FRAKTUR TIBIA
Disusun Oleh:
Universitas MH Thamrin
TA.2022- 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur tim penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya sehingga Laporan Pendahuluan yang berjudul Fraktur Tibia dapat kami selesaikan dengan
baik.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Keperawatan Dewasa III yang telah memberikan tugas kepada kami sehingga kami dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami jauh dari sempurna. Dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik dan saran
yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga laporan pendahuluan ini dapat berguna bagi
kami khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Tertanda,
Penulis
I. PENDAHULUAN
1. Definisi kasus
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan epifisisdan atau tulang rawan
sendi. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal,tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan
abnormal pada tulang (fraktur patologik).Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenagafisik. Kekuatan dan sudut dari kekuatan tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itulengkap atau tidak lengkap (Anderson,
2010).
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa
pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran,atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma
langsung atau tidak langsung.Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempatitu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan. Tekanan
yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan pada tulang.Keadaan ini paling sering ditemui pada
tibia, fibula, atau metatarsal. Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor)atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget) (Solomon et
al,2010).
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi
oada bagian proximal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2013)
2. Insiden
Insiden atau kemungkinan terjadinya diagnosa fraktur tibia bervariasi tergantung pada sejumlah
faktor, termasuk usia, jenis kelamin, gaya hidup, dan faktor risiko individu. Fraktur tibia dapat terjadi
sebagai akibat dari berbagai situasi, seperti kecelakaan, olahraga, atau jatuh.
Umumnya, orang yang terlibat dalam kegiatan yang melibatkan risiko cedera fisik, seperti olahraga
kontak atau kegiatan ekstrem, mungkin memiliki risiko lebih tinggi mengalami fraktur tibia. Begitu juga
dengan orang yang mengalami osteoporosis atau kondisi medis yang mempengaruhi kepadatan tulang .
3. Faktor Resiko
4. Etiologi
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyaikekuatan dan daya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
5. Klasifikasi/Jenis Penyakit
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulangdengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulangdengan dunia luar
karena adanya perlukan di kulit
c. Fraktur complete:Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergerseran
bergeser dari posisi normal.
d. Fraktur incomplete:Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
1. Bentuk garis patah
Garis patah melintang
Garis patah obliq
Garis patah spiral
Fraktur kompresi
Fraktur avulasi
2. umlah garis patah
Fraktur komunitif, garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
Fraktur segmental, garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan.
Fraktur multiple, garis patah lebih dari satu tetapi pada pada tulang yang berlainan.
3. Bergeser-tidak bergeser
Fraktur undisplaced, garis fraktur komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser
Fraktur displaced, terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
6. Derajat
1. Derajat I
Luka kurang dari 1 cm
kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
raktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
Kontaminasi ringan.
2. Derajat II
Leserasi lebih dari 1cm
Kerusakan jaringan lunak,tidak luas,avulse.
Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot danneurovaskuler serta
kontaminasi derajat tingi
7. Patofisiologi Kasus
Trauma langsung dan trauma tidak langsung serta kondisi patologis padatulang dapat menyebabkan
fraktur pada tulang. Fraktur merupakan diskontinuitas tulang atau pemisahan tulang. Pemisahan tulang ke
dalam beberapa fragmen tulang menyebabkan perubahan pada jaringan sekitar fraktur meliputi laserasi
kulit akibat perlukaan dari fragmen tulang tersebut, perlukaan jaringan kulit ini memunculkanmasalah
keperawatan berupa kerusakan integritas kulit.
Perlukaan kulit oleh fragmen tulang dapat menyebabkan terputusnya pembuluh darah vena dan arteri
di area fraktur sehingga menimbulkan perdarahan.Perdarahan pada vena dan arteri yang berlangsung dalam
jangka waktu tertentu dancukup lama dapat menimbulkan penurunan volume darah serta cairan yang
mengalir pada pembuluh darah sehingga akan muncul komplikasi berupa syok hipovolemik jika
perdarahan tidak segera dihentikan.
Perubahan jaringan sekitar akibat fragmen tulang dapat menimbulkan deformitas pada area fraktur
karena pergerakan dari fragmen tulang itu sendiri.Deformitas pada area ekstremitas maupun bagian tubuh
yang lain menyebabkanseseorang memiliki keterbatasan untuk beraktivitas akibat perubahan dan
gangguanfungsi pada area deformitas tersebut sehingga muncul masalah keperawatan berupa gangguan
mobilitas fisik. Pergeseran fragmen tulang sendiri memunculkan masalahkeperawatan berupa nyeri.
Masalah gangguan perfusi jaringan juga bisa disebabkan oleh kerusakan fragmen tulang itu sendiri.
Diskontinuitas tulang yang merupakan kerusakan fragmen tulang meningkatkan tekanan sistem tulang yang
melebihi tekanan kapiler dan tubuh melepaskan katekolamin sebagai mekanisme kompensasi stress.
Katekolamin berperan dalam memobilisasi asam lemak dalam pembuluh darah sehingga asam-asam lemak
tersebut bergabung dengan trombosit dan membentuk emboli dalam pembuluh darah sehingga menyumbat
pembuluh darah dan mengganggu perfusi jaringan
8. Patoflow (Pathway)
1. Nyeri Intens: Rasa sakit hebat di area tulang kering (tibia) yang dapat menjadi lebih intens saat
mencoba untuk menggunakan atau membebankan kaki.
2. Pembengkakan dan Pemarahan: Pembengkakan dan perubahan warna pada area yang terkena akibat
peradangan dan perdarahan di sekitar fraktur.
3. Sulit atau Tidak Dapat Menopang Berat Badan: Kesulitan atau kegagalan untuk menopang berat badan
pada kaki yang terkena fraktur.
4. Deformitas: Bentuk atau posisi abnormal dari kaki atau tulang yang patah.
5. Tidak Dapat Bergerak Normal: Kesulitan atau ketidakmampuan untuk melakukan gerakan normal
pada sendi yang terkena fraktur.
6. Terbatasnya Gerakan: Terbatasnya atau hilangnya kemampuan untuk menggerakkan bagian kaki
tertentu.
7. Sensasi Mati atau Kesemutan: Sensasi mati rasa atau kesemutan pada kaki yang dapat mengindikasikan
kerusakan pada saraf.
Penatalaksanaan fraktur tibia tergantung pada jenis fraktur, lokasi, dan kondisi kesehatan secara
keseluruhan. Beberapa pendekatan umum melibatkan:
1. Imobilisasi: Penggunaan penyangga atau balutan gips untuk menjaga tulang tetap stabil dan
memfasilitasi penyembuhan. Pada kasus tertentu, pemasangan pen tertentu mungkin diperlukan.
2. Operasi: Untuk fraktur yang lebih kompleks atau terbuka, pembedahan mungkin diperlukan untuk
menyusun kembali tulang dan memperbaiki kerusakan jaringan.
3. Analgesia: Pemberian obat pereda nyeri untuk mengurangi ketidaknyamanan dan memfasilitasi
mobilitas yang lebih baik.
4. Fisioterapi: Setelah fase awal penyembuhan, fisioterapi sering direkomendasikan untuk
memulihkan kekuatan otot, keseimbangan, dan rentang gerak.
5. Pantauan dan Tindak Lanjut: Pasien akan dipantau secara rutin oleh profesional medis untuk
memastikan penyembuhan yang tepat dan mendeteksi komplikasi potensial.
6. Manajemen Risiko: Untuk mencegah infeksi, sangat penting untuk menjaga kebersihan area yang
terkena dan mematuhi instruksi dokter terkait perawatan luka.
12. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1. Syok : dapat terjadi berakibat fatal dalam beberapa jam setelah edema.Shock terjadi karena
kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur
2. Emboli lemak : dapat terjadi 24-72 jam. Fat Embolism Syndrom (FES)adalah komplikasi serius
yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrowkuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam
darahrendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,tachypnea,
demam.
3. Sindrom kompartemen : perfusi jaringan dalam otot kurang dari kebutuhan.Kompartement
Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karenaterjebaknya otot, tulang, saraf, dan
pembuluh darah dalam jaringan parut. Inidisebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan
otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips danembebatan
yang terlalu kuat. Gejala klinis yang terjadi pada sindromkompartemen dikenal dengan 5P, yaitu:
a) Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena,ketika ada trauma
langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri
tidak sebanding dengankeadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin gelisah
ataumemerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang tegang pada kompartemen
merupakan gejala yang spesifik dan sering.
b) . Pallor (pucat)
Diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut. Pulselessness (berkurang atau
hilangnya denyut nadi) Parestesia (rasa kesemutan) Paralysis: Merupakan tanda lambat
akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang
terkenasindrom kompartemen.
4. Infeksi dan tromboemboli : System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi
pada kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahanseperti
pin dan plat Koagulopati intravaskuler diseminata.
b. Komplikasi lanjut
1. .Malunion : tulang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
2. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengankecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal.
3. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
4. Nekrosis avaskular tulang: Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena alirandarah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosistulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia.
5. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Muttaqin, Arif. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.
Lemone, Priscilla., Burke, Karen. M., & Bauldoff, Gerene.(2016 ). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah.Jakarta: EGC.
PPNI. (2017).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI