawatan

Latihan posisional dapat membantu mempercepat remisi pada sebagian

besar penderita VPB. Latihan ini dilakukan pada pagi hari dan merupakan

kagiatan yang pertama pada hari itu. Penderita duduk dipinggir tempat tidur,

kemudian ia merebahkan dirinya pada posisinya untuk membangkitkan vertigo

posisionalnya. Setelah vertigo mereda ia kembali keposisi duduk \semula.

Gerakan ini diulang kembali sampai vertigo melemah atau mereda. Biasanya

sampai 2 atau 3 kali sehari, tiap hari sampai tidak didapatkan lagi respon

vertigo.

i. Basic Promoting Physiology Of health Hygine dan Nyeri

a. Pengertian Nyeri

Nyeri adalah merupakan sensasi tidak enak dn merupakan tanda penting

terhadap adanya gangguan fisiologis (Smeltzer & Bare, 2002).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial

(Smeltzer & Bare, 2002).

Nyeri adalah suatu sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus

spesifik bersifat subyektif dan berbeda antara masing-masing individu karena

dipengaruhi oleh faktor psikosial dan kultur dan endorphin seseorang,

sehingga orang tersebut lebih merasakan nyeri (Potter & Perry, 2005).

Jadi nyeri adalah suatu perasaan yang tidak mengenakkan diakibatkan

karena kerusakan suatu jaringan atau gangguan fisiologis lainnya.

b. Fisiologis Nyeri
Seseorang mengalami nyeri karena ada suatu proses fisiologis yang
terjadi. Proses fisiologis nyeri digambarkan sebagai nosisepsi. Proses ini
dimulai dari rangsangan sampai timbulnya persepsi nyeri. Menurut Kozier et
al. (2010); Price & Wilson (2005), ada empat proses yang terlibat dalam
nosisepsi:

1). Transduksi adalah proses rangsangan yang mengganggu sehingga


menimbulkan aktivitas listrik di reseptor nyeri (Price & Wilson 2005).
Selama fase transduksi, stimulus berbahaya memicu pelepasan
neurotransmiter seperti prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin,
substansi P. Neurotransmiter ini menstimulasi nosiseptor dan memulai
transmisi nosiseptif. Obat nyeri dapat bekerja selama fase ini dengan
menghambat prostaglandin (Kozier, et al. 2010).
2). Transmisi adalah proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi
melewati saraf perifer sampai ke terminal medula spinalis dan jaringan
neuron-neuron pemancar yang naik dari medulla spinalis ke otak (Price &
Wilson 2005). Transmisi meliputi tiga segmen. Selama segmen yang
pertama, impuls nyeri dari serabut saraf tepi dihantarkan ke medula
spinalis. Substansi P bertindak sebagai sebuah neurotransmiter yang
meningkatkan pergerakan impuls menyeberangi sinaps saraf dari neuron
aferen primer ke neuron ordo kedua di kornu dorsalis medula spinalis.
Dua tipe serabut nosiseptor menyebabkan transmisi ini ke kornu dorsalis
medula spinalis: serabut C yang mentransmisikan nyeri tumpul yang
berkepanjangan, dan serabut A-delta yang mentransmisikan nyeri tajam
dan lokal. Segmen kedua adalah transmisi dari medula spinalis dan
asendens, melalui traktus spinotalamus, ke batang otak dan talamus
(Kozier, et al. 2010). Spinotalamus terbagi menjadi dua jalur khusus: jalur
neospinothalamic (NS) dan jalur paleospinothalamic (PS). Umumnya,
serabut A-delta mengirimkan impuls nyeri ke otak melalui jalur NS dan
serabut C menggunakan jalur PS. Segmen ketiga melibatkan transmisi
sinyal antara talamus ke korteks sensorik somatik tempat terjadinya
persepsi nyeri (Kozier, et al. 2010).
3). Persepsi adalah pengalaman subjektif yang dihasilkan oleh aktivitas
transimisi nyeri (Price & Wilson 2005). Impuls nyeri ditrasnmisikan
melalui spinotalamus menuju ke pusat otak dimana persepsi ini
terjadi. Sensasi nyeri yang ditransmisikan melalui neospinothalamic
(NS) menuju talamus, dan sensasi nyeri yang ditransmisikan melalui
paleospinothalamic (PS) menuju batang otak, hipotalamus, dan
talamus. Bagian dari central nervous system (CNS) ini berkontribusi
terhadap persepsi awal nyeri. Proyeksi ke sistem limbik dan korteks
frontal memungkinkan ekspresi dari komponen afektif nyeri. Proyeksi
ke korteks sensorik yang terletak di lobus parietal memungkinkan
pasien untuk menggambarkan pengalaman sensorik dan karakteristik
nyerinya, seperti lokasi, intensitas, dan kualitas nyeri. Komponen
kognitif nyeri melibatkan beberapa bagian korteks serebral. Ketiga
komponen ini menggambarkan interpretasi subjektif dari nyeri. Sama
dengan proses subjektif tersebut, ekspresi wajah dan gerakan tubuh
tertentu merupakan indikator perilaku nyeri yang terjadi sebagai
akibat dari proyeksi serabut nyeri ke korteks motorik di lobus frontal.
4). Modulasi seringkali digambarkan sebagai sistem desendens, proses
keempat ini terjadi saat neuron di batang otak mengirimkan sinyal
menuruni kornu dorsalis medula spinalis. Serabut desendens ini
melepaskan zat seperti opiod endogen, serotonin, dan norepinefrin,
yang dapat menghambat naiknya impuls berbahaya di kornu dorsalis.
Namun, neurotransmiter ini diambil kembali oleh tubuh, yang
membatasi kegunaan analgesiknya. Klien yang mengalami nyeri
kronik dapat diberi resep antidepresan trisiklik, yang menghambat
ambilan kembali norepineprin dan serotonin. Tindakan ini
meningkatkan fase modulasi yang membantu menghambat naiknya
stimulus yang berbahaya (Kozier, et al.2010).

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Perry & Potter
(2005).

1). Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara
kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia
bereaksi terhadap nyeri.
2). Jenis Kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon
terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang
merupakan suatu faktor dalam mengekpresikan nyeri. Toleransi nyeri
sejak lama telah menjadi subyek penelitian yang melibatkan pria dan
wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor
biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa
memperhatikan jenis kelamin.
3). Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mmpengaruhi cara individu mengatasi
nyeri. Respon seseorang terhadap nyeri berbeda antara seseorang dengan
budaya yang satu dengan yang lainnya.
4). Makna Nyeri
Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu
akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda-beda apabila nyeri
tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman atau
tantangan.
5). Perhatian
Perhatian yng meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat

sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri menurun.

Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat,

khusunya terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama waktu

pengalihan.

6). Ansietas

Suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistim limbik


dapat memproses reaksi emosi khususnya ansietas.
7). Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan
sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.
8). Pengalaman Sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu akan
menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan dating. Apabila
individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa
pernah sembuh maka rasa takut akan muncul, dan juga sebaliknya.
Akibatnya klien lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
c. Nilai-nilai Normal dan Cara Perhitungannya
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan
individu. Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan
karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya
(Smeltzer, et al. 2010). Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang
mudah dan reliabel dalam menentukan intensitas nyeri. Sebagian skala
menggunakan kisaran 0-10 dengan 0 menandakan “tanpa nyeri” dan angka
tertinggi menandakan “kemungkinan nyeri terburuk” untuk individu tersebut
(Kozier, et al. 2010).
a. Face Pain Scale
Metode ini dengan cara melihat mimik wajah pasien dan biasanya untuk
menilai intensitas nyeri pada anak-anak
b. Verbal Rating Scale (VRS)
Metode ini menggunakan suatu skala untuk mendiskripsikan nyeri
yang dirasakan. Pasien disuruh memilih kata-kata atau kalimat yang
menggambarkan karakteristik nyeri yang dirasakan dari pengukuran yang
ada

c. Numeric Rating Scale (NRS)


NRS digunakan untuk menilai intensitas dan memberi kebebasan
penuh klien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. Umumnya
pasien akan menggambarkan intensitas nyeri yang dirasakan dari
angka 0-10. Angka “0” menggambarkan tidak ada nyeri yang
dirasakan sedangkan “10” menggambarkan nyeri yang hebat.

d. Visual Analog Scale (VAS)


VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri
dan memiliki alat keterangan verbal pada setiap ujungnya (Potter &
Perry 2005). VAS berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm, dan
ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk
menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di
sepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak
ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “berat”
atau “nyeri yang paling buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah
penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien
pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam sentimeter
(Smeltzer, et al. 2010).
e. Jenis-jenis Nyeri

Price & Wilson (2005) mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi

atau sumber, antara lain:

1). Nyeri Somatik Superfisial (Kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superficial kulit dan


jaringan subkutis. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri
di kulit dapat berupa rangsang mekanis, suhu, kimiawi atau listrik.
Apabila kulit hanya yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai
penyengat. Tajam, meringis atau seperti terbakar, tetapi apabila
pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat nyeri
menjadi berdenyut.
2). Nyeri Somatik Dalam
Nyeri somatic dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot,
tendon, ligamentum, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini
memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi nyeri kulit
dan cenderung menyebar ke daerah sekitarnya.
3). Nyeri visera
Nyeri visera mengacu pada nyeri yang berasal dari organ –organ
tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan
reseptor nyeri somatic dan terletak di dinding otot polos organ-
organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri
visera adalah peregangan atau distensi abnormal dinding atau
kapsul organ, iskemia dan peradangan.
4). Nyeri Alih
Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu
daerah di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain.
5). Nyeri Neuropati
Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang
merugikan dari system saraf tepi (SST) ke stem saraf pusat (SSP)
yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan demikian, lesi di SST
atau SSP dapat menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi
nyeri. Nyeri neuropati menderita akibat instabilitas system saraf
otonom (SSO). Dengan demikian, nyeri sering bertambah parah
oleh sress emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda oleh
relaksasi.
d. Pengkajian Keperawatan

a. Riwayat Tidur

Fokus pengkajian menurut (Doengoes, 2011 : 250-252) sebagai berikut:

1). Aktivitas atau istirahat

Gejala: letih, lelah, malaise, keterbatasan akibat keadaan, ketegangan mata,

kesulitan membaca, lemah, insomia, bangun pada pagi hari dengan disertai

nyeri kepala, sakit kepala yang hebat pada saat perubahan postur tubuh

aktivitas (kerja) atau karena perubahan cuaca.

2). Sirkulasi

Gejala: Riwayat hipertensi.

Tanda: Hipertensi, denyutan vaskuler, mis daerah temperol, pucat, wajah

tampak kemerahan.

3). Integritas ego

Gejala: Faktor-faktor setress emosional atau lingkungan tertentu, perasaan

ketidakmampuan, keputusan, ketidakberdayaan, depresi.

Tanda: Kekuatiran, (takut akan sesuatu yang terjadi), ansietas, peka

rangsang selama sakit kepala, mekanisme represif atau defensif (sakit

kepala kronis).
4). Makanan atau cairan

Gejala: Makan-makanan yang tinggi kandungan vasoaktifnya, misalnya:

kafein, coklat,

bawang, keju, alkohol, anggur, advokat, MSG, saus, hotdog, daging, tomat,

makanan berlemak, jeruk (pada migren), mual/muntah, anoreksia (selama

nyeri), penurunan berat badan.

5). Neurosensori

Gejala: Pening, disoriensi (selama sakit kepala), tidak mampu

berkonsentrasi, riwayat kejang, cidera kepala yang baru terjadi,

trauma, stroke, infeksi intrakranial, kraniotomi, aura: visual,

olfaktorius, tinnitus, perubahan visual, sensitif terhadap,

cahaya/suara yang keras, epistaksis, parestesia, kelemahan progresif,

paralisis, satu sisi temporer.

Tanda: Perubahan dalam pola bicara atau proses piker, mudah terangsang,

peka terhadap stimulus, penurunan refleks tendon dalam,

papiledema.

6). Nyeri atau kenyamanan

Gejala: Karakteristik nyeri tergantung pada jenis sakit kepala mis.

Migren: Mungkin menyeluruh atau uniieteral, kedatan kuat, mungkin

dimulai pada sekeliling mata dan menyebar kedua mata.

