Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN PENDAHULUAN

Kebutuhan Dasar Manusia

Tugas ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas praktek

mata kuliah Keperawatan Dasar

Disusun Oleh :

Tangguh Wibawa Perkasa

C1AC22128

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI

2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NYAMAN

A. Pengertian
Gangguan rasa nyaman merupakan perasaan kurang senang, lega, dan sempurna
dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan sosial. (SDKI)
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan, bersifat
sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya. (Tetty, 2015).
Nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam merespons terhadap sesuatu rangsangan yang berbahaya.
Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringgan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. (SDKI)
Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual dan fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringgan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
(SDKI)

B. Anatomi Fisiologi
Reseptor nyeri (nosireceptor) adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terdapat pada stimulus kuat yang secara potensial merusak.
a. Mekanik (mekano sensitif) : Kerusakan ujung saraf bebas akibat trauma
karena benturan atau gerakan.
b. Thermis (thermo sensitif) : Rangsangan panas atau dingin yang berlebihan.
c. Kimia (khemo sensitif) : Rangsangan zat kimia berupa bradikinin, serotinin,
ion kalium, asam, prostaglandin, asetilkolon, dan enzim proteolitik.
Mekanisme Penghantaran Impuls Nyeri
a. Serabut delta A (menusuk dan tajam) : Pada kulit dan otot bermielin halus,
garis tengah 2-5 mm, kecepatan 6-30 m/detik.
b. Serabut delta C (panas & terbakar) : Dalam otot, tidak bermielin, garis tengah
0,4-1,2 mm, kecepatan 0,5-2,0 m/detik.

C. Klasifikasi Nyeri
1. Menurut lokasinya:
a. Perifer pain : Daerah perifer (kulit & mukosa)
b. Deep pain : Somatik (periosteum/lapisan luar tulang, otot, sendi/tendon,
pembuluh darah)
c. Viseral / splanik pain : Organ viseral (renal colik, cholesistisis/radang
kandung empedu, apendisitis, ulkus gaster)
d. Reffered pain : Penyakit organ / struktur tubuh (vertebrata, viseral, otot),
ditransmisikan di bagian tubuh lain.
e. Psykogenik pain : Tanpa penyebab organik, tapi karena trauma psikologis.
f. Phantom pain : Pada bagian tubuh yang sebenarnya sudah tidak ada.
Contohnya yaitu nyeri pada kaki yang sudah diamputasi.
g. Intractable pain : Nyeri yang resisten (melawan)
2. Menurut serangannya
a. Nyeri akut : mendadak, berlangsung < 3 bulan, intensitas berat, area dapat
diidentifikasi, karakteristik ketegangan otot meningkat, dan cemas.
b. Nyeri kronis : Berlangsung > 3 bulan, intensitas ringan hingga berat,
sumber nyeri tidak diketahui dan sulit dihilangkan, sensasi difus
(menyebar).
3. Menurut sifatnya
a. Insidentil : Timbul sewaktu-waktu lalu menghilang, contohnya yaitu
trauma ringan.
b. Stedy : Menetap dan dalam waktu yang lama, contohnya yaitu abses.
c. Paroximal : Intensitas tinggi dan kuat, ± 10-15 menit lalu hilang dan
timbul lagi.

D. Etiologi
a. Lingkungan
b. Umur
c. Jenis kelamin
d. Kelelahan
e. Budaya
f. Ansietas
g. Gaya koping
h. Pengalaman sebelumnya
i. Dukungan keluarga dan sosial

E. Manifestasi Klinis
a. Nyeri Akut
 Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
 Menunjukan kerusakan
 Gangguan tidur
 Muka dengan ekspresi nyeri
 Tingkah laku ekspresif (Gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
 Posisi untuk mengurangi nyeri
 Penurunan Tanda-tanda vital
b. Nyeri Kronis
 Perubahan berat badan
 Melaporkan secara verbal dan non verbal
 Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri
sendiri
 Kelelahan
 Perubahan pola tidur
 Takut cedera
 Interaksi dengan orang lain menurun

F. Patofisiologi
1. Nyeri diawali dengan kerusakan jaringan (tissue damage), dimana jaringan
tubuh yg cedera melepaskan zat kimia inflamatori (excitatory
neurotransmitters), (histamine dan bradykinin) sebagai vasodilator yg kuat 
edema, kemerahan dan nyeri dan menstimulasi pelepasan prostaglandins.
2. Transduksi (transduction) : perubahan energi stimulus menjadi energi elektrik,
 proses transmisi (transmission) yakni ketika energi listik mengenai
nociceptor dihantarkan melalui serabutsaraf A dan C dihantarkan dengan cepat
ke substantia gelatinosa di dorsal horn dari spinal cord  ke otak melalui
spinothalamic tracts  thalamus dan pusat-pusat yg lebih tinggi termasuk
reticular formation, limbic system, dan somatosensory cortex.
3. Persepsi (perseption) : otak menginterpretasi signal, memproses informasi dr
pengalaman, pengetahuan, budaya, serta mempersepsikan nyeri  individu
mulai menyadari nyeri.
4. Modulasi (modulation) : saat otak mempersepsikan nyeri, tubuh melepaskan
neuromodulator, seperti opioids (endorphins and enkephalins), serotonin,
norepinephrine & gamma aminobutyric acid  menghalangi /menghambat
transmisi nyeri & membantu menimbulkan keadaan analgesik, & berefek
menghilangkan nyeri.
G. Pathway

Faktor Presipitasi
(Agen cedera, agen cedera biologis, agen cedera kimiawi, agen
pencedera, dilatasi serviks, eksblusi fetal)

Reseptor Nyeri

Persepsi Nyeri
Nyeri

Menekan saraf Mobilitas fisik terganggu

Nyeri di Persepsikan Gangguan mobilitas fisik


berhubungan dengan faktor
presipitasi
Nyeri Akut
H. Komplikasi
a. Edema pulmonal
b. Kejang
c. Masalah mobilisasi
d. Hipertensi
e. Hipertermi
f. Gangguan pola istirahat dan tidur

I. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
 Monitor tanda-tanda vital
 Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
 Distraksi dan ajarkan teknik relaksasi
 Kompres hangat
b. Penatalaksanaan Medis
 Pemberian obat Analgetik
Obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total. Seseorang
yang mengonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
 Pemberian obat ANS (Anti inflamasi non steroid)
Aspirin dan Ibuprofen mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung
saraf perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi
yang dihasilkan luka.

J. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan dengan skala nyeri
 Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
 Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
 Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya
 CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang peah diotak
 EKG
 MRI
K. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Fokus
a. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.
Lingkungan pasien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang
mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan atau kelangsungan
hidup pasien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi
insiden terjadinya penyakit dan cedera yang akan mempenngaruhi rasa
aman dan nyaman pasien.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/bedah
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secar langsung
pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman pasien.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat ini bisa dapat menyebabkan gangguan rasa aman dan nyaman,
karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan beresiko terkena
penyakit sehingga menimbulka rasa tidak nyaman seperti nyeri.
b. Perilaku non verbal : Beberapa perilaku non verbal yang dapat kita amati
antara lain ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah, dll.
c. Kualitas : Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dan nyeri.
Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui.
d. Faktor presipitasi : Beberapa faktor presipitasi yang meningkatkan nyeri
antara lain  lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba.
e. Intensitas : Nyeri dapat berupa ringan, sedang, berat atau tak tertahankan, atau
dapat menggunakan skala dari 0-10.
f. Waktu dan lama : Perawat perlu mengetahui, mencatat kapan nyeri mulai,
berapa lama, bagaimana timbulnya, juga interval tanpa nyeri, kapan nyeri
terakhir timbul.
g. Karakteristik nyeri (PQRST)
P (provokatif) : faktor yang mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri
Q (quality) : seperti apa nyeri tersebut (tajam, tumpul, atau tersayat)
R (region)  : daerah perjalanan nyeri
S (Skala nyeri) : keparahan/intensitas nyeri
T (time) : lama/waktu serangan/frekuensi nyeri
Pengkajian Skala Nyeri
 Skala nyeri 1-3 nyeri ringan (masih bisa ditahan, aktivitas tak terganggu)
 Skala nyeri 4-6 nyeri sedang (mengganggu aktivitas fisik)
 Skala nyeri 7-10 nyeri berat (tidak dapat melakuka aktivitas secara
mandiri)
h. Pemeriksaan Fisik
Ekspresi wajah
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir dibawah
Verbal
1) Menangis
2) Beteriak
Tanda-tanda Vital
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernafasan
Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mengalokasi tempat atau rasa yang tidak
nyaman.

2. Diagnosa Keperawatan
a. (D.0078)Nyeri kronis berhubungan dengan agen cedera biologis , fisik, kimia.
b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi
c. (D.0056) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
d. (D.0055) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

3. Intervensi dan Rasional Keperawatan


Tujuan yang diharapkan :
1) Adanya penurunan intensitas nyeri
2) Ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
3) Tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Rencana Tindakan : Manajemen Nyeri ( I.08238)
Observasi :
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetic

Terapeutik

1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitas istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meedakan
nyeri

Edukasi :

1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetic secaa tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi :

Kolaborasi pemberian analgetic, jika perlu

Rencana Tindakan : Manajemen Mual (I.03117)


DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo. 2017. Konsep dan proses Keperawatan Nyeri. Yogjakarta: Arruzz Media.
Budiono, Pertami. (2016). Konsep dasar Keperawatan. Bumi Medika. Jakarta
NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017,
Edisi 10. Jakarta: EGC.

