W
DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR TERBUKA FEMUR
SINISTRA, KONTUSIO SEREBRI DAN TRAUMA THORAKS
POST OPERASI DEBRIDEMENT DAN ORIF
DI RUANG MELATI 3
RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah KMB IV
Oleh Kelompok 15 :
Maizan Rahmatina
P07120112064
Putri Pamungkassari
P07120112071
P07120112080
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. FRAKTUR FEMUR
1. Pengertian
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur
akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit
seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis (Mansjoer,
2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa
nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan dan
krepitasi (Doenges, 2002).
Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang
dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi
tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. Batang femur dapat
mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran, atau pukulan pada
bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika kecelakaan lalu lintas
(Mansjoer, 2000).
Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar di bagi menjadi 2 antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit
masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit
yang memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari
luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
2) Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen
jelas.
3) Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Patah tulang lengkap (complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang
lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari
tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.
b. Patah tulang tidak lengkap (incomplete fraktur)
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu
sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green
stick.
Menurut Price dan Wilson (2006) kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan perubahan
warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui
dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
mungkin
untuk
mencegah
jaringan
lunak
kehilangan
eksterna
atau
interna.
Metode
fiksasi
eksterna
meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi
eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur
dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan
eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk
fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur,
humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).
Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary
treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment
berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan
lunak (Muttaqin, 2008).
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas
fungsional
semaksimal
mungkin
untuk
dimulai
melakukan
latihan-latihan
untuk mempertahankan
b. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
1) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan
dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
2) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
3) Non union
Non union
merupakan
kegagalan
fraktur
berkonsolidasi
dan
sisi
fraktur
yang
membentuk
sendi
palsu
atau
mungkin
meningkat
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah
putih adalah respon stress normal setelah trauma.
d) Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
e) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.
9. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000) dan Barbara
(1999) adalah
a) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen
tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress,
ansietas.
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan
oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor
kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
c) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan,
kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas, penurunan
kekuatan / tahanan.
d) Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/ kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
e) Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor (kolaboratif): traksi atau
f)
ii.
iii.
iv.
v.
luka
ii.
iii.
mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai
iv.
v.
mempercepat
vi.
ii.
peralatan.
Rasional: mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Rasional: mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktifitas
iii.
iv.
v.
dan
mempertahankan
atau
meningkatkan
mobilitas pasien.
d) Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur infasif dan jalur penusukan, luka/ kerusakan
kulit, insisi pembedahan.
1) Tujuan : infeksi tidak terjadi/ terkontrol
2) Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih
tidak lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal
atau dapat ditoleransi.
3) Intervensi :
i.
Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila
ii.
mikroorganisme
iii.
pathogen.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse,
iv.
v.
harga diri.
Setelah reduksi, tempatkan kantung plastik di atas ekstrimitas
untuk mempertahankan gibs/ belat/ fiksasi eksternal tetap kering
pada saat mandi. Rujuk pada bagian terapi fisik sesuai pesanan
untuk instruksi berjalan dengan kruk untuk ambulasi dan dapat
menggunakannya secara tepat.
Rasional: kantong plastik melindungi alat-alat dari kelembaban
yang berlebih yang dapat menimbulkan infeksi dan dapat
menyebabkan lunaknya gibs, hal ini menyiapkan pasien untuk
mendorong dirinya sendiri setelah dia pulang. Ahli terapi fisik
mobilitas.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubunngan
dengan intake yang tidak adekuat.
1) Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh
2) Kriteria hasil: tanda-tanda mal nutrisi tidak ada
3) Intervensi:
i.
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
ii.
iii.
iv.
nutrisi
yang
dibutuhkan
Rasional: untuk mengetahui tingkat status nutrisi pasien
Ciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan selama
waktu makan
Rasional: untuk meningkatkan nafsu makan.
Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering
Rasional: untuk mengurangi rasa mual.
Kaji faktor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti anoreksi
dan mual
Rasional: menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat
sekarang
3) Intervensi:
i.
Kaji respon dan reaksi pasien serta keluarga terhadap penyakit
dan penangananya
Rasional: Mengetahui bagaimana tanggapan pasien dan keluarga
ii.
iii.
iv.
Penentuan Keparahan
Minor/ Ringan
Sedang
Berat
Deskripsi
GCS 13 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi
kurang dari 30 menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak
ada kontusia cerebral, hematoma
GCS 9 12
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30
menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur
tengkorak.
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari
24 jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau
hematoma intrakranial
Membuka Mata
Spontan
Terhadap rangsang suara
Terhadap nyeri
Tidak ada
Respon Verbal
Orientasi baik
Orientasi terganggu
Kata-kata tidak jelas
Suara Tidak jelas
Tidak ada respon
Respon Motorik
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak ada respon
Total
4
3
2
1
5
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
3 - 15
Fraktur
linier
yang
melintang
garis
tengah,
sering
menimbulkan
masalah
adalah
fragmen
tulang
itu
1)
2)
3)
4)
kontusio
serebri
bergantung
pada
lokasi
luasnya
j.
k. Hemiparese/Plegi
l.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak
lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
5.
Pathway
Kecelakaan, Jatuh, Trauma persalinan
Cidera kepala
TIK - oedem
- hematom
Respon biologi
Hypoxemia
Kelainan metabolisme
Cidera otak sekunder
Nyeri akut
Kerusakan cel otak
tahanan vaskuler
Sistemik & TD
Stress
katekolamin
sekresi asam
O2 ggg metabolisme
Pemb.darah
Mual, muntah
Pulmonal
tek.
Asam laktat
kurang
Asupan nutrisi
tek. Hidrostatik
Oedem otak
kebocoran cairan kapiler
Ketidakseimbangan
nutrisi:kurang
dari kebutuhan
Perfusi jaringan
oedema paru cardiac out put
cerebral tidak efektif
Difusi O2 terhambat
Pola napas
tidak efektif
hipoksemia,
hiperkapnea
C. TRAUMA THORAX
1. Pengertian
Trauma adalah cedera atau rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah
menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks dan
atau organ intra toraks, baik karena trauma tumpul maupun oleh karena
trauma tajam. Memahami kinematis dari trauma akan meningkatkan
kemampuan
deteksi
dan
identifikasi
awal
atas
trauma
sehingga
2.
Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah oleh karena
kecelakaan
kendaraan
bermotor
(63-78%).
Dalam
trauma
akibat
kecelakaan, ada lima jenis tabrakan (impact) yang berbeda, yaitu depan,
samping, belakang, berputar dan terguling. Oleh karena itu harus
dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap
orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh
karena trauma tajam dibedakan menjadi 3, berdasarkan tingkat energinya
yaitu: trauma tusuk atau tembak dengan energi rendah, berenergi sedang
dengan kecepatan kurang dari 1500 kaki per detik (seperti pistol) dan trauma
toraks oleh karena proyektil berenergi tinggi (senjata militer) dengan
kecepatan melebihi 3000 kaki per detik. Penyebab trauma toraks yang lain
oleh karena adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru bisa
menimbulkan pecah atau pneumotoraks (seperti pada scuba) (David.A,
3.
4.
5.
6.
7.
(Mowschenson, 1990).
Pemeriksaan diagnostik
a. Radiologi : foto thorax (AP).
b. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
c. Torasentesis : menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
d. Hemoglobin : mungkin menurun.
e. Pa CO2 kadang-kadang menurun.
f. Pa O2 normal atau menurun.
g. Saturasi O2 menurun (biasanya).
h. Oraksentesis : menyatakan darah atau cairan,
Terapi
A. Chest tube atau drainase udara (pneumothorax).
B. WSD (hematotoraks).
C. Pungsi.
D. Torakotomi.
E. Pemberian oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, Engram. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta:
EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Rencana Asuhan dan Pendokumentasian.
Keperawatan. Alih Bahasa Monika Ester. Edisi 2. Jakarta : EGC
Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: ECG
Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif. 2008.
Asuhan
Keperawatan
Klien
Gangguan
Sistem
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh :
Maizan Rahmatina
P07120112064
Putri Pamungkassari
P07120112071
P07120112080
Tingkat 3 Reguler B
Telah mendapatkan persetujuan pada tanggal
September 2014
Oleh :
Pembimbing Lapangan,
Pembimbing Pendidikan,
)
(
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hari/tanggal
Pukul
Tempat
Metode
Sumber
Oleh
1. Identitas
a. Klien
Nama
Umur
Tanggal lahir
Jenis kelamin
Agama
Pendidikan
Status
Alamat
Suku / bangsa
Pekerjaan
Tanggal masuk
No RM
Diagnosa medis
: Tn. W
: 48 tahun
: pati 04 agustus 2014
: Laki-laki
: Islam
: SD
: Kawin
: Dawangsari, Sambirejo, Prambanan, Sleman
: Jawa / Indonesia
: Buruh
: 13 September 2014
: 829550
: fraktur terbuka femur sinistra, kontusio serebri dan
trauma thoraks Post operasi orif dan debridemen
b. Penanggung Jawab
Nama
Usia
Agama
Pekerjaan
Hubungan dengan pasien
I.
: Ny. K
: 37 th
: Islam
: Petani
: Istri
RIWAYAT KESEHATAN
A. Kesehatan Pasien
1. Alasan masuk rumah sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien kecelakaan sepeda motor
dengan sepeda motor dengan keadaan pasien tidak sadarkan diri,
pusing, lemes, sesak napas lecet dan jejas pada dada kemudian
dibawa ke RSUD Prambanan kemudian dilakukan tindakan pasang
spalk, hetting situational, dipassang iv line 2 jalur dan juga dipasang
DC.
Kemudian pasien langsung dirujuk ke RSUP Dr Suradji
kemudian di bawa ke IGD
Makan/minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
Ambulasi/ROM
Keterangan :
1 : Mandiri
3 : Dibantu orang lain dan alat
2 : Alat bantu
4 : Tergantung total
3 : Dibantu orang lain
4. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur 9 jam dan tidak
pernah tidur siang, selama sakit pasien mengatakan lebih banyak
tidur 12 jam sehari, tidur pasien nyenyak tetapi terkadang pasien
bangun ketika pasien merasa sangat kesakitan dan ketika pasien
kedinginan.
5. Pola Kebersihan Diri
a. Kebersihan kulit
Selama sakit pasien mandi 2 kali sehari dengan dibantu oleh
keluarganya. Pasien mandi dengan cara dilap setiap pagi. Kulit
berwarna coklat dan lembab.
b. Rambut
Rambut bersih, berwarna hitam dan disisir dengan rapi.
Keluarga pasien menyatakan selama dirawat di RSpasien tidak
keramas.
c. Telinga
Telinga simetris, tidak keluar cairan dari dalam telinga, tidak
ada gangguan pendengaran.
d. Mulut
Gigi pasien terlihat kuning. Keluarga pasien menyatakan
setiap hari pasien selalu sikat gigi 2x sehari dengan menggunakan
pasta gigi dan sikat gigi walaupun dengan cara dibantu.
B. Aspek Mental Intelektual Sosial - Spiritual
1. Konsep diri
a. Identitas diri
Pasien adalah seorang suami dengan pekerjaan yaitu buruh
bangunan
b. Gambaran diri
Pasien terbuka dengan orang yang baru dikenal.
c. Peran diri
Pasien sebagai kepala keluarga mempunyai 1 orang anak.
d. Ideal diri
Pasien berharap cepat sembuh dan tidak merasakan sakit lagi.
2. Intelektual
Pasien mengatakan bahwa paha kirinya patah dan harus
beristirahat tidak banyak bergerak, jika sudah pulang pasien
mengetahui bahwa berjalan menggunakan alat bantu yaitu kruk
3. Hubungan interpersonal
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan sekitar baikbaik saja.
4. Mekanisme Koping
Pasien menerima dengan ikhlas dan berharap diberi kesembuhan
oleh Allah SWT.
5. Support Sistem
Keluarga sangat mendukung untuk kesembuhan pasien.
6. Aspek Mental/ Emosional
Pasien tidak gampang emosional. Pasien tidak nampak gelisah
dan tegang saat perawat datang. Saat dilakukan pengkajian pasien dan
keluarga terlihat kooperatif dan menjaga kontak mata dengan perawat.
7. Aspek Spiritual
Agama pasien adalah Islam. Pasien mengatakan sebelum dan
selama di rawat jarang sholat, sholat jika tidak malas dan tidak sibuk.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A.
Keadaan umum:
1.
Kesadaran
: Compos Mentis
2.
Status gizi
TB : 160 cm
BB : 60 kg
IMT : 60 kg/2,56 m2 = 23,4 kg/m2 (normal)
3.
Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah : 140/80 mmHg
b. Suhu
: 36,7 C
c. Nadi
: 90 x/menit
d. Respirasi
: 30 x/menit
4.
GCS (Glassgow Coma Scale)
a. Eye
:4
b. Verbal
:5
c. Movement
:6
Nilai GCS
: 16 (Normal)
B.
Pemeriksaan cephalokaudal
1. Kepala
Bentuk kepala mesochepal. Terlihat bersih dan tidak
terlihat adanya luka.
2. Mata
Tidak ada gangguan penglihatan. Konjungtiva tidak terlihat
anemis.
3. Telinga
Bentuk telinga simetris, tidak ada cairan keluar dari telinga,
tidak ada gangguan pendengaran.
4. Hidung
Hidung tidak ada luka, tidak ada cairan yang keluar dari
hidung. Tidak terlihat pernapasan cuping hidung.
5. Leher
Tidak ada pembesaran tiroid, tidak terlihat benjolan.
6. Dada
a. Inspeksi
Bentuk dada
simetris,
tidak
terlihat
penggunaan
otot
TERAPI
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Cefotaxim 2x1g
Ranitidin 2x50mg
Ketorolac 3x30mg
Citicholine 3x500mg
Gentamycin 2x 80mg
IVFD RL 20 tpm
V.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Hasil pemeriksaan rontgen femur sinistra pada tanggal 22 September
2014
Foto genu sinistra AP dan lateral view, hasil :
1. Garis fraktur di os femur sinistra pars tertia distal dalam fiksasi
internal plate and screw, aposisi dan alignment cukup
2. Garis fraktur os patela sinistra
B. Hasil pemeriksaan darah rutin pada tanggal 23 September 2014
VI.
Pemeriksaan
WBC
Hasil
11,8
Satuan
10 /L
RBC
HGB
HCT
MCV
MCH
MCHC
PLT
RDW
PDW
MPV
P-LCR
DIFFERENTIAL
LYM%
MXD%
NEUT%
LYM#
MXD#
NEUT#
3,32
9,8
28,5
85,8
29,5
365
365
40,4
10,1
8,5
14,5
103/L
g/dL
%
fL
fL
Pg
103/L
fL
fL
fL
%
4-5,2
11,5-15,5
34-40
80-99
27-31
33-37
150-450
35-45
9-13
7,2-11,1
15-25
13,3
11,9
74,8
1,6
1,4
8,8
%
%
%
103/L
103/L
103/L
19-48
0-12
40-74
1-3,7
0-1,2
1,5-7
Nilai Normal
4,5-10,3
LAPORAN OPRASI
1. Oprasi dilakukan pada tanggal 22 september 2014 pukul 09.30-10.30
WIB lama oprasi 1 jam
2.
3. Luka dicuci kemudian dijahit dan di pasang drain
B. ANALISA DATA
DATA
DS :
Pasien menyatakan:
P : nyeri ketika
bergerak
MASALAH
Nyeri akut
PENYEBAB
Agen cedera biologis
(post op debridement
dan ORIF)
Q : nyeri seperti
di tekan
R : Pasien
mengatakan di
kaki sebelah kiri,
mengatakan nyeri
tidak menjalar
S: pasien
mengatakan nyeri
skala 3 dari skala
0-5 pasien
T : pasien
mengatakan nyeri
hilang timbul.
DO :
-
Pasien terlihat
meringis
Melindungi area
nyeri
DS :
-
keluarganya.
Keluarga pasien
mengatakan pasien
melakukan seluruh
aktivitasnya di atas
tempat tidur.
Pasien
mengatakan dalam
melakukan
aktivitas, selalu
Nyeri (gangguan
muskuloskeletal)
Pasien terbaring di
tempat tidur
Pasien terlihat
meringis menahan
pelan
Pasien post op.
ORIF dan
debridement
DS : -
Resiko infeksi
DO:
-
Tekanan darah :
140/80 mmHg
Suhu: 36,7 C
Nadi: 90 x/menit
RR: 20 x/menit
Pasien post op.
ORIF
dan
debridement
pada
September
2014
Pasien
drain 150 cc
pasien terpasang
terpasang
infus RL di tangan
-
kiri,
Terpasang DC
Pada
kaki
terpasang
kiri
perban
elastik
tidak
ada
rembesan darah
Di
sekitar
ektremitas
bawah
kiri
odem
derajat 1.
WBC: 11,8 (103/L)
DS : DO :
-
Resiko perdarahan
Pasien
terpasang
drain
ORIF)
dengan
C.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (luka post op.
ORIF dan debridement yang ditandai dengan :
DS : DO:
-
Tekanan darah
: 140/80 mmHg
Suhu: 36,7 C
Nadi: 90 x/menit
RR: 20 x/menit
Pasien post op. ORIF dan debridement pada hari Senin tanggal 22
September 2014
Pasien terpasang drain 150 cc
pasien terpasang infus RL di tangan kiri,
Terpasang DC
Pada kaki kiri terpasang perban elastik tidak ada rembesan darah
Di sekitar ektremitas kiri bawah odem derajat 1.
WBC: 11,8 (103/L)
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur invasif (drain post op.
-
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (luka post op. ORIF
dan debridement yang ditandai dengan:
DS :
Pasien menyatakan:
P : nyeri ketika bergerak
Q : nyeri seperti di tekan
R : Pasien mengatakan di kaki sebelah kiri, mengatakan nyeri tidak
menjalar
S: pasien mengatakan nyeri skala 3 dari skala 0-5 pasien
T : pasien mengatakan nyeri hilang timbul.
DO :
-
lain.
Pasien mengatakan nyeri saat kaki kiri digerakkan.
DO :
D. PERENCANAAN
Diagnosa Keperawatan
Risiko infeksi berhubungan
dengan prosedur invasif
(luka post op ORIF dan
debridement)
Perencanaan
Intervensi
22 September 2014
14.00 WIB
1. Monitor tanda-tanda vital:
Rasional
22 September 2014
14.00 WIB
1. Mengidentifikasi kondisi
TD,N,S,RR
2. Kaji keadaan luka pasien
vital pasien
2. Mengidentifikasi kondisi
luka
3. Mengidentifikasi adanya
infeksi
4. Lakukan perawatan luka
Tujuan
22 September 2014
14.00 WIB
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama
perawatan, infeksi tidak
batas normal
infeksi
4. Luka yang bersih dapat
mencegah terjadinya
gejala infeksi
darah
infeksi
5. Jumlah leukosit yang
gejala infeksi
Maizan
Maizan
membunuh
mikroorganisme penyebab
infeksi
Risiko perdarahan
berhubungan dengan
prosedur invasif (drain post
op ORIF dan debridement)
22 September 2014
14.00 WIB
Setelah dilakukan asuhan
22 September 2014
14.00 WIB
1. Monitor tanda-tanda vital:
Maizan
22 September 2014
14.00 WIB
1. Mengidentifikasi kondisi
TD,N,S,RR
2. Monitor output darah dari
vital pasien
2. Output darah yang
drain
berlebihan merupakan
indikasi perdarahan
3. Mengidentifikasi
pasien
15,5 g/dL
3. Kadar HCT normal 34-40
%
dengan benar
4. Pastikan sirkulasi darah
4. Mengurangi risiko
pasien lancar
perdarahan
5. Cek kadar HGB dan HCT
5. Menurunkan risiko
dalam darah
Putri P.
22 September 2014
14.00 WIB
Setelah dilakukan asuhan
22 September 2014
14.00 WIB
1. Monitor tanda-tanda vital:
terjadinya perdarahan
Putri P.
22 September 2014
14.00 WIB
1. Mengidentifikasi kondisi
TD,N,RR,S
2. Lakukan pengkajian nyeri
vital pasien
2. Mengetahui karakteristik
mengurangi nyeri
4. Membuat rileks,
manajemen nyeri
nonfarmakologi : teknik
nonfarmakologi
farmakologi
Vinda
mg
Vinda
Hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan nyeri
(gangguan muskuloskeletal)
22 September 2014
14.00 WIB
Setelah dilakukan asuhan
22 September 2014
14.00 WIB
1. Kaji kemampuan
22 September 2014
14.00 WIB
1. Mengidentifikasi
mobilisasi pasien
2. Latih pasien dalam
kemampuan gerak
2. Meningkatkan motivasi
dalam peningkatan
mobilitas fisik
kemampuan
3. Ajarkan pasien cara
pasien
Maizan
Maizan
diperlukan
Maizan
E. CATATAN PERKEMBANGAN
Tanggal/Jam
22 September 2014
Diagnosa Keperawatan
Nyeri akut berhubungan
Implementasi
1. Mengobservasi tanda-tanda
Evaluasi
22 September 2014
22.00 WIB
vital pasien
22.30 WIB
debridement)
dalam
3. Mengelola pemberian
O : TD : 120/70 mmHg, RR :
analgetik Ketorolac 30 mg
20x/mnt, N : 80x/mnt, S :
Putri P.
36,6oC
Ketorolac 30 mg/IV, kepada
Tn. W, pukul 22.00 WIB
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Monitor ku dan vs pasien
Putri P.
22 September 2014
1. Mengobservasi tanda-tanda
22 September 2014
22.00 WIB
vital pasien
22.20 WIB
2. Mengelola pemberian
antibiotik Cefotaksim 1 g, dan
Gentamicin 80 mg
Putri P.
debridement)
S :36,6 oC
Cefotaksim 1 g/IV dan
gentamicin 80 mg/IV, kepada
Tn. W, pukul 22.00 WIB
A : Risiko infeksi teratasi
sebagian
P : Lakukan perawatan luka
pada 23 September 2014
Putri P.
23 September 2014
1. Mengobservasi tanda-tanda
23 September 2014
10.00 WIB
vital pasien
10.10 WIB
2. Mengelola pemberian
debridement)
Gentamicin 80 mg
O : TD : 140/80 mmHg, S:
tanda-tanda infeksi.
Risiko perdarahan
23 September 2014
10.00 WIB
TD
2. Memonitor output darah dari
10.15 WIB
drain
3. Memonitor keadaan drain
pasien
TD :140/880mmHg
Maizan
23 September 2014
23 September 2014
10.00 WIB
TD,N,RR,S
2. melakukan pengkajian nyeri
3. mengatur posisi pasien
10.30 WIB
senyaman mungkin
4. mengajarkan teknik
S : pasien mengatakan
kakinya masih terasa nyeri
ketika malam hari tetapi
manajemen nyeri
nonfarmakologi : teknik
berkurang. Pasien
dalam
5. mengelola pemberian
analgetik Ketorolac 3x30 mg
Maizan
23 September 2014
1. mengkaji kemampuan
23 September 2014
11.00 WIB
mobilisasi pasien
2. membantu pasien
11.30 WIB
(gangguan muskuloskeletal)
1. Mengobservasi tanda-tanda
Maizan
S : Pasien menyatakan tidak
22.00 WIB
vital pasien
2. Mengelola pemberian
O : TD : 120/70 mmHg, RR :
debridement)
analgetik Ketorolac 30 mg
20x/mnt, N : 80x/mnt, S :
Vinda
36,6oC
:Ketorolac 30 mg/IV masuk
pukul 22.00 WIB
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Monitor ku dan vs pasien
: kelola pemberian ketorolac
30 mg
23 September 2014
1. Mengobservasi tanda-tanda
Vinda
S : Pasien menyatakan tidak
22.00 WIB
vital pasien
ada keluhan
2. Mengelola pemberian
O : TD : 120/70 mmHg,
debridement)
N : 80x/mnt, RR : 20x/mnt,
S :36,6 oC
Gentamicin 80 mg
Vinda
24 September 2014
Risiko perdarahan
24 September 2014
08.00 WIB
drain
08.30 WIB
2. Melepas drain
debridement)
Vinda
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diagnosa keperawatan yang muncul :
a. Masalah teratasi
1) Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur invasif (drain
post op ORIF dan debridement)
b. Masalah teratasi sebagian
1) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (luka post
op ORIF dan debridement)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (luka
post op ORIF dan debridement)
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (gangguan
muskuloskeletal)