Cluster: Paroksismal, tiba-tiba tidak berdenyut, unilateral kuat, mencakup

mata, pelipis, leher, wajah, hidung tersumbat, cairan terkumpul

dibawah mata, rinorea, wajah kemerahan, biasanya berlangsung 30-

90 menit, terjadi periode remisi.


Ketegangan otot: Awitan, bertahap, bilateral, teras tertekan, tidak

berdenyut, intermite sedang, fronto-oksipal, sesak atau kaku, sakit,

mungkin tidak pulih dalam waktu lama.

Meningeal: Nyeri berat, menyelurh, dan konstan, mungkin menjalar ke

daerah leher.

Tanda: nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus penyempit, fokus

pada diri sendiri, respon emosional atau perilaku tak terarah,

seperti menangis, gelisah, otot-otot daerah leher menegang,

riginitas nukal.

7). Keamanan

Gejala: Riwayat alergi atau reaksi alergi.

Tanda: Demam (sakit kepala meningeal), gangguan cara berjalan,

parastesia, paralisis, drainase nasal purulen (sakit kepala pada

gangguan sinus).

8). Interaksi sosial

Gejala: perubahan dalam tanggung jawab peran atau interaksi sosial yang

berhubungan dengan penyakit.

9). Penyuluhan atau pembelajaran

Gejala: Riwayat hipertensi, migren, stroke, penyakit mental pada keluarga.

Penggunaan alkohol atau obat lain termasuk kafein, kontrasepsi oral,

hormon menopaure.

Pertimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat 3-5hari.

10). Rencana pemulangan: mungkin membutuhkan perubahan, pengobatan

atau tindakan bantuan pada tugas-tugas rumah sakit selama episode sakit.
b. Gejala Klinis

Gejala klinik yang mungkin muncul seperti perasaan lelah, gelisah,

emosi, apatis, mata bengkak, kehitaman area mata, konjungtiva merah dan

mata perih, tidak fokus dan sakit kepala.

c. Penyimpangan Tidur

Kaji penyimpangan tidur seperti insomnia, somnambulisme, enuresis,

narkolepsi, night terrors, mendengkur, dan lain-lain.

d. Pemeriksaan Fisik

1). Tingkat Energi

Kelelahan fisik terlihat lesu.

2). Ciri-ciri diwajah

Mata sipit, mata bagian kelopak berubah, mata merah, wajah tidak

semangat.

3). Ciri-ciri tingkah laku

Sering oleng atau sempoyongan, menggosok-gosok mata, bicara lambat,

sikap loyo.

e. Diagnosa Keperawatan

1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan fisik tidak bugar ditandai

dengan tremor akibat bergerak, gerakan lambat

2. Risiko jatuh berhubungan dengan gangguan keseimbangan

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologiss dan agen cidera fisik.

4. Devrivasi tidur berhubungan dengan ketidaknyaman lama (fisik, psikologis)

f. Rencana Keperawatan

a. Hambatan Mobilitas Fisik

NOC: Keseimbangan (0202)


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam diharapkan status

keseimbangan pasien meningkat dari sangat terganggu menjadi tidak

terganggu dengan kriteria hasil:

1). Mempertahankan kesseimbangan saat duduk tanpa sokongan pada

punggung.

2). Mempertahankan keseimbangan dari posisi duduk ke posisi berdiri.

3). Mempertahankan keseimbangan ketika berdiri.

4). Mempertahankan keseimbangan ketika berjalan.

5). Mempertahankan keseimbangan ketika berdiri dengan satu kaki.

6). Mempertahankan keseimbangan sementara menggeser berat badan dari

satu kaki ke kaki yang lain.

7). Mempertahankan keseimbangan saat berputar 360º.

8). Postur tubuh

9). Pusing.

NIC: Terapi Latihan Keseimbangan (0222)

1). Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

yang membutuhkan keseimbangan.

2). Evaluasi fungsi sensorik (misalnya penglihatan, pendengaran, dan

propriosepsi).

3). Instruksikan pasien untuk melakukan latihan keseimbangan, seperti berdiri

dengan satu kaki, membungkuk ke depan, peregangan dan restensi yang

sesuai.

4). Bantu dengan program penguatan pergelangan kaki dan berjalan.


Sediakan alat-alat bantu (misalnya, tongkat, walker, bantal, atau bantalan)

untuk mendukung pasien dalam melakukan latihan.

5). Kolaborasi dengan terapi fisik, okupasional, dan terapis rekreasi dalam

mengembangkan dan melaksanakan program latihan, yang sesuai.

b. Risiko Jatuh

NOC: pencegahan jatuh

c. Nyeri aku

NOC: kontrol nyeri

NIC: Manajemen Nyeri


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS:

Ny. D berumur 43 tahun dating ke rumah sakit RSUP dr. Soeradji melalui IGD dengan
keluhan merasakan nyeri pada bagian kepalanya, pusing berputar-putar dan melayang.
Keadaan tersebut Ny. D rasakan ketika Ny. D ingin pergi ke dapur untuk makan siang,
namun tiba-tiba Ny. D merasakan sakit kepala, pusing berputar-putar dan melayang-layang.
Sebelumnya Ny. D tidak pernah mengalami hal tersebut. Ny. D memiliki riwayat stroke, Ny.
D dirawat di rumah sakit Desember 2017 lalu. Hasil TTV menunjukkan TD: 133/87 mmHg,
Nadi: 87x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,6ºC.
BAB IV

PEMBAHASAN

Vertigo adalah halusinasi atau ilusi gerakan-gerakan seseorang atau


lingkungan seseorang yang dirasakan (Smeltzer, 2002).
Menurut Akbar (2013), vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa
gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang
sebenarnya, disekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar.
Vertigo merupakan gambaran sebagai rasa berputar, tidak stabil (giddiness,
unsteadiness), atau rasa pusing (dizziness) (Sutarni.dkk, 2018).
Jadi vertigo adalah ilusi sensasi gerakan-gerakan atau rasa berputar, tidak
stabil (giddiness, unsteadiness), atau rasa pusing (dizziness) seseorang atau
lingkungan seseorang yang dirasakan.
Menurut Lumbantobing (2011), vertigo disebabkan berpindahnya kristal
kalsium karbonat (otokonia) ke dalam kanalis semisirkularis posterior yang mana
fungsi kanalis semisirkularis merasakan putaran kepala dan organ otolit
merasakan percepatan linier kepala. Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh
akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfa di labirin dan silia sel rambut
akan menekuk. Tekukkan silia menyebabkan permeabilitas membran sel berubah,
sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang menyebabkan terjadinya
proses depolarisasi yang akan merangsang pengelepasan neurotransmitter
eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak, saat silia terdorong ke arah berlawanan terjadi
hiperpolarisasi. Hal tersebut akan menyebabkan gangguan keseimbangan
posisional dan menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai
keadaan posisi kepala yang berubah Pada semua sel terdapat deposit lipofusin
(pigment wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma berasal dari lisosom atau
mitokondria.
1. Pengkajian
Berdasarkan teori, penderita vertigo akan menunjukkan beberapa gejala klinis
seperti pusing dengan perasaan berputar, kadang timbul mual muntah,
nigtamus, pucat, dan disorienrasi ruangan/waktu. Hasil pengkajian pada Ny.
D dibangsal Melati 4 RSUP dr. Soeradji Klaten didapatkan pasien menderita
pusing seperti berputar dan melayang-layang. Pasien tidak ditemukan adanya
tanda nistagmus, pasien hanya bed rest.
Kemudian pada penderita Vertigo, beberapa pemenuhan kebutuhan
dasar hidup yang akan terganggu diantaranya pada pemenuhan aktivitas dan
latihan. Penderita Vertigo merasakan pusing yang berputar ataupun merasa
melayang. Akibatnya, penderita tidak bisa berjalan seimbang seperti
seharusnya dan pasien harus selalu bed rest sampai perasaan pusing
berputarnya hilang. Bed rest dilakukan agar pasien merasa lebih nyaman dan
menghindari resiko terjadinya jatuh atau ataupun cidera saat berjalan. Hal ini
sesuai dengan yang dialami oleh pasien Ny. D di bangsal Melati IV RSUP dr.
Soeradji Kelaten. Ny. D hanya bed rest tidak dapat melakukan posisi duduk
dan berdiri karena pasien merasa tidak kuat dan masih tremor.
Pada penderita vertigo adanya gangguan pada kebutuhan aktivitas dan
latihan, karena adanya gangguan keseimbangan. Hal ini sesuai dengan hasil
pengkajian bahwa Ny. D tidak dapat melakukan aktivitasnya seperti ADL
dengan bantuan. Keadaan ini diakibatkan oleh ketidakseimbangan tubuh
pasien sehingga sulit untuk melakukan aktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Hasil pengkajian yang didapatkan pada penderita vertigo selanjutnya
akan difokuskan untuk menentukan diagnosa keperawatan. Untuk membuat
diagnosa keperawatan maka harus sesuai dengan prioritas masalah yang
harus segera di selesaikan. Berdasarkan teori, prioritas diagnosa keperawatan
yang mungkin muncul pada penderita Vertigo adalah:
a. Nyeri akut
Nyeri adalah gejala yang paling sering dirasakan oleh penderita vertigo.