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik


LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK


A. Pengertian
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak dan
melakukan kegiatan secara mudah, bebas, dan teratur guna memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari, baik secara mandiri (Nurlitasari, 2021)
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

B. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah-masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti
pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang usia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun di rumah sakit
(Maghfuroh & Mahrizal, 2014).
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system syaraf pusat
4. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot

C. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan
salahsatu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi
adalahmemenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari
danaktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari
trauma),mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan
nonverbal. Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi berada 
pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuanmengura
ngi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, danuntuk
mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring
akankehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistemotot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan
otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipek
ontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekananotot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatantekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan
aktif dariotot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunteradalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksiisometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatankecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena
latihanisometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark
miokardatau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hatiseseorang
dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot danaktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.Tonus otot adalah suatu
keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapatdipertahankan dengan
adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerjaotot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukungkembalinya aliran darah ke
jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonusotot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe
tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfung
sidalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangankalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah ikatan jaringan
fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu
samalain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon adalah jaringan ikat
fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Kartilag
oadalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuhtertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi
tubuhsecara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat
berdiri,
ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

D. Pathway
Sistem Muskuloskeletal

Tulang Otot Sendi Gangguan Neuromuskuler

Kerusakan Tendon
Kerusakan pusat gerakan motorik di lobus
kartilago ligamen Kekakuan sendi
frontalis (hemisper/hemiplagia)
dari tulang melemah

Terbatasnya
gerakan sendi
Hilangnya Gangguan mobilitas fisik
kekuatan Tirah baring
otot

Resiko
Resiko kerusakan
Defisit perawatan diri
Cedera integritas kulit
(dekubitus)

E. Manifestasi Klinis
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada :
a. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropidan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium 
b. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung,dan pembentukan thrombus.
c. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah berak
tifitas
d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit;ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti
konstipasi).
e. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjalf.
f. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan
anoksia jaringang.
g. Neurosensori: sensori deprivation.
2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional,
intelektual,sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling umum
adalahdepresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-bangun,
dangangguan koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi.
4. Pergerakan tidak terkoordinasi.
5. Penurunan waktu reaksi ( lambat ).

F. Pemeriksaan Penunjang
(Maghfuroh & Mahrizal, 2014)
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuhyang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang.
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
danadanya benjolan, adanya kekakuan sendid.
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuranmasing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya
edema atau atropfi, nyeri otot
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis. Cara berjalan spastic
hemiparesis –  stroke, cara berjalan selangkah-selangkah –  penyakit
lowermotor neuron, cara berjalan bergetar –  penyakit Parkinson)
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi
denganmengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler
g. Mengkaji fungsional klien
 Kategori tingkat kemampuan aktivitas
Tingkat
Aktivitas/Mobilita Kategori
s
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
2
lain
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
3
dan peralatan
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
4
atau berpartisipasi dalam perawatan
 Rentang gerak (range of motion-ROM)
1) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan, sedangkan
ekstensi merupakan gerak meluruskan
2) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi merupakan
gerak menjauhi tubuh.
3) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan Pronasi
merupakan gerak menelungkupkan tangan
4) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka ) telapak kaki
kearah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak memiringkan
(membuka) telapak kearah luar
 Derajat kekuatan otot
PERSENTASE
SKAL
KEKUATAN KARAKTERISTIK
A
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi sendi dapat
1 10
dipalpasi atau dilihat
Gerakkan sendi penuh melawan gravitasi
2 25
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
4 75
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
5 100 normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

2. Pemeriksaan Penunjang (LAB)


a. Sinar – X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi
dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio,
dancomputer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat ↑, kreatinin danSGOT ↑ pada kerusakan otot.

G. Penatalaksanaan Medis/Terapi
Menurut Saputra (2013) dalam Nurlitasari (2021), ada beberapa
penatalaksanaan gangguan mpbilisasi secara umum diantaranya, yaitu :
1. Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien
a. Posisi Fowler (duduk) dan semi fowler (setengah duduk), dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
b. Posisi Sim, yaitu posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan
untuk memberikan kenyamanan dan memberikan obat supositorial.
c. Posisi Trendelenburg, pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala
lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan
peredaran darah ke otak.
d. Posisi Dorsal Recumben, pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi
(ditarik atau diregangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk
merawat dan memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
e. Posisi Lithotomi, pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki
dan enariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
f. Posisi Genu Pectoral, posisi pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk
dan dada menempel pada begian atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk
memeriksa daerah rektum dan sigmoid.
2. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Berikut beberapa gerakan ROM yang dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihata mobilitas persendian :
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b. Fleksi dan ekstensi siku
c. Pronasi dan supinasi lengan
d. Pronasi fleksi bahu
e. Abduksi dan adduksi
f. Rotasi bahu
g. Fleksi dan ekstensi jari-jari
h. Infersi dan efersi kaki
i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j. Fleksi dan ekstensi lutut
k. Rotasi pangkal paha
l. Abduksi dan adduksi pangkal paha
3. Latihan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
b. Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk di kursi roda
c. Membantu berjalan

H. Fokus Pengkajian Keperawatan


1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan (sekarang dan dahulu)
c. Riwaat kesehatan keluarga
3. Pola Pengkajian ADL
a. Pola nutrisi
b. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak akan mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara
mandiri karena kelemahan anggota gerak, kekuatan otot berkurang,
mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan mudah lelah.
Aktivitas fisik yang kurang dapat mempengaruhi denyut jantung menjadi lebih
tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Otot jantung yang bekerja semakin keras sering memompa, maka makin besar
tekanan yang dibebankan pada artesi sehingga dapat menyebabkan tekanan
darah meningkat (Adha, 2017)
c. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem
tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran sehingga
lebih banyak diam (Adha, 2017).
d. Pola eliminasi
Kemungkinan terjadi retensi urin dan inkontinensia akibat kurang aktivitas
dan pengontrolan urinasi menurun, dan terjadi konstipasi dan diare akibat
impaksi fekal (Adha, 2017).
4. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian pada mobilisasi berfokus pada ROM, gaya berjalan, latihan dan
toleransi aktivitas, serta keseimbangan tubuh. Pemeriksaan fisik pada pasien
dengan gangguan mobilitias fisik bertujuan untuk menilai adanya fraktur
terbuka/tertutup, dislokasi sendi, paralisis/paresis, motorik
(hemiplegia/hemiperesis), kelemahan otot wajah, tangan, disphagia (kesulitan
mengunyak, menelan, paralisis lidah, dan laring), gangguan visual ( pandangan
ganda, lapang padang menyempit), kesulitan berkomunikasi, kesulitan menulis,
kesulitan membaca, disatria (kesulitan mengucapkan artikulasi/pelo, cadel),
kelemahan, otot wajah, lidah, langit langit atas, pharing, dan bibir, kemampuan
emosi (perasaan, ekspresi 15 wajah, penerimaan terhadap kondisi dirinya),
mempori (pengenalan terhadap lingkungan, orang, tempat, waktu, tingkat
kesadaran) fungsi bladder dan fungsi bowel.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yaitu CT Scan mengidentifikasi jika adanya area
pendarahan (biasanya untuk pemakaian darurat) dan MRI (Magnetik Resonance
Imaging) mengidentifikasi likasi iskemik (Basuki, 2018)

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Defisit perawatan diri
3. Risiko cedera
J. Rencana Keperwawatan
No
Tujuan Keperawatan dan Kriteria
. Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan
Hasil
DX
1 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi
Subjektif : selama 3 x 24 jam Mobilitas fisik Observasi :
- Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
- Nyeri saat bergerak 1. Pergerakan ekstremitas meningkat fisik lainnya
- Merasa cemas saat bergerak 2. Kekuatan otot meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
- Enggan melakukan pergerakan 3. Nyeri menurun pergerakan
Objektif : 4. Kecemasan menurun 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
- Kekuatan otot menurun darah sebelum memulai mobilisasi
- Rentang gerang (ROM) menurun 4. Monitor kondisi umum selama
- Sendi kaku melakukan mobilisasi
- Gerakan tidak terkoordinasi Terapeutik :
- Gerakan terbatas 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
- Fisik lemah alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
6. Fasilitasi melakukan pergerakan
7. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi :
8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis, duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
2 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan perawatan diri
Subjektif : selama 1 x 24 jam Observasi :
- Menolak melakukan perawatan diri Perawatan diri meningkat dengan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
Objektif : kriteria hasil : perawatan diri sesuai usia
- Tidak mampu mandi/mengenakan 1. Kemampuan mandi meningkat 2. Monitor tingkat kemandirian
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara 2. Kemampuan mengenakan 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
mandiri pakaian meningkat kebersihan diri, brpakaian, berhias, dan
- Minat melakukan perawatan diri kurang 3. Kemampuan toileting makan
(BAB/BAK) meningkat Terapeutik :
4. Verbalitas keinginan melakukan 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik
perawatan diri 5. Siapkan keperluan pribadi
5. Mempertahankan kebersihan 6. Dampingi dalam melakukan perawatan
mulut diri sampai mandiri
7. Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
8. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :
9. Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
3 Resiko cedera Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Cedera
Faktor Resiko : selama 1 x 24 jam Observasi :
- Ketidakamanan transportasi Termoregulasi 1. Identifikasi obat yang berpotensi
- Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh 1. Kejadian cedera menurun menyebabkan cedera
- Perubahan fungsi psikomotor 2. Luka/lecet menurun 2. Identifikasi kesesuaian alas kaki pada
- Prubahan fungsi kognitif 3. Pendarahan menurun ekstremitas bawah
4. Fraktur menurun Terapeutik :
3. Sediakan pencahayaan yang memadai
4. Sosialisasikan pasien dan keluarga
dengan lingkungan rawat inap
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan urinal untuk eliminasi di dekat
tempat tidur, jika perlu
7. Pastikan barang-barang pribadi mudah
dijangkau
8. Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi :
9. Jelaskan alasan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
10. Anjurkan berganti posisi perlahan dan
duduk beberapa menit sebelum berdiri

Manajemen keselamatan lingkungan


Observasi :
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
2. Monitor perubahan status keselamatan
lingkungan
Terapeutik :
3. Hilangkan bahaya keselamatan, jika
memungkinkan
4. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan risiko
5. Sediakan alat bantu keamanan
lingkungan
6. Gunakan perangkat pelindung (mis, rel
samping, kunci, dsb)
Edukasi :
7. Ajarkan individu, keluarga, dan
kelompok resiko tinggi bahaya
lingkungan.
Daftar Pustaka

Adha, S. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik di IRNA C RSSN Bukittinggi. Padang : Politeknik Kesehatan Kemenkes
Padang.
Basuki, L. (2018). Penerapan ROM (Range Of Motion) Pada Asuhan Keperawatan Pasien
Stroke Dengan Gangguan Mobilitas Fisik di RSUD Wates Kulon Progo. Yogyakarta :
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
Maghfuroh, N., & Mahrizal, R. (2014). LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN
MOBILISASI. Yogyakarta: POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA.
Nurlitasari, N. (2021). LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK DI RUANG AL FAJR RSUI
KUSTATI SURAKARTA. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik


LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

INTOLERANSI AKTIVITAS
A. Pengetian
Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
ketidakcukupan energi secara fisik atau secara psikologis dalam melakukan aktivitas
sehari-hari atau kegiatan yang diinginkan.

B. Etiologi
1. Tirah baring mobilitas
2. Kelemahan secara umum
3. Ketidakseimbangan antar suplai dan kebutuhan oksigen
4. Berhubungan dengan gangguan sistem transpor oksigen :
a. Penyakit jantung kongenital PPOK
b. Kardiomiopati atelektasis
c. Angina (sirkulasi)
d. Infark miokard anemia
e. Disritmia hipovolemia
5. Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme :
a. Infeksi virus operasi
b. Hepatitis pemeriksaan diagnostic
c. Ginjal
d. Hepar
6. Berhubungan dengan ketidakseimbangan sumber energi :
a. Obesitas
b. Malnutrisi
c. Ketidakadekuatan diet
7. Berhubungan dengan ketidakatifan
a. Depresi
b. Kurang motivasi
c. Gaya hidup monoton
C. Patofisiologi
Intoleransi aktivitas merupakan suatu diagnosa yang lebih menitikberatkan
repspon tubuh yang tidak mampu untuk bergerak terlalu banyak karena tubuh tidak
mampu memproduksi energi yang cukup. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa,
untuk bergerak, kita membutuhkan sejumlah energi. Pembentukan energi dilakukan di
sel, tepatnya di mitokondria melalui beberapa proses tertentu. Untuk membentuk
energi, tubuh memerlukan nutrisi dan CO2. Pada kondisi tertentu, dimana suplai
nutrisi dan O2 tidak sampai ke sel, tubuh akhirnya tidak dapat memproduksi energi
yang banyak. Jadi, apapun oenyakit yang membuat terhambatnya/terputusnya suplai
nutrisi dan O2 ke sel, dapat mengakibatkan respon tubuh berupa intoleransi aktivitas.
Intoleransi aktivitas pada klien dengan CHF disebabkan jantung tidak mampu untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringanterhadap nutrien dan oksigen karena kerusakan sifat kontraktil dari jantung
dan curah jantung kurang dari normal. Hal ini disebabkan karena meningkatnya beban
kerja otot jantung, sehingga bisa melemahkan kekuatan kontraksi otot jantung dan
produksi energi menjadi berkurang.

D. Pathway
Stress karena perubahan
Penurunan fungsi jantung
kondisi tubuh

Peningkatan hormonal Penurunan suplai oksigen dan nutrisi


kortisol dan adrenalin ke jaringan tubuh

Meningkatkan kerja jantung Metabolisme menurun


dan bernapas lebih cepat
Ketidakseimbangan antar suplai dan
kebutuhan oksigen

Kecukupan energi menurun

Intoleransi aktivitas
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik :
1. Foto rontgen
Untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosim dan perubahan
hubungan tulang
2. CT Scan
Mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit untuk
dievaluasi (mis: asetabulum)
3. MRI
Untuk melihat abnormalitas (tumor, penyempitan jalur jaringan lunak melalui
tulang)
4. Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan darah dan urine : memberikan informasi mengenai maslah
muskuloskeletal primer atau komplikasi yang terjadi (infeksi)
5. Pemeriksaan Hb : biasanya hb lebih rendah bila terjadi pendarahan akibat trauma

F. Penatalaksanaan Medis/Terapi
1. Fisiotheraphy
2. Latihan mobilisasi ringan seperti miring kanan – miring kiri

G. Fokus Pengkajian Keperawatan


1. Riwayat Keperawatan
a. Biodata Pasien
b. Riwayat Keperawatan sekarang
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga
2. Pola fungsi Gordon
a. Persepsi terhadap kesehatan (manajemen kesehatan)
 Tingkat pengetahuan kesehatan/penyakit meliputi sebelum sakit dan
selama sakit
 Perilaku untuk mengtasi masalah kesehatan meliputi sebelum sakit dan
selama sakit.
 Faktor-faktor sehubungan resiko kesehatan
b. Pola aktivitas latihan
Menggunakan tabel aktivitas
0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = dibantu orang lain
3 = dibantu orang lain dan alat
4 = ketergantungan/tidak mampu
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi ditempat tidur
Berpindah
Ambulasi
Naik tangga
c. Pola istirahat tidur
Dinyatakan :
 Jam berapa biasa mulai tidur dan bangun
 Kualitas dan kuantitas tidur
d. Pola nutrisi
Dinyatakan :
 Beberapa kali makan sehari
 BB sebelum dan sesudah
 Frekuensi dan kuantitas sehari
e. Pola eliminasi
 Frekuensi BAK dan BAB sehari
 Frekuensi
f. Pola kognitif konseptual
 Apakah ada gangguan penglihatan, pendengaran
g. Pola konsep diri
 Gambaran diri
 Identitas
 Peran diri
 Ideal diri
 Harga diri
h. Pola koping
Cara pemecahan masalah dan penyelesaian masalah
i. Pola seksual
Dinyatakan : adakah gangguan pada alat kelamin
j. Pola hubungan
 Hubungan dukungan keluarga
 Hubungan dengan pasangan
 Hubungan dengan tetangga dan masyarakat
k. Pola nilai dan kepercayaan
 Persepsi keyakinan
 Tindakan berdasarkan keyakinan
3. Pemeriksaan Fisik : Data Focus
Keadaan umum
a. Lemas
b. Letih
c. Dispnea
d. Tingkat kesadaran composmentis
e. GCS : Mata (4), Verbal (5), motorik (6)
f. TTV (TD: dibawah atau di atas normal, N : 70-110x/mnt, RR: 19-23x/mnt, S:
>37oC)
g. BB saat sakit dan sebelum sakit
Pemeriksaan Fisik:
a. Sistem integumen : tidak tampak ikterus kulit tampak pucat
b. Kepala : simetris, tidak ada benjolan
c. Muka : tidak ada odem, otot muka dan rahang kekuatan lemah, sianosis tidak
ada
d. Kelopak mata normal, konjungtiva anemis, pupil isokor, mata tampak cowong
e. Telinga : secret serum dalam batas normal
f. Hidung : mukosa, secret tidak ada, cuping hidung tidak ada
g. Mulut dan faring : lidah merah, tidak ada kelainan lidah
h. Thorax : gerakan simetri, tidak ada whezzing
i. Jantung : S1 S2 tunggal dalam batas normal
j. Abdomen : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, bising usus
k. Inguinal, genitalia, anus : nadi hemorasi teraba, tidak ada hernia, terpasang
kateter
l. Ekrtramitas : akral hangat, perifer tampak pucat
m. Tulang belakang : normal

H. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas

I. Perencanaan
Intoleransi Aktivitas
Tujuan :
Intoleransi Aktivitas teratasi dengan kriteria hasil :
1. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat (5)
2. Kecepatan jalan meningkat (5)
3. Jarak berjalan meningkat (5)
4. Keluhan lelah menurun (5)
5. Perasaan lemah menurun (5)
Tindakan :
 Observasi :
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
 Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
2. Lakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
4. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
 Edukasi :
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
 Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

J. Daftar Pustaka

Refiani, D. (2019). Asuhan Keerawatan Gangguan Kebutuhan Istirahat dan Tidur Pada
Pasien Fraktur di Ruang Trauma Center Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang.
Padang: Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
Wolla, L. N. (2021). Laporan Pendahuluan Aktivitas . Malang: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Tribhuwana Tunggadewi.

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik


LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

GANGGUAN POLA TIDUR


A. Pengetian
Tidur merupakan proses yang diperlukan manusia untuk pembentukan sel-sel
tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh yang rusak, memberi waktu organ tubuh untuk
istirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan biokimiawi tubuh
(Asmara, 2021).
Gangguan pola tidur merupakan gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur
akibat faktor eksternal (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

B. Penyebab Gangguan Pola Tidur


Penyebab yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan pola tidur
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), yaitu :
1. Hambatan lingkungan :
a. Kelembaban lingkungan sekitar
b. Suhu lingkungan
c. Pencahayaan
d. Kebisingan
e. Bau yang tidak sedap
f. Jadwal pemantauan atau pemeriksaan atau tindakan
2. Kurang kontrol tidur
3. Kurang privasi
4. Restraint teman tidur
5. Tidak familiar dengan peralatan tidur
Adapun penyebab gangguan pola tidur pada pasien dengan open fraktur yaitu
karena ruangan yang panas dan berisik juga nyeri yang dirasakan (Refiani, 2019).
Menurut Setiawan (2018), faktor-faktor yang mempengaruhi tidur antara lain:
1. Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan dapat tidurdengan
nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri,maka kebutuhan istirahat dan
tidurnya tidak dapat dipenuhi
dengan baik sehingga tidak dapat tidur dengan nyenyak. Banyak penyakit yang dapat
memperbesar kebutuhan tidur, seperti penyakit yangdisebabkan oleh infeksi terutama
infeksi limpa. Infeksi
limpa berkaitan denga keletihan sehingga penderitanya membutuhkan banyak tidur
untuk mengatasinya. Banyak juga keadaan sakit yang membuat penderitanya
kesulitan tidur atau bahkan tidak bisa tidur.Misalnya pada klien dengan gangguan
pada sistem pernapasan. Dalam kondisinya yang sesak napas, maka seseorang
tidakmungkin dapat istirahat dan tidur
2. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang nyaman dan aman bagi seseorang dapat mempercepat
proses terjadinya tidur. Sebaliknya, lingkungan yang tidak aman dan nyaman bagi
seorang dapat menyebabkan hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi tidur.
3. Stress psikologis
Cemas dan depresi akan menyebabkan gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini
disebabkan karena pada kondisi cemas akan meningkatkan noorepinefrin darah
melalui sisten saraf simpatis.
4. Obat-obatan
Obat dapat juga memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obatyang
memengaruhi proses tidur, seperti jenis golongan obatdiuretic yang dapat
menyebabkan insomnia, antidepresan yangdapat menekan REM, kafein yang dapat
meningkatkan sarafsimpatis sehingga menyebabkan kesulitan untuk tidur,
golongan beta blocker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongannarkotik
dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk.
5. Nutrisi
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi dapat mempercepat proses tidur.Konsumsi
protein yang tinggi dapat menyebabkan individutersebut akan mempercepat proses
terjadinya tidur karenadihasilkan tripofan. Tripofan merupakan asam amino
hasil pencernaan protein yang dapat membantu kemudahan dalam tidur.Demikian
sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat jugamemengaruhi proses tidur, bahkan
terkadang sulit untuk tidur
6. Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseoranguntuk tidur,
sehingga dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu,adanya keinginan untuk tidak
tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur
C. Patofisiologi
Fisiologi tidur merupakan pengaturan tidur yang melibatkan hubungan
mekanisme serebral secara bergantian agar mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk
dapat tidur dan bangun. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi
retikularis. Sistem tersebut mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf
pusat,termasuk pengaturan kewaspadaan dan tidur. Pusat pengaturan kewaspadaan dan
tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian
atas pons. Dalam keadaan sadar, neuron dalam reticular activating sistem(RAS) akan
melepaskan katekolamin seperti norepineprin. Selain itu, RAS yang dapat memberikan
rangsangan visual, pendengaran, nyeri,dan perabaan juga dapat menerima stimulasi dari
korteks serebri termasuk rangsangan emosi dan proses pikir. Pada saat tidur,
terdapat pelepasan serum serotonin dari sel khusus yang berada di pons dan batang otak
tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR),sedangkan saat bangun bergantung
pada keseimbangan impuls yang diterima dipusat otak dan sistem limbic.
Dengandemikian,sistem batang otak yang mengatur siklus atau perubahan dalam tidur
adalah RAS dan BSR.
Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubahan proses fisiologis, yaitu :
1. Penurunan tekanan darah dan denyut nadi
2. Dilatasi pembuluh darah perifer
3. Kadang-kadang terjadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal
4. Relaksasi otot-otot rangka
5. Basal metabolisme rate menurun 10-30%

D. Pathway
Faktor Faktor
Faktor psikologis lingkungan Nyeri akut
fisiologis
cemas Merangsang sistem Merangsang sensori Merangsang kortek Gg.
limbik(pengaturan sistem perifer untuk serebral untuk Eliminasi
urin
emosi) untuk meningkatkan meningkatkan meningkatkan
pengeluaran katekolamin pengeluaran serotonin pengeluaran serotonin

hipertensi

Merangsang sistem aktivasi retikuler untuk


menurunkan pengeluaran serotonin

Bangun 3 kali atau lebih di malam hari, insomnia, ketidakpuasan tidur, total waktu
Gg. pola tidur tidur kurang, kebiasaan buruk saat tidur dan keluhan verbal lainnya

E. Manifestasi Klinis
Pada orang normal, gangguan tidur yang berkepanjangan akan menimbulkan
gejala seperti adanya perubahan-perubahan pada siklus tidur biologiknya, daya tahan
tubuh menurun serta menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung, depresi, kurang
konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi keselamatan diri sendiri
atau orang lain.
Gejala tidur REM adalah sebagai berikut :
1. Biasanya disertasi dengan mimpi aktif
2. Lebih sulit dibangunkan dari pada selama tidur nyenyak
3. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan yang menunjukkan inhibisi proyeksi
spinal atas sistema pengaktifan retikularis
4. Frekuensi jantung dan pernafasan menjadi tidak teratur
5. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur
6. Mata cepat tertutup dan terbuka

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan Radiologi

G. Penatalaksanaan Medis/Terapi
1. Terapi non farmakologi
a. Terapi relaksasi
b. Terapi tidur yang bersih
c. Terapi pengaturan tidur
d. Terapi psikologis/psikiatri
e. Mengubah gaya hidup
2. Terapi farmakologi
a. Obat golongan hiptonik
b. Obat golongan antidepresan
c. Terapi hormone melatonin dan agonis melatonin
d. Obat golongan antihistamin

H. Fokus Pengkajian Keperawatan


1. Kaji penampilan wajah klien, adakah lingkaran hitam di sekitar mata, mata sayu,
konjungtiva merah, kelopak mata bengkak, wajah terlihat kusut dan lelah.
2. Kaji perilaku klien : cepat marah, gelisah, perhatian menurun, bicara lambat, posisi
tubuh tidak stabil

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan transferoksigen, gangguan
metabolisme, kerusakan eliminasi, imobilisasi,nyeri pada kaki, lingkungan yang
mengganggu
2. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk tidur, hentinafas saat tidur
3. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia

J. Perencanaan
Dx : Gangguan Pola Tidur
Intervensi : Dukungan Tidur (L.05174)
Observasi
1. Identifikasi pola aktifitas dan tidur
2. Identifikasi faktor pengganggu tidur
3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi
Terapeutik :
5. Modifikasi lingkungan
6. Batasi waktu tidur siang
7. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
8. Tetapkan jadwal rutin tidur
9. Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
10. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk menunjang siklus tidur
terjaga
Edukasi
11. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
12. Anjurkan menepati kebiasaan tidur

K. Evaluasi
S : pasien mengatakan sudah mulai bisa tidur dengan nyenyak
O : pasien tidak mengalami kesulitan dalam tidur
A : Insomnia
P : intervensi dilanjutkan

L. Daftar Pustaka

Asmara, J. (2021). LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN POLA TIDUR . Bekasi: D-III


Keperawatan STIKes Bani Saleh Bekasi.
Refiani, D. (2019). Asuhan Keerawatan Gangguan Kebutuhan Istirahat dan Tidur Pada Pasien
Fraktur di Ruang Trauma Center Bedah RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Padang:
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
Setiawan, G. (2018). Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Pada Pasien dengan
Gangguan Istirahat Tidur di Ruang Rengas Dengklok Rumah Sakit Umum Daerah
Karawang. Karawang: STIKes Kharisma Karawang.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
Wolla, L. N. (2021). Laporan Pendahuluan Aktivitas . Malang: Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Tribhuwana Tunggadewi.

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik


LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN

DEFISIT NUTRISI

A. Pengertian
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh
yang bertujuan menghasilkan energy dan digunakan dalam aktivitas tubuh (Hidayat, A.
Aziz Alimul, 2015). Nutrisi adalah zat- zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan
kessehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk
menerima makanan atau bahan- bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan
bahan- bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan
sisanya (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Nutrisi juga berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan
atau bahan-bahan penting dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan
tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuhnya serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi yang
tidak seimbang dalam tubuh ada yang diakibatkan karena kekurangan nutrisi dan
kelebihan nutrisi.
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stresor fisiologis
dan lingkungan. Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh merupakan salah
satu bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh (Aziz Alimul, 2015).
Defisit nutrisi merupakan asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme (SDKI: Edisi 1).

B. Penyebab
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate
7. Amyotropic lateral
8. Kerusakan neuromuskular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit Crohn’s
14. Enterokolitis
15. Fibrosis kistis

C. Pohon Masalah
Infeksi

Ketidakmampuan mencerna makanan

Defisit Nutrisi

Nafsu makan menurun berat badan menurun

D. Tanda dan Gejala


1. Defisit nutrisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
a. Data Mayor
1) Berat badan menururn minimal 10% di bawah rentang ideal
b. Data Minor
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Kram/nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
4) Bising usus hiperaktif
5) Otot pengunyah lemah
6) Otot menelan lemah
7) Membran mukosa pucat
8) Sariawan
9) Serum albumin turun
10) Rambut rontok berlebih
11) Diare

E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan data-data. Yang terdiri dari :
1. Identitas pasien yang mencakup (Nama, No RM, Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan,
Agama, Status, Tanggal MRS, Tanggal Pengkajian).
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan keluarga

F. Diagnosa keperawatan
1. Defisist Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
2. ketidakmampuan mencerna makanan,.

G. Intervensi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
3. Identifikasi makanan yang disukai.
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien.
5. Monitor asupan makan
6. Monitor berat badan
7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
8. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.
9. Berikan makanan tinggi serat.
10. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
11. Berikan suplemen makanan, jika perlu.
12. Ajarkan diet yang diprogramkan.
13. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2015. Buku Pengantar Kebutuhan Manusia. Edisi 2. Salemba Medika :
Jakarta
Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 4.
Salemba Medika : Jakarta
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia : Jakarta

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik


LAPORAN PENDAHULUAN
INKONTINENSIA URINE
A. Definisi
Inkontinensia didefinisikan sebagai berkemih (defekasi) di luar kesadaran, pada
waktu dan tempat yang tidak tepat, dan menyebabkan masalah kebersihan atau social
( Watson, 1991 ). Terdapat dua aspek sosial yang sangat penting dalam definisi
inkontinensia ini. Inkontinensia yang diderita oleh klien mungkin tidak menimbulkan
sejumlah masalah yang nyata bagi teman atau keluarganya. Aspek social yang lain yaitu
adanya konsekuensi yang ditimbulkan inkontinensia terhadap individu yang
mengalminya, antara lain klien akan kehilangan harga diri, juga merasa terisolasi dan
depresi.
Faktor yang berkonstribusi terhadap perkembangan inkontinensia adalah factor
fisiologis dan psikologis. Faktor psikologis dapat mencakup depresi dan apatis, yang
dapat meperberat kondisi sehingga sulit untuk mengatasi masalah kearah normal.
Beberapa kondisi psikiatrik dan kerusakan otak organic seperti demensia, dapat juga
menyebabkan inkontinensia. Faktor anatomis dan fisiologis dapat mencakup kerusakan
saraf spinal, yang menghancurkan mekanisme normal untuk berkemih dan rasa ingin
menghentikannya. Penglihatan yang kurang jelas, infeksi saluran perkemihan, dan
medikasi tertentu seperti diuretic juga berhubungan dengan inkontinensia. Selain itu,
wnaita yang melahirkan dan laki – laki dengan protatism, cenderung mengalami
kerusakan kandung kemih yang dapat menyebabkan inkotinansia, akibat trauma atau
pembedahan.
B. Patofisiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma
atau bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat
berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada
pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain: Fungsi
sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.
Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak
dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Seiring dengan bertambahnya usia,
ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya
otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau
batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu,
adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun
kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab
Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian
bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan
kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena
infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urine berlebih karena
berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus
dipantau
Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat
kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan
(obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina. Penambahan
berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul
karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot
dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan
lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan
menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas),
akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga
menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau
kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan
inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami
inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar
panggul.
C. Pathway
D. Manifestasi Klinis
a. Inkontinensia stress : Keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya.
Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stress.
b. Inkontinensia urgensi : ketidak mampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran
seringnya terburu-buru untuk berkemih.
c. Enuresis nocturnal : 10% anak usian 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun mengompol
selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yang
abnormal dan menunjukan adanya kandung kemih yang tidak stabil.
d. Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi(pancara lemah, menetes),
trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes
terus menerus), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit
sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukan penyakit yang mendasari.
e. Ketidak nyamanan daerah pubis.
f. Distensi vesika urinaria.
g. Ketidak sanggupan untuk berkemih.
h. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine (20-50 ml)
i. Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.
j. Meningkatkan keresahan dan keinginanan berkemih.
k. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
l. Tidak merasakan urine keluar.
m. Kandung kemih terasa penuh walaupun telah buang air kecil.
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Urinallisis, digunakan untuk melihat apakan ada bakteri, darah dan glukosa dalam
urine.
b. Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan
obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien
berkemih.
c. Cysometri digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuscular kandung kemih dengan
mengukur efisiensi reflex otot detrusor, tekanan dan kapasitas intravesikal dan reaksi
kandung kemih terhadap rangsangan panas.
d. Urografi ekskretorik, disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk
mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter, dan kandung kemih.
e. Volding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi ketidaknormalan kandung
kemih dan uretra serta mengkaji hipertrofi lobus prostat, striktur uretra, dan tahap
gangguan uretra prostatic stenosis ( pada pria ).
f. Uretrografi retrograde, digunakan hampir secara ekslusif pada pria, membantu
diagnosis striktur dan obstruksi orifisium uretra.
g. Elektromiografi sfingter pada pasien pria dapat menunjukkan pembesaran prostat
atau nyeri, kemungkinan menanndakan hipertrofi prostat jinak atau infeksi.
Pemeriksaan tersebut juga dapat menunjukkan impaksi yang mungkin menyebabkan
inkontinensia.
h. Pemeriksaan vagina dapat memperlihatkan kekeringan vagina atau vaginitis atrofi,
yang menandakan kekuranagn estrogen.
i. Katerisasi residu pescakemih digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan
kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien
berkemih.
F. Penatalaksanaan Medis/Terapi
a. Terapi non farmakologis, yaitu:
1) Terapi suportif non-spesifik (edukasi, manipulasi lingkungan, pakaian dan pads
tertentu)
2) Intervensi tingkah laku (latihan otot dasar panggul, latihan kandung kemih,
penjadwalan berkemih)
b. Terapi medika mentosa
c. Operasi
d. Kateterisasi
G. Fokus Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat kesehatan klien
Pengkajian riwayat kesehatan pada pasien dengan inkontinensia urine meliputi:
a. Keluhan utama terkait dengan perasaan subjektif klien terhadap masalah saat
berkemih, ketidak mampuan menahan kencing, kebocoran urin, penggunaan
absorbent
b. Riwayat penyakit, operasi, gangguan obstetri dan ginekologi
c. Obat-obatan yang dikonsumsi
d. Kapan UI mulai terjadi, durasi atau lama mengalami inkontinensia urine
e. Kondisi yang memicu seperti batuk, mengejan, keinginan berkemih yang kuat
f. Tanda gejala yang menunjukkan kemampuan penampungan bladder seperti
frequency, urgency, nocturia
g. Tanda gejala pada setiap berkemih seperti intermittency, pancaran kencing
lemah, tetesan urin pada akhir berkemih, mengejan
h. Riwayat psikologi dan Sosial, dalam pengkjian ini fungsi seksual juga menjadi
unsur yang harus dikaji pada klien untuk mengetahui kemungkinan kebocoran
uring saat melakukan hubungan seksual
2. Pengkajian fisik
a. Pengkajian umum dan kemampuan fungsional, kemampuan fungsional meliputi
kemampuan klien untuk melakukan mobilisasi, kesadaran dan ketangkasan
b. Lakukan pengkajian untuk melihat adanya abnormalitas yang berpengaruh
langsung
c. Pengkajian Kekuatan otot pelvis
d. Pengkajian terhadap kulit sekitar perineal untuk melihat adanya lesi atau
ekskoriasi terkait dengan seringnya kebocoran berkemih.
e. Pengkajian rektal
3. Observasi kebocoran urine Secara langsung
4. Mengukur volume residu bladder
5. Tes laboratorium
a. Urinalysis
b. Pemeriksaan serum
H. Diagnosa Keperawatan
Inkontinensia urine
I. Perencanaan
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan kriteria hasil
Inkontinensia Setelah dilakukan 1. Kaji pola 1. Memberikan
urine tindakan berkemih dan informasi mengenai
keperawatan kegel bandingkan perubahan yang
exercise 4 kali 10 dengan sekarang mungkin terjadi
siklus sehari dalam 2. Dukung selanjutnya
4 minggu, perawatan diri 2. Memotivasi
diharapkan 3. Buat jadwal responden untuk
kontinensia urin latihan otot menjaga kebersihan
pasien meningkat dasar panggul diri dan
dengan kriteria atau kegel menghindarkan
hasil : 4. Anjurkan responden dari resiko
i. Kemampuan minum adekuat infeksi
berkemih selama siang 3. Kegel exercise
meningkat hari minimal 2 berfungsi untuk
ii. Nokturia liter (sesuai menguatkan otot-otot
menurun toleransi), dan elevator ani dan
iii. Residu volume diet tinggi serat urogenital yang
urin setelah 5. Batasi minum dapat menurunkan
berkemih saat menjelang inkontinensia urin
menurun tidur 4. Minum yang adekuat
iv. Distensi 6. Kolaborasi akan menurunkan
kandung kemih dengan dokter risiko dehidrasi,
menurun dalam mengkaji infeksi saluran
v. Dribbling efek pemberian kemih, dan
menurun obat konstipasi
vi. Frekuensi 5. Pembatasan minum
berkemih di malam hari dapat
membaik menghindarkan
vii. Sensasi responden dari
berkemih enuresis dan nokturia
membaik 6. Menurunkan derajat
inkontinensia.

J. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi dengan klien yang dilakukan terapi kegel
exercise. Klien merupakan sumber evaluasi hasil dari respons terbaik bagi asuhan
keperawatan. Perawat harus mengevaluasi efektivitas intervensi keperawatan dengan
membandingkan tujuan. Bandingkan hasil aktual dengan hasil yang diharapkan untuk
menentukan keberhasilan sebagian atau penuh.
K. Daftar Pustaka
Dina Dewi. 2013. Jurnal Ilmu Keperawatan : Aspek Keperawatan Pada Inkontinensia
Urine. Volume I No. 1. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.
Wirautami, adisty.” Laporan pendahuluan Inkontinensia”.
http://adistywirautami.blogspot.co.id/2015/09/laporan-pendahuluan-
inkontinensia.html
Setianingsih, Nur oktif. “Asuhan Keperawatan Inkontinensia Urin”.
http://materiilmuankeperawatan.blogspot.co.id/2015/09/asuhan-keperawatan-
inkotenensia-urin.html
LAPORAN PENDAHULUAN
MOBILISASI
A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif dimana individu tidak hanya
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas
dari kebiasaan normalnya. Gangguan mobilitas fisik (imobilitas) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan dimana
individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Individu
yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara lain lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih,
individu yang kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan fungsi
motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal
seperti gips atau traksi dan pembatasan gerak volunteer.
B. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal,sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulangkarena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometric
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energimeningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. H
al inimenjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana h
atiseseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitasdari
otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu
keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi
fungsional tubuh danmendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalahrangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih,
danireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungiorgan vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukansel darah merah

C. Pathway

Mobilisasi

Tidak mampu beraktifitas

Tirah baring yang lama

Jaringan kulit
Kehilangan Gangguan Gastrointestinal
yang tertekan
daya otot fungsi paru
paru
Perubahan sistem Gangguan
Penurunan integumen kulit katabolisme
Penumpukan
otot
sekret

Kontruksi pembuluh Anoreksia

darah
Perubahan sistem
Sulit batuk
D. Manifestasi klinis
1. Kontraktur sendi
Disebabkan karena tidak digunakan atrofi dan pendekatan saraf otot.
2. Perubahan eliminasi urine
Eliminasi urine pasien berubah karena adanya imobilisasi pada posisi tegak
lurus,urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan
kandungkemih akibat gaya gravitasi.
3. Perubahan sistem integument
Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan. Jaringan yang tertekan,darah
membentuk dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan
persistem pada kulit dan struktur di bawah kulit sehingga respirasi selular terganggu d
an selmenjadi mati.
4. Perubahan metabolikKetika cidera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu
serangkaian respon yang bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah dan
memelihara hidup.
5. Perubahan sistem muskulus skeletal
Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya
tahan, penurunan massa otot atrofi dan penurunan stabilitas.
6. Perubahan pada sistem respiratori
Klien dengan pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami
komplikasi pada paru- paru.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Sinar– X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahanhubungan
tulang
2. CT scan (Computed Tomography)
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive,yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer
untuk memperlihatkan abnormalitas
4. Pemeriksaan Laboratorium
5. Hb ↓ pada trauma, Ca ↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada
kerusakan otot
F. Penatalaksanaan medis/terapi
1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan
mobilitas pasien. Tujuan :
a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
c. Mempertahankan kenyamanan
2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur
a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk. Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Menfasilitasi fungsi pernafasan
b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri. Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak
2) Memberikan kenyamanan
3) Melakukan huknah
4) Memberikan obat peranus (inposutoria)
5) Melakukan pemeriksaan daerah anus
c. Posisi trendelenburg adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan
bagiankepala lebih rendah dari bagian kaki. Tujuan: untuk melancarkan peredaran
darah
d. Posisi genu pectoral adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dandada
menempel pada bagian atas tempat tidur
3. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda Tujuan :
a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur
b. Mempertahankan kenyamanan pasien
c. Mempertahankan kontrol diri pasien
d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
4. Membantu pasien berjalan Tujuan :
a. Toleransi aktifitas
b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi
G. Fokus pengkajian keperawatan
1. Pemeriksaan fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-
masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi,
nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satuekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingindari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkajidenyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler
g. Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas
H. Diagnosa keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi aktivitas ditandai dengan
keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan keterbatasan
rentang gerak sendi.
2. Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan neuromuscular ditandai
dengan ketidakmampuan untuk melakukan pembersihan tubuh.
3. Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor risiko tonjolan tulang ditandai dengan
imobilisasi fisik
I. Perencanaan

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


keperawatan kriteria hasil
1 Hambatan Setelah dilakukan 1. Kaji keterbatasan 1. Menentukan batas
mobilitas fisik asuhan gerak sendi gerakan yang akan
berhubungan keperawatan x24 2. Kaji motivasi klien dilakukan
dengan jam diharapkan untuk 2. Motivasi yang
intoleransi pasien dapat tetap mempertahankan tinggi dari pasien
aktivitas mempertahankan pergerakan sendi dapat melancarkan
ditandai dengan pergerakannya 3. Jelaskan alasan latihan
keterbatasan dengan kriteria : rasional pemberian 3. Agar pasien
kemampuan 1. Menggunakan latihan kepada pasien beserta keluarga
melakukan posisi duduk dan keluarga dapat memahami
keterampilan yang benar 4. Monitor lokasi dan mengetahui
motorik kasar 2. Mempertahan ketidaknyamanan atau alsan pemberian
dan keterbatasan kan kekuatan nyeri selama aktivitas latihan
rentang gerak otot 5. Lindungi pasien dari 4. Agar dapat
sendi 3. Mempertahan cedera selama latihan memberikan
kan 6. Bantu klien ke posisi intervensi secara
fleksibilitas yang optimal untuk tepat
sendi latihan rentang gerak 5. Cedera yang
7. Abjurkan klien ynruk timbul dapat
melakukan latihan memperburuk
range of motion
secara aktif jika kondisi klien
memungkinkan 6. Memaksimalkan
8. Anjurkan untuk latihan
melakukan range of 7. ROM dapat
motion pasif jika mempertahankan
diindikasikan pergerakan sendi
9. Beri reinforcement
positif setiap
kemajuan klien

J. Daftar pustaka
Mubarak Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC
T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2018-2020, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
LAPORAN PENDAHULUAN
OKSIGENASI
A. Pengertian
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia.
Dalam tubuh, oksigen berperan penting di dalam metabolisme sel. Kekurangan oksigen
akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya kematian.
Karenanya, berbagai upaya perlu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini ter
penuhi dengan baik.
Oksigenasi adalah proses penambahan O₂ke dalam sistem (kimia/fisika). Oksigen
merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses
metabolisme sel. Sebagai hasilnya, terbentuklah karbondioksida, energi, dan air.
Akantetapi, penambahan CO₂ yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikandampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel.
Pernapasan atau respirasi adalah proses pertukaran gas antara individu dan
lingkungan yang berfungsi untuk memperoleh O₂ agar dapat digunakan oleh sel-sel
tubuh dan mengeluarkan CO₂ yang dihasilkan oleh sel. Saat bernapas, tubuh mengambil
O₂ dari lingkungan untuk kemudian diangkut keseluruh tubuh (sel-selnya) melalui darah
guna dilakukan pembakaran. Selanjutnya, sisa pembakaran berupa CO₂ akan kembali
diangkut oleh darah ke paru-paru untuk dibuang ke lingkungan karena tidak berguna lagi
oleh tubuh.
B. Patofisiologi
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, difusi dan transportasi. Proses
ventilasi (proses penghantaran jumlah oksigen yang masuk dan keluar dari dan ke paru-
paru), apabila pada proses ini terdapat obstruksi maka oksigen tidak dapat tersalur
denganbaik dan sumbatan tersebut akan direspon jalan nafas sebagai benda asing yang
menimbulkan pengeluaran mulkus. Proses difusi (penyakuran oksigen dari alveoli ke
jaringan) yang terganggu akan menyebabkan ketidakefektifan pertukaran gas.selain
kerusakan pada proses ventilasi dan difusi maka kerusakan pada transportasi seperti
perubahan volume sekuncup, afterload, preload dan kontraktifilitas miokard juga dapat
mempengaruhi pertukaran gas.
C. Pathway

Pernafasan

Oksigenasi

Transportasi

Ventilasi
Difusi

Gangguan batuk
Adanya sumbatan
pada jalan nafas
Ketidakefektifan
jalan nafas
Obstruksi jalan
nafas

