Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

DENGAN CLOSE FRAKTUR COLLUM FEMUR

1. Definisi Fraktur Collum Femur

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan (E. Oerswari, 1989:144). Fraktur femur adalah
rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma
langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi
tulang/osteoporosis (Long, 1985). Fraktur Tertutup (Closed) yaitu tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur kolum
femur merupakan fraktur intrakapsular yang terjadi pada bagian proksimal femur,
yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian distal permukaan kaput
femoris sampai dengan bagian proksimal dari intertrokanter.

2. Etiologi Fraktur Collum Femur

Fraktur collum femur sering terjadi pada usia di atas 60 tahun dan lebih
sering pada wanita yang disebabkan oleh kerapuhan tulang akibat kombinasi
proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Fraktur collum femur dapat
disebabkan oleh trauma langsung, yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi
miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras
(jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung, yaitu karena gerakan
exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah.
Penyebab fraktur secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Cedera traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Cedera traumatik pada tulang dapat dibedakan dalam hal berikut, yakni:
1) Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini, kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit akibat berbagai
keadaan berikut, yakni:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), dimana berupa pertumbuhan
jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi, misalnya osteomielitis, yang dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang
progresif,
3) Rakhitis, merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan, dimana disebabkan oleh stress atau tegangan atau tekanan
pada tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang
bertugas di bidang kemiliteran.

3. Klasifikasi Fraktur Collum Femur

a) Fraktur collum femur sendiri dibagi dalam dua tipe, yaitu:


1. Fraktur intrakapsuler
2. Fraktur extrakapsuler
Intrakapsuler
Ekstrakapsuler

Fraktur intrakapsuler dan ekstrakapsuler

b) Berdasarkan arah sudut garis patah dibagi menurut Pauwel :


a. Tipe I : garis fraktur membentuk sudut 30° dengan bidang horizontal pada
posisi tegak
b. Tipe II : garis fraktur membentuk sudut 30-50° dengan bidang horizontal
pada posisi tegak
c. Tipe III: garis fraktur membentuk sudut >50° dengan bidang horizontal

Klasifikasi Pauwel’s untuk Fraktur Kolum Femur


Klasifikasi ini berdasarkan atas sudut yang dibentuk oleh garis fraktur dan
bidang horizontal pada posisi tegak.

c) Dislokasi atau tidak fragment ( menurut Garden’s) adalah sebagai berikut :


 Grade I : Fraktur inkomplit ( abduksi dan terimpaksi)
 Grade II : Fraktur lengkap tanpa pergeseran
 Grade III : Fraktur lengkap dengan pergeseran sebagian (varus malaligment)
 Grade IV : Fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada bagian
segmen yang bersinggungan.

Klasifikasi Garden’s untuk Fraktur Kolum Femur

4. Manifestasi Klinis Fraktur Collum Femur

Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni:
1) Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya. Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi, seperti:
a. rotasi pemendekan tulang;
b. penekanan tulang.
2) Bengkak (edema)
Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
3) Ekimosis dari perdarahan subculaneous
4) Spasme otot (spasme involunters dekat fraktur)
5) Tenderness
6) Nyeri
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7) Kehilangan sensasi
8) Pergerakan abnormal
9) Syok hipovolemik
10) Krepitasi (Black, 1993:199).
Pada penderita muda ditemukan riwayat mengalami kecelakaan berat namun
pada penderita usia tua biasanya hanya dengan trauma ringan sudah dapat
menyebabkan fraktur collum femur. Penderita tidak dapat berdiri karena rasa sakit
sekali pada pada panggul. Posisi panggul dalam keadaan fleksi dan eksorotasi.
Didapatkan juga adanya pemendekakan dari tungkai yang cedera. Tungkai dalam
posisi abduksi dan fleksi serta eksorotasi.pada palpasi sering ditemukan adanya
hematom di panggul. Pada tipe impacted, biasanya penderita masih dapat berjalan
disertai rasa sakit yang tidak begitu hebat. Posisi tungkai tetap dalam keadaan
posisi netral.

5. Pemeriksaan Penunjang Fraktur Collum Femur


Menurut Doenges dalam Jitowiyono (2010:21). Beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan pada klien dengan fraktur, diantranya:
a. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
b. Scan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.

6. Penatalaksanaan Fraktur Collum Femur


 Penanggulangan Impacted Fraktur

Kalau impactednya cukup kuat penderita dirawat 3-4 minggu kemudian


diperbolehkan berobat jalan dengan memakai tongkat selama 8 minggu. Kalau
pada x-ray foto impactednya kurang kuat ditakutkan terjadi disimpacted, penderita
dianjurkan untuk operasi dipasang internal fixation. Operasi yang dikerjakan untuk
impacted fraktur biasanya dengan multi pin teknik percutaneus.

 Penanggulangan dislokasi fraktur collum femur

Penderita segera dirawat dirumah sakit, tungkai yang sakit dilakukan


pemasangan tarikan kulit (skin traction) dengan buck-extension. Dalam waktu 24-
48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang dilanjutkan dengan pemasangan internal
fixation. Reposisi yang dilakukan dicoba dulu dengan reposisi tertutup dengan
salah satu cara yaitu: menurut leadbetter. Penderita terlentang dimeja operasi.
Asisten memfiksir pelvis. Lutut dan coxae dibuat fleksi 90 untuk mengendurkan
kapsul dan otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas,
kemudian dengan pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45. Kemudian
sendi panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan abduksi dan
ekstensi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN FRAKTUR COLLUM FEMUR

1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin
segera atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
b. Sirkulasi
Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri atau
ansietas) atau hipotensi di karenakan kehilangan darah, takikardia (respon stress,
hipovolemia), penurunan atau tak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler yang lambat, pucat pada bagian yang terkena.
c. Neurosensori
1) Gejala : hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, kebas atau kesemutan
(parastesis)
2) Tanda : Deformitas local, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot terlihat kelemahan/hilang fungsi, agitasi mungkin
berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat
kerusakan syaraf, spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
e. Integritas ego
1) Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-faktor stres multiple,
misalnya masalah financial
2) Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang, stimulasi
simpatis
f. Keamanan
1) Gejala : alergi/sensitivitas terhadap obat, makanan, plester, dan larutan, defisiensi
imun (peningkatan resiko infeksi sistemik dan penundaan penyembuhan),
munnculnya kanker, riwayat keluarga tentang hipertermi malignant/reaksi anastesi
dan riwayat transfuse darah atau reaksi transfuse
2) Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan, demam
g. Pernafasan
Gejala : infeksi, kondisi batuk yang kronis, merokok
h. Makanan
Gejala: insufisiensi pancreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia atau
ketoasidosis, malnutrisi termasuk obesitas), membrane mukosa yang kering
(pembatasan pemasukan atau periode puasa pra operasi)
2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen tulang,


edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress ansietas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi,
penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrotis.
c. Gangguan musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan
kekuatan
d. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tekanan, prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/ mengingat, salah
interpretasi informasi.

3. Perencanaan/Intervensi

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan, gerakan fragmen


tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/imobilisasi, stress
ansietas.
1) Tujuan :
Nyeri dapat berkurang atau hilang
2) Kriteria hasil :
a) Pasien tampak tenang
b) Pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
3) Intervensi
a) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif.
b) Kaji tingkat intesitas, skala nyeri (0-10) dan frekuensi nyeri menunjukkan
skala nyeri.
c) Pertahahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.
Rasional: menghilangkan nyeri dan mengurangi kesalahan posisi tulang
jaringan yang cedera.
d)Jelaskan prosedur sebelum memulai setiap tindakan.
Rasional : memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk setiap
aktifitas, juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
e) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera.
Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas.
f) Lakukan dan awasi dalam latihan gerak aktif atau pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan otot yang sakit dan mempermudahkan
dalam resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
g) Berikan tindakan nyaman seperti pijatan punggung, perubahan posisi.
Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan local dan
kelelahan otot.
h) Dorong pasien dalam menggunakan teknik manajemen stress, seperti
relaksasi napas dalam, imajinasi visualisasidan sentuhan terapeutik.
Rasioanal : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan
dapat meningkatkan kempuan koping dalam mananjemen nyeri.
i) Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi.
Rasional : merupakan tindakan dependent perawatan, dimana analgesic
berfungsi untuk memblok stimulus nyeri.

b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan


sirkulasi, penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapatnyaluka/ulserasi,
turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
1) Tujuan :
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2) Kriteria hasil :
a) Menyatakan ketidaknyaman hilang
b) Menunjukkan prilaku untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan
penyembuhansesuai indikasi.
3) Intervensi
a) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan
perubahan warna.
Rasioanal : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat.
b) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
c) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan
d) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa
yang kering dan gunakan plester kertas.
Rasional ; teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan
menncegah terjadinya infeksi.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut misalnya
debridement
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada
area kulit yang normal lainnya.

C. Gangguann mobilitas fisik nyeri/ketidaknyamanan kerusakan


musculoskeletal, terapi pembatasan aktivitas dan penurunan kekuatan.
1) Tujuan :
Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
2) Kriteria hasil
a) Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi
b) Meningkatkan fungsi yang sakit
c) Melakukan pergerakan dan perpindahan
3) Intervensi
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
Rasional : mengidentifikasi masalah dan mempermudahkan intervensi
b) Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan nafas dalam
Rasional : mencegah insiden komplikasi kulit atau pernafasan.
c) Ajarkan dan pantau pasien dalam penggunaan alat bantu
Rasional : menilai batasan kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
optimal.
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan kekuatan dan ketahanann otot.
e) Kolaborasi dengan ahli terapi
Rasional : sebagai suatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan mobilitas pasien.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan


perifer, perubahan sirkulasi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
1) Tujuan
Resiko infeksi tidak menjadi actual
2) Kriteria hasil
a) Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak, demam
dan nyeri.
b) Luka bersih, tidak lembab dan tidak kotor
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleran.
3) Intervensi
a) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
meningkat.
b) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : mencegah kontaminasi silang
c) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan
drainase luka.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.
d) Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan
Rasional : untuk mengetahui adanya infeksi
e) Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
f) Observasi luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna kulit.
Rasional : tanda perkiraan infeksi
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan atau
mengingat dan salah interpretasi informasi.
1) Tujuan :
Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.
2) Kriteria hasil :
a) Melakukan prosedur yang dilakukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.
b) Memulai perubahan gaya hidup yang di perlukan dan ikut serta dalam
perawatan.
3) Intervensi :
a) Kaji tingkat kemampuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan
keluarga tentang penyakitnya.
b) Berikan penjelasan pada pada pasien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang
Rasional : dengan mengetahui penyakitnya dan kondisinya sekarang klien
dan keluarganya merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
c) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanannya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d) Berikan penjelasan pada pasien tentang perawatan luka
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran pasien tentang
perawatan luka.
e) Minta keluarga kembali mengulangi materi yang telah diberikan.
Rasional : menambah pengetahuan dan pembelajaran bagi pasien tentang
perawatan luka.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Z. H. (2001). Dasar-dasar keperawatan professional. Jakarta : Widya


Medika.

Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan


Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.

Harnawatiaj.(2008). FormatDokumentasi Keperawatan


(http://harnawatiaj.wordpress.com//) di akses 16 Juli 2010.

Hidayat, A. A. (2002). Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Jakarta :


EGC.

Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta :
Media Aesculapius.

Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima medika.

Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan


Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC

Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarth’s Textbook of Medical


Surgical Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)

Anda mungkin juga menyukai