Nyeri yang dirasakan dari sakala sedang sampai ke skala berat. Akibatnya
pasien kesulitan untuk beristirahat dan beraktivitas. Jika nyeri tidak diatasi
terlebih dahulu maka masalah lain yang muncul juga tidak akan teratasi.
Contohnya pada gangguan tidur pasien. Penderita vertigo mengalami
gangguan tidur akibat dari nyeri yang dirasakan sehingga sulit unutk
memulai tidur.
b. Hambatan mobilitas fisik
Hambatan molitas fisik sering dirasakan oleh penderita vertigo, karena
pasien mengalami ketidakseimbangan, kepala merasa berputar-putar
sehingga penderita vertigo mengalami hambatan untuk mobilitas fisik.
Ny. D tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri.
c. Risiko jatuh
Pada penderita vertigo risiko jatuh sangat tinggi karena pasien merasa
pusing, kepala berputar-putar, tubuh tidak seimbang.
3. Rencana Keperawatan
Perencanaan dalam proses keperawatan dimulai setelah data
terkumpul, dikelompokkan, dianalisa dan ditetapkan masalah keperawatan.
Perencanaan disusun berdasarkan prioritas masalah yang disesuaikan dengan
kondisi klien. Setelah masalah ditentuka berdasarkan prioritas, tujuan
pelayanan keperawatan ditetapkan. Tujuan bisa ditetapkan dalam jangka
panjang atau jangka pendek, harus jelas, dapat diukur dan realistis.
Ditegaskan dalam bentuk perubahan, kriteria hasil sebagai alat ukur
pencapaian tujuan yang mengacu pada tujuan yang disusun pada rencana
keperawatan.
Perencanaan keperawatan yang sesuai dengan teori berdasarkan hasil
pengkajian salah satunya adalah menejemen nyeri dan latihan keseimbangan
pasien. Perencanaan penatalaksanaan nyeri dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan perasaan nyeri yang dialami pasien. Pada Ny. D nyeri yang
dirasakan hingga skala 7 (berat), perencanaan keperawatan yang tepat untuk
mengatasi masalah pasien adalah dengan melakukan kolaborasi pemberian
obat analgesik. Jika perasaan nyeri pasien sudah berkurang menjadi ringan, maka
dapat diajarkan teknik pengurangan nyeri tanpa obat analgesik, dalam hal ini seperti
teknik nafas dalam. Kemudian untuk penatalaksanaan latihan keseimbangan pasien
salah satunya dapat melakukan mempertahankan kesseimbangan saat duduk
tanpa sokongan pada punggung. Untuk resiko jatuh perencanaan keperawatan
yang sesuai denga teori berdasarkan hasil pengkajian salah satunya adalah
perilaku pencegahan jatuh, pasien dapat meminta bantuan, dan menempatkan
penghalang untuk mencegah jatuh.
4. Implementasi Keperawatan
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan
pelaksanaan. Pelaksanaan rencana asuhan keperawaan merupakan kegiatan
atau tindakan yang diberikan kepada pasien sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah dibuat. Implementasi keperawatan yang dilakukan
pada Ny. D harus sesuai dengan rencana keperawatan pada Ny. D saat
melakukan implementasi keperawatan, semu respon pasien harus diperhatikan
dan dicatat agar selanjutnya dapat dievaluasi keberhasilan dari rencana
keperawatan yang telah direncanakan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dalam proses keperawatan. Tahap evaluasi dalam
proses keperawaan menyangkut pengumpulan data subjektif dan data objektif
yang akan menunjukkan apakah tujuan asuhan keperawatan sudah tercapai
sepenuhnya, sebagian atau belum tercapai. Serta menentukan masalah apa
yang perlu dikaji, direncanakan, dilaksanakan dan dinilai kembali. Tujuan
tahap evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencana keperawatan,
menilai, meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui perbandingan
asuhan keperawatan yang meningkatkan diberikan serta hasilnya dengan
standar yang telah ditetapkan lebih dahulu. Adapun evaluasi dari tindakan
keperawatan diatas dilakukan selama 3x24 jam. Hasilnya tidak semua
masalah pasien dapat teratasi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Vertigo adalah ilusi sensasi gerakan-gerakan atau rasa berputar, tidak
stabil (giddiness, unsteadiness), atau rasa pusing (dizziness) seseorang atau
lingkungan seseorang yang dirasakan.
2. Vertigo disebabkan berpindahnya kristal kalsium karbonat (otokonia) ke
dalam kanalis semisirkularis posterior yang mana fungsi kanalis
semisirkularis merasakan putaran kepala dan organ otolit merasakan
percepatan linier kepala.
3. Manifestasi klinis yang khasd dari vertigo adalah adanya perasaan pusing
yang berputar, kadang timbul mual muntah, kadang timbul nistagmus,
tinitus dan fluktuasi pendengaran.
4. Asuhan keperawatan pada pasien Vertigo adalah befokus pada perasaan
nyeri pasien, aktivitas dan latihan. Hal ini dikarenakan pada penderita
Vertigo mengalami nyeri pada bagian kepala dan kehilangan
keseimbangnan

B. Saran
Pengobatan pada penderita vertigo juga perlu mengajarkan
fisioterapi dirumah rumah (Home program) kepada pasien seperti: saat
tidur tidak menggunakan bantal yang terlalu tebal dan keras, tidak
dibenarkan menggerakan leher secara spontan, tidur dengan posisi yang
benar yaitu terlentang dan olahraga yang teratur. Pada pasien agar selalu
memperhatikan anjuran atau larangan tim medis yang kiranya
mengganggu kesembuhan pasien dan untuk kesembuhan melaksanakan
program terapi secara intensif sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan
oleh terapis demi keberhasilan suatu terapi. Kepada keluarga pasien agar
selalu memberikan dorongan atau support, serta mambantu pasien untuk
melaksanakan program terapi terutama di rumah.
DAFTAR PUSTAKA

1. Joesoef A dan Kusumastuti K (ed). (2006). Neuro-Otologi Klinis Vertigo. Surabaya:


Airlangga University Press.
2. Lumbantobing S.M. (2011). Neurogeriatri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
3. Akbar, Muhammad. (2013). Diagnosis Vertigo. Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedoteran Universitas Hasanuddin Makasar.
4. Potter & Perry (2015). Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGC.
5. Moorhead, S. Dkk. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC) pengukuran
Outcome Kesehatan. Edisi keliama. Jakarta: ELSEVIER.
6. Bulechek,G.M. dkk. 2013. Nursing Intervensi Classification (NIC). Edisi keenam.
Jakarta: ELVIER.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab Ii Fikss
    Bab Ii Fikss
    Dokumen189 halaman
    Bab Ii Fikss
    Getha Manuaba
    Belum ada peringkat
  • Analisis Jurnal
    Analisis Jurnal
    Dokumen19 halaman
    Analisis Jurnal
    Getha Manuaba
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Getha Manuaba
    Belum ada peringkat
  • Canang Sari
    Canang Sari
    Dokumen24 halaman
    Canang Sari
    Getha Manuaba
    Belum ada peringkat
  • LP RPK
    LP RPK
    Dokumen12 halaman
    LP RPK
    Getha Manuaba
    Belum ada peringkat
  • LP Isolasi Sosial
    LP Isolasi Sosial
    Dokumen11 halaman
    LP Isolasi Sosial
    Getha Manuaba
    Belum ada peringkat