Ketidakefektifan
pola nafas
D. Manifestasi Klinis
1. Ketidakefektifan Kebersihan Jalan Napas
a. Batuk tak efektif atau tidak ada batuk
b. Ketidakmampuan mengeluarkan secret dari jalan napas
c. Bunyi nafas abnormal
d. Frekuensi , irama, kedalaman pernafasan abnormal
2. Ketidakefektifan Pola Jalan Napas
a. Perubahan frekuensi atau pola pernafasan ( dari nilai dasar )
b. Perubahan nadi ( frekuensi, irama, kualitas )
c. Ortopnea
d. Takipnea, hiperpnea,hiperventilasi
e. Pernafasan distrimik
f. Pernafasan sukar / berhati–hati
3. Gangguan Pertukaran Gas
a. Dispenea saat melakukan kerja berat
b. Konfusi atau agitasi 
c. Kecenderungan untuk mengambil posisi tiga titik ( duduk, satu tangan
diletakandisetiap lutut, tubuh condong kedepan)
d. Bernapas dengan mengerucutkan bibir dengan fase ekspirasi yang lama
e. Latergi dan keletihan
f. Peningkatan tahan vascular pulmonal ( peningkatan tekanan arteri pulmonal
/ventrikel kanan )
g. Penurunan mobilitas lambung , pengosongan lambung lama
h. Perubahan kandungan oksigen, penurunan saturas oksigen, peningkatan PCO2
seperti yang diperlihatkan oleh hasil analisis gas darah
i. Sianosis
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
oksigenasi yaitu :
1. EKG : menghasilkan rekaman grafik aktivitas listrik jantung, mendeteksi transmisi
impuls dan posisi listrik jantung
2. Pemeriksaan stress latihan, digunakan untuk mengevaluasi respon jantung terhadap
stres fisik. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang respon miokard terhadap
peningkatan kebutuhan oksigen dan menentukan keadekuatan aliran darah koroner
3. Pemeriksaan untuk mengukur keadekuatan ventilasi dan oksigenasi: pemeriksaan
fungsi paru, analisis gas darah (AGD)
F. Fokus Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat keperawatan
Meliputi pengkajian tentang masalah pernapasan dulu dan sekarang , gaya hidup,
adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya faktor resiko untuk gangguan status
oksigenasi.
a. Masalah pada pernafasan (dahulu dan sekarang
b. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
7) Masalah penyakit paru masa lalu
8) Penggunaan obat
c. Adanya batuk dan penanganan
d. Kebiasaan merokok
e. Masalah pada fungsi kardiovaskuler
f. Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
g. Riwayat penggunaan medikasi
h. Stressor yang dialami
i. Status atau kondisi kesehatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Mengamati tingkat kesadaran pasien, keadaan umum, postur tubuh,kondisi kulit,
dan membran mukosa, dada (kontur rongga interkosta, diameteranteroposterior,
struktur toraks, pergerakan dinding dada), pola napas (frekuensi dan kedalaman
pernapasan, durasi inspirasi dan ekspirasi)
b. Palpasi
Dilakukan dengaan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatardiatas dada
pasien. Saat palpasi perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada dan
punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh” secara ulang.
Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehatdan meningkat
pada kondisi konsolidasi
c. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta
mengkaji adanya abnormalitas, cairan/udara dalam paru. Normalnya dada
menghasilkan bunyi resonan/gaung perkusi.
d. Auskultasi
Dapat dilakukan langsung dengan menggunakan stetoskop. Bunyi yang terdengar
digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi dan kualitasnya. Untuk
mendapatkan hasil terbaik, valid dan akurat, sebaiknya auskultasi dilakukan lebih
dari satu kali.
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status fungsi dan oksigenasi
pernafasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik diantara lain :
a. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah
arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap
b. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dadabronkoskopi, scan paru.
c. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan :
kulturkerongkongan, sputum, uji kulit toraketensi
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan gangguan batuk
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
H. Perencanaan

No Diagnosa Tujuan keperawatan Rencana tindakan


keperawatan dan kriteria hasil
1 Ketidakefektifan Setelah Airway management:
bersihan jalan dilakukan Asuhan keper 1. Jaga kepatenan jalan
nafas yang awatan x24 jam napas: buka jalan napas,
berhubungan Respiratory : airway suction, fisioterapi dada
dengan patency sesuai indikasi
gangguan batuk 1. Klien mampu 2. Monitor pemberian
mengidentifikasi oksigen, vital sign
dan mencegah 3. Monitor status respirasi:
faktor yang adanya suara tambahan
dapatmenghambat 4. Ajarkan teknik batuk
jalan napas napas efektif
2. Menunjukan jalan 5. Kolaborasi dengan tim
napas yang paten: medis pemberian O2
klien tidak merasa 6. Catat tipe dan jumlah
tercekik, tidak sekret pencegahan
terjadi aspirasi, aspirasi
frekuensi napas 7. Tinggikan posisi kepala
dalam rentang tempat tidur 30-45
normal derajat setelah makan
3. Tidak ada suara untuk mencegah aspirasi
napas abnormal dan mengurangi dispnea
4. Mampu
mnegeluarkan
sputum dari jalan
napas
2 Ketidakefektifan setelah dilakukan Airway management:
pola nafas asuhan keperawatan 1. Pantau addanya pucat
berhubungan selama x 24 jam dan sianosis
dengan obstruksi Respiratory : ventilation 2. Pantau efek obat pada
jalan nafas 1. Pasien akan status respirasi
menunjukan 3. Pantau bunyi respirasi,
pernapasan optimal pola respirasi, dan vital
pada saat terpasang sign. Informasikan
ventilator mekanis kepada klien dan
2. Mempunyai keluarga tentang teknik
kecepatan dan relaksasi
irama respirasi 4. Ajarkan cara batuk
dalam batas efektif
normal 5. Catat tipe dan jumlah
sekret pencegahan
aspirasi

I. Evaluasi
1. Klien mengatakan dapat bernafas dengan normal
2. Tidak adanya hambatan pola nafas
J. Daftar Pustaka
Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007.
Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : EGC.
Sutrimo Ade. 2013. Kebutuhan Dasar Manusia Gangguan Oksigenasi. Purbalingga:
Universitas Jendral Sudirman.

LAPORAN PENDAHULUAN
DISTRES SPIRITUAL
A. Definisi
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada
budaya,perkembangan,pengalaman hidup,kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan
seseorang.
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa dan maha
pencipta (Achir Yani,2000). Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan
atau mengembalikan keyakinan.
B. Patofisiologi
Patofisiologi distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur fungsi otak.
Stress adalah realita kehidupan manusia sehari-hari setiap orang tidak dapat menghindari
stress setiap orang diharapkan melakukan menyesuaikan terhadap perubahan akibat stress.
Konsep ini sesuai yang di sampaikan oleh canon W B (dalan Davis,dkk,1988) yang
menguraikan respon sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia di dalam otak yang
menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stress.
C. Pathway

Faktor Penyakit akut, kronis,


predisposisi terminal

Harga diri
Isolasi diri
rendah

Verbalisasi stress
Perasaan bersalah, rasa Perubahan
takut, depresi perilaku

Ansietas Ketidakefektifan Keputusasaan


koping

Distress
spiritual
D. Manifestasi Klinis
1. Verbalisasi Distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual,biasanya akan meverbalisasikan
yang di alaminya untuk mendapatkan bantuan.
2. Perubahan Perilaku.
Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi atau
menunjukkan kecemasan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang
menderita distress spiritual.
3. Perasaan bersalah,rasa takut,depresi.dan ansietas
Menurut nolan & Crawford (1997) kebutuhan spiritual sekelompok orang meliputi
keinginan kelompok tersebut untuk dapat memberikan kontribusi positif terhadap
lingkungannya,dalam kenyataannya,semua manusia memiliki dimensi spiritual,semua
klien akan mengekspresikan dan memanifestasikan kebutuhan spiritual mereka kepada
perawat.karena kurangnya pemahaman tentang kebutuhan spiritual mereka kepada
perawat,karena kurangnya pemahaman tentang kebutuhan spiritual,sering kali perawat
gagal dalam mengenali ekspresi kebutuhan spiritual klien, sehingga perawat gagal
dalam memenuhi kebutuhan tersebut.Kesejahteraan Spiritual,merupakan suatu kondisi
yang di tandai adanya penerimaan hidup,kedamaian,keharmonisan, adanya kedekatan
dengan Tuhan,diri sendiri,masyarakat, dan lingkungan sehingga menunjukkan adanya
suatu kesatuan (Greer & Moberg,1998).
E. Penatalaksanaan Medis/Terapi
1. Terapi psikoreligius atau psikospiritual
2. Terapi alQur’an
F. Fokus pengkajian keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian di lakukan untuk mendapatkan data subjektif dan objektif spiritual sangat
bersifat subjektif,ini berarti spiritual berbeda untuk individu yang berbeda pula
(Mesherry dan ross,2002).
a) Pengkajian psikososial dan spiritual
Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau
tidak,jenis partisipasi dalam kegiatan agama dan hubungan dengan keluarga baik
atau tidak.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Distress Spiritual b.d :
a) Anxietas
b) Kurangnya motivasi
c) Mengukapkan kekurangan harapan
d) Mengukapkan kurangnya makna hidup
e) Mengungkapkan kurangnya ketenangan
2. Koping tidak efektif b.d:
a) Krisis Situasi
b) Penurunan dukungan sosial
H. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1 Distress Spiritual Setelah di lakukan 1. Kaji adanya indikasi
asuhan keperawatan ketaatan dalam
kecemasan berkurang beragama\
dengan kriteria hasil : 2. Tentukan konsep
1. Menunjukkan ketuhanan klien
harapan 3. Kaji sumber – sumber
2. Berdoa dan harapan dan kekuatan
beribadah pasien
4. Dengarkan pandangan
pasien tentang
hubunga spiritual dan
kesehatan
2 Koping tidak Setelah di lakukan 1. Identifikasi
Efektif asuhan keperawatan pandangan klien
efektif dengan kriteria terhadap kondisi dan
hasil : kesesuaiannya
1. Koping efektif 2. Bantu klien
2. Kemampuan mengindentifikasi
bisa kekuatan personal
mengendalikan 3. Berikan motivasi
diri

I. Evaluasi
Secara umum tujuan tercapai apabila klien :
1. Mampu beristirahat dengan tenang
2. Menyatakan penerimaan keputusan moral
3. Mengekspresikan rasa damai
4. Menunjukkan hubungan yang hangat dan terbuka
5. Menunjukkan sikap efektif tanpa rasa marah, rasa bersalah dan ansietas
6. Menunjukkan prilaku lebih positif 
7. Mengekspresikan arti positif terhadap situasi dan keberadaannya
J. Daftar pustaka
Hamid, A, Y., 1999. Buku Ajar Aspek Spiritual Dalam Keperawatan. Widya Medika:
Jakarta
Rosyanti Lilin, Veny Hadju, dkk. 2018. Pendekatan Terapi Spiritual AlQuranic. Health
Information: Jurnal Penelitian. Volume 10 No 1.

LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN PERAWATAN DIRI

A. Definisi
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri (Departemen Kesehatan, 2000). Dalam kehidupan sehari-
hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena
kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri
sangat berpengaruh diantaranya kebudayaan, social, keluarga, pendidikan. Persepsi
seseorang terhadap kesehatan,serta perkembangan ( dalam Tarwoto & Wartonah 2006).
B. Patofisiologi
C. Pathway

Trauma spinal, cedera


tulang belakang

Kontraksi punggung

Defisit perawatan diri


Tulang belakang menyerap
goncangan vertikal

Perawatan diri berkurang


Otot abdominal dan toraks
melemah

Mobiltas fisik terganggu Takut bergerak


D. Manifestasi klinis
Menurut Depkes (2000), manifestasi klien dengan gangguan perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Kulit kepala kotor dan rambut kusam,acak-acakan.
b. Hidung kotor dan telinga juga kotor.
c. Gigi kotor disertai mulut bau.
d. Kulit kusam dan tidak terawatt.
e. Kuku panjang dan tidak terawatt.
f. Badan kotor,bau dan pakaian kotor.
g. Penampilan tidak rapi.
2. Psikologi
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.
b. Kegiatan kurang.
c. Tidak mampu berprilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur.
e. BAB/BAK disembarangan tempat.
E. Pemeriksaan Penunjang
-
F. Penatalaksanaan Medis/Terapi
1. Tindakan keperawatan melakukan perawatan pada kulit yang mengalami atau beresiko
terjadi kerusakan jaringan lebih lanjut khususnya pada daerah yang mengalami tekanan
(tonjolan). Dengan tujuan mencegah dan mengatasi terjadinya luka dekubitus akibat
tekanan lama dan tidak hilang.
2. Tindakan keperawatan pada pasien dengan cara mencuci dan menyisir rambut. Tujuannya
adalah membersihkan kuman yang ada pada kulit kepala, menambah rasa nyaman,
membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada kulit dan memperlancar sistem
peredaran darah di bawah kulit.
3. Tindakan keperawatan pada pasien dengan cara membersihkan dan menyikat gigi dan
mulut secara teratur. Tujuan perawatan ini mencegah infeksi pada mulut akibat kerusakan
pada daerah gigi dan mulut, membantu menambah nafsu makan dan menjaga kebersihan
gigi dan mulut.
4. Tindakan keperawatan pada pasien yang tidak mampu merawat kuku secara sendiri.
Tujuannya adalah menjaga kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau infeksi
akibat garukan dari kuku
G. Fokus Pengkajian Keperawatan
1. Pemeriksaan fisik
a. Rambut : amati kondisi rambut, keadan rambut yang mudah rontok, keadaan rambut
yang kusam, tekstur rambut.
b. Kepala : amati dengan benar kebersihan kulit kepala, normosepal. ketombe, berkutu,
kebersihan, apakah ada nyeri tekan.
c. Mata : apakah mata kanan dan kiri simetri, konjungtiva ananemis, sclera aninterik,
seklera pada kelopak mata.
d. Hidung : apakah pilek, apakah ada perubahan penciuman, kebersihan hidung, keadaan
membrana mukosa apakah ada septum deviasi.
e. Mulut : keadaan mukosa mulut, kelembapan, adanya lesi, kebersihan.
f. Gigi : amati kondisi mukosa mulut dan kelembaban mulut, apakah ada karang gigi,
apakah ada carries, kebersihan.
g. Telinga : amati telinga kanan kiri apa simetris, apakah ada lesi, perhatikan adanya
serumen atau kotoran pada telinga.
h. Kulit : amati kondisi kulit (tekstur,turgon,kelembaban), apakah ada lesi, ada luka.
i. Kuku, Tangan, dan Kaki : amati kebersihan kuku, perhatikan adanya luka.
j. Tubuh secara umum : amati kondisi dan kebersihan badan secara umum, perhatikan
adanya klainan pada kulit pasien.

H. Diagnosa Keperawatan
Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri
I. Perencanaan

J. Evaluasi
1. Pasien koperatif dalam perawatan diri.
2. Kebutuhan perawatan diri terpenuhi.
3. Aktivitas terpenuhi tapa bantu tau dengan mandiri.

K. Daftar Pustaka
Musrifatul Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Manusia edisi I. Surabava : Health-Books
Publishing.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 4.
Jakarta : Salemba Medika
NANDA
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN KEBUTUHAN SPIRITUAL

K. Definisi
Spiritual merupakan kompleks yang unik pada tiap individu dan tergantung pada
budaya,perkembangan,pengalaman hidup,kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan
seseorang (Mauk dan Schmidt, 2004 cit Potter Perry,2009).
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang maha kuasa dan maha
pencipta (Achir Yani,2000). Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan
atau mengembalikan keyakinan.
L. Patofisiologi
Patofisiologi merupakan distress spiritual tidak bisa dilepaskan dari stress dan struktur
fungsi otak.Stress adalah realita kehidupan manusia sehari – hari setiap orang tidak dapat
menghindari stress setiap orang diharapkan melakukan menyesuaikan terhadap perubahan
akibat stress.Konsep ini sesuai yang di sampaikan oleh canon W B (dalan Davis,dkk,1988)
yang menguraikan respon sebagai suatu rangkaian perubahan biokimia di dalam otak yang
menyiapkan seseorang menghadapi ancaman yaitu stress.

M. Pathway

N. Manifestasi Klinis
4. Verbalisasi Distress
Individu yang mengalami gangguan fungsi spiritual,biasanya akan meverbalisasikan
yang di alaminya untuk mendapatkan bantuan.
5. Perubahan Perilaku.
Perubahan perilaku juga dapat merupakan manifestasi gangguan fungsi atau
menunjukkan kecemasan setelah mendengar hasil pemeriksaan mungkin saja sedang
menderita distress spiritual.
6. Perasaan bersalah,rasa takut,depresi.dan ansietas
Menurut nolan & Crawford (1997) kebutuhan spiritual sekelompok orang meliputi
keinginan kelompok tersebut untuk dapat memberikan kontribusi positif terhadap
lingkungannya,dalam kenyataannya,semua manusia memiliki dimensi spiritual,semua
klien akan mengekspresikan dan memanifestasikan kebutuhan spiritual mereka kepada
perawat.karena kurangnya pemahaman tentang kebutuhan spiritual mereka kepada
perawat,karena kurangnya pemahaman tentang kebutuhan spiritual,sering kali perawat
gagal dalam mengenali ekspresi kebutuhan spiritual klien, sehingga perawat gagal
dalam memenuhi kebutuhan tersebut.Kesejahteraan Spiritual,merupakan suatu kondisi
yang di tandai adanya penerimaan hidup,kedamaian,keharmonisan, adanya kedekatan
dengan Tuhan,diri sendiri,masyarakat, dan lingkungan sehingga menunjukkan adanya
suatu kesatuan (Greer & Moberg,1998).
O. Pemeriksaan penunjang
-
P. Penatalaksanaan medis/terapi
Q. Fokus pengkajian keperawatan
2. Pengkajian
Pengkajian di lakukan untuk mendapatkan data subjektif dan objektif spiritual sangat
bersifat subjektif,ini berarti spiritual berbeda untuk individu yang berbeda pula
(Mesherry dan ross,2002).
b) Pengkajian psikososial dan spiritual
Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau
tidak,jenis partisipasi dalam kegiatan agama dan hubungan dengan keluarga baik
atau tidak.
R. Diagnosa Keperawatan
3. Distress Spiritual b.d :
f) Anxietas
g) Kurangnya motivasi
h) Mengukapkan kekurangan harapan
i) Mengukapkan kurangnya makna hidup
j) Mengungkapkan kurangnya ketenangan
4. Koping tidak efektif b.d:
c) Krisis Situasi
d) Penurunan dukungan sosial
S. Perencanaan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
1 Distress Spiritual Setelah di lakukan asuhan 5. Kaji adanya indikasi
keperawatan kecemasan ketaatan dalam
berkurang dengan kriteria beragama\
hasil : 6. Tentukan konsep
3. Menunjukkan ketuhanan klien
harapan 7. Kaji sumber – sumber
4. Berdoa dan harapan dan kekuatan
beribadah pasien
8. Dengarkan pandangan
pasien tentang
hubunga spiritual dan
kesehatan
2 Koping tidak Setelah di lakukan asuhan 4. Identifikasi
Efektif keperawatan efektif pandangan klien
dengan kriteria hasil : terhadap kondisi dan
3. Koping efektif kesesuaiannya
4. Kemampuan bisa 5. Bantu klien
mengendalikan diri mengindentifikasi
kekuatan personal \
6. Berikan motivasi

T. Evaluasi
1) Evaluasi formatif (Mereflesikan observasi perawat dan analisis klien terhadap
langsung pada intervensi keperawatan)
2) Evaluasi sumatif (Mereflesikan rekapitulasi dan sinopsis observasi dan analisis
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu)
U. Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai